• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adenomiosis Uteri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adenomiosis Uteri"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KASUS 3 (ADENOMIOSIS UTERI)

MATA KULIAH : SISTEM REPRODUKSI 3

DISUSUN OLEH:

Anisa Pebriani (I31112027) Vivi Melliana S (I31112100) Ivo Tommy Pompang (I31112064) Hera Violita (I31112090)

Ridho Fadillah A (I31112071) Ratmawati (I31112097)

Ira Febrianti (I31112043) Herdian Putri R (I31112080) Cornelita Dumaria S (I31112059) Anderyani (I31112096) M. Berly Barabas (I31112063) Dita Prillia Ruby (I31112078) Marchelinus Ota (I31112019) Astin Biyansih (I31112058)

Raub (I31112037) Syafira Bella N (I31112051)

Septri Sari (I31112004) Utari Panggabean (I31112033) Ainun Najib F (I31112041)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

(2)

Triggered Case

Ny. N 40 tahun tidak bekerja. Keluhan saat datang rumah sakit nyeri tak tertahankan bila menstruasi akan pinsan. Keadaan pasien saat setelah operasi tampak sedih, menangis, berdiam diri, menyalahkan diri sendiri, menanyakan proses penyembuhan luka (dengan luka operasi 15 cm dari simpisis pibus ke umbilicus). Mengkhawatirkan perubahan fisik post operasi dan hubungan seksual dengan suami. Setelah dikaji keluhan pasien terdahulu kondisi nyeri tak tertahankan, dirasakan 3 tahun yang lalu. Saat itu nyeri saat haid masih bisa dipertahankan. Mengalami nyeri menstruasi saat kehamilan nyeri tidak pernah dirasakan lagi, mengalami 2x keguguran dan kuratase. Hasil pengkajian pasien menarche 14 tahun. Siklus haid 24 hari. Usia menikah 21 tahun. G6P4A2. Pernah dikurate 2 x. setelah menikah nyeri saat menstruasi tidak dirasakan lagi. Hasil pemeriksaan fisik CM, TTV – TB – TD 110/70 mmHg. RR 20x/menit. Suhu 36,5 C. Terdapat luka operasi 15 cm dari simfisis pubis ke pusat kering,, balutan bersih dan terpasang kateter. Jantung, paru, alat indera lain normal. Pemeriksaan diagnostic MRI: klien harus dihisterektomi.

(3)

STEP 1: Identifikasi kata sulit

1. Histerektomi : Pembedahan pengangkatan rahim

STEP 2: Mencari masalah  Nyeri tak tertahankan

 Klien pernah mengalami kurate dan keguguran  Terdapat luka 15 cm post operasi

 Harus di histerektomi STEP 3: Hipotesis sementara

Berdasarkan kasus tersebut, terdapat tanda dan gejala yang menunjukkan Adenomiosis Uteri.

STEP 4:

-STEP 5: Learning Objective

 Konsep penyakit Adenomiosis Uteri 1. Definisi

2. Etiologi

3. Manifestasi klinis 4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan penunjang

6. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan) 7. Asuhan Keperawatan  Analisis kasus  Analisa data  Diagnosa keperawatan STEP 6: A. Konsep Penyakit 1. Definisi

Adenomiosis (diucapkan A - den - oh - saya - oh - sis). Adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh adanya jaringan kelenjar ektopik ditemukan di otot. Adenomiosis, istilah ini berasal dari istilah Yunani adeno- (berarti kelenjar), myo (berarti otot), dan -osis (berarti

(4)

kondisi). Yang semula bernama endometriosis interna, adenomiosis sebenarnya berbeda dari endometriosis dan dua entitas penyakit ini ditemukan bersama-sama dalam hanya 10% dari kasus.

Ini biasanya mengacu pada jaringan ektopik endometrium (lapisan dalam rahim) dalam miometrium (tebal, lapisan otot rahim). Istilah "adenomyometritis" tegasnya menyiratkan keterlibatan rahim.

Kondisi ini biasanya ditemukan pada wanita antara usia 35 dan 50. Pasien dengan adenomiosis akan merasakan nyeri dan menstruasi yang berlebihan (dismenore & menorrhagia, masing-masing). Namun, karena kelenjar endometrium yang berada dalam miometrium, seingga mungkin akan terjadi peningkatan rasa sakit tanpa peningkatan darah. (Ini dapat digunakan untuk membedakan adenomiosis akibat hiperplasia endometrium, dalam kondisi yang terakhir, meningkat perdarahan lebih umum.)

Dalam adenomiosis, endometrium basal menembus ke serat miometrium hiperplastik. Oleh karena itu, tidak seperti lapisan fungsional, lapisan basal tidak mengalami perubahan siklik yang khas dengan siklus menstruasi (Wikipedia).

Adenomiosis adalah kondisi jinak pada rahim dimana endomertium (selaput lendir yang melapisi bagian dalam rahim) tumbuh ke dalam miometrium (otot-otot rahim yang terletak di luar endometrium). Endometrium dan miometrium dalam keadaan normal yang berdekatan satu sama lain, tetangga diskrit. Dalam adenomiosis, endometrium menanamkan dirinya dalam miometrium. Miometrium dapat respon terhadap intrusi ini dengan pertumbuhan berlebih otot. Jika sebuah pulau jaringan endometrium di terkandung dan dibatasi dalam miometrium, membentuk nodul disebut adenomioma. Adenomiosis terdiri dari adeno (kelenjar) + myo (otot) + osis (kondisi) = kondisi jaringan kelenjar (mengacu endometrium) di otot (miometrium). (Dr. Sahni BS).

Adenomiosis adalah invasi jinak endometrium ke dalam miometrium, sehingga rahim membesar yang secara mikroskopis menunjukkan adanya ektopik, kelenjar endometrium non-neoplastik dan stroma dikelilingi oleh hipertrofi dan hiperplasia miometrium.(C Bird et al 1972 Am J O&G)

Adenomiosis didefinisikan sebagai tumbuhnya kelenjar endometrium ektopik dan stroma dalam miometrium. Dengan adanya kelenjar endometrium ektopik dan stroma menginduksi reaksi hipertrofik dan hiperplastik di jaringan miometrium sekitarnya (Khaled Sakhel, 2012).

(5)

Adenomiosis paling banyak mengenai wanita usia antara 35 dan 50 tahun. Secara umum,wanita yang terkenaadalahmultipara, dan sekitar 5 hingga 70% dapat menyerang pada wanitadengan riwayatprosedurbedahrahim(misalnya operasi Caesar, dilatasidankuretase).

Frekuensi adenomysis bervariasi dari 5% hingga 70%, pada literature lain dilaporkan 8% hingga 61% bergantung pada seleksi sampel dan criteria diagnostic yang di pakai. Diagnosis preoperatif sendiri masih kurang dari 10%. Studi di Nepal oleh Shrestha et al. (2012) melaporkan insidens 23,4% pada 256 spesimen histerektomi. Jauh sebelumnya, sebuah studi di Itali oleh Parazzini et al. (1997) melaporkan insidens serupa sekitar 21,2% pada 707 wnita yang menjalani histerektomi atas berbagai indikasi. Meskipun insidensnya lumayan tinggi, tetapi studi epidemiologi seputar adenomyosis masih sangat jarang.

Perkembangan teknologi memungkinkan diagnosis adenomyosis preoperative sehingga eksplorasi hubungannya dengan infertilitas dapat dilakukan. De Souza et al. melaporkan insidens 54% hyperplasia JZ pada wanita subfertil dengan keluhan menoragi dan dismenore. Bukti lain melaporkan kehamilan pada wanita infertile setelah di terapi adenomyosis dengan agen GnRH agonis. Penelitian terbaru oleh Maubon et al. (2010) melibatkan 152 asien in vitro fertilization (IVF) untuk menilai pengaruh ketebalan JZ uterus yang diukur dengan MRI terhadap keberhasilan implantasi , dilaporkan bahwa peningkatan ketebalan JZ uterus berkolerasi signifikan dengan kegagalan implantasi ada IVF. Kegagalan implantasi terjadi pada 95,8% pasien dengan JZ 7-10 mm versus 37,5% pada subjek lain.

3. Etiologi

Penyebab dari adenomyosis tidak dimengerti dengan baik. Masih dalam peninjauan medis. Beberapa peneliti-peneliti percaya bahwa operasi-operasi sebelumnya pada kandungan (termasuk kelahiran-kelahiran Cesar) dapat menyebab kansel-sel endometrial (lapisan kandungan) untuk menyebar dan tumbuh pada lokasi yang abnormal (lapisan otot dari dinding kandungan). Kemungkinan lain adalah bahwa adenomyosis timbul dari jaringan-jaringan dalam dinding kandungan sendiri yang mungkin telah mengendap disana selama perkembangan dari kandungan. Adenomyosis adalah lebih umum setelah kelahiran anak.

Sebagai dasar diagnosis adenomiosis adalah gejala klinik yang jelas, pembesaran Rahim asimetris, dan konsistensi Rahim padat. Penyebab adenomiosis uteri yaitu multipara 40 tahun, invasi endometrium saat kontraksi persalinan, dan invasi endometrium saat kuretage.

Endometriosis interna (adenomiosis) adalah implantasi jaringan endometrium di dalam jaringan otot rahim. Hal ini disebabkan oleh implantasi endometrium yang masih aktif

(6)

dalam otot rahim terjadi perubahan pada saat menstruasi atau aktivitasnya mengikuti perubahan hormonal. Pada saat menstruasi, endometrium mengalami proses menstruasi tetapi darah tidak mempunyai saluran untuk keluar sehingga terjadi timbunan darah. Timbunan darah ini saat menstruasi menimbulkan rasa sakit. Mekanisme terjadinya adenomiosis karena jaringan otot terbuka saat kontraksi persalinan atau waktu kuretege sehingga terjadi invasi endometrium ke dalam otot rahim.(Ida, Manuaba. 1998. Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC)

Penyebab kondisi ini belum jelas, namun ada 2 teori yaitu menstruasi retrograde dan metaplasia. Teori menstruasi retrograde mengatakan bahwa selama menstruasi ada endometrium yang memasuki tuba uterine dan akhirnya masuk ke rongga pelvis. Teori metaplasia mengatakan bahwa terdapat sisa epitel embrional yang belum berdiferensiasi sampai menarke. Jaringan inilah yang berespon terhadap estrogen dan progesterone sebagaimana endometrium.

Penyebab adenomiosis belum diketahui. Namun, beberapa factor mungkin menjadi penyebab, diantaranya:

1. Pertumbuhan Jaringan Invasif

Sebagian ahli percaya bahwa adenomiosis timbul akibat invasi langsung sel endometrium dari permukaan rahim ke dalam otot yang membentuk dinding rahim. Sayatan pada rahim yang dilakukan selama operasi seperti operasi Caesar dapat memicu invasi langsung sel – sel endometrium ke dalam dinding rahim.

2. Kelainan Perkembangan

Ahli lain berspekulasi bahwa adenomiosis berasal dari jaringan endometrium yang terdapat di otot rahim ketika rahim pertama kali berkembang pada saat janin.

3. Peradangan Rahim Karena Melahirkan

Teori lain menyatakan bahwa kemungkinan terdapat hubungan antara adenomiosis dan persalinan. Peradangan pada lapisan rahim selama periode postpartum dapat memicu kerusakan pada sel yang melapisi rahim.

4. Sel Punca Sum – Sum Tulang

Teori lain mengusulkan bahwa sel punca sum – sum tulang mungkin menginvasi otot rahim sehingga memicu adenomiosis. Terlepas dari sebabnya, perkembangan adenomiosis bergantung pada level estrogen pada tubuh wanita. Ketika produksi estrogen menurun saat menopause, bisa saja adenomiosis menghilang dengan sendirinya.(Barbierei, Recce. 2010. Obstetric & Gynecology. Germany: Stuttgart)

(7)

4. Patofisiologi

Mekanisme yang memicu invasi jaringan endometrium ke dalam miometrium masih belum jelas. Lapisan fungsional endometrium secara fisiologis berproliferas secara lebih aktif dibandingkan lapisan basalis. Hal ini memungkinkan lapisan fungsional menjadi tempat implantasi blastokista sedangkan lapisan basalis berperan dalam proses regenerasi setelah degenerasi lapisan fungsional selama menstruasi. Selama periode regenerasi kelenjar pada lapisan basalis mengadakan hubungan langsung dengan sel-sel berbentuk gelondong pada stroma endometrium.

Adenomiosis berkembang dari pertumbuhan ke bawah dan invaginasi dari stratum basalis endometrium ke dalam miometrium sehingga bisa dilihat adanya hubungan langsung antara stratum basalis endometrium dengan adenomiosis di dalam miometrium. Di daerah ekstra-uteri misalnya pada plika rektovagina, adenomiosis dapat berkembang secara embriologis dari sisa duktus Muller. Mekanisme terjadinya invasi endometrium ke dalam miometrium pada masih harus dipelajari lebih lanjut. Perubahan proliferasi seperti aktivitas mitosis menyebabkan peningkatan secara signifikan dari sintesis DNA & siliogenesis di lapisan fungsional endometrium daripada di lapisan basalis. Lapisan fungsional sebagai tempat implantasi blastocyst, sedangkan lapisan basalis sebagai sumber produksi untuk regenerasi endometrium akibat degenerasi dari lapisan fungsional saat menstruasi. Pada saat proses regenerasi, sel-sel epitel dari kelenjar basalis berhubungan langsung dengan sel-sel stroma endometrium yang membentuk sistem mikrofilamentosa/trabekula intraselular dan gambaran sitoplasma pseudopodia.

Beberapa perubahan morfologi pada epitel kelenjar endometrium adenomiosis tidak dapat digambarkan. Namun dalam studi invitro menunjukkan sel-sel endometrium memiliki potensial invasif dimana potensial invasif ini bisa memfasilitasi perluasan lapisan basalis endometrium ke dalam miometrium. Dalam studi yang menggunakan hibridisasi & imunohistokimia insitu menunjukkan kelenjar-kelenjar endometrium pada adenomiosis lebih mengekspresikan reseptor mRNA hCG/LH secara selektif. Pada endometrium yang normal, kelenjar-kelenjar ini tidak dapat mengekspresikan reseptor hCG/LH. Hal ini mungkin meskipun belum terbukti bahwa peningkatan ekspresi reseptor epitel endometrium berkaitan dengan kemampuan untuk menembus miometrium dan membentuk fokal adenomiosis. Menjadi menarik dimana peningkatan ekspresi reseptor hCG/LH ditemukan pada karsinoma endometrii dibandingkan kelenjar endometrium yang normal seperti halnya yang ditemukan pada trofoblas invasif dibandingkan yang non-invasif pada koriokarsinoma. Studi tentang reseptor steroid menggunakan Cytosol, menunjukkan hasil yang tidak konsisten.

(8)

Beberapa menunjukkan tidak ada ekspresi reseptor progesteron pada 40% kasus adenomiosis, sedangkan yang lain menunjukkan ekspresi reseptor progesterone yang lebih tinggi dibandingkan estrogen. Dengan menggunakan tehnik pelacak imunohistokimia, ditemukan konsentrasi yang tinggi baik reseptor estrogen dan progesteron pada lapisan basalis endometrium maupun adenomiosis. Reseptor estrogen merupakan syarat untuk pertumbuhan endometrium yang menggunakan mediator estrogen. Meskipun masih belum jelas evidensnya, hiperestrogenemia memiliki peranan dalam proses invaginasi semenjak ditemukan banyaknya hiperplasia endometrium pada wanita dengan adenomiosis. Konsentrasi estrogen yang tinggi diperlukan dalam perkembangan adenomiosis sebagaimana halnya endometriosis. Hal ini didukung bahwa penekanan terhadap lingkungan estrogen dengan pemberian Danazol menyebabkan involusi dari endometrium ektopik yang dikaitkan dengan gejala menoragia & dismenorea. Pada penyakit uterus yang estrogen-dependent seperti karsinoma endometri, endometriosis, adenomiosis & leiomioma, tidak hanya terdapat reseptor Estrogen, namun juga aromatase, enzim yang mengkatalisasi konversi androgen menjadi estrogen. Prekursor utama androgen, Andronostenedione, dikonversi oleh aromatase menjadi Estrone. Sumber estrogen yang lain yaitu Estrogen-3-Sulfat yang dikonversi oleh enzim Estrogen sulfatase menjadi Estrone, yang hanya terdapat dalam jaringan adenomiosis. Nantinya Estrone akan dikonversi lagi menjadi 17 -estradiol yangβ meningkatkan tingkat aktivitas estrogen. Bersama dengan Estrogen dalam sirkulasi, akan menstimulasi pertumbuhan jaringan yang menggunakan mediator estrogen. mRNA sitokrom P450 aromatase (P450arom) merupakan komponen utama aromatase yang terdapat pada jaringan adenomiosis. Protein P450arom terlokalisir secara imunologis dalam sel-sel kelenjar jaringan adenomiosis (Jan, 2000).

5. Pemeriksaan Diagnostik

Sebagai dasar diagnosis adenomiosis adalah gejala klinik yang jelas, pembesaran rahim asimetris, dan konsistensi rahim padat. Diagnosis pasti bila terdapat jaringan endometrium di dalam otot rahim dengan pemeriksaan ahli patologi anatomi. Karena adenomiosis merupakan endometriosis interna, secara umum pasien dengan endometriosis saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan nodul pada ligamen uterus. Selain itu, nodul juga ditemukan pada uterosacral. Rasa nyeri dialami pasien saat pemeriksaan berlangsung. Pemeriksaan penunjang lain dibutuhkan untuk memastikan diagnosis endometriosis, seperti USG (ultrasonografi) dan MRI (magnetic resonance imaging). Pada beberapa kasus endometriosis, pasien mendapatkan hasil negatif dari pemeriksaan penunjang

(9)

sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang lebih akurat. Pemeriksaan yang lebih akurat tersebut ialah laparoskopi dengan biopsi serta pemeriksaan tumor marker CA-125.

Adanya riwayat menoragia dan dismenorea pada wanita multipara dengan pembesaran uterus yang difus seperti hamil dengan usia kehamilan 12 minggu dapat dicurigasi sebagai adenomiosis. Dalam kenyataannya, diagnosis klinis adenomiosis seringkali tidak ditegakkan (75%) atau overdiagnosis (35%). Sehingga adanya kecurigaan klinis akan adenomiosis dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan pencitraan berupa USG transvaginal dan MRI.

Diagnosis adenomiosis secara klinis sulit dan seringkali tidak akurat. Hal ini disebabkan gejala adenomiosis yang tidak khas, dimana gejala tersebut juga ditemukan pada fibroid uterus, perdarahan uterus disfungsional (PUD) maupun endometriosis. Dulu, diagnosis adenomiosis hanya dapat ditegakkan secara histologis setelah dilakukan histerektomi. Dengan kemajuan dalam teknik pencitraan, diagnosis prehisterektomi bisa ditegakkan dengan akurasi yang tinggi.

Pencitraan mempunyai 3 peran utama dalam mengelola pasien yang dicurigai adenomiosis dari keadaan lain yang mirip seperti leiomiloma. Kedua, beratnya penyakit dapat disesuaikan dengan gejala klinisnya. Ketiga, pencitraan dapat digunakan untuk monitoring penyakit pada pasien dengan pengobatan konservatif. Beberapa pencitraan yang digunakan pada pasien yang dicurigai adenomiosis yahitu histersalpingografi (HSG), USG transabdominal, USG transvaginal dan MRI.

Gambaran karakteristik utama pada HSG berupa daerah yang sakit dengan kontras intravasasi, meluas dari cavum uteri ke dalam miometrium, HSG memiliki sensitivitas yang rendah.

Kriteria diagnostik dengan USG transabdominal yaitu uterus yang membesar berbentuk globuler, uterus normal tanpa adanya fibroid, daerah kistik di miometrium dan achogenik yang menurun di miometrium. Bazot dkk pada 2001 melaporkan bahwa USG transabdominal memiliki spesifitas 95%, sensitivitas 32,5% dan akurasu 74,1% untuk mendiagnosis adenomiosis. USG transabdominal memiliki kapasitas diagnostik yang terbatas untuk adenomiosis terutama pada wanita yang terdapat fibroid.

Biasanya USG transabdominal dikombinasikan dengan USG transvaginal yang menghasilkan kemampuan diagnostik yang lebih baik. Kriteria diagnostik dengan USG tranvaginal untuk adenomiosis yaitu tekstur miometrium yang heterogen/distorsi, echotekstur miometrium yang abnormal dengan batas yang tidak tegas, stria linier miometrium dan kista miometrium. Bazot dkk melaporkan sensitivitas 65%. Spesifisitas 97,5% dan tingkat akurasi

(10)

86,6% dengan USG transvaginal dalam mendiagnosis adenomiosis dimana kriteria yang paling sensitif dan spesifik untuk adenomiosis adalah adanya kista miometrium.

MRI merupakan modalitas pencitraan yang paling akurat untuk evaluasi berbagai keadaan uterus. Hal ini karena kemampuannya dalam diferensiasi jaringan lunak. MRI dapat melihat anatomi internal uterus yang normal dan monitoring berbagai perubahan fisiologis. Menurut Bazot dkk, kriteria MRI yang paling spesifik untuk adenomiosis yaitu adanya daerah miometrium dengan intensitas yang tinggi dan penebalan junctional zone >12mm.

Beberapa studi telah membandingkan akurasi pemeriksaan MRI dengan USG transvaginal dalam mendiagnosis adenomiosis. Dalam studi-studi terdahulu menunjukkan tingkat akurasi yang lebih tinggi dari pada MRI dibandingkan USG transvaginal. Namun dalam studi-studi terakhir dikatakan tidak ada perbedaan tingkat akurasinya.

6. Manfestasi Klinis 1. Pembesaran rahim.

Pembesaran rahim dapat merata dengan tonjolan-tonjolan rahim yang besar atau dapat pula seperti “tumor” yang terlokalisir.

2. Nyeri pelvis

3. Menstruasi yang banyak dan abnormal.

4. Pendarahan pada saat menstruasi dapat banyak sekali dan berhari-hari, mungkin dengan bekuan-bekuan darah. Pendarahan yang hebat ini dapat menyebabkan anemia (berkurangnya kadar Hemoglobin dalam sel darah merah). Selain itu diluar saat menstruasi bisa ada pendarahan abnormal (pendarahan sedikit-sedikit, bercak-bercak).

5. Nyeri, yang dirasakan terutama selama menstruasi disebut dysmenorrhea dapat berupa kram yang hebat atau seperti disayat pisau. Nyeri dapat juga dirasakan pada saat tidak sedang menstruasi.

6. Nyeri selama hubungan seksuali

7. Pembesaran rahim dapat merata dengan tonjolan-tonjolan rahim yang besar atau dapat pula seperti tumor yang terlokalisir

7. Penatalaksanaan

Tatalaksana adenomiosis bergantung pada usia pasien dan fungsi reproduksi selanjutnya. Dismenorea skunder yang diakibatkan oleh adenomiosis dapat diatasi dengan tindakan histerektomi, akan tetapi perlu dilakukan intervensi noninvasif terlebih dahulu. Obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), obat kontrasepsi oral dan progestin telah

(11)

menunjukan manfaat yang signifikan. Penanganan adenomiosis pada prinsipnya sesuai dengan protokol penanganan endometriosis

a. Terapi hormonal

Pemberian terapi hormonal pada adenomiosis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tidak ada bukti klinis yang menunjukkan adanya manfaat terapi hormonal dapat mengatasi infertilitas akibat adenomiosis. Pemberian obat hormonal hanya mengurangi gejala dan efeknya akan hilang setelah pemberian obat dihentikan. Obat hormonal yang paling klasik adalah gonadotrophin releasing hormone agonist (GnRHa), yang dapat dikombinasikan dengan terapi operatif. Mekanisme kerja GnRHa adalah dengan menekan ekspresi sitokrom P450, suatu enzim yang mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen. Pada pasien dengan adenomiosis dan endometiosis enzim ini diekspresikan secara berlebihan (Campo S dkk, 2012). b. Terapi operatif

Sampai saat ini histerektomi merupakan terapi definitif untuk adenomiosis. Indikasi operasi antara lain ukuran adenomioma lebih dari 8 cm, gejala yang progresif seperti perdarahan yang semakin banyak dan infertilitas lebih dari 1 tahun walaupun telah mendapat terapi hormonal konvensional. Suatu teknik operasi baru telah dipublikasikan oleh Osada pada tahun 2011. Dengan teknik adenomiomektomi yang baru ini, jaringan adenomiotik dieksisi secara radikal dan dinding uterus direkonstruksi dengan teknik triple flap. Teknik ini diklaim dapat mencegah ruptur uterus apabila pasien hamil. Dalam penelitian tersebut, dari 26 pasien yang mengharapkan kehamilan, 16 diantaranya berhasil dan 14 dapat mempertahankan kehamilan nya hingga aterm dengan bayi sehat tanpa penyulit selama kehamilan. Akan tetapi teknik ini belum diterima secara luas karena masih membutuhkan penelitian lebih lanjut (Campo S dkk, 2012).

Pil Kontrasepsi Oral dan Progestin Walaupun belum adanya penelitian randomized controlled trial (RCT) terhadap penggunaan pil kontrasepsi oral secara kontinyu pada pasien adenomiosis, pasien dengan keluhan dismenorea dan menoragia, namun terapi ini dapat menyebabkan berkurangnya gejala. Penggunaan progestin dosis tinggi secara kontinyu misafnya penggunaan norethindrone acetate atau depot medroxyprogesterone subkutan belum diteliti sebagai terapi adenomiosis, namun mereka berperan sebagai agen hormonal supresif yang dapat menyebabkan regresi adenomiosis sementara. Levonogestrel Intrauterine Device Levonogestrel intrauterine system (LNG-IUS) melepaskan 20 pg levonogestrel per hari, dosis tersebut efektif untuk terapi adenomiosis.

(12)

Levonogestrel intrauterine system menyebabkan desidualisasi endometrium untuk mengurangi perdarahan dan diduga bekerja langsung pada deposit adenomiotik dengan cara melakukan downregulatian reseptor estrogen. Hal ini yang akan memperkecil ukuraadenomiosis.mperbaiki kontraktilitas uterus untuk mengurangi perdarahan, dan mengurangi dismenorea dengan cara mengurangi produksi prostaglandin di dalam endometrium. Danazol Danazol adalah turunan 19-nortestosterone androgen yang memiliki efek seperti progestin yang menyebabkan inhibisi langsung enzim ovarium yang berperan terhadap produksi estrogen clan sekresi gonadotropin hipofisis. Penggunaan preparat ini pada adenomiosis terbatas karena efek samping yang ditimbulkan seperti kenaikan berat badan, kram otot, berkurangnya ukuran payudara, timbulnya jerawat, hirsutisme, kulit berminyak, penurunan tingkat lipoprotein densitas tinggi, peningkatan konsentrasi enzim hati, hat flashes, perubahan mood, depresi, dan perubahan suara. Setelah terapi sistemik dengan danazol terjadi penurunan reseptor estrogen yang menyebabkan ukuran uterus mengecil dan membaiknya gejala. GnRH agonist GnRH agonist berikatan dengan reseptor GnRH di hipofisis yang akan menyebabkan downregulation aktivitas GnRH. Cara pemberian terapi ini adalah injeksi secara subkutan atau intramuskuiar. Terapi ini diberikan terbatas dalam 3-6 bulan karena efek samping yang ditimbulkan, misalnya hot flushes dan penurunan densitas tulang 4 Beberapa penelitian yang menggunakan preparat ini menunjukkan hasil adanya reduksi ukuran uterus, induksi amenorea clan menghilangnya nyeri pelvis selama terapi 3-6 bulan. Selain itu beberapa laporan kasus melaporkan bahwa pasien infertil dengan adenomiosis yang mendapat terapi dengan GnRH agonist hamil dalam enam bulan setelah penghentian terapi.8,9 Aromatase Inhibitor Ekspresi aromatase cytochrome P-450 tefah diteliti pada implan endometriosis. Enzim ini mengubah androgen menjadi estrogen. Pada beberapa laporan kasus clan randomized trial terapi ini berhasil untuk mengobati endometriosis derajat berat." Namun belum ada penelitian mengenai peran aromatase inhibitor sebagai pilihan pengobatan adenomiosis.

Pada kasus asymtomatik dan tidak teraba tumor yang besar maka tak perlu diberikan terapi khusus. Pada kasus dengan gejala dan teraba tumor yang besar, sebaiknya dilakukan histerektomi oleh karena terapi hormonal tidak memberi manfaat .

Penatalaksanaan Standar penatalaksanaan adenomyosis adalah histerektomi. Meskipun begitu, tantangan yang muncul saat ini adalah bagaimana mengurangi gejala pada wanita dengan menggunakan terapi obat-obatan konservatif atau memilih terapi pembedahan untuk mempertahankan fungsi fertilitas. Penggunaan pil kontrasepsi oral pada pasien adenomyosis dengan menorrhagia dan dismenorrhea dapat sedikit mengurangi keluhan.

(13)

Penggunaan progestin dosis tinggi seperti pil oral norethindrone asetat jangka panjang atau medroxyprogesteron depo belum pernah diteliti sebagai terapi adenomyosis, tetapi peranan mereka sebagai terapi supresi hormon dapat sedikit banyak memicu regresi jaringan adenomyosis. Terapi bedah konservatif lainnya seperti eksisi otot adenomyosis, reduksi dan elektrokoagulasi dapat dilakukan namun tidaklah seefektif histerektomi karena kesulitan dalam mengeksisi dan mengkoagulasi fokus jaringan secara utuh. Hasil akhir dari segala prosedur ini telah menunjukkan angka keberhasilan menjadi hamil yang cukup rendah akibat reduksi volume uterus dan jaringan parut. Teknik terbaru seperti operasi sonografi dengan guidance MRI dan ambolisasi arteri uterina masih membutuhkan studi lebih lanjut. Saat ini, histerektomi tetap menjadi standard terapi dalam tatalaksana adenomyosis.

8. Komplikasi

Kondisi adenomyosis tidak selalu berbahaya. Beberapa pasien adenomyosis mengalami perdarahan yang berlebihan dan nyeri panggul yang dapat mengganggu aktivitas normal, termasuk hubungan seksual. Wanita dengan adenomiosis berada pada peningkatan risiko anemia akibat perdarahan yang tidak terkontrol. Anemia adalah suatu kondisi yang sering disebabkan oleh kekurangan zat besi. Tanpa zat besi yang cukup, tubuh tidak dapat membuat sel-sel darah merah yang cukup untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan, pusing, dan kemurungan. Kehilangan darah yang berlebihan terkait dengan adenomiosis dapat menyebabkan pengurangan kadar zat besi dalam tubuh, yang dapat menyebabkan anemia.

Adenomyosis juga telah dikaitkan dengan kecemasan, depresi, dan mudah tersinggung. Adenomyosis juga dapat mengalami perubahan keganasan menjadi adenokarsinoma primer.

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi transvaginal. Gambaran ultrasonografi dari adenomiosis adalah massa irregular, miometrial, ruangan massa kistik yang sebagian besar meliputi dinding uterus posterior dengan pembesaran uterus dengan dinding posterior yang melebar, ruangan endometrial yang nyata dan penurunan ekogenitas uterus dengan lobus, kontur yang tidak normal atau adanya massa. Sonogram mungkin jugamenunjukkan batas yang jelas antara jaringan miometrium yang normal dan yang tidak normal.

(14)

 Histerosalpingogram, Suatu pemeriksaan roentgen daerah panggul setelah suatu kontras dimasukkan ke dalam dinding rahim

 Pemeriksaan MRI, Mendeteksi adanya adenomyosis dan seberapa luas adenomyosis dan juga dapat membedakannya dari fibroid. Pemeriksaan MRI panggul ini harus dikerjakan dengan media kontras Gadolinium yang disuntikkan ke pembuluh darah  Serum Penanda CA-125

Serum Penanda CA-125 adalah antigen yang diproduksi oleh sel-sel epitel ovarium. Hal ini disekresikan ke dalam darah, dan penggunaannya telah dianjurkan dalam berbagai kondisi ginekologi. Meskipun beberapa telah menggunakannya untuk memprediksi kekambuhan dari karsinoma ovarium nonmucinous, orang lain telah berusaha untuk menilai nonoperatively status endometriosis berulang dengan menentukan serial CA-125 tingkat. Serum sistin aminopeptidase dan tingkat aminopeptidase leusin juga telah digunakan sebagai penanda potensial untuk adenomiosis. Tingkat enzim ini telah dilaporkan meningkat pada beberapa kondisi patologis jinak dan ganas yang melibatkan uterus dan ovarium.

10. Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN 1. Identitas

Nama : Ny. N

Umur : 40 tahun,

Jenis kelamin : perempuan,

pendidikan : SMA

Staus pernikahan : menikah

Pekerjaan : IRT

2. Keluhan utama Nyeri tak tertahankan 3. Riwayat Penyakit Sekarang

P :Faktor pencetus nyeri adalah menstruasi pre op Q :Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk

R :Nyeri dirasakan di sekitar panggul hingga menjalar ke abdomen S :skala nyeri 5-10

(15)

Klien pasca operasi histerektomi. 4. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengalami nyeri tak tertahankan bila menstruasi seperti akan pingsan. Kondisi ini dirasakan sejak 3 tahun lalu, tapi saat itu nyeri masih dapat ditahan. Sekarang nyeri tak tertahankan. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter: penebalan dinding uterus. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Dalam keluarganya tidak ada yang menderita keluhan yang sama seperti pasien 6. Riwayat Obstetri :

G6P4A2

7. Riwayat ginekologi

Menarche usia 14 tahun. Siklus 28 hari teratur tiap bulan, mengalami nyeri mens, setelah menikah nyeri tak pernah dirasakan lagi. Menikah usia 21 tahun. Punya 4 anak (3 laki-laki, 1 perempuan). Keguguran 2 x dan dikuret di RS.

8. Pola aktivitas sehari-hari Pola makan dan minum Tidak terkaji

Pola istirahat tidur Tidak terkaji

Pola eliminasi urine dan alvi Tidak terkaji

9. Riwayat Psikologis klien

Klien tampak sedih, menangis, banyak berdiam diri, menyalahkan diri sendiri. 10. Kebutuhan belajar

Klien bertanya tentang proses penyembuhan luka, perubahan fisik setelah operasi, dan hubungan seks dengan suami.

1. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Umum

 Keadaan umum : lemah

 Tingkat Kesadaran : compos mentis  TTV :

HR : 80 x/ mnt RR : 20 x/ mnt TD : 110/70 mmHg T : 36,5 C

(16)

2. Pengkajian Fisik 1) Kepala dan leher

 Kepala : rambut klien bersih dan lembut  Muka : wajah klien terlihat pucat  Mata : konjungtiva anemis

 Mulut : keadaan mulut klien lembab, kemerahan

 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, pembesaran kelenjar tiroid maupun pembesaran vena jugularis

2) Abdomen

Tedapat luka bekas oprasi sepanjang 15 cm dari simfisis kepusat Kering balutan bersih, tidak terdapat pembesaran abnormal

3) Ekstermitas atas bawah

Tidak terdapat oedema, sianosis, pada kaki dan tangan, serta keadaan kuku kemerahan.

2. Diagnosa dan Intervensi 1. Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko : NOC : NIC :

 Prosedur Infasif  Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan  Malnutrisi  Peningkatan paparan lingkungan patogen  Imonusupresi  Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb,  Immune Status  Knowledge : Infection control  Risk control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

 Menunjukkan

kemampuan untuk

 Pertahankan teknik aseptif

 Batasi pengunjung bila perlu

 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

 Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai

(17)

Leukopenia, penekanan respon inflamasi)  Penyakit kronik  Imunosupresi  Malnutrisi

 Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)

mencegah timbulnya infeksi

 Jumlah leukosit dalam batas normal  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

dengan petunjuk umum

 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing  Tingkatkan intake nutrisi  Berikan terapi antibiotik:...

 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

 Pertahankan teknik isolasi k/p

 Inspeksi kulit dan

membran mukosa

terhadap kemerahan, panas, drainase

 Monitor adanya luka  Dorong masukan cairan  Dorong istirahat

 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

(18)

 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

2. Gangguan pola tidur

Factor yang berhubungan NOC NIC

 Psikologis : usia tua, kecemasan, agen biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian.  Lingkungan : kelembaban, kurangnya privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi (depresan, stimulan),kebisingan.  Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin  Anxiety Control  Comfort Level  Pain Level  Rest : Extent and Pattern  Sleep : Extent ang Pattern Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil:  Jumlah jam tidur dalam batas normal  Pola tidur,kualitas dalam batas Sleep Enhancement  Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur

 Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat  Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)  Ciptakan lingkungan yang nyaman  Kolaburasi pemberian obat tidur

(19)

normal  Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat  Mampu mengidentifika si hal-hal yang meningkatkan tidur 3. Ansietas

Factor yang berhubungan NOC NIC

 Perubahan dalam: -status ekonomi -Lingkungan -Status kesehatan -Pola interaksi -Fungsi peran  Ancaman pada: -status ekonomi -lingkungan -Status kesehatan -Pola interaksi -Fungsi peran -konsep diri  Pemajanan toksin  Terkait keluarga  Infeksi/kontaminasi interpersonal  Penularan penyakit interpersonal  Krisis situasional  Stress  Ancaman kematian  Kebutuhan yang tidak terpenuhi  Tingkat ansietas  Pengendalian diri terhadap ansietas  Konsentrasi  Koping Kriteria hasil:  Ansietas berkurang  Menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas  Bimbingan antisipasi: mempersiapkan pasien menghadapi kemungkinan krisis perkembangan atau situasional  Penurunan ansietas; meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang di antisipasi dan tidak jelas  Teknik menenangkan diri; meredakan kecemasan pada pasien yang mengalami distress

(20)

akut  Penigkatan koping; membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor, perubahan atau ancaman yang menghambat

pemenuhan tuntutan dan peran hidup  Dukungan emosi; memberi penenangan, penerimaan, dan dukungan selama stress.

4. Harga diri rendah

Factor yang berhubungan NOC NIC 1) Faktor Predisposisi  penolakan  kegagalan  kurang mempunyai tanggung jawab personal  ketergantungan pada orang lain  ideal diri yang

tidak realistis 2) Faktor Presipitasi  Hilangnya sebagian anggota tubuh  Berubahnya  Klien dapat menerima perubahan anggota tubuhnya secara positif  Klien mau berinteraksi dengan lingkungan

 Kaji perasaan klien tentang perubahan gambaran diri

 Bantu klien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain  Beri kesempatan klien untuk

mengekspresikan perasaan kehilangan

KLIEN :

Strategi pelaksanaan 1

 Mengidentifikasi kemampuan dan aspekpositif yang dimiliki klien.

 Membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat dilakukan.

(21)

penampilan/bentu k tubuh

 Menurunnya produktivitas

kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien.

 Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih.  Memberikan pujian yang

wajar terhadap keberhasilan klien.

Strategi pelaksanaan 2

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien,

b. Melatih kemampuan

keduanya

c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal harian.

KELUARGA :

Strategi pelaksanaan 1

a. a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.

b. b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami klien beserta proses terjadinya.

Strategi Pelaksanaan 2

a. Melatih keluarga untuk memperaktikan cara merawat klien harga diri rendah.

b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga dri rendah.

Strategi pelaksanaan 3

a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat.

(22)

setelah pulang.

11. Aspek Legal Etik Pembedahan ( histerektomi)

Di abad ini kita dihadapkan kepada berbagai tantangan dan masalah-masalah baru dalam berbagai bidang. Bidang yang dahulunya tidak menjadi persoalan, kini mulai mendesak menuntut pengaturannya oleh hukum, karena melalui sanksi etik dirasakan kurang kuat. Yang dimaksudkan di sini adalah bidang hukum kedokteran-keperawatan yang di negara kita masih sangat muda usianya.

Kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran-keperawatan telah menggoyahkan fondasi tradisional dari hubungan dokter-perawat-pasien-rumah sakit sehingga diperlukan aspek legalitas dalam pelayanan kesehatan.

Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis (PTM) merupakan ijin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien sebelum dilakukan tindakan medis terhadapnya. Ijin tersebut melindungi klien terhadap kelalaian dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum.

Tanggung jawab perawat dalam hal ini adalah untuk memastikan bahwa PTM telah didapat secara sukarela dari klien oleh dokter. The right of information and second opinion merupakan salah satu bentuk HAM klien dalam bidang pelayanan kesehatan yang harus dihargai oleh tim kesehatan. Sehingga, sebelum menyatakan kesanggupan atau penolakannya, klien harus mendapatkan informasi sejelas-jelasnya dan alternatif-alternatif yang dapat diambila oleh klien. Informasi yang perlu dijelaskan antara lain : kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan pengangkatan bagian tubuh yang dapat terjadi selama operasi.

PTM diperlukan pada saat : - prosedur invasive

PADA pembedahan informen consent dapat diberikan penjelasan dengan : pada tindkan miomektomi bisa terjadi kekambuhan ataupun kemungkinan kerobekan hamil/melahirkan, kemungkinan mengankat rahim (histerektomi) selalu ada, walaupun pada awalnya direncanakan miomektomy saja, bila dilaksanankan histerektomiperlu penjelasan bahwa penderita tidak lagi mengalami haid dan tidak mungkin hamil. Tingkat kewenangan untuk tindakan histerektomi ialah dokter spesialis obstertri dan ginekologi.

- menggunakan anesthesia

- prosedur non-bedah yang resikonya lebih dari sekedar resiko ringan (arteriogram) - terapi radiasi dan kobalt.

(23)

Yang dapat memberikan PTM : a. klien yang sudah cukup umur

b. anggota keluarga yang bertanggung jawab atau wali sah apabila klien belum cukup umur, tidak sadar, atau tidak kompeten

c. individu di bawah umur dengan kondisi khusus (menikah).

Kriteria Untuk Ptm Yang Sah

1. Persetujuan diberikan dengan sukarela : persetujuan yang absah harus diberikan dengan bebas tanpa tekanan

2. Subjek tidak kompeten : definisi legal, individu yang tidak otonom dan tidak dapat membrikan atau menyimpan persetujuan (klien RM, koma)

3. Subjek yang di-informed : formulir consent harus tertulis meskipun hukum tidak membutuhkan dokumentasi tertulis (prosedur dan resiko, manfaat dan alternatif, dll) 4. Subjek mampu memahami : informasi harus tertulis dan diberikan dalam bahasa

yang dapat dimengerti oleh klien. Pertanyaan harus dijawab untuk memfasilitasi pemahaman jika materinya membingungkan.

Operasi Histerektomi atau pengangkatan rahim (uterus) adalah suatu prosedur operatif dimana seluruh organ dari uterus diangkat yang sangat umum dilakukan. Bila kasus yang dihadapi pasien adalah keganasan seperti kanker serviks, kanker rahim, atau kanker indung telur, dan sudah ditegakkan dengan hasil pemeriksaan laboratorium patologi anatomi, maka pilihan operasi histerektomi pengangkatan rahim merupakan pilihan terbaik yang dianjurkan untuk menyelamatkan jiwa pasien.

Operasi histerektomi dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu:

 Operasi Histerektomi total: pengangkatan rahim dan serviks, tanpa ovarium dan tuba

falopi

 Operasi Histerektomi subtotal: pengangkatan rahim saja, serviks, ovarium dan tuba

falopi tetap dibiarkan.

 Operasi Histerektomi total dan salpingo-oporektomi bilateral: pengangkatan rahim,

serviks, ovarium dan tuba falopi.

Operasi histerektomi yang dilakukan memiliki teknik dan klasifikasi beragam. Ada yang dilakukan dengan teknik pengangkatan melalui perut (abdominal histerektomi) adapula teknik pengangkatan melalui vagina (vaginal histerektomi).

(24)

Masing-masing teknik sesuai indikasi pengangkatan. Vaginal histerektomi dapat dilakukan bila kasus yang ditemui bukan kasus keganasan maupun perdarahan uteri. Kelebihan dari vaginal histerektomi, antara lain mengurangi tingkat rasa nyeri yang dirasakan pasien, terutama pasca operasi.

Operasi histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti halnya bedah besar lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa diantaranya adalah pendarahan dan penggumpalan darah (hemorrgage/hematoma) pos operasi, infeksi dan reaksi abnormal terhadap anestesi.

ANALISIS KASUS

1. Risiko infeksi b.d prosedur invasif

(25)

 Klien terpasang kateter

 Immune Status

 Knowledge : Infection control  Risk control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

 Jumlah leukosit dalam batas normal  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Status imun, gastrointestinal,

genitourinaria dalam batas normal

 Pertahankan teknik aseptif  Cuci tangan setiap sebelum

dan sesudah tindakan keperawatan

 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

 Tingkatkan intake nutrisi  Berikan terapi antibiotik  Monitor tanda dan gejala

infeksi sistemik dan lokal

 Pertahankan teknik isolasi k/p

 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

 Dorong masukan cairan  Dorong istirahat

 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

 Kaji suhu badan pada pasien

(26)

DATA NOC NIC  Mengkha watirkan perubahan fisik post operasi dan hubungan seksual dengan suami  Anxiety Control  Comfort Level  Pain Level

 Rest : Extent and Pattern  Sleep : Extent ang Pattern

Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil:

 Jumlah jam tidur dalam batas normal

 Pola tidur, kualitas dalam batas normal

 Perasaan fresh sesudah

tidur/istirahat

 Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur

 Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

 Fasilitasi untuk

mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)

 Ciptakan lingkungan yang nyaman

 Kolaburasi pemberian obat tidur

3. Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan, ancaman pada fungsi peran, krisis situasional.

DATA NOC NIC

 Mengkha watirkan perubaha

 Tingkat ansietas

 Pengendalian diri terhadap ansietas  Konsentrasi

 Koping

 Bimbingan antisipasi: mempersiapkan pasien menghadapi

(27)

n fisik post operasi dan hubungan seksual dengan suami Kriteria hasil:  Ansietas berkurang

 Menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas kemungkinan krisis perkembangan atau situasional  Penurunan ansietas; meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang di antisipasi dan tidak jelas

 Teknik menenangkan

diri; meredakan

kecemasan pada pasien yang mengalami distress akut

 Penigkatan koping; membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor, perubahan atau ancaman

yang menghambat

pemenuhan tuntutan dan peran hidup

 Dukungan emosi;

memberi penenangan,

penerimaan, dan

dukungan selama stress.

4. Harga diri rendah b.d hilangnya sebagian anggota tubuh DATA

 Tampak sedih

 Berdiam diri  Menyalahka

 Klien dapat menerima perubahan anggota tubuhnya secara positif

 Klien mau berinteraksi dengan lingkungan

 Kaji perasaan klien tentang perubahan gambaran diri

 Bantu klien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain

(28)

n diri sendiri  Beri kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan

KLIEN :

 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

 Membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat dilakukan.

 Membantu klien menetukan kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien.

 Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih.  Memberikan pujian yang

wajar terhadap keberhasilan klien.

KELUARGA :

c. a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.

d. b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami klien beserta proses terjadinya.

e. c. Melatih keluarga untuk memperaktikan cara merawat klien harga diri rendah.

f. d. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga dri rendah.

g. e. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

(29)

DATA

 Klien post operasi histerektomi

 Mengkhawatirkan perubahan fisik post operasi dan hubungan

seksualdengan suami

Klien dapat menerima perubahan pola seksualitas dengan kriteria hasil:

 Mengidentifikasi

keterbatasannya pada aktivitas seksual yang disebabkan masalah kesehatan

 Mengidentifikasi modifikasi kegiatan seksual yang pantas dalam respon terhadap keterbatasannya

1. ajarkan pentingnya mentaati aturan medis yang dibuat untuk mengontrol gejala penyakit

2. berikan informasi yang tepat pada klien dan pasangannya tentang keterbatasan fungsi seksual yang disebabkan oleh keadaan sakit 3. ajarkan modifikasi yang mungkin

dalam kegiatan seksual dapat membantu penyesuaian dengan keterbatasan akibat sakit.

(30)

Daftra Pustaka

Balogun M. Imaging diagnosis og adenomyosis. Reviews in Gynaecological and Perinatal Practice 2006; 6: 63-69 (http://en.wikipedia.org/)

Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Boback, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.

Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis andInfertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID786132.

Crisdiono.2003. prosedur tetap obstetric dan ginekologi. Jakarta : EGC

Edmonds DK. Dewhurst’s Handbook of Obstetrics and Ginecology 7th Ed. 2007. London: Blackwell Science, L td.

Engram, Barbara. 1999. ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH Volume 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/10/endometriosisdanadenomiosis.html#sthash.XvM 7rFXz.dpuf

http://www.healthline.com/health/adenomyosis

Jan, Tambayong. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Khaled Sakhel, MD, Alfred Abuhamad, MD2012 by the American Institute of Ultrasound in Medicine | J Ultrasound Med 2012; 31:805–808 | 0278-4297 | www.aium.org Artikel Dr. Sahni BS. Adenomyosis.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Roservear SK. Handbook of Gynecology 14th Ed. Lippincott Williams & Willkins.

Suryo, Joko. 2009. Herbal untuk Kanker. Yogyakarta: B First.

prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam menghadapi tantangan globalisasi dimana perkembangan dan persaingan di dunia bisnis terus berkembang pesat, tingkah

Da%tar kewenangan klinis adalah list"da%tar dari kewenagan"uraian tugas yang harus dikuasai oleh perawat berdasarkan leel"$en$ang kompetensi yang di!apainya.

Biasanya aseton ditambahkan dalam jumlah yang sedikit untuk dicampur dengan pelarut yang lain, yang mana kekuatan larutnya sangat bagus dan laju penguapannya sangat berguna untuk

Pembuatan program atau aplikasi ini dimaksudkan untuk memudahkan para pengguna dalam menggunakan fasilitas CD-ROM khususnya bagi anak-anak usia 2 sampai dengan 4 tahun atau

KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN ANGGARAN 2012 NOMOR : 602.1/480/IV.32/2011 TANGGAL : 23 November 2011 ALAMAT : Jalan Pulau Sebesi No.. PEKERJAAN

Satu buku dapat memiliki beberapa copy, namun untuk copy yang sama memiliki satu nomor buku. Setiap peminjaman akan dicatat

Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap pelaksanaan laporan morbiditas rawat inap di unit kerja rekam medis di Rumah Sakit Umum Sinar Husni Medan, ada beberapa

Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kualitas laporan keuangan secara signifikan mampu memoderasi pengaruh dewan komisaris independen terhadap