• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERHITUNGAN BIAYA KERUSAKAN DAN KARBON DALAM BIAYA EKSTERNALITAS PEMBANGKIT LISTRIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERHITUNGAN BIAYA KERUSAKAN DAN KARBON DALAM BIAYA EKSTERNALITAS PEMBANGKIT LISTRIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERHITUNGAN BIAYA KERUSAKAN DAN KARBON DALAM BIAYA

EKSTERNALITAS PEMBANGKIT LISTRIK

COST CALCULATION OF DAMAGE, AND CARBON IN EXTERNALITIES

COST POWER PLANT

Mochamad Nasrullah1, Arie Heru Kuncoro2 1Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir (PKSEN)-BATAN

2Direktorat EBTKE-ESDM

Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710 Telp/Fax : (021) 5204243

nasr@batan.go.id

Abstrak

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, pemerintah berupaya meningkatkan penggunakan energi baru terbarukan dalam pembangkitan listrik. Penelitian ini bertujuan melakukan kajian biaya ekster-nalitas pembangkit listrik berbahan bakar fosil, dan berdasarkan hasil kajian tersebut dapat diketahui kebijakan harga listrik dari pembangkit listrik energi terbarukan secara tepat. Metode yang digunakan adalah Impact Pathways Assessment yaitu memperkirakan dampak kerusakan lingkungan (dampak kesehatan bagi manusia), akibat pencemaran udara pada operasional pembangkit listrik yang dikon-versikan dalam bentuk uang (monetary valuation) berupa biaya eksternalitas. Perhitungan biaya ek-sternalitas merupakan gabungan dari biaya kerusakan yang diakibatkan oleh emisi PM10, SO2 dan NOx dengan biaya karbon (carbon tax) akibat emisi CO2. Dengan asumsi carbon tax sebesar 10 $US/ MTCO2 berakibat biaya eksternal carbon tax rata-rata menjadi sebesar 2 mills$/kWh. Hasil perhi-tungan menunjukkan biaya eksternalitas yang terkecil adalah PLTP Kamojang sebesar 0,0054 cents$/ kWh dan terbesar adalah PLTU Sicanang Belawan sebesar 2,600 cents$/kWh. Penyebab besarnya biaya eksternalitas carbon tax adalah heating value dari bahan bakar dan biaya karbon. Sedangkan besarnya biaya eksternalitas dari kerusakan emisi polutan akibat besarnya tingkat emisi polutan. Per-bandingan biaya eksternalitas menunjukkan pembangkit EBT bisa lebih kompetitif dari pada pem-bangkit fosil. Perencanaan pengembangan pempem-bangkit listrik, jika hanya mempertimbangkan aspek ekonomi, maka energy fosil di masa mendatang tetap mendominasi. Dengan memasukkan faktor ek-sternalitas diharapkan perencanaan pengembangan pembangkit listrik menjadi paradigma pem-bangunan berkelanjutan.

Kata kunci : Biaya kerusakan, biaya karbon, biaya eksternalitas, energi baru terbarukan, pembangkit

listrik

Abstract

To meet the need for electricity, the government seeks to increase the use of renewable energy in elec-tricity generation. This research aims to assess external costs of fossil-fueled power plants, and based on these results it can be seen that electricity pricing policy of renewable energy power plants appro-priately. The method used is Impact Assessment Pathways estimating the environmental impacts (impacts to human health), air pollution in power plant operations are converted into money (monetary valuation) in the form of external costs. Calculation of external costs is a combination of the cost of damage caused by emissions of PM10, SO2 and NOx at a cost of carbon (carbon tax) as a

result of CO2 emissions. Assuming a carbon tax of $ 10 US / MTCO2 result in the external costs of

car-bon tax amounting to an average of $ 2 mills / kWh. The calculations show that the smallest of exter-nalities is the smallest of geothermal power plants Kamojang $ 0.0054 cents / kWh and is the largest Sicanang Belawan power plant for $ 2.600 cents / kWh. The cause of the high cost of externalities of a carbon tax is the heating value of the fuel and carbon costs. While the magnitude of the externality costs of damage caused caused by the level of pollutant emissions of pollutant emissions. Comparison of external costs of renewable energy plants could indicate more competitive than fossil plants. Plan-ning the development of power generation, if only consider the economic aspects, fossil energy in the future continue to dominate. By using the externalities factors expected power development planning

(2)

into the paradigm of sustainable development.

Keywords: Cost of damage, the cost of carbon, the cost of externalities, renewable energy, power

generation

PENDAHULUAN

Menjaga agar kualitas udara selalu baik memang menjadi sulit dalam hubungannya dengan penduduk daerah perkotaan (urban) yang padat, maka akan ada suatu biaya, bukan dalam bentuk uang tunai atau biaya perusahaan, tetapi dalam bentuk kesehatan atau keadaan biologis, yaitu biaya yang berbentuk penyakit, atau bahaya bagi manusia dan kehidupan. Apabila biaya kesehatan ini terus meningkat, maka masyarakat harus berusaha mengatasi kerusakan dam-pak lingkungan yang menimbulkan damdam-pak kesehatan tersebut, dan mengeluarkan biaya sosial dalam bentuk pajak, insentif, kompensasi atau yang lain. Pembangkit listrik mengeluarkan berbagai macam polusi yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada kesehatan manusia, ekosistem alam, pertanian dan bahan bangunan. Estimasi biaya eksternalitas sangat penting digunakan dalam pengambilan keputusan. Metodologi yang digunakan untuk menghitung biaya eksternalitas telah dikembangkan oleh beberapa negara diantaranya adalah: EXMOD

[2], ISC[3], PATHWAYS[4], dan ECOSENSE[5].

International Atomic Energy Agency (IAEA) tahun 1998 telah mengembangkan metodologi untuk menghitung biaya kesehatan manusia akibat kegiatan pembangkit listrik, model tersebut dinamakan B-GLAD. Pada tahun 2002 model ini disempurnakan menjadi model SIMPACTS adalah model yang telah disempurnakan dan menjadi versi windows dan telah dikembangkan di negara Eropa[6].

Bagian dari model ini diantaranya adalah AIRPACT yang akan menghitung dampak kerusakan lingkungan akibat polusi udara yang disebabkan oleh beberapa emisi, pada kasus ini yaitu Partikculate (PM10), SO2

dan NO2 yang merupakan akibat dari kegiatan

pembangkit listrik. Dampak kerusakan lingkungan akan menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia, hasil pertanian dan bangunan. Dampak tersebut akan dinilai secara ekonomi dengan memperhitungkan GDP

(Gross Domestic Product) dan daya beli

masyarakat (Power Purchasing Parity), sehingga hasil perhitungannya mencerminkan keadaan yang sesungguhnya terjadi.

Kerusakan lingkungan dapat berupa lingkungan alam maupun lingkungan buatan, seperti: dampak polusi udara terhadap kesehatan, bangunan, tumbuhan, hutan dan pemanasan global, kecelakaan kerja dan penyakit serta gangguan kenyamanan karena kebisingan[1].

Apabila biaya setiap dampak kerusa-kan lingkungan yang menimbulkerusa-kan dampak kesehatan tidak diperhitungkan dalam harga listrik, maka hal ini disebut biaya eksternalitas. Biaya eksternal pembangkit listrik pada umumnya tidak diperhitungkan dalam perhitungan harga listrik. Biaya eksternal pembangkit listrik ini merupakan biaya yang ditanggung masyarakat dan lingkungan namun tidak masuk dalam perhitungan harga produsen tenaga listrik. Biaya pemeliharaan lingkungan dan biaya eksternal pembangkit listrik yang paling utama

(3)

adalah pada saat pembangkitan yang berupa dampak polusi udara terhadap kesehatan.

Di sisi lain, aktivitas dari pembangkit listrik mulai dari saat pembangunan, pengangkutan bahan bakar, pembangkitan, transmisi dan distribusi, serta pembuangan limbah merupakan sumber dari munculnya biaya eksternal.

Saat ini, bauran energi nasional didominasi oleh pembangkit listrik tenaga fosil, seperti batubara, minyak bumi, maupun gas. Batubara pada tahun 2015 diperkirakan akan menjadi bahan bakar yang paling besar pangsanya dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Penggunaan batubara dalam volume besar perlu mendapat perhatian yang serius karena batubara lebih besar dampaknya terhadap lingkungan bila dibandingkan dengan penggunaan BBM dan gas bumi. Di sisi lain pembangkit tenaga batubara berpotensi berpengaruh terhadap lingkungan, hal ini merupakan biaya eksternal yang tidak masuk dalam perhitungan harga jual tenaga listrik.

Tenaga listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penggunaan tenaga listrik di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. PLN merupakan perusahaan yang memasok sebagian besar dari kebutuhan tenaga listrik, disamping perusahaan listrik swasta

(Independent Power Producer, IPP).

Eksternalitas merupakan suatu efek samping dari aktivitas pihak tertentu terhadap pihak lain yang dapat menguntungkan maupun merugikan. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, eksternalitas timbul karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, pemerintah berupaya meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan dalam pembangkitan listrik. Namun saat ini investasi energi baru terbarukan masih mahal. Di sisi lain apabila biaya eksternalitas diperhitungkan, maka pembangkit energi baru terbarukan dapat kompetitif dan memiliki daya saing dengan pembangkit berbahan fosil.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah melakukan kajian biaya eksternalitas pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan energi terbarukan. B, berdasarkan hasil kajian tersebut dapat diketahui kebijakan harga listrik dari pembangkit

listrik energi terbarukan secara tepat. Diharap-kan hasil kajian ini dapat memfasilitasi berbagai kepentingan stakeholder dalam mengembangkan energi terbarukan melalui kebijakan-kebijakan pengembangan peman-faatan energi dengan mempertimbangkan biaya eksternalitas

.

METODOLOGI

Lingkup pembangkit listrik yang distudi meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara dan minyak, Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP). Metode dalam kegiatan kajian ini meliputi: (i) Studi literatur terkait biaya eksternalitas (biaya lingkungan) dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil (batubara, minyak dan gas bumi) di beberapa negara dan kajian terhadap kebijakan energi

(4)

(secara umum) dan kebijakan pengembangan energi terbarukan (secara khusus); (ii) Survei untuk pengumpulan data potensi energi berbahan bakar fosil dan energi terbarukan di beberapa wilayah di Indonesia sebagai bahan dasar kajian biaya eksternalitas; (iii) Analisis data menggunakan Impact Pathways Assessment (IPA)[6], guna menentukan sumber

karakteristik pembangkit. Pada tahap analisis, data yang dimasukkan adalah data yang berhubungan dengan emisi dan pembangkit listrik, karakteristik bahan bakar, perubahan penyebab pencemaran udara dari pembangkit listrik serta efisiensi dari alat pengendali polusi. Penentuan sumber karakteristik pembangkit listrik dengan cara memasukkan faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi pencemaran udara akibat kegiatan pembangkit listrik. Dalam hal ini, terdapat 4 sumber karakteristik yang akan dipertimbangkan, yaitu sumber lokasi, jenis sumber emisi, parameter cerobong, dan emisi polutan.

Analisis Polutan Yang Terdispersi Udara

Daerah lokal yang dianalisis adalah wilayah lokal yang berjarak radius 50 km x 50 km dari sumber emisi. Model sebaran udara menggunakan Gaussian Plume Atmospheric

Dispersion guna memprediksi konsentrasi

pa-da tempat atau jarak tertentu. Asumsi papa-da prediksi ini adalah konsentrasi polutan diukur pada kondisi maksimum di atas permukaan tanah.

Analisis Exposure-Response Function

Analisis untuk perhitungan ERF[7] dapat digunakan rumus sebagai berikut:

ERF Slope = IRR x Incidence rate x F pop ... (1)

Atau juga bisa dirumuskan

ERF Slope = IRR x Base Line ……...(2) Dimana :

ERF (Exposure Response Function) Slope adalah hubungan konsentrasi ambien polutan yang menyebabkan dampak pencemaran udara pada penduduk (kasus/tahun.orang.µg/m3 )

IRR (Increased Risk Ratio) adalah perubahan (persen) pada suatu kasus penyakit yang ada di kalangan penduduk per unit perubahan dalam konsentrasi ambien (persen/µg/m3).

Base line adalah tingkat nominal kasus

penyakit pada setiap jumlah kasus per orang ( kasus/ tahun. orang).

Incident rate adalah tingkat setiperbandingan

antara suatu kejadian dengan jumlah penduduk yang mempunyai risiko kejadian tersebut, menyangkut interval waktu tertentu (kasus/ tahunjumlah penduduk).

F pop adalah bagian dari jumlah total penduduk yang dipengaruhi oleh kesehatan (orang).

Analisis Dampak Kerusakan Lingkungan

Dampak kerusakan lingkungan, dihitung menggunakan rumus[8]:

D = P x C x ERF……...(3) Dimana:

D : Kerusakan lingkungan oleh emisi polutan dari Pembangkit Listrik (kasus/ tahun)

P : Jumlah penduduk pada lokasi (orang) C : Tambahan konsentrasi emisi polutan

pada lokasi (mg/m3)

ERF : Koefisien fungsi Exposure-Response, (jumlah kasus kejadian per kapita per 1 mg/m3)

(5)

Analisis Perhitungan Biaya Eksternalitas Dampak Kerusakan Lingkungan

Berdasarkan hasil perhitungan kerusakan lingkungan (dampak kesehatan bagi manusia), maka akan dapat dihitung atau dikonversikan eksternalitas[9] dalam bentuk

uang (monetary valuation) berupa biaya eksternalitas. Pada kasus ini perhitungan biaya eksternalitas[8] dirumuskan sebagai berikut:

WTP = D E (DM , Y) ………...(4) atau menggunakan perhitungan biaya

MD = D x B x (DM Y1 / DM Y2)ε ...(5) Dimana:

WTP : Kesediaan untuk membayar. D E : Fungsi pengeluaran.

D : Kerusakan lingkungan oleh emisi polutan dari Pembangkit Listrik (kasus/tahun).

DM : Daya Beli Masyarakat (US$). Y : Pendapatan Individu (US$). B : Biaya Kesehatan (US$) Y1 : Pendapatan Propinsi 1 (US$) Y2 : Pendapatan Propinsi 2 (US$)

MD : Monetary Damage (Biaya eksternali-tas) Daerah penelitian dan sekitarnya (US$/kasus/tahun)

ε : elastisitas yang digunakan

Asumsi-Asumsi dalam perhitungan Biaya Eksternalitas

Dalam penelitian ini, asumsi yang digunakan dikelompokkan berdasarkan daya terpasang, tinggi dan diameter cerobong serta suhu gas buang pada pembangkit listrik. Secara rinci parameter pembangkit listrik dapat dapatdisajikan pada Tabel 1.

Kecepatan gas buang pada pembangkit listrik rata-rata antara 15 sampai dengan 16 meter per detik. Sumber data yang digunakan pada model, seperti disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut.

Data Reseptor (Penerima)

Reseptor adalah segala sesuatu yang positif atau negatif yang dipengaruhi oleh adanya polutan tertentu, seperti kesehatan manusia, tanaman pertanian, bahan bangunan, dan lain-lainnya. Untuk dampak kesehatan, kelompok reseptor atau resiko bisa terdiri dari dewasa, anak, lansia, asma, dan lain-lain. Data masukan untuk menu data reseptor di Program AIRPACTS membutuhkan kepadatan penduduk lokal dan regional (person/km2) serta ukuran domain lokal (km) yang rata-rata di daerah tanah dan perairan. Populasi regional adalah jumlah orang yang hidup dalam radius 1000 kilometer. Penduduk setempat adalah jumlah orang yang berada dalam domain lokal dalam radius 50 kilometer. Ukuran dari domain lokal berpusat di sumber emisi atau area seluas 50 kali 50 kilometer, dengan radius setara dengan 50 kilometer[11]

Parameter Daya Terpasang Daya Mampu Pembangkitan Listrik net Tinggi Cerobong Diameter Cerobong Kecepatan Gas Buang Suhu Gas Buang Tinggi Cerobong Efektif

Satuan MWe MWe GWh/tahun m m m/s C M

PLTU Suralaya 2640 2456 14.968 240 6 24 72 357

PLTU Muara Karang

500 485 3.624 107 5,5 15,5 101 234

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter yang diduga mempengaruhi kualitas udara yang berhubungan dengan pembangkit listrik sesuai dengan model yang digunakan, diantaranya adalah, sumber lokasi, parameter cerobong, kecepatan aliran gas, jenis sumber emisi dan emisi polutan. Sumber koordinat, yaitu berupa berapa derajat (°) letak atau posisi sumber lokasi yang menjadi penelitian akan menentukan tingkat pencemaran udara. Hal ini disebabkan pengaruh kecepatan angin, arah angin, suhu udara, curah hujan, kelembaban nisbi udara yang pada tiap-tiap wilayah akan berbeda-beda hasilnya. Terdapat 6 sumber lokasi yang disediakan model yaitu: rural yang diberi kode 0, small urban yang diberi kode 1, medium urban yang diberi kode 2, large urban yang diberi kode 3, 25 km dari large urban yang diberi kode 4, 40 km dari large urban yang diberi kode 5, lebih dari 40 km dari large

urban yang diberi kode 6.

Pencemaran udara yang terjadi dipengaruhi ketinggian cerobong. Hal ini disebabkan semakin tinggi cerobong, emisi polutan akan semakin terdispersi ke udara dan bergerak semakin menjauh dari sumber lokasi sehingga dampak kerusakan yang terjadi pada

penduduk di sekitar lokasi juga akan semakin kecil.

Sedangkan semakin lebar diameter cerobong maka emisi polutan yang dikeluarkan cerobong akan semakin terdispersi di dalam cerobong tersebut dan akan dikeluarkan cerobong dalam keadaan sudah tersebar sehingga akan semakin terdispersi saat dikeluarkan di cerobong, sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran udara di wilayah sekitar. Ke-cepatan aliran gas yang semakin tinggi akan mengemisikan polutan keluar semakin tinggi sehingga terdispersi ke udara dan menyebabkan dampak pencemaran udara ke wilayah sekitar berkurang. Suhu udara yang semakin tinggi akan lebih cepat menguraikan partikel dan gas ke udara sehingga dapat mengurangi dampak kerusakan di wilayah sekitar.

Emisi polutan yang terdispersi udara dihitung dengan menggunakan data meteorologi berupa data arah angin, kecepatan angin, suhu udara ambient, pasquill stability

class, rural mixing height, urban mixing height.

Data meteorologi tersebut diambil dalam setahun dan terperinci dari setiap jam, setiap hari, setiap bulan. Setelah didapatkan dan dimasukkan data meteorologi tersebut pada model, maka dengan model Gaussian yang PLTGU Tambak Lorok 1.086 1.086 3.838 100 4 15 210 100 PLTGU Gresik 1578 1531 11.440 65 5,7 14,7 105 211 PLTD Pesang-garan 260 260 10.462 60 3,3 16 129,7 60 PLTU Sicanang Belawan 260 260 10.462 60 3,3 16 129,7 60 PLTGU Sicanang Belawan 817,53 817,53 3613 46 5,2 16 131,2 46 PLTG Sambera 40 38,4 180,14 70 1,5 15,5 125 70 PLTSa Bantar Gebang 14,4 14,4 45 20 0,5 15 600 20 PLTA Cirata 1008 1000 1166 PLTP Kamojang 200 200 3145

(7)

sudah diprogram pada model bersama data lain akan dihitung rata-rata konsentrasi emisi polutan yang digunakan untuk mengetahui dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh emisi polutan akibat kegiatan PLTU tersebut. Hasil perhitungan biaya eksternalitas untuk kerusakan atau emisi polutan terhadap kesehatan manusia dapat dilihat pada Tabel 2. Emisi polutan yang terdispersi udara dihitung dengan menggunakan data meteorologi berupa data arah angin, kecepatan angin, suhu udara ambient, pasquill stability class, rural mixing

height, urban mixing height. Data meteorologi

tersebut diambil dalam setahun dan terperinci dari setiap jam, setiap hari, setiap bulan. Setelah didapatkan dan dimasukkan data meteorologi tersebut pada model, maka dengan model Gaussian yang sudah diprogram pada model bersama data lain akan dihitung rata-rata konsentrasi emisi polutan yang digunakan un-tuk unun-tuk mengetahui dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh emisi polutan akibat kegiatan PLTU tersebut. Hasil perhitungan biaya eksternalitas untuk kerusakan atau emisi polutan terhadap kesehatan manusia dapat dilihat pada Tabel 2.

Dampak kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh emisi polutan yang terdispersi udara dapat menimpa penduduk (local population), untuk local population dihitung dari jumlah penduduk, luas area wilayah dan kepadatan penduduk (local

density) di sekitar sumber lokasi pembangkit

listrik tersebut (50 km dari sumber lokasi). Pada parameter ini juga dianalisis inventory

pollutant, yaitu spesifikasi data polutan berupa

tingkat emisi polutan (ton/tahun) terdiri atas

particulate (debu), gas SO2 dan NO2,

selanjutnya dihitung pula depletion velocity (cm/detik). Kemudian hasil yang diperoleh

dikonversi untuk dapat dimasukkan ke dalam model.

Setelah dihitung dampak kerusakan lingkungan (kesehatan) yang menggunakan perkalian antara jumlah penduduk, tingkat konsentrasi emisi polutan dan ERF, maka langkah selanjutnya adalah dihitung biaya eksternalitas yang merupakan perkalian dari biaya kesehatan dengan dampak kerusakan lingkungan (kesehatan). Sesuai dengan metodologi yang digunakan yang harus diketahui pertama kali adalah Produk Domestik Bruto (PDB) tahun penelitian dan PDB tahun sebelumnya baik PDB dengan harga konstan Tabel 2. Biaya Kerusakan/Emisi Pada Pembangkit Listrik (cents/kWh )

Keterangan PM10 Nitrates Sulfates NOx SO2 Biaya Kerusakan/ Emisi

PLTU Suralaya 0,418 0,009 0,008 0,006 0,013 0,454

PLTU Muara Karang - 0,055 - 0,03 - 0,085

PLTGU Tambak Lorok 0,131 0,013 0,012 0,002 0,024 0,182

PLTGU Gresik - 0,022 0,021 0,019 0,003 0,064

PLTD Pesanggaran 0,22 0,241 0,229 0,004 0,001 0,695

PLTU Sicanang Belawan 0,065 0,189 0,18 0,002 0,039 0,475

PLTGU Sicanang Belawan 0,163 0,055 0,052 0 0 0,27

PLTG Sambera 0 0,048 0,046 0 0 0,094

(8)

maupun PDB harga berlaku. Langkah selanjutnya harus diketahui tingkat inflasinya yang digunakan untuk mengetahui daya beli masyarakat wilayah yang diteliti, kemudian akan dihasilkan rasio yang sudah disesuaikan. Rasio yang disesuaikan ini digunakan untuk menghitung biaya kesehatan yang terjadi di daerah tersebut sehingga dapat dihasilkan keadaan sesungguhnya yang terjadi pada daerah tersebut. Data biaya kesehatan selanjutnya dimasukkan pada model untuk bersama data lain dihitung dengan menggunakan program akan didapatkan hasil berupa biaya eksternalitas.

Paket program untuk menghitung biaya eksternal yang digunakan PLTA Cirata adalah

Hydropact. Pada PLTA biaya eksternal bisa

berupa biaya eksternal pemindahan penduduk, ganti rugi tanah, kegagalan pembuatan dam/ bendungan, kehilangan produksi pertanian dan peternakan, kehilangan alam dan budaya sumber daya, peningkatan insiden penyakit, serta emisi. Jenis emisi yang diperhitungkan pada Hydropact mencakup SO2, NOx, CH4,

CO2 dan GHG (gas rumah kaca lainnya).

Dengan menggunakan data-data hasil survey dan diinput ke dalam Hydropact diperoleh bahwa biaya eksternalitas PLTA Cirata adalah 0,1317 sen USD/kWh[11].

Pada pembangkit listrik tenaga panas bumi tidak ada pembakaran. Uap yang digunakan untuk memutar turbin berasal langsung dari perut bumi dan setelah mengalami konsensasi di kondensor diinjeksikan kembali ke bumi. Biaya eksternal PLTP sangat kecil sekali atau bisa dikatakan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang berarti. Dari suatu sumber diketahui bahwa

biaya ekternal PLTP hanya berkisar 0,0054 sen USD/kWh[11].

Biaya eksternalitas akibat kerusakan atau emisi terhadap kesehatan manusia

Dalam penelitian ini dihitung biaya eksternalitas dari pembangkit listrik dengan menggabungkan biaya kerusakan akibat emisi polutan dan biaya karbon akibat emisi karbon. Biaya eksternalitas terdiri atas biaya kerusakan akibat pencemaran yang dikeluarkan pembangkit listrik (polusi seperti PM10, SOx

dan NOx), juga mengingat dampak kesehatan

yang akan dihitung dengan menggunakan paket program Airpact untuk mendapatkan biaya eksternal dari masing-masing pembangkit. Setelah dihitung dampak kerusakan lingkungan (kesehatan) yang menggunakan perkalian antara jumlah penduduk, tingkat konsentrasi emisi polutan dan ERF, maka langkah selanjutnya adalah dihitung biaya eksternalitas yang merupakan perkalian dari biaya kesehatan (penyakit yang berkaitan dengan pernafasan) dengan dampak kerusakan lingkungan

Biaya Karbon (Carbon Tax)

Carbon Tax adalah suatu pajak yang dikenakan terhadap kandungan karbon yang terdapat pada bahan bakar, atau dengan kata lain Carbon tax merupakan pajak yang dikenakan atas emisi karbon dioksida dari hasil pembakaran bahan bakar fossil. Carbon

tax juga dikenal dengan istilah Carbon dioxide tax atau CO2 tax.

Gas Karbon dioksida (CO2) merupakan

gas yang tergolong tidak mematikan atau gas yang tidak langsung menimbulkan kerusakan, namun apabila jumlah yang terkandung di

(9)

dalam atmosfer bumi meningkat, maka akan terjadi radiasi yang dapat menyelubungi bumi sehingga menyebabkan efek rumah kaca yang akan menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim dunia yang ekstrim. Berbeda dengan bahan bakar fossil yang melepaskan atom karbon, terdapat beberapa sumber energi yang berpotensi besar untuk dikembangkan dan tidak berdampak negatif bagi lingkungan karena tidak menimbulkan gas karbon dioksida, antara lain tenaga angin, sinar matahari, dan tenaga air. Berdasarkan alasan tersebut, maka Carbon tax atau CO2 tax adalah

pajak yang efektif untuk dikenakan terhadap pemakaian bahan bakar fosil. Pemajakan atas suatu kerusakan lingkungan tertentu merupakan salah satu dari sejumlah instrumen yang dapat digunakan untuk mengoreksi kegagalan pasar. Secara tradisional, kegagalan pasar tersebut dapat diatasi dengan regulasi yang dilakukan oleh Pemerintah, yang juga sering disebut dengan command and control

approach. Kenyataannya, pendekatan dengan

menggunakan metoda regulasi ini lebih diminati oleh para pembuat keputusan dalam melakukan manajemen atas lingkungan dengan alasan efektivitas.

Pada umumnya regulasi menawarkan sejumlah perlindungan yang lebih baik, namun regulasi tersebut tidak dapat meng-internalisasikan biaya-biaya sosial (social cost)

yang kadang timbul dari kegiatan perekonomian (produksi, distribusi, konsumsi). Biaya yang harus dibayarkan seorang konsumen belum mencerminkan biaya yang tergolong dalam social cost tersebut, dengan alasan tersebut maka produk kebijakan dengan pendekatan insentif menjadi alternatif terbaik dalam menginternalisasikan social cost

tersebut. Perhitungan biaya penghindaran karena carbon tax dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya pajak tersebut dan emisi CO2 dari pembangkit.

Pembangkit listrik berbahan bakar fosil akan mengeluarkan emisi CO2 yang besarnya

tergantung dari koefisien bahan bakarnya besarnya tergantung dari koefisien emisi bahan bakarnya. Pada Tabel 3 menunjukkan emisi CO2 untuk biaya karbon sebesar 10 $US/

MTCO2 setiap pembangkit, hasil perhitungan

biaya eksternalitas dari penetapan biaya karbon (carbon tax).

Total Biaya Eksternalitas

Pengambilan keputusan dalam pengembangan pembangkit saat ini tidak semata-mata didasarkan pada pertimbangan keekonomian, namun juga perlu pertimbangan lain seperti perlindungan lingkungan dan perubahan iklim. Untuk memperhitungkan faktor ini maka perhitungan ditambahkan biaya eksternal atau sering disebut biaya lingkungan.

Keterangan Kapasitas Pembangkit

(MWe) Heating Value(BTU/lb) hunan (tons C/yr) Emisi karbon ta- (cents/kwh) Carbon tax

PLTU-Suralaya 3.162 12.400 5.664.089 0,972 PLTU-Muara Karang 485 19.199 1.141.865 1,052 PLTGU-Tambak Lorok 1.033 19.199 947.760 0,740 PLTGU-Gresik 1.531 19.199 3.379.948 0,986 PLTD-Pesanggrahan 200 11.268 268.102 1,260 PLTU-Belawan 260 10.347 759.351 2,125 PLTGU-Belawan 818 10.913 1.328.742 1,223 PLTG-Sambera 38 19.588 46.921 0,580 PLTSa-Bantar Gebang 14 23.646 3.074 0,561

(10)

Biaya eksternal merupakan biaya kerusakan

(damage cost) lingkungan dan biaya

penghindaran (avoidance cost) kerusakan lingkungan. Biaya kerusakan lingkungan ini berhubungan dengan polusi udara (NOX, SO2,

NMVOC, PM10, dan NH3), polusi air dan polusi

tanah yang dapat berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan publik (binatang, tumbuhan, tanah, bangunan atau benda yang bernilai budaya). Biaya penghindaran kerusakan lingkungan ini terkait dengan perubahan iklim karena emisi CO2. Dalam

perhitungan biaya eksternal ini dipertimbangkan melalui dispersi geografis, fungsi dose-response dan mempertimbangkan nilai uang serta faktor diskonto.

Biaya eksternal merupakan gabungan atau penjumlahan dari biaya kerusakan yang diakibatkan oleh emisi PM10, SO2 dan NOx

dengan biaya penghindaran akibat emisi CO2.

Total biaya eksternal dari pembangkit hasil survey ditunjukan pada Tabel 4 dan total biaya eksternalitas pada pembangkit listrik mills$/

kWh) dengan carbon tax 10 $US/MTCO2. Pada

Tabel 4 juga adalah biaya eksternalitas pada pembangkit listrik (mills$/kWh) dengan carbon

tax 20 $US/MTCO2.

Dari Tabel terlihat bahwa pada harga CER CO2 10 USD/ton dan 20 USD/ton, PLTU

Sicanang Belawan dengan bahan bakar MFO (Marine Fuel Oil) mempunyai biaya eksternal terbesar diikuti oleh PLTD Pesanggaran dengan bahan bakar HSD (High

Speed Diesel) PLTU Suralaya dengan bahan

bakar batubara, PLTU Muara Karang dengan bahan bakar HSD, PLTGU Gresik dengan bahan bakar gas, PLTGU Tambak Lorok dengan bahan bakar HSD (High Speed Diesel), PLTGU Sicanang Belawan dengan bahan bakar HSD, PLTG Sambera dengan bahan bakar HSD, PLTSa Bantar Gebang dengan bahan bakar Land-fill gas, PLTA Cirata dan PLTP Kamojang yang mempunyai biaya eksternal terkecil. Biaya penghindaran CO2 dari

pembangkit listrik tersebut sangat dipengaruhi oleh efisiensi dan faktor kapasitas.

AsumsiCarbon Tax 10 $US/MTCO2 Asumsi Carbon Tax 20 $US/MTCO2

Biaya Kerusakan /Emisi Biaya Carbon tax Total Biaya Eksternal Biaya Kerusakan /Emisi Biaya Carbon tax Total Biaya Eksternal PLTU Suralaya 0,454 0,972 1,426 0,454 1,944 2,398

PLTU Muara Karang 0,085 1,052 1,137 0,085 2,104 2,189

PLTGU Tambak Lorok 0,182 0,740 0,921 0,182 1,479 1,661

PLTGU Gresik 0,064 0,986 1,050 0,064 1,973 2,037

PLTD Pesanggaran 0,695 1,260 1,956 0,695 2,521 3,216

PLTU Sicanang Belawan 0,475 2,125 2,600 0,475 4,249 4,725

PLTGU Sicanang Belawan 0,270 1,223 1,494 0,270 1,223 1,494

PLTG Sambera 0,094 0,580 0,674 0,094 0,580 0,674

PLTSa Bantar Gebang 0,019 0,561 0,580 0,019 0,561 0,580

PLTA Cirata 0,1317 0,454 0,1317

PLTP Kamojang 0,0054 0,085 0,0054

(11)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengembangan tenaga listrik untuk jangka panjang perlu memperhatikan keseimbangan antara penyediaan dan permintaan serta besar cadangan yang tersedia. Kebutuhan tenaga listrik diperkirakan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 9,6% per tahun. Dalam memenuhi kebutuhan listrik ini pembangkit berbahan bakar batubara mempunyai peran paling dominan untuk jangka panjang. Selain batubara, gas juga berperan walaupun ada kendala, seperti pasokan yang sulit terpenuhi akibat akses ke sumber-sumber gas alam yang besar belum bisa diperoleh.

Peran energi baru terbarukan seperti PLTP dan PLTN akan menjadi opsi yang penting karena mampu dikembangkan dengan kapasitas besar. Penggunaan energi ke depan diharapkan dapat bergeser dari energi yang berbasis sumber daya alam (resource based

energy) ke energi yang bebasis teknologi

(technology based energy).

Berdasarkan studi literatur sudah dievaluasi biaya eksternal pembangkit listrik baik yang menggunakan energi fosil maupun energi baru terbarukan. Hasil perbandingan biaya sosial ini menunjukkan bahwa pembangkit EBT bisa lebih kompetitif dari pada pembangkit fosil terutama untuk pembangkit biomasa, PLTB dan PLTP. Perencanaan pengembangan pembangkit yang hanya berbasis keekonomian dapat diprakirakan akan menghasilkan perencanan yang lebih mengutamakan penggunaan energi fosil seperti batubara dan gas untuk pembangkit listrik di masa depan. Dengan

memasukkan faktor eksternalitas yang mempertimbangkan dampak lingkungan maka paradigma perencanaan sudah mengadopsi kriteria pembangunan berkelanjutan.

Pemilihan pembangkit berdasarkan kriteria pembangunan yang berkelanjutan diharapkan dapat mengubah dominasi penggunaan energi fosil untuk pembangkit listrik jangka panjang, sehingga penggunaan EBT dapat ditingkatkan

Saran

Biaya-biaya yang dihitung sebagian besar berdasarkan data untuk negara-negara maju, sehingga untuk penelitian di masa mendatang perlu diperhitungkan biaya-biaya pembangkit yang spesifik untuk Indonesia di berbagai wilayah yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Jenderal EBTKE khususnya pada Bapak Dr. Arief Heru Kuncoro yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan naskah penelitian ini sampai selesai.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. KOVACEVIC, T., “External Cost of Electricity”, 8th Congress of World En-ergy Council, Buenos Aires, 2001. [2]. ROWE, R., ”The New York Externality

Study”, Oceana Publications, Dobbs Ferry, Ny, USA, 1995.

[3]. WACKTER, D.J., “Industrial Sources Complex (ISC) Dispersion Model User’s Guide”, 2nd Ed. Vols. I-III EPA 450/4-88-002a, US Environmental Protection

(12)

Agency, Research Triangle Park, NC, USA, 1992.

[4]. CURTISS, P,. “Pathways: a software package for calculating impacts and costs of environmental burdens due to electricity production by nuclear or fossil fuel, program manual”, ecole des mines de Paris, 60 boul. St. Michel, 75272 Par-is CEDEX 06 France, 1995

[5]. KREWITT,W., "ECOSENSE, An Inte-grated Tool for Environmental Impact Analysis”, in Kremers, H. and Pillmann, W. (Ed.), Space and Time in Environ-mental Information Systems, Umwelt-Informatik actuell, Band 77, Metropolis-Verlag, Marburg, 1995.

[6]. MOCHAMAD NASRULLAH.,

“Penerapan biaya eksternalitas pada pembangkit listrik studi kasus pembang-kit listrik di Tambak Lorok”, Semarang, 2003.

[7]. SPADARO J.V., “Airpacts Manual, In-ternational Atomic Energy Agency”, Vi-enna, Austria, (2002).

[8]. THANH, B.D., “Thailand Externality Study, Planning and Economic Studies Section International Atomic Energy Agency”, (2000).

[9]. MARKANDYA, A,. “Economic Valua-tion of Environmental Impacts and Ex-ternal Costs”, prepared for the Interna-tional Atomic Energy Agency, Vienna, June 2000

[10]. ESDM., “Kajian Biaya Eksternalitas Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Fosil Sebagai Pendukung Kebijakan Har-ga Listrik dari Pembangkit Listrik Energi Terbarukan,” 2013.

[11]. SPADARO J.V,. “Airborne Pollution, International Atomic Energy Agency”, Vienna, Austria. 2000.

Gambar

Tabel 1. Parameter Pembangkit Listrik [10]
Tabel 3. Biaya Eksternalitas dari Carbon Tax10 $US/MTCO 2
Tabel 4. Biaya Eksternalitas Pembangkit Listrik (cents$/kWh)

Referensi

Dokumen terkait

d) Kemudian dengan cara memanggil ke nomor telepon seluler yang ingin ditentukan induksi magnetnya dengan menggunakan telepon seluler lainnya hubungkan Probe Magnetik

Teknik pembuatan silinder hampir sama dengan teknik pembuatan kerucut, hanya saja pada masing-masing face pembentuk bagian samping terdiri dari 4 titik, berbeda dengan kerucut

7 Tanpa bimbingan, petunjuk atau bantuan anda, dapatkah anak menunjuk dengan benar paling sedikit satu bagian badannya (rambut, mata, hidung, mulut, atau bagian badan yang lain). 8

Tulisan ini bertujuan mengkaji struktur ketenagakerjaan di pedesaan yang dirinci atas aspek tenaga kerja, angkatan kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Metode

Hasil analisis dengan uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendapatan orang tua dengan status anemia pada remaja putri (p-value <0,1), terdapat

Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Gandahusada, 1998). Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda – beda, nyamuk yang aktif

Komunikasi menjaga motivasi dengan cara menjelaskan kepada para karyawan mengenai apa yang harus dilakukan, seberapa baik pekerjaan mereka, dan apa yang dapat dilakukan