• Tidak ada hasil yang ditemukan

Poligami Lebih Dari Empat Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Poligami Lebih Dari Empat Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Islam adalah ajaran yang diturunkan Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi dengan teliti, tanpa ada celah dan cacat, bahkan dalam menciptakan langit dan bumi tersebut tidak ada keberatan sedikitpun pada-Nya. Islam yang turun diwahyukan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril adalah ajaran yang sempurna tiada kekurangan, kebatilan, bahkan tiada keraguan sama sekali. Islam juga ajaran yang memberikan kemudahan, solusi bukan membuat masalah dan memberikan kesengsaraan.1

Islam datang meletakkan dasar-dasar yang kokoh sebagai suatu sistem sosial dengan menjunjung tinggi hak wanita dan menempatkan wanita pada kedudukan yang terhormat dikalangan umat muslim. Hubungan laki-laki dan perempuan diletakkan ikatan hukum yang tidak hanya semata-mata sebagai perjanjian keperdataan saja, akan tetapi hubungan tersebut juga dilandasi oleh semangat moral dan etika melalui lembaga perkawinan sehingga tujuan perkawinan dapat tercapai.

Perkawinan bertujuan untuk mengikat dua insan dalam satu ikatan. Ikatan perkawinan dalam Islam adalah suatu ikatan yang sangat kuat yang menyatukan laki-laki dan perempuan dalam wadah keluarga yang penuh ketentraman dan kasih sayang.2

1

Khozin Abu Faqih,Poligami Solusi atau Masalah? Cet Ke-1, Mumtaz, Jakarta, 2006, hal. 9-10

(2)

Perkawinan dalam Islam berada di ruang publik/sosial, dikarenakan memiliki sifat mengikat baik pada masa perkawinan maupun perkawinan yang berakhir dengan perceraian ataupun kematian. Selain itu perkawinan dalam Islam berada di ruang moral keagamaan, karena setiap pasangan dalam perkawinan memiliki praktek keimanan dan ketaatan terhadap batasan-batasan yang telah ditentukan Tuhan.3

Islam memandang perkawinan mempunyai kedudukan yang tinggi dalam kehidupan individual, kekeluargaan maupun kehidupan bangsa, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupannya. Islam tidak menghendaki seseorang hidup membujang tidak kawin selamanya karena hal ini berlawanan dengan fitrah manusia serta ajaran agama.4

Dalam Islam, poligami didefinisikan sebagai perkawinan seorang suami dengan isteri lebih dari seorang dengan batasan maksimal empat orang isteri dalam waktu yang bersamaan. Batasan ini didasarkan pada surat An-Nisa’ (4): 3 yang berbunyi:

”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Dari ayat itu ada juga sebagian ulama yang memahami bahwa batasan poligami itu boleh lebih dari empat orang isteri bahkan lebih dari sembilan isteri.

3Asghar Ali Engineer,Pembebasan Perempuan, LKIS, Yogyakarta, 2003, hal. 111

4 Supardi Mursalim, Menolak Poligami (Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan

(3)

Namun batasan maksimal empat isterilah yang paling banyak diikuti oleh para ulama dan dipraktikkan dalam sejarah dan Nabi Muhammad SAW melarang melakukan poligami lebih dari empat isteri.5

Ayat di atas diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada tahun ke-8 Hijrah untuk membatasi jumlah istri pada batas maksimal empat orang saja. Sebelumnya sudah menjadi hal biasa jika seorang pria Arab mempunyai istri banyak tanpa ada batasan. Dengan diturunkannya ayat ini, seorang Muslim dibatasi hanya boleh beristri maksimal empat orang saja, tidak boleh lebih dari itu. Sangat jelas di dalam ayat ini dikatakan bahwa laki-laki di perbolehkan menikah sebanyak-banyaknya empat, dan tidak boleh lebih menurut kebanyakan ulama.

Adapun dalil dari hadits yang menjelaskan tentang tidak di perbolehkannya laki-laki beristeri lebih dari empat yakni apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Qais ibnul Harits bahwa ia berkata :”Saya masuk Islam sementara saya memiliki 8 isteri. Saya datang kepada Nabi Muhammad SAW lalu saya ceritakan hal tersebut kepada beliau. Beliaupun berkata “pilihlah olehmu di antara mereka empat orang saja”.6 Melalui hadits tersebut, Rasullullah memberi ketegasan untuk membatasi berpoligami hanya kepada empat istri saja, bagi orang-orang yang beristri berpoligami lebih dari empat.

Poligami adalah suatu tindakan yang sampai saat ini menjadi pro dan kontra dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat atau pandangan

5Al-Syaukani. Fath Qadir: Jami’ Bain Fann Riwayah wa Dirayah min ‘Ilm

(4)

masyarakat. Sebagian mereka banyak yang menganggap kalau poligami itu merupakan suatu perbuatan negatif. Padahal pada hakekatnya poligami itu diperbolehkan dalam Islam, hanya saja wacana dan sikap yang berkembang terkadang berlebihan. Di satu sisi anti poligami di sisi lain salah kaprah dalam mempraktekkan poligami. Ironisnya, kedua kecendurangan tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat awam, namun juga dalam para aktivis dakwah yang memiliki pemahaman lebih dibandingkan umat kebanyakan.7

Pengertian perkawinan menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 sebagai Undang-Undang yang mengatur perkawinan termasuk didalamnya mengatur tentang beristri lebih dari satu atau poligami. Kebolehan poligami di UUP terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya seorang suami dan (2) Pengadilan dapat memberikan izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Kendatipun Undang-undang Perkawinan menganut asas monogami seperti yang terdapat dalam Pasal 3 yang menyatakan seorang pria hanya boleh mempunyai

(5)

seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, namun dibagian lain menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu poligami dibenarkan.8 Kebolehan poligami di dalam Undang-Undang Perkawinan hanyalah pengecualian, untuk itu Undang-undang mencantumkan alasan-alasan yang membolehkan hal tersebut.9 Dengan demikian asas yang dianut oleh Undang-Undang Perkawinan adalah bukan asas monogami mutlak, melainkan monogami terbuka yang menempatkan poligami pada status hukum darurat. Di samping itu poligami tidak semata-mata kewenangan suami penuh tetapi atas dasar izin dari istri dan hakim (pengadilan).10

Di Indonesia pengaturan tentang poligami diatur di dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa, “Apabila ingin beristri lebih dari satu maka harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :

1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri:

2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan: 3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan:

Contoh kasus laki-laki yang beristeri lebih dari empat adalah kasus Eyang Subur yang banyak diberitakan diberbagai media. Kronologi kasus Eyang Subur

8Pasal-Pasal yang mengatur Poligami yaitu Pasal 3-5 UU No. 1 Tahun 1974, di dalam pasal

ini termuat syarat alternatif (Pasal 4 ayat 2) dan syarat Kumulatif (Pasal 5) yang harus dipenuhi oleh seorang suami yang akan berpoligami.

9 Amir Nurrudin dan Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh UU No. 1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam, Cet Ke-2, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 161

(6)

sebenarnya mulai diketahui oleh publik ketika salah seorang artis, Adi Bing Slamet melaporkan Eyang Subur kepada pihak kepolisian atas tuduhan penipuan dan praktik perdukunan.11

Setelah kasus praktik perdukunan Eyang Subur ini mencuat ke publik tidak lama kemudian diketahui bahwa Eyang Subur juga ternyata mempunyai banyak isteri. Isteri Eyang Subur berjumlah delapan orang. Jika dilihat dari hukum negara yang berlaku, jelas bahwa empat dari delapan isteri Eyang Subur menikah tanpa dicatatkan di kantor catatan sipil negara. Hal ini mulai mengundang banyak spekulasi dan pendapat dari masyarakat. Apalagi setelah kasus ini mencuat di ketahui jika relasi dari Eyang Subur kebanyakan dari kalangan artis. Dan juga ada beberapa artis yang mengaku bahwa dirinya juga pernah ingin dinikahi oleh Eyang Subur. Jika di lihat dari sudut pandang hukum Islam, perilaku Eyang Subur ini merupakan kasus penyimpangan pengamalan hukum Islam.

Selain itu dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 40 tentang beristri lebih dari seorang di jelaskan apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan.

Perbuatan Poligami lebih dari empat istri yang dilakukan Eyang Subur ini mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan Fatwa No. 17 Tahun 2013 tentang beristeri lebih dari empat dalam waktu yang bersamaan tersebut

11http://sosok.kompasiana.com/2013/05/14/belajar-analisa-kasus-560086.html, diakses

(7)

merupakan keputusan berdasarkan dalil-dalil yang telah ada dalam Al-Quran dan juga hadits. Berdasarkan fatwa yang telah dikeluarkan MUI, seharusnya Eyang Subur melepaskan (menceraikan) empat istri dari delapan istrinya karena menurut ulama hubungan yang telah terjalin antara Eyang Subur dan isteri-isterinya yang ke lima dan seterusnya adalah dihukumi zina karena statusnya adalah bukan suami isteri.12

Adapun Fatwa MUI No. 17 tahun 2013 berbunyi bahwa beristri lebih dari empat wanita pada waktu yang bersamaan hukumnya haram. MUI menetapkan, jika pernikahan dengan istri pertama hingga keempat dilaksanakan sesuai syarat dan rukunnya, maka ia sah sebagai istri dan memiliki akibat hukum pernikahan. Sedang wanita yang kelima dan seterusnya, meski secara kenyataan sudah digauli, statusnya bukan menjadi istri yang sah. Wanita yang kelima dan seterusnya wajib dipisahkan karena tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Seorang muslim yang telah melakukan pernikahan (beristri lebih dari empat dalam waktu bersamaan) harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, berkomitmen untuk melakukan taubat yang sungguh-sungguh dengan jalan: membaca istighfar, menyesali perbuatan yang telah dilakukan, meninggalkan perbuatan haram tersebut, dan berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi. Selanjutnya, melepaskan wanita yang selama ini berkedudukan sebagai istri kelima dan seterusnya (mutarakah). Memberikan biaya terhadap wanita-wanita yang telah digauli beserta anak-anaknya yang lahir akibat pembuahannya, sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Jika terjadi pernikahan (beristri lebih dari empat), dan yang bersangkutan tidak mau menempuh langkah

(8)

yang dihimbau MUI, maka pemerintah harus mengambil langkah-langkah sesuai kewenangannya untuk melepaskan wanita yang tidak sah sebagai istrinya melalui peradilan agama (tafriq al-qadhi).

Dari latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Poligami Lebih Dari Empat Dalam Perspektif Fiqih Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaturan tentang poligami dalam perspektif Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia?

2. Bagaimanakah legalitas status perkawinan poligami yang melebihi dari empat orang menurut Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

3. Apa akibat hukum dari poligami yang melebihi dari empat orang menurut Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan poligami dalam perspektif

(9)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis status poligami yang melebihi dari empat orang menurut Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari poligami yang melebihi dari empat orang menurut Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas yang berhubungan dengan perkawinan beristri lebih dari empat dalam perspektif Hukum Islam.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang terkait persoalan perkawinan beristri lebih dari empat terutama :

a. Memberi informasi yang dibutuhkan masyarakat di masa mendatang apabila terjadi permasalahan perkawinan beristri lebih dari empat.

(10)

E. Keaslian Penelitian

Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai perkawinan, namun sejauh ini berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan belum ada penelitian sebelumnya, dengan judul: Poligami Lebih dari Empat dalam Perspektif Fiqih Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Adapun penelitian penelitian yang sebelumnya antara lain :

1. Ilka Nani (047011048) dengan judul tesis Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan (Studi Kasus Pengadilan Agama Padang).

Dengan perumusan masalah :

a. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab suami melakukan poligami tanpa ijin pengadilan?

b. Bagaimana akibat hukum yang terdapat pada perkawinan poligami yang dilangsungkan tanpa ijin pengadilan?

2. Gideon Harunta (067011036) dengan judul tesis Akibat Hukum Perkawinan Poligami pada Masyarakat Batak Karo di Kecamatan Kabanjahe Karo.

Dengan perumusan masalah :

a. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perkawinan poligami pada masyarakat Batak Karo di Kecamatan Kabanjahe Karo?

(11)

3. Yola Ardiza (087011132) dengan judul tesis Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Poligami Tanpa Izin dan Kaitannya dengan Status Anak Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi di Pengadilan Agama Kelas I-A) Medan.

Dengan perumusan masalah :

a. Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya pembatalan perkawinan poligami tanpa izin dari pengadilan?

b. Bagaimana kedudukan hukum anak yang lahir dari perkawinan poligami akibat terjadinya pembatalan perkawinan poligami tanpa izin dari pengadilan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974?

c. Bagaimana terjadinya pembatalan perkawinan poligami tanpa izin dari pengadilan?

4. Nona Sari Dewi Nasution (087011085) dengan judul tesis Perlindungan Terhadap Hak-Hak Istri pada Perkawinan Poligami Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Perumusan masalah

a. Bagaimana ketentuan dan tata cara perkawinan poligami menurut Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

(12)

Tesis tersebut di atas berbeda permasalahan dengan yang akan diteliti. Adapun judul tesis yang akan di teliti adalah Poligami Lebih Dari Empat Dalam Perspektif Fiqih Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, oleh karena itu penelitian dan penulisan tesis ini dijamin keaslian dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.13Sedang kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.14

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.15 Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan mengarahkan diri kepada unsur hukum.

Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu : moral, hukum, kebenaran, keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa

13JJ.M. Wuisman,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas,Penyunting M. Hisyam, Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203

14M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Madju, Bandung, 1994, hal. 80 15Snelbecker dalam Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya,

(13)

Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut Plato,“Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.”16

Dikaitkan dengan fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.17

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum. Kepastian Hukum berarti bahwa dengan adanya hukum setiap orang mengetahui yang mana dan seberapa haknya dan kewajibannya serta teori “Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum” berarti bahwa kesadaran hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tersebut dipatuhi atau tidak dalam masyarakat.

1. Teori kepastian hukum

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

16Roscoe Pound,Justice According To Law,Yale University Press, New Haven USA, 1952,

hal. 3

17Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003,

(14)

kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.18

Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan. Terjadi kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna. Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna. Ada 2 (dua) macam pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum. Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak-banyaknya hukum undang-undang dan bahwa dalam undang-undang itu tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan, undang-undang itu dibuat berdasarkan “rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat di tafsirkan berlain-lainan.19

2. Teori Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum .

Teori Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum. Kesadaran hukum, terkait dengan ketaatan hukum atau efektivitas hukum, dalam arti kesadaran hukum

18Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana Pranada Media Group,

2008, hal. 158

19M. Solly Lubis,Diktat Teori Hukum,disampaikan pada Rangkaian Sari Kuliah Semester II,

(15)

menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tersebut di patuhi atau tidak dalam masyarakat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum, faktor- faktor tersebut adalah :

a. Compliance,di artikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukum atau sanksi yang mungkin di kenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Kepatuhan ini sama sekali tidak di dasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan dan lebih di dasarkan pada pengendalian dari pemegang ke kuasaan. Sebagai akibat kepatuhan hukum akan ada apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah – kaidah hukum tersebut.

b. Identification, terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut sehingga kepatuhan tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.

(16)

d. Kepentingan-kepentingan para warga masyarakat terjamin oleh wadah hukum yang ada.20

Ketaatan atau kepatuhan masyarakat terhadap hukum akan di tentukan, bagaimana hukum itu beroperasi. Kepatuhan masyarakat terhadap suatu peraturan perundang-undangan, mereka menganggap bahwa hukum yang dibuat oleh lembaga pembentuk hukum sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Atau hukum yang dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Bertolak dari pemahaman tersebut, Berl Kutschinsky sebagaimana di kemukakan oleh R. Otje Salman, kesadaran hukum masyarakat di pengaruhi oleh empat faktor yaitu :

a. Pengetahuan terhadap hukum positif

Adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang ataupun yang diperbolehkan oleh hukum. Pengetahuan hukum positif erat kaitannya dengan asumsi, bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan tersebut telah di undangkan.

b. Pengetahuan terhadap isi hukum

Adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Dengan kata lain pengetahuan hukum adalah: suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu,

20Otje Salman dan Anton F. Susanto,Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka

(17)

tertulis serta manfaatnya bagi pihak – pihak yang kehidupannya di atur oleh peraturan tersebut.

c. Sikap hukum

Adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu di taati.

d. Pola perilaku hukum

Adalah merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, karena dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Apabila ke empat indikator kesadaran hukum tersebut di atas betul-betul terlaksana dalam masyarakat sesuai dengan harapan pemerintah serta tidak ada implikasinya, maka peraturan tersebut dapat dianggap efektif.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus disebut definisi operasional.21Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

(18)

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis22

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut:

a. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.23 b. Poligami dalam pandangan hukum Islam mempunyai arti yaitu perkawinan

yang lebih dari satu, dengan sampai empat wanita. Walaupun ada juga yang memahami ayat tentang poligami dengan batasan istilah lebih dari empat atau bahkan lebih dari sembilan istri. Perbedaan ini disebabkan perbedaan dalam memahami dan menafsirkan ayat 3 surat An- Nisa sebagai dasar penetapan hukum poligami.24

c. Fiqih Islam adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara’ (far’iyah

(cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan jelas)

22Soerjono Soekanto, dan Sri Mahmudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 7

23Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan.

24 Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga, Kalam Mulia, Jakarta,

(19)

mengenai perbuatan dari hamba (mukallaf), yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.25

d. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah undang-undang perkawinan yang berlaku secara nasional di Indonesia yang menganut asas monogami relatif yang artinya bahwa perkawinan itu hanya dibolehkan bagi satu orang suami dengan satu orang isteri, namun diperbolehkan seorang suami lebih dari satu dengan syarat-syarat dan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut.

G. Metode Penelitian

Metode adalah cara yang berfungsi untuk mencapai tujuan. Metode merupakan suatu cara tertentu yang di dalamnya mengandung suatu teknik yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.26 Penelitian adalah penyelidikan untuk menetapkan sesuatu, penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.27

Berdasarkan pendapat tersebut di atas mengenai metode dan penelitian, dapat diambil kesimpulannya bahwa metode penelitian adalah suatu cara yang mengandung teknik, yang berfungsi sebagai alat dalam suatu penyelidikan dengan hati-hati untuk mendapatkan fakta sehingga diperoleh pemecahan masalah yang tepat terhadap

25http://Susantoshi.wordpress.com/2009/05/05/Pengertian-Fiqih-Islam/diakses tanggal 1

Desember 2013

26Bibit Suprapto,Liku-liku Poligami, Al Kautsar, Yogyakarta, 1990, hal. 11

27Arief Furchan,Pengantar Metode Penelitian Kualitatif,Usaha Nasional, Surabaya, 1997,

(20)

masalah yang telah ditentukan. Untuk itu dalam suatu penelitian, peneliti harus membuat atau menentukan metode secara tepat untuk mendapatkan hasil yang baik. Suatu metode penelitian diharapkan mampu untuk menemukan, merumuskan, menganalisis, mampu memecahkan masalah-masalah dalam suatu penelitian dan agar data-data diperoleh lengkap, relevan, akurat, dan reliable, diperlukan metode yang tepat yang dapat diandalkan(dependable).Maka penulis gunakan metode penelitian :

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan normatif. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dalam menganalisis data didasarkan pada asas-asas hukum dan perbandingan-perbandingan hukum yang ada dalam masyarakat.28

Aspek-aspek hukum, baik undang-undang sebagai hukum yang tertulis maupun hukum yang ada dalam masyarakat yaitu nilai-nilai atau norma yang ada dalam masyarakat, dalam kelayakan, kepatutan, itikad yang ada dalam masyarakat sehingga dapat diketahui legalitas atau kedudukan hukum.

2. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku(law as it is written in the book),maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan(law it

28Soerdjono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo

(21)

is decided by the judge through judicial process).29Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.30

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.31 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen terkait dan beberapa buku mengenai perkawinan beristri lebih dari empat.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini diperlukan jenis sumber data yang berasal dari literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian, sebab penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan normatif yang bersumber pada data sekunder.

Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang

29Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2006, hal. 118

30J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta ,

2003, hal. 3

31Johnny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, UMM Press, Malang

(22)

tidak dikodifikasi, yurisprudensi. Dalam penelitian ini yang menjadi bahan hukum adalah :

1) Al-Qur’an 2) Hadits

3) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 4) Yurisprudensi

5) Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

6) Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 17 Tahun 2013 7) Buku-buku Fiqih Islam

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan dan hanya berfungsi sebagai penjelas dari hukum primer, yaitu hasil karya ilmiah para sarjana.

c. Bahan hukum tersier, bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(23)

maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

5. Analisis Data

Referensi

Dokumen terkait

Potensi dan Kontribusi Sektor Industri Sebagai Sektor Unggulan Terhadap Perekonomian.. Hal ini terkait dengan menentukan sektor-sektor riil yang

Bab keempat, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan, dengan melihat hasil belajar MIS YPIQ Al-Muzahwirah Kota Makassar sebelum dilakukannya pembelajaran dengan

Dengan mengucap puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas ridho dan segala nikmat kemudahan serta petunjukNya yang telah diberikan sehingga dapat

Apabila seseorang dilarang meminjamkan uang dengan bunga yang tinggi, maka secara rasional lebih baik ia meminjamkannya kepada kalangan menengah dan

Ketiga komponen pelaksanaan yang terdiri dari sosialisai pentingnya menjaga kesehatan lingkungan, workshop pembuatan alat filtrasi berbasis kayu bakau dan batu apung,

Hasil dari studi menunjukkan bahwa kolaborasi perancangan interior dan visual grafis pada Museum “Rumah Air” PDAM Surya Sembada Surabaya dapat menghadirkan “cerita” dalam 4 bagian,

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Intiyas (2007) dengan judul ³SHQJDUXK locus of conrol, komitmen profesi dan pengalaman auditor terhadap perilaku auditor dalam

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel sehingga pemberian pakan (rumput dan eceng gondok) dengan berbagai perlakuan (fermentasi