• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi telah memberikan dorongan perubahan besar dalam perilaku hidup manusia. (Cornwell & Stoddart 1999) Secara sederhana, dalam tulisan ini, globalisasi dipahami sebagai proses perubahan dalam dimensi temporal dan spasial. Proses perubahan yang diukur secara empiris melalui sudut pandang waktu dan tempat.

Globalisasi menggambarkan sebuah kondisi dimana waktu yang sangat terbatas dapat menjembatani perbedaan spasial yang sangat besar. Seperti halnya konsep teknologi komunikasi, globalisasi membentuk sistem konektifitas yang memiliki cakupan global dengan efisiensi waktu seminimal mungkin. Namun disisi lain, terdapat pemaknaan globalisasi sebagai proses penyempitan atau penyederhanaan. Proses tersebut dapat dilihat dari pola interaksi sosial yang sebelumnya harus melalui tahapan yang panjang dan rumit untuk terhubung, menjadi saling terkait satu sama lain dalam pola yang lebih sederhana. Pola interaksi yang sebelumnya terhambat oleh faktor-faktor seperti budaya, sistem politik, birokrasi, dan jaringan (networking) menjadi lebih mudah untuk saling terhubung.

Globalisasi melahirkan proses pembentukan struktur sosial baru seperti proses integrasi, sinkronisasi, unifikasi, dan norma universalitas. (Kloskowska 1998) Pada ruang lingkup global, globalisasi memicu proses homogenisasi nilai-nilai tertentu yang menyebabkan sifat heterogenitas nilai yang ada dalam lingkup negara/nasional menjadi saling melebur dan terhubung antara satu sama lain. Fenomena globalisasi ini menimbulkan efek yang sangat beragam. Perubahan terjadi pada kondisi tertentu dan pada aktor tertentu pula dalam struktur sosial yang ada.

(2)

perdebatan yang cukup menarik tentang penfasiran konsep identitas. Identitas dalam hal ini dimaknai sebagai sesuatu yang memiliki fungsi representatif dari satu hal, waktu, tempat, nilai, dan sifat tertentu. Identitas juga melambangkan keunikan atau kekhasan unit/individu yang membedakan antara unit/individu satu dengan yang lain. (Erikson 1968) Perdebatan yang muncul terkait konsep identitas dan globalisasi adalah fenomena meleburnya nilai-nilai kenegaraan atau nasionalisme. Nilai-nilai nasionalisme yang melekat sebagai unsur kenegaraan mengalami proses integrasi menjadi bentuk nilai global/universal. Proses meleburnya nilai-nilai tersebut seringkali tidak diiringi dengan komposisi yang berimbang. Pada proses tertentu, ada nilai yang dilemahkan dan disisi lain ada nilai yang dikuatkan. Nilai sangat erat kaitannya dengan konsep identitas, seperti halnya identitas nasional/kenegaraan. Proses menuju kondisi universal juga melahirkan sebuah konsep baru dari identitas, yaitu identitas global. Identias nasional dan identitas global seolah dipertarungkan sebagai implikasi dari terjadinya proses globalisasi. Hal ini kemudian melahirkan sebuah perdebatan yang panjang mengenai konsep dari identitas itu sendiri. Seperti yang dikutip dari pernyataan Stuart Hall: There has been a veritable discursive explosion in recent years around the concept of "identity". (Hall 1996b)

Konsep identitas mengalami transformasi dalam proses pembangunan nilai-nilai dari identitas itu sendiri. Proses perbesaran dan penyempitan nilai yang terjadi akibat efek dari globalisasi turut mendorong transformasi ke perdebatan yang lebih kompleks. Pada era global, ruang lingkup dari kontradiksi tersebut bertambah luas. Kontroversi mengenai relasi globalisasi dan identitas semakin berkembang ketika muncul konsep global citizen dan cosmopolitanism. Perdebatan kemudian beralih pada pembahasan mengenai identitas nasional dan identitas global.

Konsep global citizen atau warga dunia adalah perkembangan dari model kosmopolitanisme yang sudah ada sejak era sosial klasik (Cynic Diogenes, 412 SM). Kosmopolitanisme sendiri merupakan istilah yang berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari cosmos (alam semesta) dan polites (masyarakat). Kosmopolitanisme sering diartikan sebagai konsep dimana

(3)

nilai-nilai universal dapat diyakini oleh masyarakat secara luas dan dipraktekan dalam skala global. Pada era politik modern, konsep kosmopolitanisme kembali disinggung oleh ilmuan politik Immanuel Kant dalam karyanya yang berjudul Perpetual Peace. Kant menyebut istilah ius cosmopoliticum yang berarti hukum kosmpolitan atau aturan hukum global. Perpetual Peace mencoba untuk menjelaskan mengenai aturan-aturan atau hukum yang menjadi kesepakatan secara universal. Konteks ini kemudian berkembang lebih jauh ketika membicarakan aturan perang/hukum humaniter (HHI), hak asasi manusia (HAM), dan perdagangan global. Kembali lagi pada pengertian nilai dan identitas, kosmopolitanisme dan globalisasi bekerja searah dalam hal perluasan kedua hal tersebut.

Kontradiksi mengenai identitas dalam globalisasi dan kosmopolitanisme kemudian menjadi menarik untuk dibahas karena masih menjadi sebuah perdebatan tersendiri dikalangan ilmuan sosial dan politik. Pada pembahasan lebih lanjut, hubungan yang dapat ditarik dari globalisasi dan kosmopolitanisme adalah pembicaraan mengenai kontradiksi nasionalisme negara dan munculnya konsep identitas global. Globalisasi mendorong adanya pergerakan dan perpindahan kapital yang sangat besar. Intensitas dari proses mobilisasi tersebut mengakibatkan batas negara menjadi semakin tipis (borderless) karena semakin banyak interaksi yang terhubung. Kondisi tersebut berdampak pada perubahan sosial masyarakat yang sebelumnya memiliki orientasi nasionalis (national-oriented) kemudian berkembang menjadi berorientasi global (global oriented). Perubahan terjadi ketika identitas kultural bergeser karena budaya nasional yang sebelumnya menahan identitas tergerus oleh arus budaya global. (Barth 1969)

Pendapat yang lain mengatakan bahwa globalisasi justru mendorong faktor kekhasan dari identitas. Pada cakupan global, individu sosial membutuhkan sebuah fungsi pembeda atau spesialisasi yang lebih kuat dibanding dengan sebelumnya. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya aktor yang terlibat dalam interaksi sosial. Faktor nasionalisme yang sebelumnya diyakini akan semakin melemah akibat globalisasi justru dibantah oleh pemikiran ini. Dua pandangan ini sangat erat kaitannya dengan pertentangan

(4)

yang dialami oleh ideologi liberalisme dan realisme. Ideologi neo-liberalisme yang mengedepankan unsur kerjasama dalam interaksi internasional, lebih berpihak pada pendapat bahwa penguatan ada pada identitas global, seiring meluasnya budaya yang menyokong identitas. Ideologi neo-realisme berpikir sebaliknya, karena adanya kekhawatiran akan keamanan dan meningkatnya level kompetisi global, justru penguatan terjadi pada identitas nasional. Nasionalisme menjadi proses yang harus diperkuat karena kompetisi budaya yang semakin beragam. Kehilangan nasionalisme akan sangat merugikan negara karena berkaitan dengan pengabdian dan orientasi nasional dari setiap individu sosial. Kedua pemikiran ini lah yang kemudian menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam penulisan skripsi ini. Kontradiksi antara identitas nasional dan identitas global, mana yang lebih berperan besar dalam era globalisasi pada masa sekarang. (Bornman n.d)

Pada penulisan skripsi ini, penulis mengangkat sebuah studi kasus mengenai pengaruh yang ditimbulkan oleh pengalaman belajar ke luar negeri terhadap orientasi global mahasiswa, khususnya adalah mahasiswa jurusan Hubungan Internasional (HI). Studi kasus ini akan membantu dalam memahami kontradiksi yang muncul dalam globalisasi mengenai nasionalisme dan identitas global. Pengalaman belajar ke luar negeri yang banyak diperoleh oleh mahasiswa HI dijadikan sebagai acuan dalam melihat kecenderungan mana yang lebih dominan antara dua hal tersebut. Studi kasus tersebut juga bisa melihat apakah memang nasionalisme dan identitas global merupakan dua hal yang harus dipertentangkan dalam konteks globalisasi. Pengalaman ke luar negeri dalam jangka panjang maupun menengah adalah sasaran dari penelitian ini. Proses yang sedemikian panjang yang ditempuh di luar negeri akan memberikan dampak yang sangat beragam pada tiap-tiap responden mahasiswa.

Ilmu hubungan internasional merupakan basis ilmu yang sejak awal sudah memiliki orientasi global. Pembelajaran yang akan dilakukan berkisar pada cakupan yang sejak awal membicarakan mengenai negara, struktur internasional, dan pemikiran global. Namun dalam perkembangannya, praktisi ilmu HI mengalami dilemma yang cukup berat ketika orientasi global tersebut

(5)

terbentur kenyataan bahwa tidak semua hal mengarah pada orientasi global. Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, bahwa ada keyakinan lain yang justru menguat dalam tataran nasional. Ketidakpatuhan sepenuhnya pada orientasi global ini yang kemudian menarik. Terlebih ini terjadi bukan di negara yang memiliki sumberdaya budaya yang dominan seperti Amerika Serikat dan negara kawasan Eropa, tapi terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Pembahasan lebih lanjut yang dapat ditarik dari studi kasus pengalaman belajar ke luar negeri mahasiswa HI di Indonesia akan sangat menarik melihat perdebatan mengenai identitas global dan nasionalisme yang terus berkembang.

B. Pertanyaan Penelitian

Setelah memahami latar belakang yang menjadi landasan penelitian, maka dirumuskan satu pertanyaan yang menjadi fokus penelitian ini. Bagaimana pengalaman belajar ke luar negeri mahasiswa mendorong terbentuknya identitas global?

C. Kerangka Konseptual

Pada penjelasan mengenai konsep, penelitian ini memiliki dua payung besar tema yaitu tentang globalisasi dan kosmopolitanisme. Kedua hal ini memiliki kaitan yang sangat erat ketika digunakan untuk memahami perdebatan mengenai permasalahan identitas. Pemahaman mengenai globalisasi dalam lingkup kosmopolitanisme perlu dilihat dari proses terbentuknya sebuah identitas yang mendasari konsep world citizen. Konsep world citizen atau warga dunia adalah sebuah konsep sosial yang pada awalnya dikutip dari pemikir sosial klasik Cynic Diogenes yang menyebutkan tentang “cosmopolities, a citizen of the cosmos not only citizen of polis”. Sebuah gambaran dasar bahwa manusia memiliki potensi untuk berinteraksi secara luas (cosmos) dibandingkan hanya interaksi dalam cakupan kecil (polis). Perkembangan konsep kosmopolitanisme dalam tatanan sosial yang lebih modern diungkapkan kembali oleh Immanuel Kant dalam “Perpetual Peace”, sebuah esai yang membahas mengenai nilai, norma, dan aturan yang mendasari tindakan dalam skala global. Kant meyakini bahwa ada bentukan sosial yang

(6)

lebih besar dari sebuah negara dan perlu adanya sebuah pondasi yang kuat untuk mengatur stabilitas interaksi yang ada (Cosmopolitan Law/Universal Law). Pemikiran ini kemudian mendasari terbentuknya HHI (Hukum Humaniter Internasional), Hukum Perdagangan Internasional, dan Pakta HAM yang diprakarsai PBB.

Tema globalisasi dan kosmopolitanisme yang diusung dalam penelitian ini akan mencoba menjelaskan sebuah kondisi sosial mengenai proses pembentukan identitas. Pembahasan mengenai kondisi sosial yang terjadi karena terbentuknya identitas-identitas baru yang dipicu oleh fenomena globalisasi. Sasaran penelitian ini ditujukan kepada para mahasiswa yang memperoleh kesempatan untuk belajar ke luar negeri. Hali ini didasari dengan hipotesa bahwa orang yang pernah merasakan kehidupan di luar negeri akan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai identitas global. Karena faktor kedekatan interaksi dengan budaya global yang lebih intensif. Penulisan skripsi ini selanjutnya akan ditulis dalam kerangka konsep yang berbicara mengenai:

 Paradoks Globalisasi dan Kosmopolitanisme

Perkembangan globalisasi dan kosmopolitanisme perlahan menimbulkan sebuah perdebatan mengenai sumber nilai yang berkaitan dengan persoalan integrasi dan disintegrasi. Nilai-nilai yang terkandung dalam globalisasi dan kosmopolitanisme di satu sisi diyakini sebagai faktor penyebab runtuhnya stabilitas nasional. Hal ini diyakini karena universalitas akan memicu tindakan yang melemahkan ikatan kebangsaan atau nasionalisme. Nilai universal yang tercermin dari perilaku kosmopolitan merubah struktur masyarakat yang ada. Persoalan yang sangat terlihat pada era sekarang adalah perubahan perilaku sosial yang sangat terasa pada kehidupan masyarakat kota besar yang tersentuh langsung dengan budaya global. (Tilaar 2007) Terjadi perubahan orientasi sosial yang dominan ke arah global dibandingkan ke arah orientasi nasional. Terlebih pada masyarakat yang memiliki sumber daya, budaya dan intensitas kegiatan pergi ke luar negeri yang cukup besar. Budaya kosmopolitan diyakini dapat mengikis rasa nasionalisme yang ada. Kondisi global yang dihadapi akan menimbulkan pembentukan karakter yang memiliki

(7)

kandungan global di dalamnya. Nilai-nilai global seperti halnya kebebasan (freedom) dan keterbukaan (openness) menjadi nilai yang cukup dominan dalam pembentukan identitas global. Namun, asas kebebasan yang diartikan secara berlebihan tidak jarang menimbulkan konflik antara norma sosial yang ada dengan perilaku yang dijalani sehari-hari dalam lingkup nasional atau kedaerahan. Terlebih trend yang berkembang mendorong setiap individu untuk lebih terbuka terhadap nilai-nilai universal. Identitas yang terbentuk pun kemudian menjadi sangat beragam, ada yang menganut paham global yang berdasar norma universal, dan ada yang tetap memegang teguh norma-norma sosial kedaerahan serta nasionalisme. (Azra 2006) Komposisi identitas ini juga tidak selalu kontras berlawanan. Sebagian orang bisa saja menempatkan perilaku global pada aspek tertentu dan perilaku nasionalisme pada aspek yang lain. Pada akhirnya, setiap orang memiliki komposisi nilai dan norma sosialnya masing-masing.

Pendapat yang lain mengenai globalisasi dan kosmopolitanisme adalah kebalikan dari pendapat sebelumnya. Pendapat sebelumnya mengatakan bahwa globalisasi dan kosmopolitanisme akan melemahkan sisi nasionalisme dari individu atau kelompok masyarakat. Namun, pendapat yang lain justru mengatakan bahwa globalisasi akan mendorong penguatan karakter yang nantinya berdampak pada pembangunan nasionalisme dari individu tersebut. Setiap orang memiliki karakter atau identitas yang membedakan individu satu dengan individu yang lain. Karakter tersebut mencakup kondisi fisik, budaya, bahasa dan pemikiran dari setiap individu. Globalisasi, menempatkan kondisi yang beragam dalam dunia yang semakin dekat seperti tanpa batas negara (borderless state). Pada logika kompetisi sosial (survival to the fittest), setiap individu akan berjuang untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat terhadap karakter atau identitas yang dibawanya. Pada lingkup global, manusia cenderung untuk semakin mencari pembuktian atas identitas dan merasa bangga akan kekhasan karakteristik yang dimiliki. Sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya penguatan nasionalisme yang dipicu dari situasi yang beragam dalam lingkup global.

(8)

menguat atau melemahnya nasionalisme masih terus menjadi pembahasan yang belum menemui titik akhir. Penulisan skripsi ini memiliki tujuan memberikan kontribusi dalam membantu memahami diskursus yang ada mengenai hal tersebut. Konsep paradoks globalisasi dan kosmopolitanisme yang digambarkan pada dua pendapat sebelumnya menjelaskan bahwa globalisasi masih dimaknai secara berbeda. Namun, penelitian yang akan dilakukan lebih lanjut akan mencoba membaca sejauh mana dominasi pemikiran yang muncul terhadap pemikiran yang lain.

 Orientasi Global dalam Pembentukan Identitas

Konsep orientasi global dalam penelitian ini akan mencoba memetakan sasaran penelitian yang berangkat dari karakteristik mahasiswa, khususnya mahasiwa jurusan Ilmu Hubungan Internasional (HI). Orientasi global didefinisikan ke dalam beberapa bentuk nilai universal seperti nilai pluralisme, kesetaraan, toleransi, dan kemanusiaan. Karakteristik yang ditunjukan oleh responden penelitian meliputi latar belakang studi, asal daerah, orientasi gaya hidup, dan pandangan mereka tentang globalisasi, sangat mempengaruhi hasil dari penelitian ini nantinya. Pada penelitian ini, kelas mahasiswa menjadi fokus utama dalam melihat dan menguji studi kasus yang berkaitan dengan globalisasi dan kosmopolitanisme. Perdebatan mengenai nasionalisme dan identitas global menjadi menarik apabila dilihat dalam cakupan kelas yang spesifik. Mahasiswa yang merupakan kelas terpelajar dalam struktur sosial bisa dijadikan tolak ukur untuk melihat sejauh mana globalisasi memberikan dampak yang kontradiktif mengenai perdebatan nasionalisme dan identitas global.

Orientasi global meliputi pemahaman dan tujuan yang berkaitan dengan nilai-nilai global yang dimiliki oleh tiap-tiap individu. Setiap orang memiliki proporsi dan sikap yang berbeda mengenai orientasi global yang ada dalam diri masing-masing. Kajian ini nantinya akan memetakan nilai universal manakah yang lebih dominan dalam proses kegiatan studi luar negeri mahasiswa. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa ada kelas yang

(9)

lebih dominan terhadap salah satu aspek, nasionalis atau universalis. Dalam penelitian ini, studi kasus yang diangkat dalam membuktikan orientasi global dari tiap individu adalah pengalaman individu tersebut menempuh kegiatan studi ke luar negeri. Terlebih fakta bahwa intensitas mahasiswa yang mendapatkan kesempatan untuk menempuh kegiatan studi ke luar negeri makin meningkat dari tahun ke tahun. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, memudahkan para pencari beasiswa untuk mendapatkan info yang tepat mengenai beasiswa dan kegiatan studi luar negeri yang diminati. Pemerintah pun mendorong untuk tercapainya peningkatan mutu pendidikan melalui hal dan program-program terkait. Kesempatan yang semakin besar dan tren pendidikan yang mengarah ke level internasional menjadikan isu orientasi global menjadi sangat relevan untuk dibahas dalam kerangka penelitian yang komprehensif.

 Proses Pembentukan Identitas

Identitas merupakan gambaran dari sekumpulan nilai-nilai yang dianut oleh individu manusia. Nilai-nilai penyusun identitas dapat dimaknai sebagai salah satu objek penting kajian penelitian ini. Studi kasus mengenai pengalaman mahasisawa belajar ke luar negneri mencoba untuk melihat perubahan nilai yang terjadi dalam prosesnya. Penelitian ini akan melihat proses tersebut semenjak dari sebelum menempuh studi, proses awal adaptasi di luar negeri, pembelajaran nilai-nilai baru, hingga proses dimana terjadi pengadopsian nilai-nilai baru yang dianggap baik atau sesuai. Identitas yang kemudian terbentuk akan dianalisa lebih lanjut apakah memiliki dampak terhadap kecenderungan orientasi nasionalis atau orientasi global.

D. Metode Penelitian

Penelitian akan dilakukan dengan metode kualitatif untuk mendapatkan hasil yang cukup komprehensif dalam memahami studi kasus yang ada. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa penelitian ini akan memiliki fokus penelitian pada responden yang memiliki pengalaman menempuh studi di luar

(10)

negeri. Sasaran penelitian ditujukan kepada kelas sosial mahasiswa. Mahasiswa merupakan salah satu kelas sosial yang cukup representatif dalam menjelaskan fenomena globalisasi dalam kaitannya dengan pembentukan identitas global.

 Pendekatan Penelitian

Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang akan berkonsentrasi pada proses penggalian informasi/pengumpulan data yang mengutamakan proses deskriptif. (Moleong 1991) Penelitian ini nantinya akan melibatkan serangkaian proses meliputi wawancara, teknik kuesioner, observasi aktif, dan pengambilan data pendukung.  Sasaran Penelitian

Secara umum penelitian ini akan menyasar pada individu atau kelompok mahasiswa yang memiliki pengalaman studi atau kegiatan belajar ke luar negeri. Kemudian penelitian ini secara khusus akan menambahkan fokus penelitian pada individu atau kelompok mahasiswa yang memiliki bidang studi ilmu hubungan internasional. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dari pembelajaran ilmu hubungan internasional yang sejak awal sudah melibatkan elemen global/internasional dan diyakini berpengaruh pada pembentukan orientasi global sejak awal pembelajaran.

 Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki ruang lingkup pada pembahasan mengenai globalisasi dan kosmopolitanisme. Pembelajaran ilmu hubungan internasional tidak hanya terbatas pada pemahaman mengenai politik dan ekonomi internasional saja. Hubungan internasional juga membicarakan mengenai kondisi sosial global dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya. Globalisasi menjadi salah satu hal yang menarik yang bisa dipahami dalam kaitannya dengan sisi sosial dari ilmu hubungan internasional. Meskipun globalisasi juga dipelajari dalam

(11)

bidang kajian ilmu sosial yang lain, tapi penelitian ini akan memberikan alternatif sudut pandang berbeda dari sisi ilmu hubungan internasional. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam memahami ilmu hubungan internasional secara konprehensif.  Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini akan digunakan beberapa teknik pengumpulan data meliputi:

 Observasi

Observasi dilakukan untuk memahami kondisi dan tren yang sedang berkembang tentang studi ke luar negeri. Observasi dilakukan baik secara langsung (pengamatan lapangan) maupun observasi secara online melalui internet. Observasi dilakukan terhadap sasaran penelitian, badan penyedia beasiswa, organisasi, website resmi penyelenggara studi luar negeri dan pembahasan terkait mengenai globalisasi, kosmopolitanisme, dan studi luar negeri.

 Wawancara dan Diskusi

Wawancara dilakukan terhadap responden penelitian yang sudah didata sebelumnya dengan serangkaian pertanyaan yang terkait dengan pembahasan mengenai globalisasi, kosmopolitanisme, dan studi luar negeri. Diskusi dilakukan untuk mencipatakan proses kolaboratif antara peneliti dan responden dalam memahami permasalahan yang ada dalam penelitian. Hasil dari wawancara dan diskusi akan dijadikan sebagai panduan analisis deskriptif yang menjadi inti dari pembahasan penelitian

(12)

Kuesioner dilakukan apabila jumlah responden tidak memenuhi target jumlah responden penelitian yang diharapkan. Kuesioner akan dilakukan melalui media angket online yang akan disebar melalu berbagai jaringan media sosial yang dapat mendukung penelitian.

 Pengambilan Data Referensi

Data referensi sangat dibutuhkan sebagai pendukung dari pembahasan yang akan disusun untuk memperkuat hasil penelitian. Data referensi diambil dari literatur terkait baik yang tertulis dalam media cetak maupun media online.

 Jenis Data

Jenis data yang diinginkan dalam proses penelitian ini adalah data interaksi responden yang dijabarkan melalui jawaban dari pertanyaan wawancara dan diskusi. Dari data-data tersebut ingin diperoleh kecenderungan responden untuk memilih posisi antara orientasi global (outside) dan penguatan nasionalisme (inside) dalam kaitannya dengan kegiatan studi ke luar negeri. Posisi tersebut tentu harus diperkuat dan dilandasi dengan alasan yang spesifik mendukung pernyataan tentang posisi yang dipilih. Data lain yang ingin diperoleh adalah mengenai kontribusi penelitian terhadap ilmu hubungan internasional dan karakteristik pembangunan bangsa Indonesia melalui pendidikan. Penelitian ini dimaksudkan agar nantinya bisa dijadikan salah satu referensi dalam memahami fenomena hubungan internasional dan juga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pembangunan kualitas bangsa Indonesia.

E. Sistematika Penulisan

Pada bagian pertama akan menjelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penulisan skripsi dan relevansinya terhadap pembahasan globalisasi

(13)

dalam lingkup ilmu hubungan internasional. Kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah, keragka konseptual, dan metode penelitian yang akan dilakukan.

Bagian kedua akan mulai membahas mengenai urgensi dari penelitian yang melihat isu globalisasi dan kosmopolitanisme sebagai isu penting yang patut untuk dibahas dalam penulisan skripsi ini. Hal ini juga terkait dengan sub bahasan yang akan membicarakan mengenai pembentukan identitas global yang dipicu oleh fenomena studi luar negeri yang dilakukan oleh para mahasiswa pada era sekarang.

Bagian ketiga akan membahas hasil dari peneltian dengan mengikutsertakan perdebatan atau kontroversi yang ada di kalangan akademisi mengenai pembentukan identitas keluar (orientasi global) dan identitas kedalam (penguatan nasionalisme) tyang dipicu oleh fenomena kegiatan studi ke luar negeri yang dilakukan oleh mahasiswa.

Bagian keempat merupakan bab analisis dan penyataan posisi penulis dalam menyikapi pembahasan sebelumnya. Disini penulis akan memberikan pandangan dalam melihat hasil penelitian yang telah dilakukan dan secara langsung terlibat di dalamnya.

Bagian kelima merupakan bagian terakhir untuk memasukan kesimpulan dan saran dari apa yang didapat dan dipahami dalam proses penulisan skripsi. Bab ini juga merupakan jawaban dari rumusan masalah yang menjadi dasar penelitian yang dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, keabsahan akta notaris meliputi bentuk isi, kewenangan pejabat yang membuat, serta pembuatannya harus memenuhi

Adapun faktor-faktor yang dapat menghambat efektivitas penerimaan pajak bumi bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru adalah kurang mengertinya wajib

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Berbeda dengan Mohammad Ilyas yang menjelaskan bahwa Kalender Hijriah adalah kalender yang berdasarkan pada perhitungan kemungkinan hilal atau bulan sabit, terlihat

Kabupaten Minahasa Utara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara yang mengalami pertambahan penduduk positif, dimana peningkatan jumlah penduduk itu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

tangan pada Mordekai; karena mereka telah menunjukkan dia Mordekhai: Jadi Haman mencari ikhtiar untuk menghancurkan semua... orang-orang Yahudi bahwa itu, di seluruh

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk