• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metodologi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Metodologi Penelitian"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Modul ke: Fakultas Program Studi Program Pasca Sarjana Magister Teknik Elektro Hamzah Hilal

Metodologi Penelitian

PEMODELAN

(2)

9.1 UMUM

 Model meruakan suatu representasi atau formalisasi dalam  bahasa tertentu (yang disepakati) dari suatu sistem nyata.  Pemodelan adalah proses membangun atau membentuk subuah  model dari suatu sistem nyata dalam bahasa formal tertentu  seperti dapat dilihat pada gambar 9.1.

(3)

 Prosedur pada gambar 1.9 dijelaskan sebagai berikut:  Sistem nyata (A) akan dilihat dan dibaca oleh pemodel dan membentuk  image atau gambaran tertentu di dalam pikirannya, namun “image” ini  (A’) tidak persis sama dengan sistem nyata (A≠A’), karena pemodel  membaca dengan menggunakan kacamata tertentu. Kacamata yang  dimaksud disini adalah sudut pandang atau visi atau wawasan tentang  kehidupan yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: tata nilai yang  diyakini/dianut oleh pemodel, ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh  pemodel, dan pengalaman hidup dari pemodel..   Image adalah suatu model yang disebut model mental (pikiran atau  proses berpikir manusia)

(4)

 Prosedur pada gambar 1.9 (Lanju):  Model yang dimaksud di atas tidak mudah dikomunikasikan dengan  orang lain. Dibutuhkan alat komunikasi yang umumnya berbentuk  bahasa tertulis seperti uraian verbal, simbol‐simbol, huruf, grafik, atau  berupa wujud fisik, dll.  Model yang sudah diformalkan akan dapat diuji kesesuaiannya dengan  sistem nyata secara ilmiah. Untuk memperkecil kesalahan  pengembangan dan hasil dari model, dapat dilakukan penyesuaian– penyesuaian tertentu. 

(5)

 Model digunakan untuk membantu memecahkan masalah yang  sederhana ataupun kompleks dalam berbagai bidang dengan  lebih memperhatikan beberapa bagian atau beberapa ciri utama  dari pada memperhatikan semua detail sistem nyata.   Model tidak mungkin berisikan semua aspek sistem nyata  karena banyaknnya karakteristik sistem nyata  yang selalu  berubah  dan tidak semua faktor atau variabel relevan untuk  dianalisis.   Karena itu dalam membentuk suatu model diperlukan usaha  penyederhanaan dan penciutan yang kritis agar variabel relevan  yang terpilih mempunyai dampak yang besar terhadap situasi  keputusan yang diambil.

(6)

 Pemodelan menyangkut kemampuan untuk menampilkan  persoalan dan juga metodologi untuk menganalisis persoalan.   Hasil akhir pemodelan itu sendiri adalah model dan dapat  dikatakan bahwa model adalah representasi kualitatif dan/atau  kuantitatif suatu proses atau usaha yang memperlihatkan  pengaruh faktor‐faktornya secara signifikan dari masalah yang  dihadapi.   Oleh karena itu, ukuran keberhasilan pemodelan bukan dilihat  dari besar dan rumitnya model, tetapi kecukupan jawab  terhadap permasalahan yang ditinjau.

(7)

 Kriteria baik buruknya suatu model dapat diukur oleh  pertanyaan‐pertanyaan: 

 Apakah mengandung semua variabel yang relevan.

 Apakah cukup sederhana, baik dalam struktur dan atau hubungan‐ hubungan yang ada antar variabel‐variabelnya.

 Suatu model makin bermanfaat bila:

 Model memudahkan pengertian tentang sistem yang diwakilinya.

 Pengetahuan tentang alternatif keputusan yang dapat diambil dan hasil keputusan ini makin banyak atau

 Jenis-jenis model berdasarkan pada teori keputusan:

 Model matematik, model yang mewakili sebuah sistem secara

simbolik matematik, dalam bentuk rumus dan nilai-nilai

(besaran-besaran). Atribut-atribut dinyatakan dengan variabel-variabel dan aktivitas-aktivitas dinyatakan dengan fungsi-fungsi matematik yang menjelaskan hubungan antar variabel-variabel tersebut.

 Model informasi, model yang mewakili sebuah sistem dalam

(8)

 Karakteristik suatu model yang baik sebagai ukuran pencapaian  tujuan pemodelan yaitu:  Tingkat generalisasi yang tinggi. Makin tinggi derajat generalisasi suatu  model maka model tersebut makin baik sebab kemampuan model untuk  memecahkan masalah makin besar.  Mekanisme tranparansi. Model dikatakan baik jika dapat  memperlihatkan mekanisme dalam memecahkan masalah.  Potensial untuk dikembangkan. Model yang berhasil biasanya mampu  membangkitkan minat (interest) peneliti lain untuk menyelidikinya lebih  lanjut, serta membuka kemungkinan pengembangannya menjadi model  yang lebih kompleks yang berdaya guna untuk menjawab masalah sistem  nyata.   Peka terhadap perubahan asumsi. Hal ini menunjukkan bahwa proses  pemodelan tidak pernah berakhir (selesai), selalu memberi celah untuk  membangkitkan asumsi. 

(9)

9.2 KLASIFIKASI MODEL

 Karena model dapat ditampilkan dalam berbagai cara, maka  model dapat dibagi‐bagi atas beberapa kelas atau jenis.   Klasifikasi model ini bermanfaat untuk membangkitkan alternatif  atau pilihan model yang dapat mewakili sistem nyata, dan terdiri  atas:

 Berdasarkan pada fungsi, yaitu:

 Model deskriptif, memberikan sebuah gambaran dari sistem

nyata, dan tidak meramal atau memberikan rekomendasi. Model ini menggambarkan kondisi atau kegiatan sekarang atau masa lalu tanpa usaha memprediksi sesuatu, contoh: struktur

organisasi, diagram tata letak pabrik, laporan keuangan, foto sinar-x paru-paru seorang pasien, dll.

(10)

 Model Prediktif, menyatakan bahwa bila ini terjadi, maka kejadian itu  akan menyusul. Model ini menghubungkan variabel terkait dan bebas  untuk meramalkan hasil dari kondisi tertentu dan memungkinkan untuk  melakukan percobaan dengan pertanyaan “jika”, contoh:  Analisis break even point, BE=F/(1‐v), menyatakan bahwa bila biaya  tetap (F) diberikan, dan biaya variabel berupa bagian dari penjualan  (v) diketahui, maka bep dalam penjualan (BE) dapat diramalkan  dengan pasti.  S(t)=aS(t‐1)+(1‐a)S(t‐2), menyatakan bahwa penjualan yang  diramalkan untuk periode t bergantung pada penjualan untuk dua  periode sebelumnya.

 Model normatif, memberikan jawaban “terbaik” dari alternatif yang ada terhadap sebuah masalah. Model ini memberikan aturan dan rekomendasi untuk langkah‐langkah atau tindakan yang dapat diambil untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa keuntungan (nilai), contoh: model simpleks dalam proram linier, pengaturan waktu pesan optimum, dll.

(11)

Berdasarkan pada struktur, yaitu:

Model ikonis, menyerupai sistem sebenarnya tetapi 

dalam skala yang berbeda, contoh: maket tiga 

dimensi tata letak pabrik, foto udara real eastate, 

model pesawat, dll.

Model analog, menggunakan karakteristik suatu 

sistem untuk merepresentasikan beberapa 

karakteristik sistem lain. Model ini dapat 

menggambarkan situasi dinamik dan digunakan 

untuk perkiraan dan pengendalian, contoh: aliran 

lalu lintas dengan aliran arus listrik, dll.

(12)

Model simbolik, menggunakan berbagai simbol untuk menerangkan aspek-aspek dunia nyata. Prediksi atau pemecahan optimal dapat dicapai dari model-model simbolik ini dengan menerapkan metode-metode

matematik, statistik, dan logika. Keterbatasan praktis dari model simbolik ini adalah bahwa hasilnya mungkin tidak mudah diinterpretasikan karena asumsi-asumsi dari

model tidak cukup dikemukakan, contoh:

 R=alnA+b, yang dinyatakan dalam bentuk

simbol-simbol bahwa reaksi penjualan R sama dengan suatu tetapan a kali logaritma natural biaya reklame A

ditambah dengan tetapan lain b.

 TC=PC+CC+IC, yang menyatakan dalam bentuk

simbol bahwa biaya persediaan total TC sama dengan biaya pembelian (PC) ditambah biaya pengadaan

(13)

 Berdasarkan pada acuan waktu, yaitu:  Model statistik, tidak mempersoalkan perubahan‐perubahan waktu. Model  ini mengabaikan pengaruh waktu, contoh:  Struktur organisasi.  E=p1S1+p2S2, yang menyatakan bahwa laba yang diharapkan E sama  dengan probabilitas keuntungan produk pertama p1 dikali dengan nilai  keuntungan S1, ditambah dengan probabilitas keuntungan kedua p2  dikalikan dengan nilai keuntungannya S2.  Model dinamik, menunjukkan perubahan setiap saat akibat aktivitas‐ aktivitasnya. Perubahan‐perubahan yang terjadi dalam sistem dapat  diturunkan sebagai fungsi dari waktu. Dengan kata lain, model‐model  dinamik memiliki waktu sebagai variabel bebas, contoh:  dS/dt = r.A(t).(m‐S)/m – yS, yang menunjukan perubahan dalam tingkat  penjualan dS/dt sebagai fungsi dari suatu tetapan reaksi r, tingkat  reklame sebagai fungsi dari waktu A(t), kejenuhan penjualan m, tingkat  penjualan S, dan suatu tetapan penurunan penjualan y.  Model‐model pertumbuhan populasi.

(14)

 Berdasarkan pada acuan tingkat ketidakpastian, yaitu:  Model deterministik, tingkat kepastian didasarkan pada tingkat  pengetahuan yang dimiliki oleh pengambil keputusan tentang sifat  alamiah yang mempengaruhi sistem yang sedang dianalisis. Sifat  alamiah (state of nature) adalah aspek‐aspek lingkungan sistem yang  tidak dapat atau sedikit bisa dikendalikan oleh pengambil keputusan.  Disini peluang sifat alamiah itu besarnya satu atau peluang sempurna,  contoh:   Laba sama dengan pendapatan dikurangi biaya.  Model probabilistik, membantu dalam mengambil keputusan dengan  faktor resiko. Dalam model ini sifat alamiah diketahui dan dapat  dinyatakan probabilitasnya. Keputusan didasarkan pada nilai ekspektasi  yang optimum, contoh:  Hasil pengembalian atas investasi ROI (Return On Investment)  disimulasikan dengan jalan menggunakan distribusi probabilitas dari  berbagai pendapatan dengan nilai‐nilai yang dipilih dengan teknik  acak. Hasil pengembalian atas investasi ini diperlihatkan dalam  bentuk grafik sebagai hasil pengembalian dalam rupiah versus  probabilitas dari berbagai tingkat hasil pengembalian dalam rupiah.

(15)

 Model konflik, sifat alamiah pengambil keputusan berada  dalam pengendalian lawan, contoh: Perang atau kompetisi,  Posisi tawar (bargaining position) Negosiasi atau lobi.  Model tak pasti, kondisi masa depan dan probabilitasnya  tidak diketahui. Pemilihan jawab berdasarkan pada  pertimbangan, utilitas, dan resiko melalui probabilitas  subyektif, contoh:  Model‐model keputusan, maksimin‐maksimaks.

(16)

 Berdasarkan pada acuan derajat generalisasi, yaitu:  Model umum, merupakan model‐model yang dapat diterapkan  pada berbagai bidang fungsional dari usaha. Model ini dapat  digunakan untuk beberapa jenis masalah yang berbeda, contoh: Program linier yang dapat dipakai dalam memecahkan  alokasi sumber. Model antrian, penerapannya dapat dilakukan dalam bidang  produksi, personalia, pemasaran, dan distribusi barang.  Model spesifik/khusus, merupakan model‐model yang dapat  diterapkan terhadap sebuah bidang usaha fungsional tunggal  atau unik saja dan hanya dapat digunakan pada masalah‐ masalah tertentu, contoh: Reaksi penjualan sebagai fungsi reklame dapat didasarkan  pada suatu himpunan dari persamaan yang unik.

(17)

 Berdasarkan pada acuan lingkungan, yaitu:  Model terbuka, memiliki interaksi dengan lingkungannya  berupa pertukaran informasi, material, energi. Model ini  mempunyai satu atau lebih variabel eksogen yaitu variabel  yang berasal dari lingkungan eksternal, contoh: Model input‐output.  Model tertutup, tidak memiliki interaksi dengan  lingkungannya. Model ini memiliki variabel yang seluruhnya  variabel endogen yaitu variabel yang berasal dari lingkungan  terkendali dan internal, contoh: Model termostat.

(18)

 Berdasarkan pada acuan derajat kuantifikasi, yaitu:  Kualitatif, menggambarkan mutu, baik/buruknya suatu  realita.  Kuantitatif, variabel‐variabelnya dapat dikuantifikasikan  berupa numerik, contoh: Model statistik, optimasi, dan  simulasi.  Berdasarkan pada acuan dimensi, yaitu:  Model dua dimensi, terdiri atas dua faktor atau dimensi  penentu. Model ini merupakan model yang paling  sederhana, contoh: Model pegas, F=kx.  Model multidimensi, terdiri atas banyak faktor penentu.  Model ini mempunyai lebih dari dua variabel atau dimensi,  contoh: Analisis regresi berganda, simulasi, prototipe kapal,  dll.

(19)

Pakar lain mengklasifikasi model seperti pada gambar 9.2, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

(20)

 Model fisik atau abstrak. Model fisik biasanya adalah miniatur  obyek yang diamati, yang terdiri atas model fisik statis yang  tidak bergerak (market pada arsitektur), dan model fisik  dinamik seperti yang digunakan pada terowongan anginuntuk  menguji rancangan pesawat. Sedangkan model abstrak dibagi  lagi menjadi 3 jenis yaitu: model mental merupakan model yang  dimiliki semua orang di benaknya untuk mewakili proses atau  kejadian yang terjadi di sekitarnya, model bahasa atau verbal  merupakan model komunikasi yang dimiliki oleh orang, dan  model matematik merupakan penggunaan bahasa yang lebih  tepat dan akurat yang biasanya diwakili oleh simbol‐simbol atau  lambang‐lambang.  Model statik atau dinamik. Model dapat mewakili situasi yang  berubah terhadap waktu. Model statik menjelaskan hubungan  yang tidak berubah terhadap waktu. Model dinamik menangani  interaksi yang berubah terhadap waktu.

(21)

 Linier atau non‐linier. Sistem yang diwakili oleh model dapat  berupa sistem linier atau sistem non‐linier. Pada sistem linier,  pengaruh luar pada sistem adalah murni penjumlahan atau  berlakunya pronsip superposisi. Sedangkan pada sistem non‐ linier pengaruh luar ini tidak hanya bersifat penjumlahan  saja.  Stabil atau tidak stabil. Sistem stabil adalah sistem yang  cenderung akan kembali ke posisi semula setelah diganggu.  Sedangkan sistem yang tidak stabil tidak akan kembali ke  kondisi semula bila diganggu.  Kondisi tunak atau transien. Model dapat dibagi menurut  prilakunya apakah kondisi tunak atau mantap (steady state)  atau kondisi transien (transient). Pola kondisi tunak adalah  model yang berulang terhadap waktu dan pola perilaku pada  suatu waktu periode sama sifatnya dengan periode lainnya.  Sedangkan perilaku transien adalah fenomena sesaat yang  tidak dapat berulang.

(22)

 Terbuka atau tertutup. Model tertutup dicirikan oleh perilaku  nilai dari variabel terhadap waktu dengan interaksinya terhadap  variabel‐variabel lain dalam sistem dan batas yang menyatakan  daerah terjadinya interaksi‐interaksi yang menghasilkan perilaku  yang diamati. Konsep batas tertutup mengimplementasikan  bahwa, perilaku sistem yang sedang diamati tidak ditentukan  oleh kejadian‐kejadian di luar sistem, tetapi di dalam sistem.  Konsep batas tertutup tidaklah mengartikan bahwa sistem tidak  dipengaruhi oleh kejadian‐kejadian di luarnya, tetapi hanya  menyatakan bahwa kejadian‐kejadian di luar itu dipandang  sebagai kejadian‐kejadian acak yang memang bersentuhan  dengan sistem, tetapi bukan yang memberi pertumbuhan  intrinsik dan karakteristik kestabilan pada sistem itu.

(23)

9.3 PENGEMBANGAN MODEL

 Model merupakan cara sederhana untuk memandang suatu  masalah. Model yang baik cukup hanya mengandung bagian‐ bagian yang perlu saja. Untuk memudahkan pemikiran tentang  karakteristik‐karakteristik model yang dibuat, haruslah dapat  dimengerti tentang masalah (problem) dan sistemnya.  Dalam pembentukan model, harus diperhatikan faktor apa saja  yang mempengaruhi perilaku dari sistemnya, atau dengan kata  lain memperhatikan pengertian (konsep) sistemnya. Dengan  demikian, dapat ditentukan variabe‐variabel apa saja yang  menentukan performansi dari sistem yang diamati, kemudian  bagaimana variabe‐variabel tersebut dapat dikendalikan dan  diatur. Pada akhirnya akan diperoleh suatu performansi sistem  yang dikehendaki.

(24)

 Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memodelkan  suatu sistem, antara lain:   Model harus mewakili (merepresentasikan) sistem nyatanya; dan  Model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga  diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas‐batas tertentu.  Model tidak hanya digunakan untuk menggambarkan  sekumpulan pemikiran‐pemikiran, tetapi juga mengadakan  evaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan  didapatkan perancangan terbaik tanpa membutuhkan  konstruksi seluruh kenyataan alamiahnya.  Kebanyakan masalah yang dihadapi oleh manajer adalah belum  dimilikinya definisi atau susunan sistem yang jelas. Jadi harus  dilakukan pendekatan sistem untuk membangun sistemnya  secara eksplisit. Lagi pula, sering masalah yang dihadapi  merupakan masalah yang unik yang bisa saja terjadi dengan  latar belakang yang berbeda.

(25)

Memang telah banyak model yang tersedia yang 

tampaknya cocok dengan masalah yang sedang 

dihadapi, namun pertanyaan klasik selalu muncul yakni, 

bagaimana caranya memakai model tersebut. Dengan 

kata lain apa yang harus dilakukan agar model yang ada 

dapat dipakai tanpa mengurangi nilai pemecahan 

masalah. 

Oleh karena itu, diperlukan modifikasi dan 

pengembangan model dari sistem masalah yang 

ditinjau. 

Pengembangan model tidak lain adalah suatu usaha 

memperoleh model baru yang memiliki kemampuan 

lebih di dalam beberapa aspek. 

Langkah‐langkah pengembangan model yang dimaksud 

dapat dilihat pada gambar 9.3.

(26)

Gambar 9.3 Langkah-langkah pengembangan model

(27)

 Gambar 9.3, secara implisit memiliki lima tahap umum yang  selalu muncul dalam membuat suatu model yaitu:  Definisi masalah. Sebagai langkah awal, definisi masalah sangat kritis,  karena akan menentukan kelancaran tahap‐tahap selanjutnya.  Pengalaman menunjukkan bahwa analis jarang sekali melakukan  kekeliruan dalam mencari penyelesaian suatu masalah, justru  kekeliruan yang sering dilakukan adalah menyelesaikan suatu masalah  yang dirumuskan dengan salah.   Model konseptual. Model konseptual menunjukkan keterkaitan  antarvariabel yang menentukan perilaku sistem. Tujuan studi  memberikan indikasi performansi apa yang ingin dicapai dan model  konseptual inilah yang memberikan kerangka apa yang membentuk  performansi itu. Model konseptual terkadang terlalu luas dan belum  operasional untuk dilakukan simbolisasi dan penetapan aturan  kuantitatif, oleh sebab itu diperlukan pengidealan dan penciutan.  Idealisasi dan penyederhanaan keterkaitan variabel sistem ini dikenal  sebagai tahap karakterisasi sistem. Tahap karakterisasi sistem  memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai aspek‐aspek fisik  sistem yang berkaitan dengan dunia nyata masalah.

(28)

 Formulasi model. Karakterisasi sistem yang telah diperoleh  akan memberikan masukan berupa struktur masalah yang  menunjukkan keterkaitan hubungan antara variabel‐variabel  yang penting dalam penyelesaian masalah. Interaksi  antarvariabel yang kompleks sering disederhanakan dengan  menggunakan asumsi yang tepat. Formulasi ini mengikuti  lima tahap, yakni:  Variabel‐variabel yang dilibatkan. Sebuah model harus dapat  mereproduksi suatu fenomena yang diminati oleh perancangnya,  sehingga variabel yang harus dilibatkan adalah yang relevan saja.  Sedangkan yang tidak, dapat diabaikan. Kebanyakan variabel yang  relevan sudah dapat diidentifikasikan setelah adanya pembatasan  masalah. Variabel ini adalah variabel output. Kemudian akan ada pula  variabel yang mempengaruhi variabel output yang menyebabkan ia  harus dimasukkan juga. Pada tahap ini yang dibutuhkan dari seorang  analis adalah daya imajinasi dan kapasitasnya (pcngetahuan dan  pengalaman) untuk memilih faktorfaktor yang penting dan relevan  dengan masalah yang dikaji.

(29)

 Tingkat agregasi dan kategorisasi. Masalah agregasi adalah  penggabungan berbagai variabel menjadi satu variabel. Sedangkan  kategorisasi menunjuk kepada pengelompokan populasi (obyek) atas  variabe‐variabel. Misalnya, penduduk bisa dikategorikan atas dasar  umur, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan, dan  sebagainya. Penentuan kategori seperti ini akan, tergantung pada  tujuan dari model.   Perlakuan terhadap waktu. Ada dua aspek yang perlu  dipertimbangkan dalam melihat faktor waktu ini. Pertama, adalah  masalah horizon waktu yang dicakup suatu model. Ini terutama  berkaitan dengan perencanaan yang selalu berurusan dengan sesuatu  yang akan datang. Kedua, apakah waktu memang secara eksplisit  perlu dilibatkan dalam model, yang berarti model tersebut dinamis,  ataukah cukup statik saja. Pertimbangan atas kedua hal di atas akan  banyak ditentukan hasilnya oleh : • Hakikat (the nature of) masalah/fenomena yang dihadapi. • Kemampuan intelektual beserta perangkat lainnya dari pemodel.

(30)

 Spesifikasi model. Setelah itu perancang model perlu  membuat hipotesis (betapapun sederhananya) tentang  struktur dan perilaku fenomena yang sedang dicoba  merepresentasikannya. Setelah ini dia menguraikan dengan  jelas hipotesis itu, dan kalau diperlukan, menerjemahkannya  ke dalam bahasa matematika.  Kalibrasi model. Kalibrasi adalah mencocokkan model dengan  kondisi nyata. Apabila model berbentuk bahasa matematika,  maka biasanya ada parameter‐parameter yang disesuaikan  dengan kondisi nyata. Kalibrasi mudah dilakukan bila  format/bentuk dan struktur model sudah pernah dicoba pada  berbagai kesempatan sebelumnya (estimasi parameter).  Apabila suatu model sama sekali baru, maka proses kalibrasi  tidak mudah dilakukan, ia mungkin memerlukan simulasi.

(31)

9.4 ANALISIS DAN SOLUSI MODEL

 Pemahaman akan suatu model dapat ditingkatkan dengan  melakukan analisis model.   Pengupasan hubungan antarvariabel dilandasi oleh teori  matematis untuk mendapatkan solusi, misalnya bila suatu fungsi  yang mewakili kejadian dianggap berada dalam kondisi stasioner.   Selayaknya solusi model yang diperoleh memiliki ciri eksistensi dan  keunikan. Eksistensi (keberadaan) solusi menunjukkan bahwa  solusi model itu benar‐benar ada dan tidak sepele (non‐trivial).  Keunikan menunjukkan bahwa solusi yang diperoleh berada dalam  batas‐batas yang telah ditentukan.   Solusi yang baik dapat juga dilihat dari derajat sensitivitas fungsi  tujuan terhadap perubahan‐perubahan variabel bebas dan  parameter model.  Apabila formulasi awal sebuah model sudah selesai, maka  kemampuannya untuk mereproduksi sifat‐sifat dan perilaku sistem  nyata harus diuji.

(32)

 Adalah penting untuk disadari bahwa rincian formulasi model  dapat saja diubah bila pengertian dan pemahaman tentang  sistem yang dikaji bertambah. Dan pertambahan pemahaman ini  dapat diperoleh melalui simulasi dengan komputer.  Kekurangsesuaian antara hasil pengujian dengan data yang nyata  dapat menimbulkan proses siklus reformulasi model, tergantung  pada sejauh mana deviasi tersebut dapat ditoleransikan.  Siklus ini merupakan inti pemodelan, namun dalam kenyataannya  sering sulit sekali dilaksanakan. Umumnya keterbatasan ini  menyangkut ketersediaan data nyata yang dapat dibandingkan  dengan data dari model. Konsekuensinya, pemodelan menggeser  pertanyaan dari apakah suatu model valid atau tidak ke  pertanyaan sejauh mana model tersebut dapat menolong kita  memperbaiki ketelitiannya dalam merepresentasikannya.

(33)

 Umumnya ada lima kriteria untuk mengevaluasi sebuah model,  yaitu :  Ketelitian. Di sini terutama diperiksa kesesuaian perilaku model dengan perilaku  sistem nyata yang direpresentasikannya.  Validitas. Di samping masalah perilaku, struktur atau saling hubungan antarvariabel  model perlu juga diperiksa. Adalah mungkin bahwa suatu model berperilaku mirip  dengan sistem nyatanya, tetapi tidak memiliki struktur/saling hubungan yang  mirip/mendekati sistem nyatanya.  Ketetapan (constancy). Kriteria ini tidak mempengaruhi model sebagai alat  menjelaskan, namun sangat penting bila model itu akan digunakan untuk  meramalkan. Hal ini berkaitan dengan sejauh mana suatu hubungan antarvariabel  akan tetap selama periode waktu tertentu.  Ketersediaan taksiran untuk variabel. Apakah suatu model dapat digunakan dengan  berhasil untuk meramalkan atau tidak, tergantung pada ketersediaan nilai taksiran  untuk variabe‐variabel kunci. Salah satu pertimbangan yang harus diingat selama  spesifikasi variabe‐variabel yang akan dilibatkan dalam suatu model (dan satu hal  yang mempengaruhi ketelitian model tersebut dalam meramal) adalah kemudahan  dan ketelitian variabel tersebut untuk diramalkan nilainya.  Interpretasi dan implementasi model. Solusi yang diperoleh dari perumusan  masalah harus mampu menjelaskan situasi sistem asal, karena disinilah letak nilai  keberhasilan suatu model. Hasil penafsiran ini berguna untuk memperbaiki perilaku  sistem asal.

(34)

Suatu model yang telah berhasil dibangun tidak bisa 

begitu saja diterapkan. Sebelum model tersebut 

digunakan, dibutuhkan beberapa pertimbangan 

berikut.

Proses pemodelan menyebabkan adanya asumsi‐

asumsi, hipotesis‐hipotesis, dan latar belakang‐latar 

belakang tertentu.

Keadaan ketika model hendak diterapkan belum 

tentu persis sama dengan keadaan nyata yang 

menjadi dasar dibangunnya model tersebut.

(35)

Terima Kasih

Hamzah Hilal

Gambar

Gambar 1.9 Skema proses pemodelan.
Gambar 9.2 Klasifikasi lain dari model.
Gambar 9.3 Langkah-langkah  pengembangan model

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) Bappeda Kota Bogor Tahun 2010-2014 ini, telah diupayakan menampung substansi dari Rencana

Proses perancangan sistem pengukuran kinerja SCM dilakukan dengan menggunakan metode Supply Chain Operation Reference (SCOR) dan Analytical Hierarchy Process (AHP)

Penempatan kerja Penempatan kerja, konseling kerja, pengembangan tawaran kerja Tunjangan asuransi ketenagakerjaan - Pembayaran tunjangan asuransi ketenagakerjaan - Pengajaran

Dalam melaksanakan suatu penelitian sangat diperlukan desain penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis. Desain penelitian

Pada tahap pendefinisian kebu- tuhan awal meliputi data yang berhu- bungan dengan perancangan sistem keha- diran dosen, tool yang digunakan untuk membuat perancangan

Dari beberapa pendapat tersebut mengenai langkah-langkah dalam model pembelajaran Problem Based Learning dapat diambil kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam model

Oleh karena itu, hukum semakin penting peranannya sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan pemerintah, Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dilaksanakan

Produk yang diharapkan akan dihasilkan melalui penelitian pengembangan berupa model sarana pembelajaran atletik alat lempar cakram melalui modifikasi ukuran berat,