• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Meutia Menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Meutia Menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu hak azasi manusia, dan sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini kembali ditegaskan dalam Undang-Undang (UU) No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (RS) bahwa salah satu pelayanan kesehatan jenis layanan kesehatan yang perlu diperhatikan adalah rumah sakit, dan ini menjadi tanggung jawab negara atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Mengingat pelayanan kesehatan adalah hal yang penting, maka sesuai UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab, dengan pengertian bahwa penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah dalam rangka memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(2)

daerah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai karakteristik daerahnya masing-masing. Upaya ini dilaksanakan dengan memberikan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau demi terwujudnya derajat kesehatan bagi seluruh masyarakat.

Undang-undang bidang keuangan Negara merupakan paket reformasi yang signifikan di bidang keuangan negara yang kita alami sejak kemerdekaaan. Salah satu dari reformasi yang paling menonjol adalah pergeseran dari penganggaran tradisional ke pengganggaran berbasis kinerja. Basis kinerja ini mulai dirintis arah yang jelas bagi penggunaan dana pemerintah, berpindah dari sekedar membiayai masukan (inputs) atau proses ke pembiayaan terhadap apa yang akan dihasilkan (outputs).

Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran yang lebih rasional untuk mempergunakan sumber daya yang dimiliki pemerintah mengingat tingkat kebutuhan dana yang semakin tinggi, sementara sumber dana yang tersedia tetap terbatas. Dengan demikian, pilihan rasional oleh publik sudah seyogianya menyeimbangkan prioritas dengan kendala dana yang tersedia. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberi landasan yang penting bagi orientasi baru tersebut di Indonesia.

(3)

Layanan Umum (BLU) dan diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja).

Peluang ini secara khusus disediakan kesempatannya bagi satuan-satuan kerja Pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik (seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan, dan lisensi), untuk membedakannya dari fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan. Praktik ini berkembang luas di manca negara berupa aktivitas yang diselenggarakan oleh instansi yang dikelola ala bisnis sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efesien dan efektif.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2012 menjelaskan bahwa BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas. Pelaksanaan PP tersebut diatur juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah serta di perkuat dengan lahirnyan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan sebuah Rumah Sakit menerapkan sistem BLUD dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

(4)

tidak cepat namun terjadi prosedur yang berbelit-belit, 2) adanya diskriminasi pelayanan, 3) biaya tidak transparan dan lambat, 4) adanya budaya kerja aparatur yang belum baik, dan 5) waktu penyelesaian pemberian pelayanan yang tidak jelas, serta adanya praktek pungutan liar diluar tarif layanan yang telah ditentukan.

Tujuan pembentukan BLUD adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas serta penerapan praktek bisnis yang sehat. BLU dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, dan salah satunya adanya BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi penyiaran, dan lain-lain.

Penerapan kebijakan BLUD, harus memenuhi beragam persyaratan, agar dapat terwujud secara komprehensif, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Persyaratan tersebut meliputi 1) persyaratan substantif, yaitu berupa upaya peningkatan perekonomian masyarakat, 2) persyaratan teknis yaitu adanya peningkatan kinerja pelayanan sesuai tugas dan fungsinya, serta persyaratan administratif, yaitu adanya lisensi dan legalitas kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; pola tata kelola (yang baik); rencana strategis bisnis; laporan keuangan pokok; standar pelayanan minimum; dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

(5)

provinsi hingga kabupaten/kota. Termasuk juga dalam kategori RSD adalah rumah sakit khusus seperti rumah sakit jiwa atau kusta. Kondisi RSD saat ini sekitar 80 persennya dikelola secara birokratis, sementara sisanya 20 persen sudah swadana, dan rumah sakit swadana ini diharapkan yang lebih dulu menjadi BLU. Pengelolaan secara birokratis sangat membebani rumah sakit, meski namanya merupakan rumah sakit yang dikelola dan mendapatkan anggaran dari pemda, dalam kenyataannya RSD tidak pernah menerima dana kas dari Pemerintah Daerah. Justru RSD yang menyetor ke kas daerah dan menambahkan dana kas baru jika ada penambahan investasi di RSD.

Seluruh pendapatan rumah sakit dalam sistem pengelolaan birokratis harus disetorkan ke kas daerah dalam waktu satu kali 24 jam. Kondisi ini menyulitkan cash flow yang secara signifikan akan mengganggu rantai pelayanan terhadap pasien, mulai dari pembiayaan administrasi maupun pembiayaan obat-obatan dan bahan habis pakai (BHP). UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang ditindaklanjuti dengan PP No 74/2012 tentang BLU, kedua ketentuan itu memungkinkan institusi layanan publik milik pemerintah didorong untuk mandiri dengan tujuan agar pelayanan menjadi lebih profesional dengan tidak mengutamakan mencari keuntungan.

(6)

tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat serta harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu. Rumah sakit pada hakekatnya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogianya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Rumah sakit sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan masyarakat, selama ini tak sedikit keluhan diarahkan pada kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai masih rendah, terutama rumah sakit daerah atau rumah sakit milik pemerintah. Penyebabnya yaitu masalah keterbatasan dana. Sehingga rumah sakit tidak bisa mengembangkan mutu layanannya, baik karena peralatan medis yang terbatas maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang rendah (UU No. 44 Tahun 2009).

(7)

Kondisi objektif RSUD memang sangat cocok dengan status BLUD, dengan pertimbangan 1) dapat memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat, 2) dapat menarik bayaran atas jasa yang diberikannya, 3) memiliki lingkungan persaingan yang berbeda dengan Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD), 4) pendapatan yang diperoleh dari jasa yang diberikannya cukup signifikan, dan 5) adanya spesialisasi dalam hal keahlian karyawannya.

Perubahan RSUD menjadi BLUD dapat dimaknai sebagai sebuah bentuk keprofesionalan pelayanan publik di Pemerintahan Daerah, namun banyak pihak yang mengkritik karena sebenarnya menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum mampu mengelola dan memberdayakan dana berlimpah yang dimilikinya untuk menyediakan pelayanan publik yang berkualitas. Bahkan ada yang pesimis bahwa BLUD tidak akan berhasil kecuali hanya menjadi sumber penghasilan bagi para pengelolanya. (Abdullah, 2008).

(8)

tentang BLUD, masih ada kekurangsiapan karyawan dan pemilik rumah sakit, dan masih adanya kelemahan dalama pengelolaan keuangan rumah sakit.

Fenomena permasalahan rencana BLUD rumah sakit daerah masih menuai permasalahan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini juga terjadi di Provinsi Aceh. menurut Mahdi (2012), bahwa belum semua RSUD di Provinsi Aceh menerapkan PPK BLUD, dan masih sangat perlu dilakukan bimbingan teknis, dan pendampingan, serta dukungan pemerintah daerahnya. Data menunjukkan dari 26 RSUD milik pemerintah daerah baru 12 RSUD yang sudah menjadi PPK BLUD. Dari sejumlah PPK-BLUD tersebut masih banyak ditemukan permasalahan, baik secara administratif, maupun secara teknis.

Salah satu RSUD milik pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara yang sedang dalam upaya penerapan BLUD adalah RSU Cut Meutia. Secara legalitas RSUD Cut Meutia merupakan RSUD kelas B dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 135 tempat tidur dan tahun 2014 bertambah menjadi 251 tempat tidur. Berdasarkan komposisi sumber daya manusia kesehatan, diketahui jumlah tenaga keseluruhan di RSUD Cut Meutia sebanyak 881 orang yang terdiri dari tenaga berstatus PNS sebanyak 389 orang dan tenaga dengan status non PNS sebanyak 492 orang. Berdasarkan aspek pendanaan untuk operasional dan optimalisasi kegiatan rumah sakit bersumber dana dari APBN dan APBD (Profil RSUD Cut Meutia, 2014).

(9)

Occupancy Rate (BOR) sudah mencapai 80,9%, dengan Length of Stay (LOS) selama 3 hari. Rata-rata kunjungan pasien untuk rawat jalan didominasi oleh pasien peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dan atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Selain itu dari aspek pendapatan asli daerah bersumber dari rumah sakit, diketahui selalu memenuhi target yang sudah ditetapkan, sehingga dapat menjadi nilai positif untuk peningkatan status BLUD.

(10)

Secara teknis proses penyiapan pelayanan belum dilakukan dengan baik, hal ini diindikasikan dari rendahnya mutu pelayanan terhadap pasien, seperti waktu tunggu pasien yang masih lama, administrasi di bagian rekam medik masih belum cepat dan cenderung berbelit-belit, dan kedisiplinan dokter spesialis yang masih kurang. Fenomena ini mendeskripsikan secara teknis RSUD Cut Meutia masih belum siap untuk BLUD. Demikian juga jika dilihat dari aspek substantif adanya perubahan dinamika birokrasi sehingga berdampak terhadap tata kelola organisasi rumah sakit yang cenderung berubah-berubah seperti pergantian pejabat struktural. Hal ini berimplikasi terhadap keseluruhan administrasi dalam dokumen yang telah disusun, serta kompetensi SDM yang sudah terlatih.

Berdasarkan pengalaman RSUD yang sudah menerapkan BLUD, masih banyak ditemui permasalahan-permasalahan secara teknis, dan juga berkaitan dengan kesiapan SDM nya, seperti tanggung jawab terhadap tugas dan kewenangan, kedisiplinan, dan bekerja sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Penelitian Wildana (2012) di Makasar juga menemukan hal yang serupa, seperti lemahnya pengawasan terhadap kehadiran dokter spesialis, dan rendahnya kesadaran pegawai untuk bekerja sesuai SOP.

(11)

dengan jasa medis pelayanan, semuanya menjelaskan selalu ada kendala dalam pembayaran, dan pendistribusian jasa medis cenderung belum proporsional. Hal-hal seperti ini secara tidak langsung dapat berdampak terhadap kesempurnaan dalam implementasi BLUD rumah sakit.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas peneliti tertarik untuk menganalisis Kesiapan Rumah Sakit Menuju Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada RSUD Cut Meutia di Kabupaten Aceh Utara tahun 2015.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kesiapan dokumen pola tata kelola, rencana strategi bisnis dan standar pelayanan minimal sebagai syarat BLUD di RSUD Cut Meutia dalam menerapkan kebijakan pelaksanaan BLUD.

2. Bagaimana proses advokasi dilakukan, kepada siapa dan kegiatan apa saja yang sudah dilakukan pihak RSUD Cut Meutia.

3. Bagaimana kesiapan sumber daya manusia dalam menerapkan kebijakan pelaksanaan BLUD di RSUD Cut Meutia di Kabupaten Aceh Utara tahun 2015

1.3 Tujuan Penelitian

(12)

1. Menganalisis kesiapan dokumen pola tata kelola, rencana strategi bisnis dan standar pelayanan minimal di RSUD Cut Meutia.

2. Menganalisis proses advokasi yang dilakukan pihak RSUD Cut Meutia kepada stakeholder terkait.

3. Menganalisis kesiapan sumber daya manusia dalam menerapkan kebijakan pelaksanaan BLUD di RSUD Cut Meutia di Kabupaten Aceh Utara tahun 2015.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi RSUD Cut Meutia dalam mengambil kebijakan untuk percepatan transformasi kebijakan pelaksanaan BLUD

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan pola pengelolaan

Gambar 4.2 Garis Kontinum Kategorisasi Penilaian Variabel Kinerja RSUD. Kota

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (PPK-BLUD) dan kinerja RSUD Kota Garut termasuk ke

PENDIDIKAN PELAKSANAAN WAWANCARA 1 RAD 2013 001 ARIF BASYARUDDIN Dill TEKNIK RONTGEN. 2 RAD 2013 002 DIYAN PRATIWI Dill TEKNIK RONTGEN SENIN, 25

Badan Layanan Umum Daerah pada dasarnya akan membuat Puskesmas menjadi mandiri terutama pengelolaan keuangan dan penyediaan sarana dan prasarana serta SDM untuk peningkatan

Sistem Akuntansi Keuangan Badan Layanan Umum Daerah adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan

Sebagai fasilitas rujukan dari pelayanan primer, di unit rawat jalan yaitu rawat jalan spesialis penggunaan obat generik di semua kelas rumah sakit tertinggi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang didiagnosis diare yang menjalani rawat inap di ruang anak BLUD Rumah Sakit Umum Cut Meutia tahun 2015.Sampel dalam