BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Laporan keuangan perusahaan mengandung informasi yang sangat
penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.
Keputusan yang diambil akan tepat apabila informasi yang dihasilkan
laporan keuangan juga adalah informasi yang akurat. Pada prinsipnya
laporan keuangan sering memiliki keterbatasan dalam menyajikan informasi
yang dibutuhkan oleh para pengguna. Untuk memperoleh informasi yang
akurat dari laporan keuangan dibutuhkan analisis lebih lanjut terhadap
laporan keuangan. Analisis laporan keuangan dapat berupa analisis rasio,
analisis tren dan lain-lain.
Dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangan maka akan
dapat diprediksi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Dengan kata lain analisis laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat
untuk memprediksi kondisi dimasa yang akan datang. Menurut Indira dan
Suhardjono (2006) analisis laporan keuangan perbankan bertujuan antara
lain untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja perusahaan bank, untuk
mengetahui perkembangan perbankan dari suatu periode ke periode
berikutnya, sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen dalam
melaksanakan kegiatan operasional dan penyusunan rencana kerja anggaran bank,
untuk memonitor pelaksanaan dari suatu kebijakan perusahaan yang telah
ditetapkan, sehingga dapat diadakan perbaikan/penyempurnaan di masa yang akan
2.1.1 Rasio Keuangan
Menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan
UU No. 10 Tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Kegiatan operasional yang dilakukan perbankan
menurut ketentuan pemerintah harus dinyatakan dalam laporan keuangan yang
diterbitkan dan dilaporkan kepada masyarakat maupun pihak terkait selaku
pengawas dunia perbankan. Menurut Munawir (2007) Laporan keuangan
dipersiapkan atau dibuat dengan maksud memberikan gambaran atau laporan
kemajuan (progress report) perusahaan secara periodik yang dilakukan pihak
management yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan adalah bersifat historis
serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report. Laporan keuangan terdiri
dari data-data yang merupakan hasil dari kombinasi antara fakta yang telah
dicatat, prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan dalam akuntansi serta pendapat
pribadi.
Kinerja keuangan suatu bank dapat diukur dengan melakukan analisis
terhadap laporan keuangan dari bank yang bersangkutan Dalam Surat Edaran
Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tanggal 31 Maret 2004 disebutkan bahwa tingkat
kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor
permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas
terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap faktor – faktor tersebut dilakukan
judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor – faktor
penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan
perekonomian nasional.
Untuk menilai kesehatan perbankan umumnya digunakan enam aspek
penilaian, yaitu aspek permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas,
likuiditas dan aspek sensitivitas yang biasanya disebut dengan rasio CAMELS.
2.1.1.1. Aspek Permodalan
Aspek permodalan dalam penelitian ini berdasarkan pada komponen
Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang
berlaku. Dalam penelitian ini aspek permodalan diwakili oleh komponen Capital
Adequacy Ratio (CAR). Menurut Tarmizi & Wilyanto (2003) menerangkan CAR
merupakan rasio permodalan yang menunjukan kemampuan bank dalam
menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung
kemungkinan resiko kerugian yang diakibatkan dalam opersional bank.
Menurut Bank Indonesia (1997) penilian terhadap KPMM ditetapkan
sebagai berikut :(a) pemenuhan KPMM sebesar 8% diberi peringkat ”Sehat”
dengan nilai kredit 81, dan untuk setiap kenaikan 0,1% dari pemenuhan KPMM
sebesar 8% nilai kredit ditambah 1 hingga maksimum 100; (b) pemenuhan
KPMM kurang dari 8% sampai dengan 7,9% diberi predikat ”Kurang Sehat”
dengan nilai kredit 65 dan untuk setiap penurunan 0,1% dari pemenuhan KPMM
sebesar 7,9% nilai kredit dikurangi 1 dengan minimum 0. Ketentuan tersebut
diatas mengindikasikan semakin tinggi rasio KPMM (CAR) semakin baik
pengaruh dalam memprediksi tingkat kesehatan bank. Dari penjelasan tersebut
dapat dibuat kuran tingkat kesehatan KPMM sebagai berikut : (i) Sehat apabila
rasio KPMM ≥ 8 %, (ii) Kurang Sehat apabila rasio KPMM antara ≥ 6,5 % - ≤
7,9 % dan (iii) Tidak Sehat apabila rasio KPMM < 6,5 %.
2.1.1.2. Aspek Kualitas Asset
Aspek kualitas asset dalam penelitian ini diwakili oleh Kualitas Aktiva
Produktif (KAP) dan Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
terhadap Total Aktiva. Rasio KAP itu sendiri digunakan untuk mengetahui
kemampuan bank dalam menjaga dan mengembalikan dana yang digunakan dan
mengukur tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan.
Menurut Bank Indonesia (1997) rasio KAP sebesar 22,5% atau lebih diberi
nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 22,5% nilai kredit
ditambah 1 dengan maksimum 100. Ketentuan ini mengindikasikan semakin
tinggi rasio KAP memperlihatkan kondisi kesehatan bank semakin buruk. Dari
penjelasan tersebut dapat dibuat kuran tingkat kesehatan KAP sebagai berikut : (i)
Sehat apabila rasio KAP antara 0,00 % - ≤ 10,35 %, (ii) Cukup Sehat apabila
rasio KAP antara > 10,35 % - ≤ 12,60 %, (iii) Kurang Sehat apabila rasio KAP
antara > 12,6 % - ≤ 14,85 % dan (iv) Tidak Sehat apabila rasio KAP > 14,85 %.
Sedangkan Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
terhadap Total Aktiva menunjukan kemampuan management bank dalam
mengelola aktiva produktif bermasalah terhadap total aktiva produktif. Semakin
tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas aktiva produksi yang menyebabkan
maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah atau tidak sehat
semakin besar.
2.1.1.3. Aspek Rentabilitas
Tingkat rentabilitas yang sehat merupakan salah satu tujuan setiap bank
karena rentabilitas digunakan sebagai alat untuk mengukur seberapa besar
kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba atas aset-aset yang ditanamkan
dalam perusahaan tersebut dan juga menunjukan kemampuan manajemen dalam
menekan biaya operasionalnya. Dalam penelitian ini tingkat rentabilitas secara
kuantitatif dapat dinilai dengan beberapa indikator antara lain dengan rasio ROA,
BOPO.
Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang
dihasilkan dari rata-rata total asset bank yang bersangkutan. Menurut Bank
Indonesia (1997) ROA sebesar 0% atau negatif diberi nilai kredit 0 dan
untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 1
dengan maksimum 100. Dari penjelasan tersebut dapat dibuat kriteria
penilaian ROA sebagai berikut : (i) Sehat apabila rasio ROA ≥ 1,215 %,
(ii) Cukup Sehat apabila rasio ROA antara ≥ 0,999 % - ≤ 1,215 %, (iii)
Kurang Sehat apabila rasio ROA antara ≥ 0,765 % - ≤ 0,999 % dan (iv) Tidak
Sehat apabila rasio ROA ≤ 0,765%.
Semakin besar ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
Maka dapat dikembangkan hipotesis: Return on Asset (ROA) mempunyai
pengaruh dalam memprediksi tingkat kesehatan bank.
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan
biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Bank yang dalam usahanya
tidak efisien akan mengakibatkan ketidak mampuan bersaing dalam mengerahkan
dana masyarakat maupun dalam menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat
yang membutuhkan sebagai modal usaha. Dengan adanya efisiensi pada lembaga
perbankan terutama efisiensi biaya maka akan diperoleh tingkat keuntungan yang
optimal, peningkatan pelayanan kepada nasabah, keamaanan dan kondisi
kesehatan bank semakin meningkat.
Menurut Bank Indonesia (1997) BOPO sebesar 100% atau lebih diberi
nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1
dengan maksimum 100. Dari penjelasan tersebut dapat dibuat kuran tingkat
kesehatan BOPO sebagai berikut : (i) Sehat apabila rasio BOPO ≤ 93,52 %, (ii)
Cukup Sehat apabila rasio BOPO antara ≥ 93,52 % - ≤ 94,72 %, (iii) Kurang
Sehat apabila rasio BOPO antara ≥94,72 % - ≤ 95,92 % dan (iv) Tidak Sehat
apabila rasio BOPO > 95,92 %.
Semakin besar rasio BOPO mengindikasikan pendapatan operasional
yang diperoleh tidak dapat mengcover beban operasional yang dikeluarkan
sehingga kemungkinan bank mengalami kondisi tidak sehat s emakin besar .
Maka dapat dikembangkan hipotesis, Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO) mempunyai pengaruh dalam memprediksi
2.1.1.4. Aspek Likuiditas
Kemampuan bank untuk dapat membayar semua kewajiban jangka pendek
pada saat jatuh tempo merupakan salah satu faktor menentukan kondisi suatu
bank. Apabila mampu melakukan pembayaran artinya bank dalam keadaan likuid,
tetapi jika bank tidak mampu melakukan pembayaran, maka bank dikatakan tidak
likuid. Dalam penelitian ini aspek likuiditas diwakili oleh komponen Loan to
Deposit Ratio (LDR) dan Cash Ratio (CR).
LDR merupakan indikator kemampuan bank untuk mengimbangi
kewajiban untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik
kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit.
Apabila dari banyak keredit yang diberikan tidak diimbangi dengan jumlah dana
yang terkumpul menyebabkan likuiditas dari bank berkurang.
Menurut Bank Indonesia (1997) rasio LDR sebesar 115% atau lebih diberi
nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari 115% nilai kredit
ditambah 4 dengan maksimum 100. Dari penjelasan tersebut dapat dibuat kuran
tingkat kesehatan LDR sebagai berikut : (i) Sehat apabila rasio LDR ≤ 94,75 %,
(ii) Cukup Sehat apabila rasio LDR antara ≥ 94,75 % - ≤ 98,50 %, (iii) Kurang
Sehat apabila rasio LDR antara ≥ 98,50 % - ≤ 102,25% dan (iv) Tidak Sehat
apabila rasio LDR ≤ 102,25 %.
Maka rasio LDR tersebut harus berada di batas aman, apabila berada di
luar batas aman akan menyebabkan likuiditas bank terganggu yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada keputusan untuk melikuidasi bank tersebut. Maka dapat
dikembangkan hipotesis, LDR mempunyai pengaruh dalam memprediksi tingkat
Sedangkan CR merupakan indikator kemampuan bank dalam memenuhi
seluruh kewajiban jangka pendek. Kewajiban jangka pendek pada perusahaan
perbankan termasuk kewajiban bank untuk menyediakan dana untuk kebutuhan
penarikan tabungan oleh nasabah.
Menurut Bank Indonesia (1997) rasio CR sebesar 0% diberi nilai kredit 0
dan untuk setiap kenaikan 0,05% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Dari penjelasan tersebut dapat dibuat kuran tingkat kesehatan CR sebagai berikut :
(i) Sehat apabila rasio CR ≥ 4,05 %, (ii) Cukup Sehat apabila rasio CR antara ≥
3,30 % - ≤ 4,05 %, (iii) Kurang Sehat apabila rasio CR antara ≥ 2,25 % - ≤ 3,30%
dan (iv) Tidak Sehat apabila rasio CR ≤ 2,25%.
Ketentuan ini mengindikasikan semakin tinggi rasio CR memperlihatkan
kondisi kesehatan bank semakin baik.
2.1.2 Komisaris Independen
Komisaris independen adalah satu unsur dari Corporate governance.
Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan kepentingan antara
kepemilikan dan pengendalian perusahaan yang sering disebut sebagai masalah
keagenan. Permasalahan yang dihadapi oleh para pemegang saham adalah
bagaimana mereka dapat memastikan bahwa dana yang telah mereka investasikan
dalam perusahaan akan digunakan secara tepat oleh manajer dan tidak digunakan
untuk proyek yang tidak menguntungkan sehingga akan menghasilkan
keuntungan seperti yang mereka harapkan.
Menurut Bank Indonesia (2006) prinsip-prinsip good corporate
Independency dan Fairness. Penjabaran prinsip-prinsip yang terkandung dalam
good corporate governance adalah sebagai berikut:
1. Transparency (Keterbukaan)
Transparency yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang
material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan. Dalam mewujudkan transparansi, perusahaan harus
menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Selain itu, para investor
harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat
diperlukan. Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu
kepada stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan
transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor
dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan
keuntungan dari investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang
menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan
tersebut memiliki dana dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya
informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai
dan risiko serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital).
2. Accountability (Akuntabilitas)
Accountability (akuntabilitas) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan
pertanggungjawaban organisasi perusahaan sehingga pengelolaannya berjalan
secara efektif. Apabila prinsip accountability (akuntabilitas) ini diterapkan
secara efektif, maka perusahaan akan terhindar dari agency problem (benturan
pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab
pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili
oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan
(oversight) dan pengawasan.
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Responsibility (pertanggungjawaban) adalah kesesuaian atau kepatuhan
didalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku termasuk yang
berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan
lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian, dan
persaingan yang sehat.
4. Independency (Kemandirian)
Independency atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Independensi penting
sekali dalam proses pengambilan keputusan. Hilangnya independensi dalam
proses pengambilan keputusan akan menghilangkan objektivitas dalam
pengambilan keputusan tersebut.
5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
Fairness yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola
kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Secara sederhana
kesetaraan didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam
memenuhi hak-hak stakeholder. Dalam pengelolaan perusahaan perlu
ditekankan pada kesetaraan, terutama untuk pemegang saham minoritas.
Investor harus memiliki hak-hak yang jelas tentang kepemilikan dan sistem
dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi hak-haknya.
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bahwa dalam rangka meningkatkan
kinerja Bank, melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang
berlaku umum pada industri perbankan, diperlukan pelaksanaan good corporate
governance. Peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate governance
merupakan salah satu upaya untuk memperkuat kondisi internal perbankan
nasional sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 diatur bahwa dewan komisaris terdiri dari
komisaris dan komisaris independen.
Tugas dan tanggung jawab dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 adalah sebagai berikut:
(1) Dewan Komisaris wajib memastikan terselenggaranya pelaksanaan Good
Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh
tingkatan atau jenjang organisasi.
(2) Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada
(3) Dalam melakukan pengawasan, Komisaris wajib mengarahkan, memantau,
dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank.
(4) Dalam melakukan pengawasan, dewan Komisaris dilarang terlibat dalam
pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali:
a. penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit; dan
b. hal-hal lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Bank atau
peraturan perundangan yang berlaku.
a. Pengambilan keputusan oleh dewan Komisaris tidak meniadakan
tanggung jawab Direksi atas pelaksanaan kepengurusan Bank.
2.2 Penelitian Terdahulu
Luciana dan Winny (2005) meneliti rasio CAMEL terhadap kondisi
bermasalah lembaga perbankan. Penelitiannya menghasilkan bahwa dari 11 rasio
keuangan CAMEL yang digunakan yaitu CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP
terhadap Aktiva produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR,
rasio yang memiliki perbedaan signifikan antara bank‐bank kategori bermasalah
dan tidak bermasalah periode 2000‐2002 adalah CAR, APB, NPL, PPAP, ROA,
NIM, BOPO. Rasio yang berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi
bermasalah bank‐bank swasta nasional di Indonesia adalah rasio CAR dan BOPO.
Sugiyanto et al. (2002) yang menggunakan variabel permodalan, kualitas
aset, manajemen, earning power dan likuiditas mengatakan bahwa kekuatan
permodalan tidak memiliki hubungan terhadap prediksi kondisi bermasalah bank
manajemen, earning power dan likuiditas memiliki hubungan terhadap prediksi
kondisi bermasalah bank untuk satu tahun maupun dua tahun yang akan datang.
Indira (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kekuatan dalam
ketepatan memprediksi cenderung meningkat dari dua ke satu tahun sebelum
bangkrut untuk kondisi bermasalah 1997, sedangkan untuk kondisi bermasalah
1998 dan 1999 cenderung turun berkisar antara 90,2%‐80,6%. Tipe kesalahan 2
(bank diprediksi bangkrut ternyata tidak bangkrut) mempunyai rasio yang tinggi
dibandingkan dengan kesalahan tipe 1 dan selalu meningkat untuk setiap tahun
kondisi bermasalah. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kondisi ekonomi
sangat mempengaruhi ketepatan model dalam memprediksi kondisi bermasalah
maupun tipe kesalahan yang dilakukan.
Etty dan Titik (2000) menyimpulkan bahwa dengan uji univariate terdapat
dua jenis jenis rasio keuangan dalam model CAMEL yang signifikan yang
membedakan bank sehat dan gagal. Berdasarkan penelitian tentang penggunaan
rasio keuangan sebagai alat analisis, berikut ini disusun tabel yang
memperlihatkan deskripsi hasil penelitian sebelumnya:
Tabel 2.1 Deskripsi Hasil Penelitian Terdahulu
Peneliti (Tahun) Judul Variabel Yang Diteliti Hasil Penelitian
Luciana Spica
PPAP terhadap Aktiva Produktif
Dari 11 rasio keuangan CAMEL yang digunakan yaitu CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR, rasio yang memiliki perbedaan yang signifikan antara bank‐bank kategori bermasalah dan tidak bermasalah perioda
2000‐2002 adalah CAR, APB,
NPL, PPAP, ROA, NIM, BOPO. Dan rasio yang berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi
bermasalah bank‐bank swasta
Tabel 2.1 Lanjutan
Peneliti (Tahun) Judul Variabel Yang Diteliti Hasil Penelitian
FX. Sugiyanto, prediksi kondisi bermasalah bank untuk satu tahun maupun dua tahun yang akan datang, sedangkan kualitas aset, manajemen, earning power dan likuiditas memiliki hubungan terhadap prediksi kondisi bermasalah bank untuk satu tahun dan dua tahun yang akan datang.
Indira Januarti dari dua ke satu tahun sebelum bangkrut untuk kondisi bermasalah 1997, sedangkan untuk kondisi bermasalah 1998 dan 1999 cenderung turun berkisar antara 90,2%‐80,6%. Tipe kesalahan II (bank diprediksi bangkrut ternyata tidak bangkrut) mempunyai rasio yang tinggi dibandingkan dengan kesalahan tipe I dan selalu meningkat untuk setiap tahun kondisi bermasalah. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kondisi ekonomi sangat mempengaruhi ketepatan model dalam memprediksi kondisi bermasalah maupun tipe kesalahan yang dilakukan.
Melalui uji univariate terdapat dua jenis jenis rasio keuangan dalam model CAMEL yang signifikan yang membedakan bank sehat dan gagal
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak
di variable pemoderasinya, dimana terdapat satu variabel pemoderasi dalam
penelitian ini yaitu komisaris independen. Perbedaan lainnya yaitu dalam hal
obyek penelitiannya, dimana penelitian ini mengambil Bank Perkreditan Rakyat