• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Antisipasi Potensi Pemborosan Pada Energi Penerangan Di Industri Tekstil PT. Z

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Antisipasi Potensi Pemborosan Pada Energi Penerangan Di Industri Tekstil PT. Z"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak — Energi listrik sebagian besar masih menggunakan

bahan bakar fosil yang semakin menipis jumlahnya. Pemborosan energi listrik harus segera diatasi agar tercipta pemakaian yang lebih hemat dan efisien. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis potensi pemborosan energi listrik pada beban penerangan sebuah perusahaan tekstil. Penelitian ini menggunakan data pola perilaku konsumsi energi penerangan serta teknologi peralatannya untuk mengetahui besar penggunaan energi. Potensi pemborosan energi dihitung dengan mengurangi penggunaan energi dengan perilaku penghematan energi serta penggantian teknologi lampu yang digunakan. Pada skenario pertama dilakukan penggantian teknologi lampu yang lebih hemat energi didapatkan potensi penghematan energi sebesar 10.011,96 kWh/bulan. Sedangkan pada skenario kedua dilakukan perbaikan pola perilaku pemakaian energi penerangan didapatkan potensi penghematan pemborosan energi sebesar 1.720,80 kWh/bulan. Adapun pada skenario ketiga merupakan gabungan dari kedua skenario didapatkan potensi penghematan energi sebesar 10.968,48 kWh/bulan.

Kata Kunci — Potensi, Pemborosan, Konsumsi, Energi, Listrik,

Lampu, Penerangan, Industri, Tekstil

I. PENDAHULUAN

Dewasa ini, energi listrik semakin menjadi kebutuhan primer hidup manusia. Akan tetapi, tanpa kita sadari cadangan energi di bumi semakin menipis. Hampir sebagian besar energi listrik yang dikonsumsi masih menggunakan bahan bakar dari sumber energi lain yaitu energi kimia dari fosil. Bahan bakar fosil memiliki jumlah yang terbatas dan apabila digunakan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama maka bahan bakar tersebut akan habis, sedangkan pertumbuhan kebutuhan energi tiap tahun akan semakin meningkat. Maka penggunaan energi harus diatur sehemat mungkin dan seefisien mungkin sehingga bisa dipakai dalam jangka lama sembari para ilmuwan mencari energi alternatif yang potensial.

Peran pemerintah tentu sangat vital dalam mengatur kebijakan untuk optimalisasi penggunaan energi. Beberapa langkah pemerintah dalam hal mengatur optimalisasi diantaranya meliputi kebijakan efisiensi energi dan konservasi energi diantaranya Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998 dan Kebijakan Energi Nasional tahun (KEN) 2004. Pada tahun 2006, pemerintah melalui Peraturan Presiden

No.5/2006 mengeluarkan KEN yang merupakan revisi dari KEN tahun 2004[1]. KEN bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri, mengoptimalkan produksi energi, dan melakukan konservasi energi. Kementerian ESDM juga bergerak aktif dengan meluncurkan program Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI) pada tahun 2011

Menurut EECCHI Energi dimanfaatkan pada empat sektor utama, yaitu rumah tangga, komersial, transportasi dan industri. Sejauh ini, pengguna energi terbesar adalah sektor industri dengan pertumbuhan 39,6% di tahun 1990 menjadi 51,86% pada tahun 2009, atau lebih dari setengah penggunaan total energi nasional. Pengguna terbesar berikutnya adalah sektor transportasi dengan 30,77%, diikuti dengan sektor rumah tangga sebesar 13,08% dan sektor komersial sebanyak 4,28%[2]. Salah satu industri yang memakai energi dalam jumlah besar adalah industri tekstil. Sehingga potensi pemborosan energi pada industri ini juga sangat besar. Perlu adanya langkah-langkah untuk melakukan penghematan energi sehingga bisa turut serta dalam program penyelamatan energi dan tentunya bisa mengurangi pemborosan energi serta biaya pengeluaran perusahaan juga.

II. TUJUANPENELITIAN

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis potensi pemborosan energi listrik beban penerangan pada perusahaan tekstil serta menghasilkan beberapa rekomendasi langkah-langkah penghematan energi sehingga tercapai pemakaian energi yang lebih hemat dan efisien.

III. LANDASANTEORI 3.1 Energi dan Daya Listrik

Energi listrik adalah bentuk energi yang dihasilkan dari adanya perbedaan potensial antara dua titik, sehingga membentuk sebuah arus listrik diantara keduanya ketika dibawa ke dalam kontak melalui sebuah konduktor listrik, dan untuk memperoleh kerja listrik tersebut.

Daya listrik adalah banyaknya energi tiap satuan waktu dimana pekerjaan sedang berlangsung atau kerja yang dilakukan persatuan. Daya listrik juga merupakan perkalian antara tegangan dan arus listrik. Daya listrik dapat dibedakan menjadi daya semu (apparent power), daya aktif (active power), dan daya reaktif (reactive power).

Analisis Antisipasi Potensi Pemborosan

Pada Energi Penerangan Di Industri Tekstil

PT. Z

Nasrul Fatah (0906556332) – nazfat@yahoo.com

Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Kampus UI Depok 16424 Indonesia

(2)

2 3.2 Tarif Listrik

Tarif listrik yang disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dinyatakan dalam Tarif Dasar Listrik. Berdasarkan Golongan Tarif Dasar Listriknya, tarif listrik dibagi menjadi 8 jenis sesuai dengan sektor pelanggan listriknya. Pada sektor golongan industri, terdapat 8 tingkatan golongan. Adapun dalam penelitian ini digunakan perhitungan Tarif Dasar Listrik 2010 dan Tarif Dasar Listrik 2013.

Tabel 3.1 Tarif Daftar Listrik 2010

Tabel 3.2 Tarif Daftar Listrik 2013

3.3 Beban Penerangan

Beban penerangan merupakan salah satu dari konsumsi energi listrik yang rutin dan pasti ada. Penerangan digunakan untuk memberikan pencahayaan pada berbagai ruangan pabrik, kantor, jalan, bahkan gudang sekalipun. Penggunaan penerangan harus sesuai dengan penggunaan ruang agar tidak terjadi pemborosan.

3.3.1 Perhitungan Tingkat Pencahayaan

Jumlah lampu yang akan dipasang dalam suatu ruangan harus diperhitungkan dengan tepat supaya memenuhi standar pada bidang kerja. Untuk menentukan jumlah lampu yang dibutuhkan maka perlu diketahui terlebih dulu faktor-faktor yang mempengaruh tingkat pencahayaan suatu ruangan[3]. a. Tingkat Pencahayaaan Rata-rata (Erata-rata)

Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja ialah bidang horisontal imajiner yang terletak 0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan. Tingkat pencahayaan rata-rata Erata-rata (lux), dapat dihitung dengan persamaan :

(3.1) Dimana,

Ftotal : Fluks luminus total semua lampu yang menerangi bidang [lumen]

A : Luas bidang kerja [m2] CU : Koefisien penggunaan LLF : Koefisien depresiasi b. Koefisien Penggunaan

Koefisien penggunaan merupakan perbandingan antara fluks yang diterima pada bidang kerja dengan fluks yang dihasilkan oleh lampu. Disebut juga dengan koefisien utilisasi (CU). Koefisien penggunaan tergantung pada[3]:

Ÿ Distribusi intensitas cahaya dari armatur

Ÿ Perbandingan antara keluaran cahaya dari armatur dengan keluaran cahaya dari Lampu di dalam armatur Ÿ Reflektansi cahaya dari langit-langit, dinding dan lantai Ÿ Pemasangan armatur apakah menempel atau digantung

pada langit-langit Ÿ Dimensi ruangan. c. Koefisien Depresiasi

Koefisien depresiasi merupakan perbandingan antara iluminasi terendah yang dihasilkan dengan iluminasi yang dihasilkan mula-mula oleh lampu. Disebut juga dengan Light Loss Factor ((LLF). Besarnya koefisien depresiasi dipengaruhi oleh :

Ÿ Kebersihan dari lampu dan armatur

Ÿ Kebersihan dari permukaan-permukaan ruangan Ÿ Penurunan keluaran cahaya lampu selama penggunaan Ÿ Penurunan keluaran cahaya lampu karena penurunan

tegangan listrik

Nilai koefisien depresiasi umumnya adalah sebesar 0,8, nilai ini didasarkan pada standar SNI 2001 tentang tingkat pencahayaan buatan. Sedangkan pemilihan lampu dipilih berdasarkan tingkat pencahayaan yang direkomendasikan. d. Jumlah Armatur yang Diperlukan

Untuk menghitung jumlah armatur lampu pada suatu ruang ditentukan / dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut[3]:

(3.2) Dimana,

(3)

E : Kuat penerangan / target kuat penerangan yang akan dicapai [lux]

A : Luas ruangan [m2]

Ø : Total lumen lampu [lumen]

LLF : Light loss factor / Faktor rugi cahaya (0,7-0,8)

CU : Coeffesien of utilization/ Faktor pemanfaatan (50-65 %) n : Jumlah lampu dalam 1 titik lampu

3.3.2 Kebutuhan Daya

Daya listrik yang dibutuhkan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan rata-rata tertentu pada bidang kerja dapat dihitung mulai dengan persamaan (4.4) yang digunakan untuk menghitung armatur. Setelah itu dihitung jumlah lampu yang dibutuhkan dengan persamaan:

N Lampu = N Armatur x n (3.3) Daya yang dibutuhkan untuk semua armatur dapat dihitung dengan persamaan :

W Total = N Lampu x W1 (3.4)

Dimana,

W1 : daya setiap lampu termasuk Balast [Watt]

Dengan membagi daya total dengan luas bidang kerja, didapatkan kepadatan daya [Watt/m2] yang dibutuhkan untuk sistem pencahayaan tersebut. Kepadatan daya ini kemudian dapat dibandingkan dengan kepadatan daya maksimum yang direkomendasikan dalam usaha konservasi energi, misalnya untuk ruangan kantor 15 Watt/m2.

3.3.3 Jenis Lampu Penerangan a. Lampu Flourescend (TL & CFL)

Penggunaan lampu fluoresen didasarkan pada kelebihan-kelebihannya, yaitu warna cahaya yang lebih menarik, efikasi yang tinggi dan umur yang panjang. Karena itu lampu fluoresen banyak digunakan untuk penerangan yang memerlukan ketiga aspek tersebut, misalnya toko, kantor, sekolah, industri, rumah sakit, atau bahkan untuk penerangan jalan kecil di perkampungan.

• Prinsip Kerja

Lampu fluorescent sudah dikembangkan sejak tahun 1980, dan dewasa ini mempunyai 2 jenis yaitu lampu Tube Lamp (TL) dan Compact Fluorescent Lamp (CFL) yang mempunyai bentuk berbeda. Lampu ini bekerja menggunakan gas flour untuk menghasilkan cahaya, dimana energi listrik akan membangkitkan gas di dalam tabung lampu sehingga akan timbul sinar ultar violet. Sinar urtra violet itu akan mebangkitkan fosfor yang kemudian akan bercampur mineral lain yang telah dilaburkan pada sisi bagian dalam tabung lampu sehingga akan menimbulakan cahaya. Fosfor dirancang untuk meradiasi cahaya putih, sehingga sebagian besar model jenis lampu ini berwarna putih[4].

Gambar 3.1 Konstruksi Lampu Tube Lamp dan CFL f. Lampu Sodium Tekanan Tinggi (SON)

Lampu sodium tekanan tinggi sering juga disebut lampu SON. Penggunaan lampu sodium tekanan tinggi didasarkan pada sifat-sifat yang dimilikinya. Lampu ini memiliki efikasi yang tinggi (90-120 lm/watt), umur yang tinggi (12.000-20.000 jam), tetapi mempunyai colour rendering yang kurang baik (CRI hanya 26)[4]. Oleh karena itu, lampu sodium tekanan tinggi digunakan untuk penerangan jalan.

• Prinsip Kerja

Prinsip kerjanya sama dengan prinsip kerja lampu sodium tekanan rendah, yaitu berdasarkan terjadinya pelepasan elektron di dalam tabung lampu. Sesuai dengan namanya, lampu ini mempunyai tekanan gas di dalam tabung kira-kira 1/3 atmosper (250mm merkuri), dibandingkan dengan tekanan gas dalam lampu sodium tekanan rendah yang kira-kira hanya 10-3 mm merkuri. Disamping itu, temperatur kerja tabung lampu sodium tekanan tinggi juga lebih tinggi[4].

Gambar 3.2 Konstruksi Lampu SON g. Lampu Light Emitting Diode (LED)

Sebuah LED adalah sejenis dioda semikonduktor istimewa. Seperti sebuah dioda normal, LED terdiri dari sebuah chip bahan semikonduktor yang diisi penuh, atau di-dop, dengan ketidakmurnian untuk menciptakan sebuah struktur yang disebut p-n junction.

Gambar 3.3 Konstruksi Lampu LED • Prinsip Kerja

LED akan menyala bila ada arus listrik mengalir dari anoda ke katoda. Pemasangan kutub LED tidak boleh terebalik

(4)

4 karena apabila terbalik kutubnya maka LED tersebut tidak akan menyala. Besarnya arus yang diperbolehkan adalah 10mA-20mA dan pada tegangan 1,6V-3,5 V pada masing-masing pin LED. Apabila arus yang mengalir lebih dari 20mA maka LED akan terbakar. Untuk menjaga LED tidak terbakar perlu digunakan resistor untuk penghambat arus[4].

3.4 Pemborosan Konsumsi Energi Listrik

Sedangkan permintaan akan daya listrik semakin bertambah setiap tahunnya. Akibatnya persediaan bahan bakar fosil akan semakin berkurang dan suatu saat nanti akan habis[2]. Untuk itulah diperlukan upaya penghematan energi. Penghematan energi adalah tindakan untuk mencegah terjadinya pemborosan energi yang sebenarnya tidak seharusnya terbuang. Pemborosan energi listrik adalah tindakan menggunakan energi listrik dengan cuma-cuma melebihi kebutuhan yang diperlukan. Kita perlu mengetahui beberapa aspek yang mempengaruhi pemborosan energi listrik antara lain yaitu mutu dan teknologi peralatan, kualitas listriknya sendiri serta perilaku konsumen[5].

3.4.1 Mutu dan Teknologi Peralatan

Teknologi semakin tahun semakin berkembang pesat. Dulu lampu pijar sering digunakan oleh masyarakat, namun sekarang sudah banyak yang tergantikan oleh lampu CFL yang lebih terang dengan daya yang lebih kecil. Saat ini banyak sekali pilihan peralatan-peralatan elektronik dengan berbagai merk dagang dan juga variasi harganya. Tentunya sudah menjadi kebisaaan seseorang untuk membeli suatu barang elektronik dengan harapan mendapatkan harga yang semurah-murahnya dengan kualitas yang sebaik-baiknya. Namun sebenarnya barang elektronik dengan harga semakin murah maka semakin berpotensi pada pemborosan dan rendahnya jaminan keawetan, sehingga pengeluaran listrik tiap bulan justru lebih besar. Oleh karena itu, seharusnya diperhatikan bagaimana kondisi mutu peralatan dan kebutuhan daya listriknya. Untuk mencegah pemborosan energi, maka pilih produk yang tepat dengan mutu peralatan yang baik dan juga yang hemat energi listrik.

3.4.2 Perilaku Konsumsi

Konsumsi energi listrik merupakan besarnya energi listrik yang digunakan dalam periode waktu tertentu dan merupakan perkalian antara daya dan waktu operasi. Permintaan energi listrik selalu fluktuatif (berubah-ubah) dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dan dari tahun ke tahun. Konsumsi energi listrik erat kaitannya dengan perilaku pengguna listrik sendiri. Hal-hal kecil yang sering dilakukan selama ini, mungkin tanpa kita sadari telah mengakibatkan dampak besar dan bila terus menerus dilakukan akan mengakibatkan pemborosan energi listrik. Hal ini dapat terjadi karena gaya hidup konsumtif masyarakat terhadap energi listrik.

IV. METODOLOGIPENELITIAN 4.2 Layout Pabrik dan Mesin

PT. Z merupakan salah satu perusahaan testil yang kompleks. Pabrik ini membuat mengolah kapas menjadi

benang, benang menjadi kain mentah, kain mentah menjadi kain jadi. Sehingga pabrik ini cukup luas dengan luas bangunan yang berisi gedung produksi (Spinning, Weaving, Finishing), ruang Chiller, ruang Kompresor, ruang Boiller, kantor, gudang, gardu, masjid serta berbagai ruangan yang menunjang produksi. Perusahaan ini juga masih mempunyai beberapa lahan kosong yang rencana kedepannya akan digunakan untuk ekspansi produksi. Secara keseluruhan, layout perusahaan tampak seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.1 Denah Lokasi PT. Z 4.3 Data Teknis Kelistrikan

Dalam pengoperasian pabrik tekstil PT. Z mengkonsumsi energi listrik yang bersumber dari PT. PLN.Adapun data teknis kelistrikan secara umum pada PLN adalah sebagai berikut:

Sumber Listrik : PLN

Kapasitas Daya Terpasang : 12.110 kVA Tegangan : 20.000 V

Arus : 350 A

Golongan Tarif : Industri I-3/TM 4.5 Metodologi Penelitian

Pola pembuatan skripsi ini didasarkan pada metodologi seperti ditunjukan diagram alir.

(5)

Gambar 4.2 Diagram Alir Metodologi Penelitian

V. PENGOLAHANDATADANANALISA 5.2 Pemakaian Energi Bulanan

Pola penggunaan energi didasarkan pada penggunaan energi total yang dikonsumsi setiap hari untuk pengoperasian pabrik. Pola penggunaan energi didapat dari survei lapangan dengan melakukan pengukuran pada komponen – komponen penting listrik serta data sekunder penggunaan energi selama setahun pemakaian. Hal ini agar didapat hasil yang nyata sesuai penggunaan energi oleh perusahaan. Untuk data pemakaian energi bulanan diperoleh data pemakaian energi pada bulan Juli 2012 - Juni 2013. Gambaran pemakaian energi dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 5.1 Pemakaian Energi PT.Z selama setahun

Grafik 5.1 Pemakaian Energi PT.Z selama setahun 5.2 Pemakaian Energi Penerangan

Pada PT. Z, salah satu pemakaian energi yang rutin dan dalam jumlah yang stabil yaitu pemakaian energi untuk penerangan. Pada penggunaan lampu penerangan, energi listrik digunakan sesuai dengan kebutuhannya dan diatur dalam suatu SOP berupa jadwal penyalaan lampu.

Pada PT. Z sebagian besar menggunakan penerangan dari lampu TL Philips dengan daya 36 Watt. Selain itu terdapat lampu sorot SON Philips berdaya 150 W dan 250 W serta lampu CFL Philips dengan daya 23 W. Total lampu yang digunakan yaitu sekitar 1130 buah dan tersebar sesuai kebutuhan.

Tabel 5.2 Pola Pemakaian Lampu PT. Z

(6)

6 Pemakaian energi penerangan pada perusahaan ini adalah sebagai berikut:

Pemakaian energi WBP sebulan = 160,92 kWh x 30 = 4.827,6 kWh Pemakaian energi LWBP sebulan

= 706,68 kWh x 30 = 21.200,4 kWh

Sehingga, Total Pemakaian Energi Lampu eksisting = 4.827,6 kWh + 21.200,4 kWh

= 26.028 kWh/bulan

Pemakaian Energi Penerangan selama 1 tahun = 26.028 kWh x 12 = 312.336 kWh

Jika dikonversi menjadi nominal pemborosan Rupiah dengan sumber tarif listrik pada Bulan Desember yaitu WBP = Rp1.204,5/kWh dan LWBP = Rp803/kWh, maka:

Pemakaian WBP (Rp) sebulan

=160,92kWh x Rp1.204,5/kWh x 30 = Rp5.814.844,20 Pemakaian LWBP (Rp) sebulan

=706,68 kWh x Rp803/kWh x 30 = Rp17.023.921,20 Sehingga, Total Biaya Pemakaian Lampu eksisting

= Rp5.814.844,20 + Rp17.023.921,20 = Rp22.838.765,40/bulan

Biaya Energi Penerangan selama 1 tahun = Rp22.838.765,40 x 12 = Rp274.065.185,00 5.3 Pengolahan Data

Untuk mengatasi pemborosan energi maka perlu adanya minimalisasi pemborosan energi. Langkah minimalisasi pemborosan energi bisa dengan beberapa cara antara lain dengan skenario sebagai berikut:

a. Skenario I

Selama ini PT. Z memakai lampu dengan jenis lampu TL, lampu sorot SON, dan lampu CFL. Lampu ini sebenarnya lebih hemat dibanding jenis lampu pijar, akan tetapi seiring dengan berkembangnya teknologi kini muncul jenis lampu LED yang memakai daya lebih kecil dibanding lampu-lampu tersebut. Pada skenario ini, lampu TL akan diganti dengan lampu LED tube dengan perhitungan harus menghasilkan lumen yang sama agar pencahayaan sama.

Berikut adalah daftar spesifikasi lampu yang digunakan PT. Z: 1. Lampu TL

Gambar 5.1 Penampakan Lampu Tube Lamp Brand : Philips

Product Desc : TL-D 36W/54 SLV/36 Voltage : 220 V

Wattage : 36 W Color Temp : 6200 K

Color Desc : 54 COOL DAYLIGHT Lumen : 2500 Lm

CRI : 72 Ra 2. Lampu Sorot SON

Gambar 5.2 Penampakan Lampu Sorot SON Brand : Philips

Product Desc : SON-T 250W/220 E40 1SL Voltage : 220 V

Wattage : 250 W Color Temperature : 2000 K Lumen : 28000 Lm Brand : Philips

Product Desc : SON-T 150W/220 E40 1SL Voltage : 220 V

Wattage : 150 W Temperature : 2000 K Lumen : 15000 Lm 3. Lampu CFL

Gambar 5.3 Penampakan Lampu CFL Brand : Philips

Product Desc : ESSENTIAL CDL E27 1CT Voltage : 220-240 V

Wattage : 23 W Color Temp : 6500 K

Color Desc : COOL DAYLIGHT Lumen : 1400 Lm

CRI : 80 Ra

Lampu TL bisa diganti dengan lampu LED tube yang lebih hemat daya dan mempunyai lumen yang sama. Adapun lampu Sodium SON tetap digunakan karena sudah cukup hemat hampir mirip seperti lampu LED namun luas penyebarannya lebih besar. Sedangkan lampu CFL terlalu tanggung untuk diganti karena pemakaiannya juga hanya untuk 2 buah ruang dan tidak terlalu rutin sehingga tidak perlu diganti. Pengganti Lampu TL yaitu Lampu LED tube merek Philips yang mempunyai lumens yang sama, dimensi ukuran yang sama, dan bentuk yang sama seperti lampu TL sehingga tidak perlu adanya penggantian armature lampu baru.

Gambar 5.4 Lampu LED Tube Tampak Luar dan Dalam Brand : Philips

(7)

Product Desc : LED T8 Tube 48in 22W 865 G13 Voltage : 120-277 V

Wattage : 22 W

Color Desc : COOL DAYLIGHT Lumen : 2500 Lm

CRI : 85 Ra

Tingkat pencahayaan minimal yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari tingkat pencahayaan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Tingkat Pencahayaan Beberapa Ruangan[6]

Jumlah lampu pada suatu ruang ditentukan / dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut[3]:

Tabel 5.4 Kebutuhan Lampu Ruangan PT. Z

Tabel 5.5 Pemakaian Energi Sebelum dan Sesudah Skenario I

Grafik 5.2 Perbandingan Pemakaian Energi Sebelum dan Sesudah Skenario I

Dari data tersebut terlihat bahwa dengan penggunaan lampu TL Philips 36 Watt selama ini menghasilkan pemborosan jika dibandingkan dengan penggunaan Lampu LED tube 22 Watt. • Pemakaian Energi

Pemakaian energi WBP sebulan = 100,72 kWh x 30 = 3.021,6 kWh Pemakaian energi LWBP sebulan

= 433,148 kWh x 30 = 12.994,44 kWh Sehingga, Total Pemakaian energi LED

= 3.021,6 kWh + 12.994,44 kWh = 16.016,04 kWh/bulan Jika dikonversi menjadi nominal pemborosan Rupiah dengan sumber tarif listrik pada Bulan Desember yaitu WBP = Rp1.204,5/kWh dan LWBP = Rp803/kWh, maka:

Pemakaian WBP (Rp) sebulan

= 100,72 kWh x Rp1.204,5/kWh x 30 = Rp3.639.517,20 Pemakaian LWBP (Rp) sebulan

= 433,148 kWh x Rp803/kWh x 30 = Rp10.434.535,32 Sehingga, Total Biaya Pemakaian LED

= Rp3.639.517,20 + Rp10.434.535,32 = Rp14.074.052,52 /bulan

• Potensi Pemborosan Potensi Pemborosan (kWh)

= Pemakaian energi lampu TL – Pemakaian energi LED = 26.028 kWh - 16.016,04 kWh = 10011,96 kWh/bulan Potensi Pemborosan (Rp)

(8)

8 = Biaya pemakaian lampu TL – Biaya pemakaian LED = Rp22.838.765,40 - Rp14.074.052,52

= Rp8.764.712,88 /bulan

Untuk menanggulangi potensi pemborosan tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan yaitu dengan mengganti Lampu TL 36 W dengan Lampu LED Tube 22 W yang mempunyai ukuran sama. Dari hasil perhitungan Jumlah N lampu yang direkomendasikan sesuai dengan ukuran ruangan menurut standar SNI yaitu 952 buah lampu.

Harga lampu LED Tube 22 W Philips sekitar Rp350.000, maka biaya untuk pemasangan lampu LED tube baru yaitu: Total Biaya = jumlah lampu baru x harga lampu baru

= 952 x Rp350.000 = Rp333.200.000

Dengan konversi lampu TL menjadi lampu LED secara keseluruhan akan mendapatkan meminimalisasi pemborosan sebesar Rp8.764.712,88/bulan, dan membutuhkan biaya investasi awal sebesar Rp333.200.000.

Namun biaya tersebut akan tergantikan pada beberapa bulan setelah pemasangan dengan perhitungan sebagai berikut: Payback Period = total investasi / minimalisasi pemborosan

= Rp333.200.000 / Rp8.764.712,88 = 38 bulan

b. Skenario II

Pada skenario pertama ini upaya yang akan dilakukan yaitu dengan penyusunan pola pemakaian energi yang baru. Pada skenario ini tidak perlu adanya penggantian peralatan atau penambahan peralatan sehingga cukup ekonomis karena tidak memerlukan biaya investasi. Pada skenario ini akan disusun waktu pengoperasian lampu penerangan sehingga tanpa memerlukan biaya tambahan bisa mengurangi pemborosan energi.

Pada penggunaan energi listrik nilai beban paling tinggi yaitu pada saat WBP, hal ini karena pemakaian yang banyak pada jam-jam ini sedangkan cadangan energi PLN yang terbatas. Sesuai hukum ekonomi, semakin banyak permintaan dan semakin kecil penawaran maka harga akan naik. Oleh karena ini perlu dilakukan pengaturan jadwal lampu penerangan dengan memperhatikan WBP dan LWBP tersebut.

Tabel 5.6 Jam Operasional Lampu Lama

• Hasil Observasi Lapangan

Dari hasil observasi di lapangan dengan melihat pemakaian lampu secara langsung serta wawancara karyawan didapatkan beberapa hasil sebagai berikut:

ü Pada gedung Spinning, Weaving, dan Finishing lampu penerangan harus nyala 24 jam karena digunakan untuk produksi.

ü Ruangan office, control, dan ruang tunggu sejatinya pemakaian lampu baru efektif pada jam kerja perusahaan yaitu pada pukul 08.00 hingga 16.00. ü Ruang satpam dan ATM pencahayaan lampu hanya

efektif pada malam hari karena pada siang hari ruangan sudah terang oleh cahaya matahari

ü Gedung gardu, masjid, dan ruang Chiller pencahayaan hanya efektif pada malam hari saja yaitu pada pukul 18.00 hingga pukul 05.00. Pada siang hari ruangan sudah cukup terang dengan cahaya matahari. ü Pada bangunan gudang, baik gudang kapas, kain, kimia, oli, grey, utility semuanya digunakan selama 24 jam pencahayaannya karena sangat berhubungan dengan suplai produksi.

ü Para ruangan boiler pencahayaan cukup terang karena digunakan 2 buah jenis lampu yaitu lampu TL dan lampu sorot SON. Pada siang hari sudah cukup terang terbantu cahaya matahari sehingga lampu SON bisa dimatikan, sedangkan pada malam hari lampu SON saja sudah cukup untuk menerangi ruangan. ü Pada ruang kompresor dan water intake merupakan

ruangan tanpa penjaga sehingga bisa dinyalakan ketika larut malam saja yaitu pada pukul 22.00-05.00. ü Ruang istirahat dan makan sudah cukup efisien hanya

dinyalakan saat digunakan.

ü Penerangan jalan sudah efisien karena diatur otomatis nyala malam hari.

ü Lapangan Tenis hanya dipake pada malam hari. Dan dari informasi yang didapatkan, setelah pukul 04.00 sudah tidak digunakan lagi sehingga sebaiknya lampu dimatikan setelah pukul 04.00.

(9)

Dari data lapangan tersebut makan disusunlah jam operasional baru seperti Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Jam Operasional Lampu Baru

Tabel 5.8 Pemakaian Energi Sebelum dan Sesudah Skenario II

Grafik 5.3 Perbandingan Pemakaian Energi Sebelum dan Sesudah Skenario II

• Pemakaian Energi

Dengan pola energi baru tersebut maka bisa dihitung dengan mengalikan daya lampu yang terpasang dengan jumlah lampu dan lama waktu pemakaian selama sehari. Sehingga dalam sebulan akan didapat pemakaian energi yaitu:

Pemakaian energi WBP sebulan = 150,12 kWh x 30 = 4.503,6 kWh Pemakaian energi LWBP sebulan

= 660,12 kWh x 30 = 19.803,6 kWh Sehingga,

Total Pemakaian energi baru = 4.503,6 kWh + 19.803,6 kWh

= 24.307,2 kWh/bulan

Jika dikonversi menjadi nominal pemborosan Rupiah dengan sumber tarif listrik pada Bulan Desember yaitu WBP = Rp1.204,5/kWh dan LWBP = Rp803/kWh

Pemakaian WBP (Rp) sebulan

= 150,12 kWh x Rp1.204,5/kWh x 30 = Rp5.424.586,20 Pemakaian LWBP (Rp) sebulan

= 660,12 kWh x Rp803/kWh x 30 = Rp15.902.290,80 Sehingga, Total Biaya Pemakaian baru

= Rp5.424.586,20 + Rp15.902.290,80 = Rp21.326.877,00 /bulan

• Potensi Pemborosan Potensi Pemborosan (kWh)

= Energi lampu sekarang – Energi lampu pola baru = 26.028 kWh - 24.307,2 kWh = 1.720,8 kWh/bulan Potensi Pemborosan (Rp)

= Biaya lampu sekarang – Biaya energi pola baru = Rp22.838.765,40 - Rp21.326.877,00

= Rp1.511.888,40 /bulan c. Skenario III

Pada skenario ketiga dilakukan skenario gabungan antara skenario pertama dengan skenario kedua. Pada skenario ini diharapkan diperoleh nilai minimalisasi potensi pemborosan yang cukup besar dengan menggabungkan 2 buah aspek yaitu pola perilaku pemakaian serta teknologi peralatan yang digunakan sendiri. Pada skenario ketiga, lampu TL yang digunakan pada pabrik akan diganti secara keseluruhan dengan lampu LED Tube dengan perhitungan jumlah seperti pada skenario pertama dan secara pemakaiannya disusun sesuai pola pemakaian energi yang baru sesuai hasil observasi. Tabel 5.9 Pemakaian Energi Sebelum dan Sesudah Skenario

(10)

10 Grafik 5.4 Perbandingan Pemakaian Energi Sebelum dan

Sesudah Skenario III • Pemakaian Energi

Dengan skenario ketiga ini yaitu penggantian lampu dan pola konsumsi energi baru maka didapatkan perhitungan pemakaian energi sebagai berikut:

Pemakaian energi WBP sebulan = 94,296 kWh x 30 = 2.828,88 kWh Pemakaian energi LWBP sebulan

= 407,688 kWh x 30 = 12230,64 kWh Sehingga, Total Pemakaian Energi Skenario III

= 2.828,88 kWh + 12230,64 kWh = 15059,52 kWh/bulan Jika dikonversi menjadi nominal pemborosan Rupiah dengan sumber tarif listrik pada Bulan Desember yaitu WBP = Rp1.204,5/kWh dan LWBP = Rp803/kWh, maka:

Pemakaian WBP (Rp) sebulan

= 94,296 kWh x Rp1.204,5/kWh x 30 = Rp3.407.385,96 Pemakaian LWBP (Rp) sebulan

= 407,688 kWh x Rp803/kWh x 30 = Rp9.821.203,92 Sehingga, Total Biaya Pemakaian baru

= Rp3.407.385,96 + Rp9.821.203,92 = Rp13.228.589,88 /bulan

• Potensi Pemborosan Potensi Pemborosan (kWh)

= Energi lampu sekarang – Energi skenario baru = 26.028 kWh - 15059,52 kWh = 10.968,48 /bulan Potensi Pemborosan (Rp)

= Biaya lampu sekarang – Biaya pemakaian energi LED = Rp22.838.765,40 - Rp13.228.589,88

= Rp9.610.175,52 /bulan

VI. KESIMPULAN

1. PT. Z mengkonsumsi energi listrik untuk penerangan sebesar 26.028 kWh/bulan atau 312.336 kWh/tahun dengan biaya sekitar Rp22.838.765,40/bulan atau Rp274.065.185,00 dalam setahunnya.

2. Pemborosan energi pada lampu penerangan bisa diminimalisasi dengan tiga buah skenario:

a. Skenario I, dengan penggantian teknologi peralatan yaitu pada lampu penerangan TL dengan menggunakan lampu LED bisa meminimalisasi pemborosan sebesar:

Energi = 10.011,96 kWh /bulan Biaya = Rp8.764.712,88 /bulan

b. Skenario II, dengan penggantian pola perilaku konsumsi bisa meminimalisasi pemborosan sebesar:

Energi = 1.720,80 kWh /bulan Biaya = Rp1.511.888,40 /bulan

c. Skenario III, dengan penggantian pola perilaku konsumsi dan teknologi peralatan (lampu LED) bisa meminimalisasi pemborosan sebesar:

Energi = 10.968,48 kWh /bulan Biaya = Rp9.610.175,52 /bulan

3. Dari ketiga skenario rekomendasi tersebut skenario yang paling optimis adalah skenario III dengan hasil antisipasi pemborosan yang paling besar. Sedangkan untuk skenario paling ekonomis yaitu skenario II dengan penghematan yang paling kecil dan tanpa adanya biaya investasi.

REFERENCES

[1] BPPT (2012). Booklet Perencanaan Efisiensi Dan Elastisitas Energi 2012. Desember 11, 2013. http://www.bppt.go.id/index.php/indikator-tik/21- berita/berita-singkat/1604-buku-perencanaan-efisiensi-dan-elastisitas-energi-2012

[2] Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI), Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2011). Efisiensi Energi di Indonesia. Desember 10, 2013.

http://www.konservasienergiindonesia.info/energy/indon esia

[3] Badan Standardisasi Indonesia (2001). SNI 03-6575-2001. Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung. November 22, 2013. http://www.bsn.go.id

[4] Assaffat, Luqman (2008). Perbandingan Unjuk Kerja Lampu Jenis Hpl-N Dan Son-T Sebagai Lampu Penerangan Jalan Umum. Jurnal Skripsi Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah, Semarang.

(11)

[5] Adini, Gardina Daru (2012, Juli). Analisis Potensi Pemborosan Konsumsi Energi Listrik Pada Gedung Kelas Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Skripsi Universitas Indonesia, Depok.

[6] Badan Standardisasi Indonesia (2011). SNI 6197:2011. Konservasi energi sistem pencahayaan. November 23, 2013. http://www.bsn.go.id

Gambar

Tabel 3.1 Tarif Daftar Listrik 2010
Gambar 3.1 Konstruksi Lampu Tube Lamp dan CFL  f. Lampu Sodium Tekanan Tinggi (SON)
Gambar 4.1 Denah Lokasi PT. Z  4.3 Data Teknis Kelistrikan
Gambar 4.2 Diagram Alir Metodologi Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

N A M A : drg. GANDHI RIJANTHO, Sp.Ort UNIT KERJA : RSUD Balung N I P : 19620821 199203 1 009 KABUPATEN : Jember

Oleh karena itu, untuk mengkaji lebih dalam lagi peneliti melakukan wawancara kepada para penderes, serta pengurus lembaga tersebut guna mendapatkan sumber lisan

Mindjet MindManager diujicobakan kepada 30 siswa yaitu kelas XF kemudian diberikan angket yang berisi 19 item pernyataan yang mencakup aspek kelayakan isi/materi

k. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;.. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat

Beton prategang merupakan penerapan gaya pratekan pada balok sedemikian rupa sebelum dikerjakan beban luar, guna meniadakan tegangan tarik serat beton yang terjadi

Abstrak: Peningkatan Hasil Belajar Tentang Menyimpulkan Isi Teks Bacaan Dengan Metode Bermain Peran Kelas II.Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

Tahapan penelitian yang dilakukan terbagi dalam 4 tahap yaitu (1) Persiapan dan praproses dataset, (2) Persiapan perangkat lunak, (3) Penerapan perangkat lunak untuk

Berdasarkan hasil wawancara dengan perempuan-perempuan yang membantu suami dalam memenuhi nafkah keluarga di Kelurahan Gunung Pangilun RW 03 mengenai turut serta dirinya dalam