KEMAMPUAN PREDATOR Eocanthecona furcellata (Wolff).
(Hemiptera : Pentatomidae) MENGENDALIKAN ULAT API
Sethotosea asigna v Eecke DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT
FAFDS
SKRIPSI
OLEH
CORRY FRIDA ARIANI SINAGA 040302009
HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KEMAMPUAN PREDATOR Eocanthecona furcellata (Wolff).
(Hemiptera : Pentatomidae) MENGENDALIKAN ULAT API
Sethotosea asigna v Eecke DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT
FAFDS
SKRIPSI
OLEH
CORRY FRIDA ARIANI SINAGA 040302009
HPT
Skripsi sebagai salah Satu Syarat Untuk Dapat Menempuh Ujian Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh, KOMISI PEMBIMBING
Ketua
(Ir. Yuswani P. Ningsih, MS)
(Ir. Syahrial Oemry, MS)
Anggota Anggota
(Dr. Ir. Agus Susanto, MP)
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Corry Frida Ariani Sinaga ”The Ability of Predator Eocanthecona furcellata (Wolff). (HEMIPTERA : PENTATOMIDAE) to Control Caterpillar in the Palm Oil Plantation”. This research was held in Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar, approximetely 369 m from the sea surface. This research used Nonfactorial Complete Random Design, consist of 4 treatment that is CO (control, 10 caterpillar without Predator Eocanthecona furcellata), C1 (10 caterpillar with 1 tide of Predator Eocanthecona furcellata ), C2 (10 caterpillar with 2 tide of Predator Eocanthecona furcellata ) and C3 (10 caterpillar with 3 tide of Predator Eocanthecona furcellata ). The parameters which observed were the mortality percentage of caterpillar caused by Predator Eocanthecona furcellata. The result showed that the most effective treatment is C3, C2, C1 and C0 at a stretch. This matter is shown from the fastest of ability kill of 10 caterpillar that tested is C3 (6 days), and followed by C2,C1 and C0.
ABSTRAK
Corry Frida Ariani Sinaga ” Kemampuan Predator Eocanthecona furcellata (Wolff). (HEMIPTERA : PENTATOMIDAE) Mengendalikan Ulat Api di Pertanaman Kelapa Sawit. Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian 369 m di atas permukaan laut. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Nonfaktorial, yang terdiri dari 4 perlakuan yakni C0 (Kontrol, dimasukkan 10 ekor ulat api S.asigna), C1 ( 1 pasang imago E.furcellata dan dimasukkan 10 ekor ulat api S.asigna), C2 ( 2 pasang imago E.furcellata dan dimasukkan 10 ekor ulat api S.asigna), C3 ( 3 pasang imago E.furcellata dan dimasukkan 10 ekor ulat api S.asigna). Parameter yang diamati adalah persentase mortalitas ulat api yang disebabkan oleh Predator Eocanthecona furcellata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang paling efektif secara berturut – turut yakni pada perlakuan C3 C2,C1,dan C0. Hal ini ditunjukkan dari kemampuan membunuh yang paling cepat untuk 10 ekor ulat api yang dicobakan yakni terdapat pada perlakuan C3 (6 hari), berturut – turut diikuti perlakuan C2 ,C1, dan C0.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah Kemampuan Eocanthecona furcellata (Wolff) (Hemiptera : Pentatomidae) Mengendalikan Ulat Api Pada Pertanaman Kelapa Sawit, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing yakni Ibu Ir. Yuswani P.Ningsih, MS selaku ketua, Bapak Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota, Bapak Dr. Ir. Agus Susanto, MP selaku anggota dan kepala Proteksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat dan seluruh staf/pegawai PPKS Marihat, serta teman – teman yang telah banyak membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, February 2009
RIWAYAT HIDUP
Corry Frida Ariani Sinaga, dilahirkan di Sibolga pada tanggal 7 February 1986, puteri dari Ayah Abiden Sinaga dan Ibu Bethsaida br Sirait. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Riwayat pendidikan
1. Tahun 1998 lulus dari SD Katolik ST. Antonius VI Medan 2. Tahun 2001 lulus dari SLTP Katolik Tri Sakti I Medan 3. Tahun 2004 lulus dari SMU Kristen Immanuel Medan
4. Tahun 2004 penulis lulus di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Prestasi (PMP).
Pengalaman Kegiatan Akademis
1. Asisten di Laboratorium Epidemiologi Penyakit Tumbuhan tahun 2008 2. Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN)
tahun 2007 – 2008,
3. Koordinator Bidang keuangan PEMA Pertanian tahun 2007 – 2008
4. Mengikuti seminar Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional FP USU “Motivation Training” tahun 2008
5. Mengikuti seminar Pertolongan Pertama & Kesiagaan Menghadapi Bencana tahun 2008
6. Melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PTPN 3 Dusun Ulu Perdagangan pada bulan Juli – Agustus tahun 2008.
7. Melaksanakan praktek skripsi di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat dari bulan Oktober sampai dengan November 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ……… i
ABSTRAK ……… ii
KATA PENGANTAR ………... iii
RIWAYAT HIDUP ………... iv
DAFTAR ISI ……… v
DAFTAR TABEL ………... vi
DAFTAR GAMBAR ……….... vii
DAFTAR LAMPIRAN ……….. viii
PENDAHULUAN ……… 1 Latar Belakang ……… 1 Tujuan Penelitian ……… 4 Hipotesa Penelitian ………. 4 Kegunaan Penelitian ……… 4 TINJAUAN PUSTAKA ……… 5 Biologi E. furcellata ……….. 5
Perkembangbiakan Predator E. furcellata……….. 7
Pelepasan Predator di Lapangan ……… 8
Biologi Ulat api S asigna v Eecke ………...…………. 10
Kerusakan Yang Disebabkan Ulat api S. asigna v Eecke………… 11
Pengendalian Ulat Api S. asigna v Eecke ……….. 12
BAHAN DAN METODE ………... 14
Tempat dan Waktu Penelitian ………..……… 14
Bahan dan Alat ……….. 14
Metode Penelitian ……….. 14
Pelaksanaan Penelitian ……….. 15
Pengamatan ………. 16
Peubah Amatan……...………...……… 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
Pembahasan ... 22
KESIMPULAN DAN SARAN ... 26
Kesimpulan ... 26
Saran ... 26 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Daur hidup E. furcellata dalam pemeliharaan dalam 8 insektarium
2. Kemampuan makan dari berbagai instar ulat api 13 3. Tingkat Populasi Kritis Ulat Pemakan Daun Kelapa 16 Sawit
4. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 22 1 – 9 hari setelah aplikasi (hsa)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Telur Eocanthecona furcellata 6
2. Nimfa Eocanthecona furcellata 7
3. Imago Eocanthecona furcellata 8
4. Eocanthecona furcellata memangsa ulat api 10
5. Eocanthecona furcellata memangsa ulat api 10
6. Telur Setothosea asigna 12
7. Ulat api Setothosea asigna 14
8. Kokon Setothosea asigna 14
9. Pupa Setothosea asigna 15
10. Gejala serangan ulat api 16
11. Histogram Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 1 - 9 hari setelah aplikasi (hsa) 23
12. Ulat api yang telah terserang E.furcellata 24
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 1hsa 30 2. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 2hsa 32 3. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 3hsa 34 4. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 4hsa 36 5. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 5hsa 38 6. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 6hsa 40 7. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 7hsa 42 8. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 8hsa 44
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (Fauzi dkk, 2002).
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat tumbuh di daerah antara 120 Lintang Utara – 120 Lintang Selatan. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2000 – 2500 mm/tahun dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5 – 7 jam/hari dan suhu optimum berkisar 24 – 380C. Ketinggian di atas permukaan laut yang optimum untuk kelapa sawit berkisar 0 – 500 meter. Keadaan iklim yang paling banyak diamati adalah curah hujan, karena curah hujan yang kelebihan atau kekurangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit (Risza, 1994).
Kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi minyak per ha yang paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia.
Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia (Pahan, 2006).
Ulat Setothosea asigna merupakan hama pemakan daun kelapa sawit yang utama dan sering menimbulkan kerugian pada perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian insektisida dan dampak negatip yang ditimbulkan akibat insektisida telah menimbulkan pemikiran ke arah penggunaan musuh alami. Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit dengan memanfaatkan Eocanthecona furcellata adalah salah satu pilihan yang dapat diterapkan. Predator ini mempunyai berbagai kelebihan antara lain sangat efektif dan juga sangat mudah dikembangbiakkan (Pardede dkk, 1996).
Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) S.asigna merupakan hama penting karena menyerang dan menghilangkan banyak perdaunan kelapa sawit sehingga menurunkan produksi. Untuk menanggulangi masalah UPDKS perkebunan selalu menggunakan insektisida kimia sintetik sehingga menimbulkan akibat buruk pada
lingkungan seperti berkurangnya musuh alami hama UPDKS tersebut (Pardede dan Christa, 1997).
Ulat api merupakan hama pemakan daun yang terpenting di perkebunan kelapa sawit, khususnya di Sumatera Utara. Diantara jenis – jenis ulat api, Setothosea asigna v. Ecke dikenal sebagai ulat yang paling rakus dan paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit, baik pada tanaman muda maupun pada tanaman tua (Desmier de Chenon dkk., 1989). Ulat ini mampu mengkonsumsi daun 300 – 500 cm2 per ekor ulat. Tingkat populasi 5 – 10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis (TBM = 5, TM = 10) (Soehardjo dkk,1999).
Pengendalian hama ulat pemakan daun kelapa sawit merupakan suatu faktor penting dalam manajemen perkebunan kelapa sawit. Serangan dari hama ini menunjukkan gejala kronis dan selalu menimbulka peledakan populasi. Sampai waktu ini pengendalian hama ini masih terus dengan penyemprotan insektisida walaupun banyak menimbulkan akibat sampingan yang tidak baik. Walaupun demikian, telah cukup banyak ditemukan cara – cara lain dalam pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit, tetapi cara – cara ini masih sangat sedikit diterapkan di lapangan. Oleh karena itu konsep Pengendalian Hama Terpadu masih belum secara konsekuen dilaksanakan di pekebunan kelapa sawit (Djamin, 1994).
Penelitian – penelitian terdahulu menunjukkan bahwa E. furcellata merupakan predator penting dari ulat pemakan daun kalapa sawit (UPDKS) dari famili Limacodidae. Oleh karena itu predator ini perlu disebarluaskan ke pertanaman kelapa sawit sehingga dapat menjadi salah satu faktor mortalitas pada pengendalian Hayati UPDKS. Untuk mencapai tujuan ini perlu dilakukan pembiakan massal predator E. furcellata (Desmier de Chenon, 1989; Sipayung et al, 1989).
Salah satu dari penemuan – penemuan tersebut adalah ditemukannya predator Eocanthecona furcellata. Dari hasil penelitian di laboratorium dan di lapangan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat disimpulkan bahwa predator ini merupakan predator ulat pemakan daun kelapa sawit yang potensial, perlu dikembangkan dan disebarluaskan di perkebunan kelapa sawit (Purba dkk., 1986).
Predator E. furcellata merupakan predator yang sangat berguna bagi pengendalian hama ulat api di perkebunan kelapa sawit. Kemampuannya dalam memangsa ulat api dilapangan, serta siklus hidupnya yang singkat dan kemampuan
reproduksi yang tinggi membuat predator ini sangat potensial untuk diaplikasikan dalam pengendalian hama ulat api. Selain itu, pengendalian dengan menggunakan predator ini dapat berlangsung secara berkesinambungan atau terus menerus di alam. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan E. furcellata dalam mengendalikan ulat api S. asigna pada pertanaman kelapa sawit.
Hipotesa Penelitian
1. Eocanthecona furcellata dapat mengendalikan ulat api Sethotosea asigna
2. Perlakuan dengan menggunakan 3 pasang Eocanthecona furcellata paling efektif mengendalikan Sethotosea asigna dibanding perlakuan 1 pasang dan 2 pasang.
Kegunaan Penelitian
• Sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae)
Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Arthropoda
Klass : Insecta Ordo : Hemiptera Family : Pentatomidae Genus : Eocanthecona
Spesies : Eocanthecona furcellata Wolff.
E. furcellata merupakan predator yang baik untuk dikembangkan menjadi sarana pengendalian hayati ulat perusak daun kelapa sawit khususnya ulat api. Hal ini mengingat siklus hidup yang pendek, kemampuan berbiaknya tinggi, lama hidup imago yang panjang (sekitar 2 bulan) serta kemampuan meletakkan telur pada helaian daun kelapa sawit, sehingga memungkinkan baik nimfa maupun imagonya hidup pada tajuk daun kelapa sawit dan aktif memangsa ulat api (Desmeir de Chenon,1989; Sipayung dkk., 1989).
Telur
E. furcellata meletakkan telur dalam kelompok – kelompok telur. Seekor betina mampu meletakkan kelompok telur 1 – 4 kali dan jumlah telur per kelompok berbeda – beda tergantung kepada spesiesnya. Dari spesies – spesies yang telah dipelihara, E.
furcellata adalah spesies yang paling tinggi kemampuan reproduksinya (Sipayung, 1990).
Bagian samping dari telur berwarna hitam, dengan bagian atasnya lebih bersih dan bercahaya kecuali pada bagian tengahnya. Ukuran tinggi telur 1,02 mm (0,96 – 1,08mm) dan lebar 0,88 mm (0,84 – 0,92 mm). Telur diletakkan berkelompok sebanyak 9 sampai 74 butir telur, dengan rata – rata 48,33 telur dalam satu kelompok. Betina bertelur rata – rata 2 sampai 4 kali dalam waktu 23 hari (Sipayung dkk., 1991).
Gambar 1. Telur E. furcellata Sumber : Foto langsung
Nimfa
Nimfa berwarna hitam pada bagian kepala dan kaki, abdomen jingga sampai kemerahan dengan garis putus – putus pada tepi dan tengah dari abdomen. Dari stadia nimfa hingga dewasa mengalami 5 kali pergantian kulit. Perkembangan dengan menggunakan ulat api S. nitens sebagai mangsa memerlukan waktu 4 minggu (telur sampai imago) dan 6 minggu untuk keseluruhan generasi (Miller, 1956), dan jika diberi
makan dengan S. asigna, siklus hidup berkisar antara 44 sampai 76 hari (Desmier de Chenon, 1989). Nimfa instar satu yang baru menetas belum mau makan, nimfa instar dua mulai memakan hama ulat api pada daun tanaman kelapa sawit begitu juga instar tiga, instar empat, instar lima sampai imago (Sipayung dkk., 1991).
Gambar 2. Nimfa E. furcellata Sumber : Foto langsung Imago
Imago dari predator ini mempunyai ukuran, jantan panjangnya 11,30 mm dan lebar 5,36 mm (5,16 – 5,66 mm); betina sedikit lebih besar dengan panjang 14,65 mm (13,83 – 15,50 mm) dan lebar 6,86 (6,50 – 7,16 mm). Imago pada umumnya tampak berwarna hitam, cukup cerah dengan warna hijau berkilau terutama pada bagian scutellum. Imago mempunyai perbesaran pada tibia, inilah yang membedakannya dengan genus Cantheconidea (Sipayung dkk., 1991). Scutellum besar pada sisi kanan dan kiri pronotum terdapat suatu struktur yang menyerupai tanduk yang disebut humeral
tooth (gigi yang membujur), yang mencirikan sifat predator dari serangga tersebut ( Miller, 1956 ; Kalshoven, 1981).
Gambar 3. Imago E. furcellata Sumber : Foto langsung
Tabel 1. Daur hidup E. furcellata dalam pemeliharaan dalam insektarium
Stadia Jumlah hari diperlukan
Range Rerata Inkubasi telur 8 – 14 10,95 Nimfa Instar 1 3 – 4 3,55 Instar 2 4 – 6 5,05 Instar 3 4 – 6 4,50 Instar 4 4 – 5 4,65 Instar 5 8 – 12 8,25 Masa imago Sebelum kawin 8 – 16 10,20 Setelah kawin Sampai menelur 3 – 8 4,35 Total 42 – 71 51,50 (Sipayung, 1990).
Perkembangbiakan Predator E. furcellata
Tujuan dari pembiakan massal musuh alami ialah untuk menghasilkan musuh alami dengan mudah, dalam jumlah besar, dalam waktu cepat dan murah biayanya. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan membiakkan E. furcellata dengan memberikan mangsa alaminya, Sethotosea asigna (Djamin, 1994).
Observasi pendahuluan menunjukkan bahwa populasi E. furcellata di lapangan sangat rendah, sehingga sangat sukar untuk menemukannya. Salah satu sebabnya adalah terbunuhnya predator – predator yang ada di lapangan oleh insektisida. Newsom (1974) telah mendokumentasikan kasus – kasus di mana predator – predator terbunuh akibat insektisida. Jika hal ini juga terjadi pada E. furcellata maka penerapan konsep PHT di perkebunan kelapa sawit akan menjadi lebih sulit (Djamin, 1994).
E. furcellata merupakan predator yang baik untuk dikembangkan menjadi agen pengendalian hayati ulat api S. asigna. Hal ini mengingat siklus hidupnya yang pendek, kemampuan berbiaknya tinggi, lama hidup imago yang panjang serta kemampuannya meletakkan telur pada helaian daun kelapa sawit, sehingga memungkinkan baik nimfa maupun imagonya hidup pada tajuk daun kelapa sawit dan aktif memangsa ulat api (Sudharto dkk, 1990). Sipayung (1990) mengungkapkan empat belas ekor ulat S. asigna stadia 6 – 7 cukup untuk 100 ekor nimfa per hari.
Gambar 4. E.furcellata memangsa ulat api Sumber : Foto langsung
Gambar 5. E.furcellata memangsa ulat api Sumber : Foto langsung
Pelepasan Predator di Lapangan
Ulat pemakan daun, terutama ulat api dan ulat kantong, merupakan hama utama pada tanaman kelapa sawit. Di kawasan perkebunan kelapa sawit dapat dijumpai juga pemangsa atau predator dari ulat pemakan daun tersebut, antara lain : beberapa jenis kepik buas dari genus Eocanthecona, Cantheconidae (Hemiptera : Pentatomidae, Asopinae) dan Sycanus (Hemiptera : Reduviidae), serta kumbang Callimerus arcufer Chapuis (Coleoptera : Cleridae) (Sudharto dkk, 1991).
Sipayung dkk (1991), menguraikan bahwa pada penelitiannya ternyata bahwa pelepasan 5 ekor imago predator perpohon pada tanaman umur 3 – 6 tahun yang sedang mengalami ledakan populasi rerata 29,5 ekor S. nitens dapat menurunkan populasi menjadi 3 – 6 ekor larva setelah tiga generasi kemudian. Pelepasan imago E.furcellata di lapangan sebanyak 3 – 4 ekor per pohon dalam keadaan padat populasi ulat yang masih rendah (3 – 6 ekor per pelepah) akan dapat menjaga populasi hama berada di bawah ambang populasi ekonomis.
E.furcellata diketahui memangsa hampir semua larva Lepidoptera yang ada pada perkebunan kelapa sawit. Predator ini dapat dijumpai di perkebunan kelapa sawit mulai dari Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Kepik ini juga merupakan predator penting bagi larva Limacodidae di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan India (Kalshoven, 1981).
Dalam pelepasan predator E.furcellata di lapangan, lebih baik melepaskan nimfa instar terakhir dan imago. Nimfa dan imago tersebut dapat lebih lama tinggal pada tanaman kelapa sawit. Pelepasan predator lebih efektif ketika populasi larva rendah (Desmier de Chenon et al, 1990).
Pelepasan sejumlah besar predator secara periodic merupakan salah satu teknik pemanfaatan predator untuk mengendalikan ulat pemakan daun kelapa sawit. Dalam jangka pendek tindakan ini diharapkan akan dapat menekan populasi hama sasaran secara langsung, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser keseimbangan alami ke arah yang lebih menguntungkan sehingga ledakan populasi hama berikutnya dapat dicegah (Prawirosukarto dkk., 1991).
Biologi Ulat api S. asigna v Eecke (Lepidoptera : Limacodidae)
Menurut Kalshoven (1981), S. asigna diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum : Arthropoda
Klass : Insekta Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae Genus : Setothosea
Spesies : Setothosea asigna v. Eecke
Telur
Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6 – 17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300 – 400 butir telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan. Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah (Prawirosukarto dkk, 2003).
Gambar 6. Telur Ulat api S.asigna Sumber : Foto Langsung Larva
Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak – bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain itu, di bagian punggung juga dijumpai duri – duri yang kokoh (Prawirosukarto dkk, 2003). Ulat api ini mengalami 9 instar dalam perkembangannya, dan dapat mencapai panjang 24 mm dalam perkembangan penuh. Stadia ulat berlangsung selama 48,3 hari (Mexzon dkk, 1996).
Tabel 2. Kemampuan makan dari berbagai instar ulat api
Stage of development Duration (days)
Tissue consumed (cm²) Daily comsumption (cm²) Larvae per leaf No.of larvae causing 20% defoliation first 5.0 1.30 0.26 111.50 4,461.5 second 5.0 2.02 0.40 71.78 2,871.3 third 4.6 4.20 0.91 31.76 1,270.5 fourth 4.9 13.25 2.70 10.72 429.0
fifth 5.0 34.06 6.81 4.26 170.3 sixth 4.7 34.42 7.32 3.96 158.4 seventh 5.4 125.00 23.14 1.25 50.1 eighth 6.5 592.00 91.07 0.31 12.7 ninth 7.2 621.70 86.34 0.33 13.4 Total 48.3 1,427.95 218.95 (Mexzon dkk, 1996).
Gambar 7. Ulat api S.asigna Sumber : Foto langsung Pupa
Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang relative gembur di sekitar piringan/pangkal batang kelapa sawit. Kepopompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing – masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama ± 39,7 hari (Prawirosukarto dkk, 2003).
Gambar 8. Kokon Ulat api S.asigna Sumber : Foto langsung
Gambar 9. Pupa Ulat api S.asigna Sumber : Foto langsung Imago
Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing – masing lebar rentangan sayapnya 41 – 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik – bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda (Prawirosukarto dkk, 2003). Imago dapat hidup selama 3 hari (Mexzon dkk, 1996). Keseluruhan siklus hidupnya dapat mencapai 115 hari (Kalshoven, 1981)
Kerusakan Yang Disebabkan Ulat api S. asigna v Eecke
Ulat api S. asigna maupun S. nitens, adalah dua spesies ulat api yang merusak daun tanaman kelapa sawit dan merupakan spesies yang dominan di Sumatera Utara, setidaknya sepuluh tahun terakhir ini. Kedua spesies menduduki strata tajuk tanaman yang sama yaitu menyukai daun tanaman yang sedang tuanya sampai agak muda. Pada lokasi tertentu sering dijumpai tanaman menjadi gundul (defoliation). Kerusakan daun tanaman yang demikian menyebabkan tanaman tidak berproduksi sampai tiga tahun kemudian. Kalaupun terbentuk tandan buah, biasanya terjadi aborsi atau berbentuk tandan buah abnormal, tidak proporsional dan buah busuk sebelum matang (Sipayung, 1989).
Gejala serangan yang disebabkan ulat api yakni helaian daun berlubang atau habis sama sekali sehingga hanya tinggal tulang daun saja. Gejala ini dimulai dari daun bagian bawah. Dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan daun sekitar 90 %. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurunkan produksi sekitar 69 % dan sekitar 27 % pada tahun kedua (Fauzi dkk, 2002).
Tabel 3. Tingkat Populasi Kritis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit
NO JENIS UPDKS POPULASI KRITIS
(jumlah ulat/pelepah daun kelapa sawit) 1 Setothosea asigna 5 – 10 2 Setora nitens 5 – 10 3 Darna trima 20 – 30 4 Darna diducta 10 – 20 5 Darna bradleyi 10 – 20 6 Birthosea bisura 10 – 20
7 Mahasena corbetti 4 – 5 8 Metisaplana 5 – 10 9 Dasychira inclusa 5 – 10 10 Dasychira mendosa 5 – 10 11 Amathusia phidippus 2 – 5 (Purba dkk, 2007).
Gambar 10. Gejala serangan ulat api Sumber : Foto langsung
Pengendalian Ulat Api S. asigna v Eecke 1. Cara mengutip ( hand picking )
Pengutipan ulat kapat dilakukan pada tanaman muda umur 1 sampai dengan 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 ha. Pengutipan ulat dapat dimulai apabila pada pemeriksaan global banyak ulat yang ditemukan 3 – 5 ekor/pelepah.
2. Cara biologis
Dilakukan dengan menggunakan insektisida biologis yang siap pakai yang mengandung bakteri Basillus thuringiensis.
3. Cara kimiawi
Yakni menggunakan insektisida anjuran. Penggunaan insektisida dapat dilaksanakan apabila keadaan mendesak mengingat bahan ini berbahaya terhadap keseimbangan alam (Soehardjo dkk, 1999)
4. Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus Nudaurelia, multiple nucleopolyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps militaris. Virus Nudaurelia dan MNPV efektif untuk mengendalikan hama pada stadium ulat, sedangkan jamur Cordyceps militaris efektif untuk kepompong (Sudharto dkk, 2007). Aplikasi jamur Paecilomyces fumosoroseus dan Beauvera bassiana pada ulat api S. asigna mempunyai peluang yang besar karena merupakan musuh alaminya. Dari hasil penelitian aplikasi jamur P. fumosoroseus dan B. bassiana pada bagian tanaman yang diserang, persentase kematian (mortalitas)
ulat S. asigna yang diperoleh dapat mencapai 100% pada 24 hari (6 minggu)
setelah aplikasi pada bagian tanaman kelapa sawit yang terserang (Dongoran dkk, 2007).
5. Pelepasan sejumlah besar predator secara periodic merupakan salah satu teknik pemanfaatan predator untuk mengendalikan ulat pemakan daun kelapa sawit. Dalam jangka pendek tindakan ini diharapkan akan dapat menekan populasi hama sasaran secara langsung, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser keseimbangan alami ke arah yang lebih menguntungkan
sehingga ledakan populasi hama berikutnya dapat dicegah (Prawirosukarto dkk., 1991).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat 369 m dpl. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai bulan November 2008.
Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan yaitu : tanaman kelapa sawit yang berumur 6 bulan, predator Eocanthecona furcellata stadia imago, dan ulat api species Setothosea asigna instar 3-6
Alat yang digunakan yaitu sungkup ukuran 60 x 100 cm serta buku data beserta alat lainnya yang mendukung.
Metodologi Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan, yaitu :
C0 = Kontrol (dimasukkan 10 ekor ulat api S.asigna)
C1 = 1 pasang imago E.furcellata dan dimasukkan 10 ekor ulat api S.asigna C2= 2 pasang imago E.furcellata dan dimasukkan 10 ekor ulat api S.asigna C3 = 3 pasang imago E.furcellata dan dimasukkan 10 ekor ulat api S.asigna Jumlah Perlakuan (t) = 4
Jumlah Ulangan (r) = empat t(r – 1) ≥ 15 (Anonimus, 2007). 4(r – 1) ≥ 15
4r – 4 ≥ 15 r ≥ 4
Metode linier yang digunakan adalah : Yij = µ + αi + ∑ij Keterangan :
Yij = Respon atau nilai pengamatan dari blok ke-i dengan ulangan ke-j µ = Nilai rata- rata umum
αi = Perlakuan blok ke –i
∑ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i
Kemudian data diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji perbandingan nilai tengah Duncan pada taraf nyata 5%.
Pelaksanaan Penelitiaan
• Persiapan Sungkup / Kombong dan Tanaman Kelapa Sawit
Sungkup yang digunakan berukuran 60 x 100 cm dengan dinding dan alas serta atap ditutupi oleh kawat kasa, sebanyak 16 sungkup. Dimasukkan tanaman kelapa sawit berumur 6 bulan dipembibitan pada masing – masing sungkup tersebut.
• Persiapan Ulat api S. asigna
Ulat api S. asigna yang digunakan dalam keadaan sehat. Jumlah ulat api yang digunakan sama untuk tiap sungkup pada masing – masing perlakuan.
• Persiapan E. furcellata
Dimasukkan E. furcellata stadia imago ke dalam masing – masing sungkup yang telah dimasukkan tanaman kelapa sawit dan ulat api sesuai dengan perlakuan masing – masing.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap hari, dengan menghitung jumlah ulat yang berhasil dibunuh oleh E.furcellata dalam setiap sungkup selama percobaan.
Peubah Amatan
Persentase Mortalitas
Persentase mortalitas ulat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : P = b a x 100 % Keterangan :
P = Persentase mortalitas larva a = Jumlah ulat yang mati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh E.furcellata terhadap mortalitas S.asigna adalah sangat nyata (Tabel 4, Lampiran 1 – 8, Histogram gambar 11) sebagai berikut :
Tabel 4. Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 1 – 8 hari setelah aplikasi (hsa)
Perla kuan
Pengamatan
I II III IV V VI VII VIII
CO 1.40C 1.40C 1.40D 1.40D 1.40D 1.40D 1.40D 1.40D C1 15.64B 21.69B 40.39B 55.45B 59.91C 59.91C 78.32C 91.84B C2 11.95C 18.81B 30.41C 54.81C 76.19B 81.39B 91.84B 98.60A C3 24.16A 32.59A 48.17A 67.99A 83.05A 98.60A 98.60A 98.60A
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa E.furcellata merupakan predator yang aktif memangsa ulat api. Hal ini sesuai dengan Kalshoven (1981) yang menyatakan bahwa E.furcellata diketahui memangsa hampir semua larva Lepidoptera yang ada pada perkebunan kelapa sawit.
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama sampai pengamatan terakhir terdapat perbedaan sangat nyata untuk setiap perlakuan. Pada perlakuan C1,C2,C3 predaor E.furcellata telah mampu membunuh ulat api pada hari pertama setelah aplikasi. Dari hasil pengamatan didapat bahwa kematian S.asigna dimulai pada gari pertama setelah aplikasi. Perlakuan yang paling efektif adalah pada perlakuan C3 (3 pasang E.furcellata), dimana dapat dilihat bahwa pada perlakuan inilah terjadi kematian yang tertinggi (98.60), dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni perlakuan C1 (1 pasang E.furcellata), dan perlakuan C2 (2 pasang E.furcellata). Hal ini sesuai dengan Sipayung dkk (1991), yang menyatakan bahwa pelepasan imago
ulat yang masih rendah (3 – 6 ekor per pelepah) akan dapat menjaga populasi hama berada di bawah ambang populasi ekonomis.
Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada
pengamatan 1 – 8 hari setelah aplikasi (hsa)
0 20 40 60 80 100 120
I II III IV V VI VII VIII
Pengamatan R at aan ( % ) CO C1 C2 C3
Gambar 11. Histogram Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 1 – 8 hari setelah aplikasi (hsa)
Dari histogram pada Gambar 11, dapat dilihat bahwa perlakuan yang paling cepat membunuh ulat api adalah pada perlakuan C3 berturut – turut diikuti perlakuan C2,C1 dan CO. Berdasarkan hasil pengamatan, ciri – ciri ulat api yang telah terserang E.furcellata adalah tampak kisut dan semakin lama menjadi berkerut. Hal ini disebabkan karena E.furcellata memangsa ulat api dengan cara menusuk permukaan tubuh ulat api kemudian menghisap cairan tubuhnya dengan menggunakan suatu struktur pada bagian mulutnya yang menyerupai tanduk. Hal ini sesuai dengan literatur Miller(1956) dan Kalshoven(1981) yang menyatakan bahwa Scutellum besar pada sisi kanan dan kiri pronotum terdapat suatu struktur yang menyerupai tanduk yang disebut humeral tooth (gigi yang membujur), yang mencirikan sifat predator dari serangga tersebut
Gambar 12. Ulat api yang telah terserang E.furcellata Sumber : Foto langsung
Gambar 13. Sungkup/kombong penelitian Sumber : Foto langsung
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. E.furcellata efektif mengendalikan ulat api S.asigna
2. 3 pasang E.furcellata paling efektif mengendalikan ulat api S.asigna berturut – turut diikuti perlakuan C2,C1, dan C0
3. Kecepatan E.furcellata dalam memangsa ulat api yang tertinggi terdapat pada perlakuan C3 yakni 6 hari berturut – turut diikuti perlakuan C2, C1, dan C0 4. Ciri – ulat api yang terserang E.furcellata adalah tamapk kisut dan semakin lama
menjadi berkerut.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kemampuan E.furcellata untuk menekan populasi ulat api untuk instar yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2007. Metodologi Ilmiah. http://staff.unud.ac.id/~sampurna/wp-content/uploads/2007/12/medodologi-ilmiah.doc. Diakses tanggal 22 Oktober 2007.
Desmier de Chenon, R. 1989. Summary of Technical Assistance Activities in Crop Protection of the Marihat Oil Palm Research Center. Pusat Penelitian Marihat.
Djamin, Arifin. 1994. Pembiakan Massal Eocanthecona furcellata (Wolff) (Hemiptera : Pentatomidae) Predator Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. Proyek Pembangunan. Penelitian Pertanian Nasional. PPKS. Medan.
Djamin, Arifin. 1994. Pelepasan dan Evaluasi Predator Eocanthecona furcellata (Wolff) (Hemiptera : Pentatomidae). Proyek Pembangunan. Penelitian Pertanian Nasional. PPKS. Medan.
Fauzi, Yan., Yustina, E.W., Imam, S., Rudi. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P.A Van der Laan. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta.
Mexzón, G.R., Carlos M. Chinchilla., Danny Salamanca. 1996. The biology of Sibine megasomoides Walker (Lepidoptera, Limacodidae): observations of the pest in oil palm in Costa Rica. http://www.google. Com. Diakses tanggal 2 Mei 2008.
Miller, N.C.E. 1956. The Biology of the Heteroptera. Leonard Hill Limited, London. Newsom, L. D. 1974. Predator – insecticide relationship. 13 – 23 In H.C. Chiang
(ed.). Recent Advances in Research on Insect Pests in North America. Entomophage, Memoire Hors Serie No. 7, 1974.
Pahan, I. 2006. Panduan Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pardede, Dj., C. U. Ginting., dan H. Wibowo. 1996. Pembiakan Massal Eocanthecona furcellata Dan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. Proyek Penelitian dan Pengembangan. Asosiasi Penelitia Perkebuanan Indonesia. PPKS. Medan.
Pardede, Dj., dan C. U. Ginting. 1997. Pembiakan Massal Eocanthecona furcellata Dan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. Proyek Penelitian dan Pengembangan. Asosiasi Penelitia Perkebuanan Indonesia. PPKS. Medan.
Prawirosukarto,S.,Y.P, Roerrha.,U.Condro., dan Susanto. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Sumut.
Purba, R. Y., A. Sipayung dan R. Desmier de Chenon. 1986. Kemungkinan Pengendalian Seranggan Hama Pada Tanaman Kelapa Sawit Secara Hayati. Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan, Medan. 1986.
Purba, Razak., Akiyat., dkk., 2007 .Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Sumut.
Risza, Suyatno. 1994. Kelapa Sawit. Upaya Peningkatan Produktivitas. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sipayung, A., R. Desmier de Chenon and Sudharto Ps. 1989. Natural Enemies of Leaf – eating Lepidoptera in Oil Palm Plantation. Biotrop Special Publication, No. 36.
Sipayung, A. 1990. Eocanthecona – Cantheconidea (Asopinae – Pentatomidae – Hemiptera). Sarana Pengendali Hama Biologis di Perkebunan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Sumatera – Utara.
Sipayung, A., Sudharto Ps., A.U. Lubis and R. Desmier de Chenon. 1991. Status of Biological Control in Oil Palm Plantations in Indonesia. Pertemuan Tekhnis Kelapa Sawit Puslitbun Marihat. 12p.
Soehardjo, H., Habib, H., Razali, I., Asmah, P., Elvidiana,L., Sri,B., Kusmahadi. 1999. Vademecum Kelapa Sawit. PT. Perkebunan Nusantara IV, Bah Jambi – Pematang Siantar, Sumatera Utara – Indonesia.
Sudharto Ps., A. Sipayung dan R.A.Lubis. 1991. Metode Pembiakan Massal Predator Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Dengan Makanan Awetan. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Pematang Siantar – Sumatera Utara
Sudharto Ps., A. Sipayung dan Desmier de Chenon. 1990. Metode Pembiakan Massal Predator Eocanthecona furcellata (Wolff) (Hemiptera : Pentatomidae, Asopinae) Dengan Makanan Awetan. Buletin Puslitbun Marihat 10 (11).
Sudharto., A Susanto, R. Y. Purba., B Dradjat. 2007. Teknologi Pengendalian Hama
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr271058.pdf. Diakses tanggal 3 April 2008.
Purba, Razak. A., Akiyat., Arsyat. D. K, dkk. 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Sumut.
Dongoran, A.P., A Susanto, dan A. Simanjuntak. 2007. Potensi patogenesitas jamur Paecilomyces fumosoroseus dan Beauveria bassiana terhadap hama ulat api
Setothosea asigna. http://www.iopri.org/index.php?option=com_content&task=section&id=137&It
Lampiran 1 : Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 1hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 C1 0.00 0.00 30.00 20.00 50.00 12.50 C2 0.00 0.00 10.00 20.00 30.00 7.50 C3 20.00 10.00 10.00 30.00 70.00 17.50 Total 20.00 10.00 50.00 70.00 150.00 37.50 Rataan 5.00 2.50 12.50 17.50 37.50 9.38 Transformasi Arc Sin √p
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 1.40 1.40 1.40 1.40 5.60 1.40 C1 1.40 1.40 33.21 26.57 62.58 15.64 C2 1.40 1.40 18.43 26.57 47.80 11.95 C3 26.57 18.43 18.43 33.21 96.65 24.16 Total 30.77 22.63 71.48 87.75 212.63 53.16 Rataan 7.69 5.66 17.87 21.94 53.16 13.29
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fh F0,5 F0,1 Perlakuan 3 3716.61 1238.87 10.15 ** 3.49 5.54 Galat 12 1465.31 122.11 Total 15 5181.92 345.46 2.83 * 2.6 3.96 FK 176.60 KK 0.26
ket: tn : Tidak Nyata
* : Nyata
UJD.05 SY 0.69 P 2 3 4 SSR.05 3.08 3.23 3.33 LSR.05 2.13 2.23 2.30 Perlakuan CO C2 C1 C3 Rataan 1.40 11.95 15.64 24.16 .A .B .C .D
Lampiran 2 : Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 2hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 C1 0.00 0.00 60.00 30.00 90.00 22.50 C2 0.00 0.00 30.00 40.00 70.00 17.50 C3 30.00 0.00 50.00 60.00 140.00 35.00 Total 30.00 0.00 140.00 130.00 300.00 75.00 Rataan 7.50 0.00 35.00 32.50 75.00 18.75
Transformasi Arc Sin √p
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 1.40 1.40 1.40 1.40 5.60 1.40 C1 1.40 1.40 50.77 33.21 86.78 21.69 C2 1.40 1.40 33.21 39.23 75.24 18.81 C3 33.21 1.40 45.00 50.77 130.38 32.59 Total 37.41 5.60 130.38 124.61 298.00 74.50 Rataan 9.35 1.40 32.59 31.15 74.50 18.63
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fh F0,5 F0,1 Perlakuan 3 7208.66 2402.89 6.42 ** 3.49 5.54 Galat 12 4489.97 374.16 Total 15 11698.63 779.91 2.08 tn 2.6 3.96 FK 346.89 KK 0.19
ket: tn : Tidak Nyata
* : Nyata
** : Sangat Nyata
UJD.05 SY 1.21 P 2 3 4 SSR.05 3.08 3.23 3.33 LSR.05 3.72 3.90 4.03 Perlakuan CO C2 C1 C3 Rataan 1.40 18.81 21.69 32.59 .A B .C
Lampiran 3 : Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 3hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV CO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 C1 10.00 20.00 90.00 50.00 170.00 42.50 C2 0.00 10.00 70.00 50.00 130.00 32.50 C3 50.00 40.00 50.00 80.00 220.00 55.00 Total 60.00 70.00 210.00 180.00 520.00 130.00 Rataan 15.00 17.50 52.50 45.00 130.00 32.50
Transformasi Arc sin √p
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 1.40 1.40 1.40 1.40 5.60 1.40 C1 18.43 26.57 71.57 45.00 161.57 40.39 C2 1.40 18.43 56.79 45.00 121.62 30.41 C3 45.00 39.23 45.00 63.43 192.67 48.17 Total 66.23 85.63 174.75 154.83 481.46 120.36 Rataan 16.56 21.41 43.69 38.71 120.36 30.09
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fh F0,5 F0,1 Perlakuan 3 18606.38 6202.13 19.12 ** 3.49 5.54 Galat 12 3893.01 324.42 Total 15 22499.39 1499.96 4.62 ** 2.6 3.96 FK 905.47 KK 0.12
ket: tn : Tidak Nyata
* : Nyata
UJD.05 SY 1.13 P 2 3 4 SSR.05 3.08 3.23 3.33 LSR.05 3.47 3.64 3.75 Perlakuan CO C2 C1 C3 Rataan 1.40 30.41 40.39 48.17 .A .B .C .D
Lampiran 4 : Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 4hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV CO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 C1 30.00 40.00 100.00 60.00 230.00 57.50 C2 50.00 40.00 90.00 80.00 260.00 65.00 C3 50.00 70.00 90.00 100.00 310.00 77.50 Total 130.00 150.00 280.00 240.00 800.00 200.00 Rataan 32.50 37.50 70.00 60.00 200.00 50.00
Transformasi Arc sin √p
Perlakuan Ulangan Total
Rataan I II III IV C0 1.40 1.40 1.40 1.40 5.60 1.40 C1 33.21 39.23 98.60 50.77 221.81 55.45 C2 45.00 39.23 71.57 63.43 219.23 54.81 C3 45.00 56.79 71.57 98.60 271.95 67.99 Total 124.61 136.65 243.13 214.20 718.60 179.65 Rataan 31.15 34.16 60.78 53.55 179.65 44.91
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fh F0,5 F0,1 Perlakuan 3 40796.13 13598.71 33.04 ** 3.49 5.54 Galat 12 4939.26 411.60 Total 15 45735.38 3049.03 7.41 ** 2.6 3.96 FK 2017.11 KK 0.08
ket: tn : Tidak Nyata
* : Nyata
UJD.05 SY 1.27 P 2 3 4 SSR.05 3.08 3.23 3.33 LSR.05 3.91 4.10 4.22 Perlakuan CO C2 C1 C3 Rataan 1.40 54.81 55.45 67.99 .A .B .C .D
Lampiran 5 : Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 5hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV CO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 C1 40.00 50.00 100.00 70.00 260.00 65.00 C2 60.00 70.00 100.00 100.00 330.00 82.50 C3 80.00 90.00 100.00 100.00 370.00 92.50 Total 180.00 210.00 300.00 270.00 960.00 240.00 Rataan 45.00 52.50 75.00 67.50 240.00 60.00
Transformasi Arc sin √p
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 1.40 1.40 1.40 1.40 5.60 1.40 C1 39.23 45.00 98.60 56.79 239.62 59.91 C2 50.77 56.79 98.60 98.60 304.76 76.19 C3 63.43 71.57 98.60 98.60 332.20 83.05 Total 154.83 174.75 297.20 255.39 882.18 220.54 Rataan 38.71 43.69 74.30 63.85 220.54 55.14
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fh F0,5 F0,1 Perlakuan 3 62130.86 20710.29 47.94 ** 3.49 5.54 Galat 12 5183.89 431.99 Total 15 67314.75 4487.65 10.39 ** 2.6 3.96 FK 3039.99 KK 0.06
ket: tn : Tidak Nyata
* : Nyata
UJD.05 SY 1.30 P 2 3 4 SSR.05 3.08 3.23 3.33 LSR.05 4.00 4.20 4.33 Perlakuan CO C1 C2 C3 Rataan 1.40 59.91 76.19 83.05 .A .B .C .D
Lampiran 6: Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 6hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV CO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 C1 50.00 70.00 100.00 80.00 300.00 75.00 C2 70.00 90.00 100.00 100.00 360.00 90.00 C3 100.00 100.00 100.00 100.00 400.00 100.00 Total 220.00 260.00 300.00 280.00 1060.00 265.00 Rataan 55.00 65.00 75.00 70.00 265.00 66.25
Transformasi Arc sin √p
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 1.40 1.40 1.40 1.40 5.60 1.40 C1 45.00 56.79 98.60 63.43 263.82 65.96 C2 56.79 71.57 98.60 98.60 325.55 81.39 C3 98.60 98.60 98.60 98.60 394.40 98.60 Total 201.79 228.35 297.20 262.03 989.38 247.34 Rataan 50.45 57.09 74.30 65.51 247.34 61.84
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fh F0,5 F0,1 Perlakuan 3 78969.13 26323.04 109.33 ** 3.49 5.54 Galat 12 2889.28 240.77 Total 15 81858.40 5457.23 22.67 ** 2.6 3.96 FK 3823.71 KK 0.06
ket: tn : Tidak Nyata
* : Nyata
** : Sangat Nyata
UJD.05 SY 0.97 P 2 3 4 SSR.05 3.08 3.23 3.33 LSR.05 2.99 3.13 3.23 Perlakuan CO C1 C2 C3 Rataan 1.40 65.96 81.39 98.60 .A .B .C .D
Lampiran 7 : Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 7hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV CO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 C1 90.00 90.00 100.00 90.00 370.00 92.50 C2 90.00 100.00 100.00 100.00 390.00 97.50 C3 100.00 100.00 100.00 100.00 400.00 100.00 Total 280.00 290.00 300.00 290.00 1160.00 290.00 Rataan 70.00 72.50 75.00 72.50 290.00 72.50
Transformasi Arc sin √p
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 1.40 1.40 1.40 1.40 5.60 1.40 C1 71.57 71.57 98.60 71.57 313.30 78.32 C2 71.57 98.60 98.60 98.60 367.37 91.84 C3 98.60 98.60 98.60 98.60 394.40 98.60 Total 243.13 270.17 297.20 270.17 1080.66 270.17 Rataan 60.78 67.54 74.30 67.54 270.17 67.54
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fh F0,5 F0,1 Perlakuan 3 92611.59 30870.53 337.90 ** 3.49 5.54 Galat 12 1096.33 91.36 Total 15 93707.92 6247.19 68.38 ** 2.6 3.96 FK 4561.82 KK 0.05
ket: tn : Tidak Nyata
* : Nyata
** : Sangat Nyata
UJD.05 SY 0.60 P 2 3 4 SSR.05 3.08 3.23 3.33 LSR.05 1.84 1.93 1.99 Perlakuan CO C1 C2 C3 Rataan 1.40 78.32 91.84 98.60 .A .B .C .D
Lampiran 8 : Rataan Persentase Mortalitas Ulat api pada pengamatan 8hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV CO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 C1 90.00 100.00 100.00 100.00 390.00 97.50 C2 100.00 100.00 100.00 100.00 400.00 100.00 C3 100.00 100.00 100.00 100.00 400.00 100.00 Total 290.00 300.00 300.00 300.00 1190.00 297.50 Rataan 72.50 75.00 75.00 75.00 297.50 74.38
Transformasi Arc sin √p
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV C0 1.40 1.40 1.40 1.40 5.60 1.40 C1 71.56 98.60 98.60 98.60 367.36 91.84 C2 98.60 98.60 98.60 98.60 394.40 98.60 C3 98.60 98.60 98.60 98.60 394.40 98.60 Total 270.16 297.20 297.20 297.20 1161.76 290.44 Rataan 67.54 74.30 74.30 74.30 290.44 72.61
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fh F0,5 F0,1 Perlakuan 3 106249.65 35416.55 775.02 ** 3.49 5.54 Galat 12 548.37 45.70 Total 15 106798.02 7119.87 155.80 ** 2.6 3.96 FK 5272.21 KK 0.05
ket: tn : Tidak Nyata
* : Nyata
** : Sangat Nyata
UJD.05 SY 0.42 P 2 3 4 SSR.05 3.08 3.23 3.33 LSR.05 1.30 1.36 1.41 Perlakuan CO C1 C2 C3 Rataan 1.40 91.84 98.60 98.60 A .B .C