• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Peternakan Gito Paraman Farm

Peternakan Gito Paraman Farm merupakan salah satu peternakan sapi potong yang mengembangkan budidaya ternak sapi dengan sistem penggemukan (feedlot). Peternakan ini berdiri sejak tahun 2003 hingga sekarang. Sapi yang digemukkan di peternakan Gito Paraman Farm berjumlah 30 ekor.

1. Sejarah Peternakan Gito Paraman Farm

Peternakan Gito Paraman Farm merupakan peternakan sapi potong yang beralamatkan di Desa Matesih, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar. Peternakan Gito Paraman Farm ini dirintis pada tahun 2003 yang diketuai oleh Bapak Iwan Ruwiyadi. Dengan bekal ketrampilan yang beliau miliki, beliau merintis usaha peternakan sapi potong bukan hanya untuk mencari keuntungan semata melainkan juga untuk menerapkan ilmu yang beliau punya di bidang peternakan. Peternakan Gito paraman Farm ini dirintis berawal dari rasa senang bapak Iwan Ruwiyadi dan keluarga dengan memelihara sapi potong. Sapi yang diusahakan di peternakan Gito Paraman Farm merupakan bangsa sapi yang termasuk Bos Taurus yaitu sapi Peranakan Simmental, Peranakan Brangus, dan Peranakan Limousin

2. Kondisi Geografis

Peternakan Gito Paraman Farm terletak di Desa Matesih, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, 20 km sebelah timur kota Karanganyar, dengan ketinggian 800­1200 m diatas permukaan laut. Memiliki luas areal 500 m2 dilengkapi dengan kandang sapi, kebun rumput, gudang dan alat mesin pertanian. Curah hujan rata­rata sebesar 2.500 mm, suhu udara berkisar antara 23° C sampai dengan 34° C, dengan kelembaban udara tahunan rata­rata 77%.

(2)

3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Peternakan Gito Paraman Farm sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi Peternakan Gito Paraman Farm B. Bangsa-bangsa sapi potong

Keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung pada pemilihan bibit yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi serinya telah tanggal (Sarwono dan Arianto, 2006).

Bangsa sapi potong yang ada di Peternakan Gito Paraman Farm terdiri dari bangsa sapi impor. Bangsa sapi impor diantaranya ada sapi Peranakan Limousin dan Peranakan Simmental.

Ketua Bp. Iwan Ruwiyadi Bagian Keuangan Bp. Bayu Sutanto Investor Bp. Yahya Karyawan Bp. Raji Bp. Giyanto Bp. Jenggot

(3)

Tabel 1. Jumlah Populasi Sapi Potong

Jenis Bangsa Jumlah (ekor)

Sapi Jantan Sapi Peranakan Limousin 14

Sapi Peranakan Simmental 11

Sapi Brangus 5

Jumlah Populasi 30

Sumber: Peternakan Gito Paraman Farm, 2016

Bangsa sapi lokal dan impor memiliki karakter masing­masing yang menjadikan perbedaan diantaranya. Pada umumnya sapi lokal memiliki bentuk kepala pipih serta pertautan antara kulit dan daging longgar, sementara sapi impor memiliki bentuk kepala yang bulat dan pendek serta pertautan antara kulit dan daging padat.

Sesuai dengan pendapat Santosa (2003) bahwa pemilihan ternak sapi disesuaikan dengan tujuan usaha peternakan yang dilaksanakan. Tipe ternak yang akan dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging, misalnya dipilih ternak sapi tipe pedaging atau sapi potong. Ciri­ciri sapi tipe pedaging adalah (a) tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat atau balok; (b) kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan; (c) laju pertumbuhannya cepat; (d) cepat mencapai dewasa; (e) efisiensi pakannya tinggi. Adapun karakter dari masing­masing bangsa sapi baik yang lokal maupun impor adalah sebagai berikut:

1. Sapi Peranakan Limousin

Sapi peranakan limousin merupakan sapi tipe potong yang didatangkan dari daerah Jawa Tengah. Warna tubuh sapi ini merah bata dan memiliki tanduk tumbuh keluar dan agak melengkung. Bentuk tubuh besar, panjang, kompak dan padat. Cocok dipelihara di daerah yang mempunyai curah hujan tinggi. Pertumbuhan badan sapi ini sangat cepat. Bobot badan jantan dewasa mencapai lebih dari 400 kg dan kualitas dagingnya baik.

Seperti penjelasan dari Sudarmono dan Sugeng (2008) bahwa sapi Limousin merupakan sapi tipe potong yang berasal dari Perancis. Ciri­ciri dari sapi limousin adalah warna bulu merah coklat, tetapi pada sekeliling

(4)

mata kaki mulai dari lutut kebawah agak terang. Ukuran tubuh besar, tubuh berbentuk kotak dan panjang, pertumbuhan bagus. Tanduk pada jantan tumbuh keluar dan agak melengkung.

2. Sapi Peranakan Simmental

Sapi peranakan Simmental didatangkan langsung dari daerah Jawa Tengah. Memiliki warna tubuh merah bata sedangkan pada bagian muka, dada dan rambut ekor berwarna putih. Bentuk tubuh kekar dan berotot. Sangat cocok dipelihara di daerah beriklim sedang. Pertumbuhan otot sangat baik. Menghasilkan karkas yang tinggi dengan sedikit lemak. Bobot badan dewasa sapi pejantan dapat mencapai lebih dari 400 kg. Tipe sapi ini merupakan tipe potong, dan kerja.

Sesuai dengan pendapat Sudarmono dan Sugeng (2008) bahwa sapi Simmental merupakan sapi yang berasal dari Inggris. Tipe sapi ini merupakan tipe potong, dan kerja. Ciri­ciri sapi simmental adalah tubuh berukuran besar, tubuh berbentuk kotak pertumbuhan otot bagus, penimbunan lemak di bawah kulit rendah. Warna bulu pada umumnya krem agak coklat atau sedikit merah, sedangkan keempat kaki mulai dari lutut, dan ujung ekor berwarna putih. Ukuran tanduk kecil. Berat sapi betina mencapai 800 kg dan sapi jantan 1150 kg.

3. Sapi Brangus

Bangsa sapi Brangus yang terdapat di Peternakan Gito Paraman Farm merupakan sapi yang didatangkan dari daerah Jawa Tengah. Sapi Brangus berasal dari Oklahoma, Amerika Serikat. Sapi ini merupakan bangsa sapi tipe potong, dengan ciri khusus warna tubuhnya hitam dengan tanduk kecil. Kemudian cirri­ciri lainnya adalah leher dan telinga pendek, punggung lurus, badan kompak dan padat, kaki kuat dan kokoh. Sifat Brahman yang diturunkan adalah adanya punuk, tahan udara panas, tahan gigitan serangga dan mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Sedangkan yang diturunkan dari sapi Aberden Angus yakni

(5)

produktifitas dagingnya yang tinggi dan presentase karkasnya yang tinggi.

Menurut pendapat Sudarmono dan Sugeng (2008) Sapi Brangus merupakan hasil persilangan antara Brahman dan Aberdeen Angus. Sapi ini merupakan tipe potong, dengan ciri­ciri bulu halus dan pada umumnya berwarna hitam atau merah. Sapi ini juga bertanduk namun kecil, bergelambir, bertelinga kecil. Sapi ini juga berpunuk, tetapi kecil.

C. Penggemukan Sapi Potong

Pemilihan ternak sapi disesuaikan dengan usuha peternakan yang akan dijalankan. Tipe ternak yang dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging, misalnya dipilih ternak sapi tipe pedaging atau sapi potong. Ciri­ciri sapi tipe pedaging adalah tubuh dalam besar, bentuk badan persegi empat, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju pertumbuhannya cepat dan efisiensi pakannya tinggi (Santoso, 2003).

Pertimbangan dalam pemilihan bakalan yang paling utama adalah kaki yang kuat untuk menopang tubunya nanti serta bentuk badan sapi, selain bentuk badan dan kaki yang digunakan sebagai pertimbangan adalah umur, kesehatan dan harga. Penafsiran harga pembelian bakalan dan penjualan sapi disesuaikan dengan harga pembelian bakalannya. Pengambilan bakalan dari pasar hewan maka penafsiran harga untuk membeli bakalan dengan melihat kemampuan produksi daging yang akan dihasilkan, metode ini dibutuhkan pengalaman dan jam terbang yang tinggi. Sapi bakalan yang dibeli mempunyai rata­rata bobot badan 400­450 Kg dengan umur 1,5 tahun. Pembelian bakalan dengan bobot 400­450 Kg diharapkan setelah melalui proses penggemukan di Peternakan Gito Paraman Farm selama 6 bulan dapat dijual dengan bobot badan sekitar 550­ 600 Kg.

Mengenai lamanya penggemukan, setiap sapi yang dikelola memiliki waktu berbeda­beda dalam proses penggemukannya. Perbedaan waktu penggemukan sapi yang satu dengan yang lain ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : umur, kondisi dan berat badan sapi pada awal

(6)

penggemukan, jenis kelamin, kualitas bibit, dan mutu pakan yang bagus (Sugeng, 1998).

Sistem penggemukan yang diterapkan di Peternakan Gito Paraman Farm yaitu dengan memelihara sapi­sapi tersebut di dalam kandang secara terus menerus dalam periode tertentu. Sistem penggemukan tersebut dinamakan dengan istilah feedlot. Sapi tersebut diberi makan berupa ransum dan hijauan di dalam kandang dan tidak digembalakan ataupun dipekerjakan. Sistem penggemukan ini bertujuan agar sapi­sapi tersebut dapat mencapai bobot badan yang tinggi dan diperoleh hasil yang maksimal.

Sesuai dengan pendapat Siregar (2003) bahwa sistem penggemukan terdiri dari tiga macam penggemukan 1) dry lot fattening yaitu pemberian ransum dengan pemberian biji­bijian atau kacang­kacangan, 2) pasture fattening yaitu sapi yang diternakan digembalakan dipadang pengembalaan, 3) kombinasi dry lot fattening dan pasture fattening yaitu sistem ini dilakukan dengan pertimbangan musim dan ketersedian pakan. Penggemukan di daerah tropis, pada saat musim produksi hijauan tinggi penggemukan dilakukan dengan pasture fattening sedangkan pada saat hijauan berkurang penggemukan dilakukan dengan cara dry lot fattening. D. Manajemen Perkandangan

Kandang merupakan salah satu faktor lingkungan hidup ternak, sehingga kandang harus bisa memberi jaminan hidup yang sehat dan nyaman sesuai dengan tuntutan hidup ternak. Kandang yang ada di Peternakan Gito Paraman Farm mempunyai konstruksi yang baik, dimana atap kandang terbuat dari asbes, lantai kandang dari beton dan dibuat miring dengan maksud agar kotoran dan urin lebih mudah dibersihkan. Tempat pakan dan minum dibuat dari beton dan menyatu dengan kandang.

Kontruksi kandang yang berupa dinding kandang dan tiang kandang terbuat dari beton yang aman bagi ternak dan tahan jangka lama. Lantai kandang terbuat dari cor semen dengan kemiringan lantai 3o

, dimaksudkan

agar feses dan urine dapat mudah dibersihkan. Atap kandang berbentuk

(7)

monitor dengan sudut kemiringan 30o, bahan atap terbuat dari asbes dengan bahan penyangga berupa kayu. Bahan atap ini sesuai dengan pendapat Siregar (1996) yang menyatakan bahwa bahan atap dapat digunakan asbes, seng, genting, daun tebu, daun ijuk dan alang­alang.

Kandang sapi potong di Peternakan Gito Paraman Farm memiliki ukuran panjang 15 m, lebar 5 m dan tinggi 4 m, dengan jumlah ternak sebanyak 15 ekor per kandang. Tempat pakan ternak memiliki ukuran panjang 1,5 m, lebar 0,8 m dan tinggi 0,5 m. Tempat minum ternak memiliki ukuran panjang 0,7 m, lebar 0,7 m dan tinggi 0,5 m. Kandang yang ada di Peternakan Gito Praman Farm memiliki selokan agar dalam proses sanitasi kandang mudah dan lantai tidak tergenang air dan urine. Keadaan jalan di kandang memiliki lebar 1 m untuk deretan sapi yang ada didalam kandang. Selokan dibuat tepat di belakang jajaran sapi dari ujung ke ujung kandang dengan kedalaman 10 cm dan lebar 25 cm.

Peralatan yang ada di kandang terdiri dari sekop sebanyak 4 buah, ember kecil 4 buah, selang 2 buah, garu 2 buah, sapu lidi 2 buah, angkong 2 buah dan mobil pick up 1 buah. Peralatan tersebut berguna untuk memudahkan dalam tata laksana pemeliharaan ternak seperti membersihkan kandang, dan memudahkan dalam pemberian pakan. Kendaraan berupa mobil pick up untuk mengangkut sapi bakalan yang dibeli dari pasar atau untuk mengangkut pakan setelah dibeli dan mengangkut jerami dari ladang sawah ke kandang.

Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai kandang diantaranya adalah desain layout, kapasitas dan materi bangunan kandang terutama lantai dan atap kandang. Kesemuanya itu harus diperhatikan dalam rangka mempermudahkan alur kegiatan pemeliharaan mulai dari kedatangan bakalan, kemudahan proses pemberian pakan ternak dan minum, sekaligus menyangkut kemudahan membersihkan kandang baik dari sisa kotoran, makanan dan genangan air serta persiapan pngangkutan sapi yang siap dijual (Rahmat, 2005).

(8)

Sistem perkandangan yang digunakan di peternakan ini yaitu menggunakan tipe kandang ganda yang digunakan yaitu tail to tail, sesuai dengan pendapat Santosa (2003) bahwa kandang ganda merupakan tipe kandang yang terdiri dari dua baris dimana penempatan ternaknya ada yang saling berhadapan maupun saling bertolak belakang (tail to tail).

E. Manajemen Pakan

Pakan merupakan segala sesuatu yang berasal dari hewan maupun tumbuhan yang diberikan kepada ternak dengan tanpa menimbulkan keracunan (Feradis, 2010). Pakan mengandung nutrien yakni zat­zat gizi yang sangat diperlukan ternak meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Pemberian pakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi, dan produktivitas ternak. Pada dasarnya pakan ternak ruminansia adalah hijauan, yang dapat berupa rerumputan dan leguminosa maupun limbah tanaman pertanian.

Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan sangat penting dalam pembentukan produksi dan kualitas daging. Daging yang berkualitas baik, dapat diperoleh dengan pemberian pakan yang berkualitas tinggi. Pemberian pakan yang berkualitas rendah akan mempengaruhi lamanya waktu pemeliharaan untuk mencapai target kualitas daging yang diinginkan (Santosa, 2003).

Peternakan Gito Paraman Farm yang bergerak di bidang peternakan sapi potong untuk memenuhi kebutuhan pakan yang akan diberikan pada ternak dengan pakan yang digunakan oleh peternakan ini adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan kering yang diberikan pada ternak berupa jerami padi yang di fermentasi. Formula komposisi jerami fermentasi antara lain jerami 2000 kg, Starbio 12 kg, Tetes 10 liter, Garam 5 kg dan Urea 5 kg. Pakan konsentrat diberikan dalam bentuk kering dibuat ransum, bahan­bahan yang digunakan sebagai campuran ransum antara lain, Konsentrat jadi (buatan pabrik) yaitu Kingfeed, Pollard, bekatul, dan ampas tahu. Semua bahan tersebut dicampur jadi satu hingga homogen. Pencampuran bahan pakan lebih murah penggunaannya lebih banyak, hal ini bertujuan untuk

(9)

menghemat biaya pakan tanpa harus mengurangi nutrien yang dibutuhkan oleh ternak. Kandungan nutrien bahan pakan dapat dilihat di tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan

Jenis Bahan BK (%) PK (%) SK (%) LK (%) TDN (%) Kingfeed 88,34 14,64 16,55 2,41 67,00 Bekatul 91,26 9,96 18,51 2,32 55,52 Pollard 89,57 17,41 8,86 5,09 74,82 Ampas Tahu 26,20 25,65 14,53 5,32 76,00 Jerami Fermentasi 80,10 9,1 32,2 1,5 63,10 Sumber: Siregar, 2003

Kebutuhan pakan untuk ternak sapi potong program penggemukan yaitu 3% dari bobot badan ternak, seperti pendapat (Umiyasih dan Anggraeny, 2007) yang menyatakan bahwa kebutuhan nutrien sapi potong berdasarkan patokan bahan kering, dihitung 2,5 – 3,2% dari bobot badan. Misal seekor sapi berbobot badan 345 kg maka kebutuhan BK ialah 10,35 kg/ekor/hari, dengan perbandingan hijauan kering dan konsentrat campuran 40 : 60. Konsentrat terdiri dari Kingfeed, bekatul, pollard, ampas tahu dan hijauan berupa jerami fermentasi. Jumlah pemberian pakan dan kandungan nutrien konsentrat dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Jumlah Pemberian Pakan di Peternakan Gito Paraman Farm

No Jenis Pakan Jumlah (%)

1 Kingfeed 45

2 Bekatul 10

3 Pollard 18

4 Ampas Tahu 27

Total 100%

Sumber: Data Sekunder Peternakan Gito Paraman Farm, 2016 Tabel 4. Kandungan Nutrien Konsentrat

Nutrien Presentase (%)

Bahan Kering (BK) 70,06

Protein Kasar (PK) 16,52

Serat Kasar (SK) 14,08

Lemak Kasar (LK) 3,65

Total Digestible Nutrien 69,68

(10)

Kandungan bahan kering di dalam jerami fermentasi adalah 80 % dan diberikan pada sapi potong sebesar 6 kg, sedangkan kandungan bahan kering dalam konsentrat sebesar 70,06 yang diberikan pada sapi potong sebesar 10 kg.

Perhitungan rasio pemberian hijauan dan konsentrat untuk sapi potong adalah sebagai berikut:

BK Jerami Fermentasi =

BK Konsentrat =

4,8 kg BK + 7,00 kg BK = 11,8 kg BK

Jerami Fermentasi =

BK Konsentrat =

Rasio pemberian Hijauan dan Konsentrat untuk sapi potong sebesar 40% : 60%, Hal ini sesuai pendapat Nuschati (2003), yang menyatakan Pemberian konsentrat yang tinggi merupakan salah satu upaya untuk mempercepat proses pertumbuhan, produksi karkas dan daging dengan kualitas tinggi serta meningkatkan nilai ekonominya. Perbandingan pemberian pakan hijauan dan konsentrat untuk penggemukan sapi secara komersial antara 40% : 60% atau 30% : 70% dan maksimal 20% : 80%.

Kandungan PK dalam jerami fermentasi adalah sebesar 9,1% dari 4,8 kg BK sedangkan presentase PK pada konsentrat sebesar 16,52% dari 7,00 kg BK yang diberikan pada sapi potong. Perhitungan konsumsi PK pada induk sapi adalah sebagai berikut:

PK Jerami fermentasi = 80 100× 6 = 4,8 BK 70,06 100 × 10 = 7,00 BK 4,8 11,8× 100 = 40% 7,00 11,8× 100 = 60% 4,8 × 9,1 100= 0,43kg

(11)

PK Konsentrat =

0,43 kg + 1,1 kg = 1,53 kg Kadar PK ransum =

Kandungan TDN dalam jerami fermentasi adalah sebesar 54,60% dari 4,8 kg BK sedangkan TDN pada konsentrat sebesar 69,68% dari 7,00 kg BK yang diberikan pada sapi potong. Perhitungan konsumsi TDN pada sapi potong adalah sebagai berikut:

TDN jerami fermentasi =

TDN konsentrat =

2,62 kg + 4,87 kg = 7,49 kg Kadar TDN ransum =

Tabel 5. Kebutuhan Nutrisi Sapi Potong BB (Kg) PBB (Kg) BK (Kg) TDN (Kg) PK (Kg) Ca (g) P (g) Vit.A (g) Vit.D (g) 300 1 9,36 58,81 10,76 33,40 26,61 37,77 5,87 400 1 10,97 66,40 11,98 35,77 27,42 40,44 6,29 Sumber: NRC (1989)

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) di Peternakan Gito Paraman Farm berkisar 0,8 sampai 1,2 kg per hari. Kebutuhan PK dan TDN untuk sapi potong adalah sebesar 12,9% dan 66,90%. Hal ini sesuai pendapat NRC (1989), yang menyatakan bahwa sapi potong bobot badan 350 sampai 400 kg pertumbuhan bobot badan harian (PBBH) 1 kg per hari membutuhkan BK 11,2 Kg, PK 12 sampai 13%, dan TDN 65 sampai 70%.

7,00 ×16,52 100 = 1,1kg 1,53 11,8× 100% = 12,9% 4,8 ×63,10 100 = 2,62kg 7,00 ×69,68 100 = 4,87kg 7,49 11,8× 100% = 66,90%

(12)

Frekuensi pemberian pakan di Peternakan Gito Paraman Farm sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pagi dan siang hari. Pemberian konsentrat terlebih dahulu sebelum jerami kering selang waktu 60 menit, hal ini dikarenakan nutrien yang terkandung dalam konsentrat akan membantu mikrobia dalam rumen untuk mencerna jerami fermentasi akan lebih efisien. Hal ini sependapat dengan Saragih (2000), yang menyatakan bahwa pemberian konsentrat dan hijauan diatur dalam suatu teknik yang memberikan tingkat kecernaan ransum yang lebih tinggi. Jadwal pemberian pakan di Peternakan Gito Paraman Farm dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Jadwal Pemberian Pakan

Waktu Konsentrat Campuran Jerami Fermentasi

08.00 WIB 4,5 kg

09.00 WIB 3 kg

15.00 WIB 5,5 kg

16.00 WIB 3 kg

Sumber : Data Sekunder Peternakan Gito Paraman Farm

Cara pemberian pakan di Peternakan Gito PAraman Farm diberikan sesuai kebutuhan ternak. Sebelum pemberian pakan dan minum, palung pakan dan minum harus dibersihkan dahulu agar sisa pakan dan minum yang tidak termakan dan sudah kotor dapat diganti dengan pakan dan minum yang segar serta bersih. Pemberian pakan konsentrat dan jerami di lakukan di pagi dan sore hari, dalam pemberian konsentrat diberikan 60 menit sebelum jerami fermentasi dengan cara menaruh konsentrat campuran dalam ember dan menempatkannya pada palung pakan, sedangkan untuk jerami fermentasi di berikan di dalam palung pakan yang sudah tersedia. Pemberian air minum diberikan secara secara ad libitum (tidak terbatas), jadi jika sewaktu­waktu ternak membutuhkan minum ternak langsung bisa mendapatkannya. Hal ini sependapat dengan Sugeng (2003), yang menyatakan bahwa air merupakan bahan pakan utama yang tidak bisa diabaikan, tubuh hewan terdiri dari 70% air, sehingga air benar­benar termasuk kebutuhan utama yang tidak dapat diabaikan. Kebutuhan air bagi

(13)

ternak tergantung pada berbagai faktor yaitu kondisi iklim, bangsa sapi, umur dan jenis pakan yang diberikan. Air minum dalam tubuh ternak berfungsi sebagai transportasi melalui dinding­dinding usus ke dalam peredaran darah, mengangkut zat­zat sisa, sebagai pelarut beberapa zat dan mengatur suhu tubuh. Air minum sangat dibutuhkan bagi kesehatan sapi. Kebutuhan air minum sapi kurang lebih 20­40 liter/ekor/hari yang harus disediakan dalam kandang atau lebih baik diberikan secara ad libitum. F. Kesehatan Ternak

Pengendalian penyakit merupakan hal yang sangat penting dilakukan di setiap peternakan. Penyakit merupakan ancaman yang perlu diwaspadai oleh setiap peternak, walaupun penyakit tidak secara langsung mematikan ternak namun dapat menimbulkan masalah kesehatan berkepanjangan bila tidak segera ditangani. Penyakit juga dapat menghambat pertumbuhan ternak dan mengurangi produktivitas ternak. Pengendalian penyakit dilakukan dengan pencegahan penyakit misal dengan membersihkan kandang secara teratur, pemberian pakan yang baik, menjaga kebersihan kandang maupun ternak sapi itu sendiri, vaksinasi dan pemberian obat­obatan.

Pernyataan diatas sesuai dengan pendapat Pallawaruka (1999) bahwa Lebih utama dilakukan pencegahan penyakit daripada pengobatan karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak menjamin keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Pencegahanharus dilakukan secara komprehensif dan saling terkait yaitu mulai dari bakalan, pakan dan minum, kandang dan perawatan kebersihan setiap harinya.

Pada setiap usaha pasti terdapat hambatan atau kendala yang dapat menggangu kelancaran kegiatan produksi, tak terkecuali pada peternakan sapi potong. Salah satu kendala adalah mengenai kesehatan sapi yang kadang mengganggu. Penyakit yang sering menyerang sapi di peternakan ini adalah diare. Penyakit ini biasanya didiagnosa oleh pihak peternakan sendiri. Meskipun sapi terkadang terserang penyakit, pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi oleh Dinas Sosial dilakukan setiap 6 bulan sekali. Hal ini bertujuan agar ternak tidak mudah terserang oleh penyakit. Namun apabila ada tanda­

(14)

tanda suatu penyakit yang tidak dapat ditanggulangi oleh peternak sendiri barulah peternakan tersebut memanggil mantri hewan dari Dinas Sosial.

Diare merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Eschericia coli. Sapi yang terserang penyakit ini akan mengeluarkan feses yang banyak dan encer, bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan kematian. Bila sapi terserang diare akan ambruk dalam waktu 12­24 jam. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang dan lingkungan sekitar, serta dengan memberikan pakan yang baik untuk sapi. G. Pertambahan Bobot Badan (PBB)

Pengaruh jenis kelamin terhadap pertambahan bobot badan sudah jelas. Sapi jantan akan lebih cepat tumbuh atau mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi­sapi betina. Oleh karena itulah, para peternak lebih menyukai sapi jantan sebagai bakalan dalam usaha penggemukan. Pengaruh ransum atau pakan terhadap pertambahan bobot badan sudah ditunjukkan oleh berbagai hasil penelitian. Sapi yang digemukkan hanya dengan pemberian hijauan saja tidak akan mampu mencapai pertambahan bobot badan yang tinggi dengan waktu penggemukan yang relatif singkat. Pemberian konsentrat disamping pemberian hijauan pada penggemukan sapi tidak hanya meningkatkan pertambahan bobot badan, tetapi juga akan meningkatkan produksi karkas. Peningkatan produksi karkas akan berakibat pada harga penjualan sapi yang lebih mahal (Arianto, 2002).

Jenis sapi yang dipelihara di Peternakan Gito Paraman Farm yaitu Peranakan Simmental, Peranakan Limousin dan Peranakan Brangus. Sapi tersebut merupakan jenis sapi yang memiliki pertumbuhan yang cepat dan kualitas daging yang tinggi. Sapi tersebut cocok dipelihara di daerah iklim sedang. Sapi yang ada di peternakan ini biasanya berumur 18 bulan dan memiliki bobot badan awal sekitar 350 kg ­ 450 kg. Sapi­sapi tersebut kemudian di gemukkan selama 4­5 bulan untuk kemudian dijual. Setiap harinya pertambahan bobot badan sapi dapat mencapai 0,9­1 kg/ekor. Hal ini

(15)

bertujuan agar selama masa penggemukan dapat mencapai bobot badan yang tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Arianto (2002) bahwa pertambahan bobot badan sapi ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransum atau pakan yang diberikan dan teknik pengelolaanya. Sapi impor pada umumnya mempunyai pertambahan bobot badan yang tinggi dibandingkan dengan pertambahan bobot badan jenis sapi lokal. Akan tetapi, jenis sapi impor juga lebih membutuhkan ransum yang lebih banyak dan berkualitas dibandingkan dengan jenis sapi lokal. Diantara jenis sapi lokal, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Bali mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Namun perlu ditegaskan bahwa jenis sapi yang mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi belum tentu akan lebih ekonomis untuk digemukkan. Salah satu hal yang dapat dikemukakan adalah sapi­sapi yang mempunyai bobot badan yang lebih tinggi.

I. Manajemen Pemasaran

Sesuai pendapat Manullang (1988) bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan individu dan kelompok lainnya. Pemasaran juga didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan berpindahnya barang dari produsen pertama ke konsumen terakhir. Pemasaran diartikan sebagai suatu sistem keseluruhan dari kegiatan­kegiatan bisnis yang digunakan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Pemasaran di Peternakan Gito Paraman Farm dilakukan setelah ternak yang dipelihara mencapai bobot badan yaitu sekitar 500­600 kg dengan rata­ rata waktu pemeliharaan ternak sekitar 5­6 bulan. Sapi potong yang ada di peternakan memiliki kualitas daging yang tinggi. Sebelum memasarkan sapi perlu dilakukan penimbangan sapi, penentuan harga jual dan menentukan pasar tujuan. Pemasarannya dengan mendatangkan pedagang ke peternakan

(16)

untuk memilih ternak dan menentukan harga dengan pihak peternakan. Harga yang diperoleh tidak menentu tergantung dari kondisi sapi biasanya harga tawaran tertinggi yang akan dipilih oleh pihak peternakan. Harga jual sapi sekitar Rp. 20.000.000,00 hingga Rp. 30.000.000,00/ ekor.

Hal ini sesuai pendapat Arianto (2002) bahwa dalam bisnis sapi memang petani cenderung menjadi pihak yang mempunyai margin yang relatif kecil jika di bandingkan dari margin keuntungan yang di dapatkan oleh pedagang. Sehingga harus ada semacam asosiasi yang dapat memproteksi harga dan melindungi petani. Petani harus mau membuat kelompok atau asosiasi agar harga dapat dikendalikan maupun bekerja sama baik dari segi pemasaran, pengadaan pakan, maupun yang lainnya, sehingga biaya produksi dapat effisien. Sapi yang dipelihara harus mempunyai bobot badan lebih dari 500 kg untuk kemudian dijual di pasaran.

J. Penanganan Limbah Ternak

Limbah khususnya di bidang peternakan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah yang berupa kotoran sapi (feses dan urine) dan sisa pakan ternak merupakan media penyebarluasan mikroorganisme pathogen seperti jamur, bakteri, parasit dan bibit tanaman liar yang dapat merugikan manusia maupun ternak itu sendiri. Untuk menyelesaikan masalah tersebut maka perlu diadakan penanganan dan pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik baik padat maupun cair. Pengolahan limbah tersebut selain untuk mengurangi atau membersihkan mikroorganisme juga dapat menjadi sumber pendapatan tambahan dari penjualan pupuk tersebut.

Limbah yang ada di Peternakan Gito Paraman Farm yaitu berupa urine dan feses. Pengolahan limbah dimanfaatkan oleh pihak peternakan. Limbah tersebut sebagian besar diolah menjadi pupuk organik yang digunakan untuk memupuk ladang dan sawah sendiri.

Mahida (1992) menjelaskan bahwa limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat yang tidak mempunyai manfaat lagi bagi masyarakat. Untuk mencegah pencemaran atau untuk memanfaatkan

(17)

kembali diperlukan biaya dan teknologi. Dengan demikian diperlukan suatu penanganan yang serius terhadap limbah itu sendiri agar dapat dimanfaatkan,

Limbah sapi dapat berupa kotoran/ feses dan air seni. Setiap ekor sapi bisanya mengeluarkan feses kurang lebih 10 kg perhari. Jika dipehitungkan secara ekonomis akan menambah pendapatan petani peternak. Saat ini, limbah sapi yang dijadikan kompos atau pupuk organik banyak diminati masyarakat. Hal ini disebabkan harga pupuk kimia relatif mahal dan merusak fisik tanah. Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi sumber penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Sudono et al., 2003).

K. Analisis Usaha

1. Keadaan Umum Perusahaan a. Keadaan umum

1) Populasi ternak : 30 ekor

Terdiri dari 11 ekor peranakan Limousine, 14 ekor peranakan Simmental dan 5 ekor sapi Brangus.

2) Harga Bakalan : Rp 15.000.000,00 – Rp. 17.000.000,00 b. Kondisi produksi : Sapi potong diproduksi 30 ekor/produksi c. Wilayah pemasaran : Karanganyar dan Solo Raya

d. Proses produksi yang dijalankan

1) Aspek produksi : 1) Pembelian bakalan dilakukan setiap bulan tergantung ketersediaan bibit yang bagus di pasar hewan.

2) Penjualan dilakukan setiap 6 bulan sekali

3) Penjualan dilakukan dengan cara langsung dengan melihat sendiri ternak ke kandang

(18)

2) Pakan : Pakan diberikan dengan cara kering, pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari (konsentrat dan hijauan), konsentrat diformulasi sendiri dan jerami dari ladang sendiri.

3) Penanganan kesehatan : Diobati dari Dinas Sosial Daerah Karanganyar.

4) Prosesing hasil ternak : 1) Harga beli /kg Rp 45.000/ekor/kg 2) ADG rata­rata 0,9­1 kg/ekor/hari 5) Sumber daya yang dimiliki : Sumber daya ternak, alat­alat,

gudang, kandang dan SDM/tenaga kerja.

e. Penanggulangan limbah ternak/kotoran ternak : Diolah menjadi pupuk organik

f. Peran perusahaan dalam memberdayakan masyarakat sekitarnya:

Merekrut warga sekitar untuk bekerja di peternakan dan memberikan pupuk kepada warga sekitar.

g. SWOT analysis

1) Kekuatan : Kebutuhan sapi siap potong yang belum bisa mencukupi serta melimpahnya SDM dan SDA di daerah Karanganyar.

2) Kelemahan : Masih kekurangan bibit sapi potong unggul dan ketidak seragaman jenis sapi potong karena suplai sapi di masing­masing pasar berbeda dan tidak semua sapi yang diinginkan ada.

3) Peluang : Murahnya tenaga kerja di daerah tersebut dan biaya pakan dan lahan hijauan yang sangat terjangkau berbanding terbalik dengan harga daging sapi yang selalu naik.

(19)

2. Analisis Finansial

Dari data yang diperoleh saat wawancara maka dapat diketahui bahwa usaha penggemukan sapi potong dalam kurun waktu 1 periode penggemukan, yakni 6 bulan atau 180 hari sebagai dasar analisis usaha manajemen penggemukan sapi potong Peternakan Gito Paraman Farm (2016) adalah sebagai berikut :

1. Lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri.

2. Biaya pembangunan kandang sebesar Rp 150.000.000,00/kandang 3. Peralatan kandang yang dibutuhkan sebesar Rp 3.000.000,00/tahun 4. Sapi bakalan yang dipelihara sebanyak 30 ekor dengan harga awal Rp

15.000.000,00 – Rp, 17.000.000,00/ekor pada tahun 2016 dan berat badan sekitar 350­450 kg/ekor.

5. Sapi dipelihara selama 6 bulan atau 180 hari dengan penambahan berat badan sekitar 1 kg/ekor/hari.

6. Pakan yang dibutuhkan untuk satu periode :

 Pakan jerami ternak sebanyak 6 kg x 30 ekor x 180 hari x Rp 200,00/kg

 Konsentrat :

Kingfeed = 5 kg x 30 ekor x 180 hari x Rp 1.700,­ Bekatul = 1 kg x 30 ekor x 180 hari x Rp 1.800,­ Pollard Brand = 2 kg x 30 ekor x 180 hari x Rp 2.500,­ Ampas Tahu = 3 kg x 30 ekor x 180 hari x Rp 1.000,­

7. Sapi membutuhkan vitamin dan obat­obatan sebesar Rp 50.000/ekor/bulan.

8. Penyusutan kandang, bangunan dan peralatan 5% per tahun, dengan demikian penyusutan untuk satu periode adalah 2,5% dengan taksiran usia ekonomis 5 tahun.

(20)

A. Analisis usaha periode pertama dengan penjualan sapi 30 ekor. Tabel 7. Aspek Teknis Periode 1 Penggemukan

ASPEK TEKNIS

USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI PETERNAKAN GITO PARAMAN FARM ( PERIODE 1 PENGGEMUKAN )

NO KETERANGAN JUMLAH SATUAN

1 Pengadaan Sapi Bakalan :

A. Populasi Penggemukan 30 Ekor

B. Harga Sapi Bakalan 17.000.000,­ Rp/ekor C. Taksiran Bobot Awal Bakalan 380 kg/ekor 2 Periode Penggemukan :

A. Jumlah Bulan Penggemukan 6 Bulan

B. Jumlah Hari Penggemukan 180 Hari

3 Produksi Sapi Penggemukan :

A. Penambahan Bobot Ternak 1 kg/ekor/hari

B. Bobot Tercapai dalam 1 Periode 180 kg/ekor

C. Bobot Akhir Ternak 560 kg/ekor

D. Harga Jual Sapi Penggemukan 50.000x560 kg 4 Pakan :

A. Jerami 6 x Rp.200,­ kg/ekor/hari

B. Konsentrat 17 kg x 2 kg/ekor/hari

C. Harga Konsentrat 5.300,­ Rp/kg

5 Obat-Obatan & Vitamin :

A. Biaya Obat­Obatan dan Vitamin 50.000 Rp/bln 6. Lain lain

A. Biaya Transportasi 100.000 Rp/bln

B. Rekening Listrik 100.000 Rp/bln

C. Minyak/ Solar/ Bensin 300.000 Rp/bln

7 Peralatan Kandang 180.000 Rp/periode

8 Tenaga Kerja 10.800.000 Rp/periode

(21)

Periode 1 penggemukan dengan penjualan 30 ekor sapi

a. Investasi

1) Tanah, Kandang dan bangunan = Rp 350.000.000,00 2) Gudang pakan = Rp 20.000.000,00 3) Peralatan, lain­lain (pendukung) = Rp 20.000.000,00 Total investasi = Rp 390.000.000,00 b. Input

1) Fixed Cost/ periode a) Biaya Penyusutan

Kandang, bangunan, peralatan = Rp 9.750.000,00 b) Upah Tenaga kerja

Tenaga Kerja (3 orang @ 600.000)

Rp 600.000 × 6 bln = Rp 10.800.000,00 c) Rekening listrik Rp 100.000 × 6 bulan = Rp 600.000,00 d) Pajak Rp 25.000 × 6 bulan = Rp 150.000,00 e) Rekening air Rp. 30.000 × 6 bulan = Rp. 180.000,00 Total Fixed cost periode 1 = Rp 21.480.000,00 2) Variable Cost/ periode

a) Pembelian bakalan (30 ekor)

Rp 17.000.000,00 × 30 ekor = Rp 510.000.000,00 b) Pakan konsentrat (Rp 18.450.000/bulan)

Rp 18.450.000,00 × 6 bulan = Rp 110.700.000,00 c) Pakan Hijauan Kering (Rp 1.800.000/bulan)

Rp 1.800.000,00 x 6 bulan = Rp 10.800.000,00 d) Obat/vitamin/vaksin

(22)

e) Biaya transportasi

Rp 100.000 × 6 bulan = Rp 600.000,00 f) Peralatan (sapu, ember, sekop, dll)

Rp 30.000 × 6 bulan = Rp 180.000,00 g) Minyak/solar/bensin

Rp 300.000 × 6 bulan = Rp 1.800.000,00 Total Variable cost periode 1 = Rp 634.380.000,00 Total Biaya =Rp 21.480.000,00 + Rp 634.380.000,00

= Rp 655.860.000,00 c. Output

Penjualan sapi = 30 ekor x 560 kg x Rp 50.000,00 = Rp 840.000.000,00

(23)

B. Analisis usaha periode kedua dengan penjualan sapi 30 ekor. Tabel 8. Aspek Teknis Periode 2 Penggemukan

ASPEK TEKNIS

USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI PETERNAKAN GITO PARAMAN FARM ( PERIODE 2 PENGGEMUKAN )

NO KETERANGAN JUMLAH SATUAN

1 Pengadaan Sapi Bakalan :

A. Populasi Penggemukan 30 Ekor

B. Harga Sapi Bakalan 16.000.000,­ Rp/ekor C. Taksiran Bobot Awal Bakalan 370 kg/ekor 2 Periode Penggemukan :

A. Jumlah Bulan Penggemukan 6 Bulan

B. Jumlah Hari Penggemukan 180 Hari

3 Produksi Sapi Penggemukan :

A. Penambahan Bobot Ternak 1 kg/ekor/hari

B. Bobot Tercapai dalam 1 Periode 180 kg/ekor

C. Bobot Akhir Ternak 550 kg/ekor

D. Harga Jual Sapi Penggemukan 43.000x550 kg 4 Pakan :

A. Jerami 6 x Rp.200,­ kg/ekor/hari

B. Konsentrat 17 kg x 2 kg/ekor/hari

C. Harga Konsentrat 5.300,­ Rp/kg

5 Obat-Obatan & Vitamin :

A. Biaya Obat­Obatan dan Vitamin 50.000 Rp/bln 6. Lain lain

B. Biaya Transportasi 100.000 Rp/bln

C. Rekening Listrik 100.000 Rp/bln

D. Minyak/ Solar/ Bensin 300.000 Rp/bln

7 Peralatan Kandang 180.000 Rp/periode

(24)

Periode 2 penggemukan dengan penjualan 30 ekor sapi

a. Input

1) Fixed Cost/ periode a) Biaya Penyusutan

Kandang, bangunan, peralatan = Rp 9.750.000,00 b) Upah Tenaga kerja

Tenaga Kerja (3 orang @ 600.000)

Rp 600.000 × 6 bln = Rp 10.800.000,00 c) Rekening listrik Rp 100.000 × 6 bulan = Rp 600.000,00 d) Pajak Rp 25.000 × 6 bulan = Rp 150.000,00 e) Rekening air Rp. 30.000 × 6 bulan = Rp. 180.000,00 Total Fixed cost periode 2 = Rp 21.480.000,00 2) Variable Cost/ periode

h) Pembelian bakalan (30 ekor)

Rp 16.000.000,00 × 30 ekor = Rp 480.000.000,00 i) Pakan konsentrat (Rp 18.450.000/bulan)

Rp 18.750.000,00 × 6 bulan = Rp 112.500.000,00 j) Pakan Hijauan Kering (Rp 1.800.000/bulan)

Rp 1.500.000,00 x 6 bulan = Rp 9.000.000,00 k) Obat/vitamin/vaksin

Rp50.000 × 6 bulan = Rp 300.000,00 l) Biaya transportasi

Rp 100.000 × 6 bulan = Rp 600.000,00 m) Peralatan (sapu, ember, sekop, dll)

Rp 30.000 × 6 bulan = Rp 180.000,00 n) Minyak/solar/bensin

(25)

Total Variable cost periode 2 = Rp 595.980.000,00 Total Biaya =Rp 21.480.000,00 + Rp 595.980.000,00

= Rp 617.460.000,00 b. Output

Penjualan sapi = 30 ekor x 550 kg x Rp 43.000,00 = Rp 709.500.000,00

(26)

ANALISIS CASHFLOW PENGGEMUKAN

Tabel 9. Analisis Cashflow di peternakan Gito Paraman Farm

NO URAIAN PERIODE 1 30 SAPI (Rp) PERIODE 2 30 SAPI (Rp) 1. BIAYA INVESTASI a. Pembangunan Kandang 350.000.000 b. Peralatan Kandang 20.000.000 c. Gudang Pakan 20.00.000 TOTAL BIAYA INVESTASI 390.000.000 BIAYA INVESTASI SELAMA 1 TAHUN Rp. 390.000.000,00 2. BIAYA VARIABEL

a. Hijauan Makanan Ternak (HMT) 10.800.000 9.000.000

b. Konsentrat 110.700.000 104.100.000

c. Pembelian Bakalan 510.000.000 480.000.000

d. Vitamin dan Obat­obatan 300.000 300.000

e. Biaya Transportasi 600.000 600.000

f. Peralatan 180.000 180.000

g. Minyak/solar/bensin 1.800.000 1.800.000

TOTAL BIAYA 634.380.000 595.980.000 BIAYA VARIABEL SELAMA 1 TAHUN Rp. 1.230.360.000,00

3. BIAYA TETAP / FIXED COST

a.Penyusutan Kandang dan Bangunan 9.750.000 9.750.000

b.Tenaga Kerja 10.800.000 10.800.000

c.Rekening Listrik 600.000 600.000

d.Pajak 150.000 150.000

e.Rekening Air 180.000 180.000

TOTAL BIAYA TETAP 21.480.000 21.480.000 BIAYA TETAP SELAMA 1 TAHUN Rp. 42.960.000,00

MODAL USAHA SELAMA 1 TAHUN Rp. 1.273.320.000,00 4. PENERIMAAN

a. Penjualan Sapi 840.000.000 709.500.000

TOTAL PENERIMAAN 840.000.000 709.500.000 BENEFIT SELAMA 1 TAHUN Rp. 1.549.500.000,00

(27)

1) Output-input analysis

Keuntungan = Output (total revenue) – Input (total cost) = Rp 1.549.500.000,00 – Rp 1.273.320.000,00 = Rp 276.180.000,00

Keuntungan/ekor = Rp 276.180.000,00 / 60 ekor = Rp 4.603.000,00

Output-input analysis yaitu analisa untuk mengetahui tingkat keuntungan. Keuntungan yang diperoleh di peternakan Gito Paraman Farm setiap satu ekor sapi di periode 2 yaitu Rp 4.603.000,00

2) Benefit Cost Ratio (BCR) BCR = Total benefit

Total cost

= Rp. 1.549.500.000,00 Rp. 1.237.320.000,00 = 1,2

Metode ini digunakan untuk menghitung present value dari cash in flow dibagi dengan present value dari cash out flow (Sugiono, 2009). Semakin besar B/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh perusahaan mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efisien (Soekartawi, 2003). Hal ini sesuai dengan analisis peternakan Gito Paraman Farm yang menghasilkan nilai BCR >1 yaitu 1,2 maka peternakan tersebut layak untuk dilanjutkan.

3) Payback period of credit (PPC) PPC = Investasi

Keuntungan

= Rp 390.000.000,00 Rp 276.180.000,00 = 1,5 tahun

Payback periode digunakan untuk muengukur lamanya waktu yang diperlukan untuk mengembalikan nilai investasi (initial investment) yang

x 1 tahun

(28)

dihitung dengan membagi investasi semua dengan cash in flow (Sugiono,2009). Hasil dari analisis payback period di peternakan Gito Paraman Farm dapat mengembalikan investasi 1,5 tahun mendatang. 4) Efisiensi Usaha

Efisiensi usaha = Keuntungan Investasi

= Rp 276.180.000,00 Rp 390.000.000,00

= 70 %

Efisiensi usaha merupakan cara untuk mengukur kemampuan atau tingkat efisiensi manajemen dalam suatu perusahaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Efisiensi usaha yang dijalankan oleh peternakan Gito Paraman Farm menghasilkan angka 70%. Seperti yang dijelaskan oleh Stice et al, (2005) bahwa efisiensi penggunaan sumber daya perusahaan dapat dievaluasi melalui rasio­rasio efisiensi. Rasio­rasio efisiensi yang umum digunakan adalah perputaran persediaan, perputaran piutang dan perputaran aktiva tetap.

5) Break event point (BEP) BEP (rupiah) = Total Biaya

Berat sapi total = Rp. 1.273.320.000,00 33.300

= Rp 38.237/Kg

Dalam menjalankan usahanya, peternak perlu untuk mengetahui titik impas (BEP). Suatu usaha dikatakan berada pada titik impas jika besar penerimaan sama dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Keuntungan diperoleh jika volume produksi atau harga jual melebihi volume produksi atau harga jual pada saat mencapai titik impas (Soekarwati, 2003). BEP dari peternakan Gito Paraman Farm sebesar Rp 38.237/kg artinya

x 100%

(29)

perusahaan tidak mengalami rugi maupun laba apabila menjual sapi dengan harga Rp. 38.237 /Kg.

6) Asset Turn Over (ATO)

ATO = Hasil produksi per tahun Modal

= Rp. 1.549.500.000,00 Rp. 1.273.320.000,00 = 1,3 kali

Asset Turn Over (ATO) dari perusahaan ini adalah 1,3 kali yang artinya perputaran aktiva perusahaan tersebut efektif pada 1,3 kali perputaran untuk menghasilkan penjualan. Total assets turn over merupakan perbandingan antara penjualan dengan total aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan perputarannya total aktiva dalam satu periode tertentu. Total assets turn over merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu (Sartono, 2001). 7) Rentabilitas (%) Rentabilitas = Laba Modal = Rp. 276.180.000,00 Rp. 1.273.320.000,00 = 21,6%

Menurut Husnan (2001), Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas perusahaan peternakan sapi potong Peternakan Gito Paraman Farm yaitu sebesar 21,6%.

x 100%

(30)

8) HPP = Variabel cost + Biaya penjualan (1% hasil produksi) + fixed cost = Rp. 1.230.360.000,00 + (1% x Rp. 1.549.500.000,00) + Rp

42.960.000,00

= Rp. 1.230.360.000,00 + Rp. 15.495.000,00 + Rp 42.960.000,00 = Rp. 1.288.815.000,00

Harga pokok penjualan (HPP) yaitu semua biaya yang muncul dalam rangka menghasilkan suatu produk hingga produk tersebut siap untuk dijual. Hasil analisis diatas HPP yang dihasilkan Peternakan Gito Paraman Farm yaitu 1.288.815.000,00 hal ini berarti bahwa biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi barang dan jasa dapat dihubungkan secara langsung dengan aktifitas proses yang membuat produk barang dan jasa tersebut siap dijual.

9) Earning Before Interest and Tax (EBIT)

EBIT = (Hasil produksi – HPP) – biaya administrasi (1% hasil produksi) = (Rp 1.549.500.000,00 ­ Rp. 1.288.815.000,00) – Rp. 100.000,00 = Rp 260.585.000,00 (merupakan laba yang diperoleh sebelum

dipotong pajak)

EBIT merupakan rasio yang mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan (Munawir, 2001). EBIT atau laba yang dihasilkan peternakan Gito Paraman Farm yaitu sebesar Rp 260.585.000,00 sebelum dipotong pajak.

10) Profit Margin

Profit Margin = EBIT Hasil Produksi = Rp 260.585.000,00 Rp 1.549.500.000,00 = 16,8% x 100% x 100%

(31)

Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan, rasio ini akan menggambarkan penghasilan bersih perusahaan berdasarkan total penjualan (Munawir,2001). Profit margin yang didapatkan di usaha peternakan Gito Paraman Farm yakni sebesar 16,8% artinya peternakan tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

11) Return of Investment (ROI) ROI = ATO x Profit Margin

= 1,3 x 16,8% = 21,84%

Menurut Purnomo (2010) jika ROI > dari tingkat suku bunga yang berlaku yaitu sebesar 12% maka perusahaan ini layak untuk dilaksanakan sebaliknya, jika ROI < dari tingkat suku bunga yang berlaku maka usaha ini tidak layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis menunjukkan nilai ROI sebesar 21,84%. Artinya bahwa ROI yang ada di Peternakan Gito Paraman Farm ini lebih besar dari tingkat suku bunya yang berlaku, maka perusahaan ini layak untuk dilaksanakan.

Gambar

Tabel 3. Jumlah Pemberian Pakan di Peternakan Gito Paraman Farm
Tabel 5. Kebutuhan Nutrisi Sapi Potong  BB  (Kg)  PBB (Kg)  BK  (Kg)  TDN (Kg)  PK  (Kg)  Ca  (g)  P  (g)  Vit.A (g)  Vit.D (g)  300  1  9,36  58,81  10,76  33,40  26,61  37,77  5,87  400  1  10,97  66,40  11,98  35,77  27,42  40,44  6,29  Sumber: NRC (198
Tabel 6. Jadwal Pemberian Pakan
Tabel 8. Aspek Teknis Periode 2 Penggemukan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Plato bahwa demokrasi adalah pemerintahan yang dipegang oleh rakyat. Plato juga menyatakan bahwa demokrasi bukan merupakan hasil pemerosotan dalam pelaksanaan sistem

Sementara Cikini Retail dan Plaza Menteng yang terintegrasi dengan hotel budget Formule-1, pada tahun 2010 memberikan kontribusi masing-masing 6% dan 4% dari pendapatan

Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat, maka tarif retribusi pelayanan kesehatan pada RSUD yang diatur dalam Perauran Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 7 Tahun

Sedangkan pada tanaman dengan dosis mikoriza dosis 6 gr, 8 gr, dan 10 gr jumlah daun tidak mengalami penurunan yang disebabkan adanya simbiosis dengan mikoriza sehingga

Guna pembuktian kualifikasi, diharapkan saudara membawa semua data dan informasi yang sah dan Asli sesuai dengan Data I sian Kualifikasi yang diminta dan yang saudara sampaikan

Teknik total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2004) Pada penelitian ini sampelnya adalah seluruh

LETAK ASTRONOMIS DAN GEOGRAFIS WILAYAH INDONESIA. DISUSUN OLEH:

[r]