BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Pelayanan Publik
Istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata “public” sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi “Publik” yang berarti umum, orang banyak dan ramai. Padanan yang tepat digunakan adalah praja yang sebenarnya bermakna rakyat sehingga lahir istilah pamong praja yang berrati pemerintah yang melayani kepentingan seluruh rakyat. Menurut Sinambela, dkk (2006:45). Publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pelayanan publik sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ada empat indikator pelayanan publik, yaitu:
1. Reliability yang ditandai dengan pemberian pelayanan yang tepat dan
benar.
2. Tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya.
3. Responsiveness, yang ditandai dengan keinginan melayani konsumen
dengan cepat.
4. Assurance, yang ditandai tingkat perhatian terhadap etika dan moral dalam
memberikan pelayanan dan empati, yang ditandai tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.
Empat indikator pelayanan publik di atas merupakan tolak ukur yang dapat dijadikan sebagai gambaran suatu penegasan terhadap penyelesaian suatu urusan yang dipedomani dengan baik oleh aparatur pelayanan yang disebut dengan pelayanan prima (service excellence). Oleh karena itu, standar pelayanan prima ini sedapat mungkin memuaskan masyarakat atau pelanggan.
2.1.1 Variabel dan Prinsip Pelayanan Prima
Menurut Boediono dalam buku Pelayanan Prima Perpajakan (2013:11) mengatakan bahwa untuk mewujudkan pelayanan prima sebagai tolak ukur aparat pelayanan hendaknya memahami variabel pelayanan sebagai berikut:
2. Masyarakat dilayani oleh masyarakat.
3. Kebijakan yang dijadikan landasan pelayanan publik. 4. Menggunakan sarana pelayanan yang canggih.
5. Sumber daya yang tersedia dikemas dalam bentuk kegiatan pelayanan. 6. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar
dan asas pelayanan masyarakat.
7. Pelaku yang terlibat dalam pelayanan yaitu pejabat dan masyarakat.
Variabel pelayanan prima tersebut tentu dapat diimplementasikan apabila aparatur pelayanan berhasil mendahulukan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama. Di samping itu, cara terbaik dalam mengatasi setiap permasalahan di instansi pemberi jasa layanan adalah dengan cara pemerintah mengeluarkan kebijakan pelayanan umum. Kebijakan untuk mewujudkan pelayanan umum yang terfokus pada kepuasan masyarakat atau pelanggan diformulasikan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Bentuk pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan dan pembangunan dalam pasar.
2.1.2 Hubungan Pelayanan Publik dengan Pasar
Peranan pemerintah harus terfokuskan pada upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat selain pemberdayaan dan pembangunan. Tugas pokok pemerintahan modern menurut Rasyid (1997: 11) pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat dengan kata lain, ia tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi tercapainya tujuan bersama. Perimbangan utama untuk memberikan kekuasaan kepada mekanisme pasar dalam penyediaan dan
pendistribusian kebutuhan masyarakat adalah mekanisme kerjanya sangat efisien.
Kekuatan-kekuatan di dalam pasar bekerja dengan sangat efisien karena mereka
dirancang oleh profit. Hanya mereka yang bisa bekerja secara efisien akan dapat
menikmati profit. Mekanisme kerja pasar yang ditentukan oleh harga sangat
berbeda dengan mekanisme kerja birokrasi karena birokrasi bekerja berdasar atas
kewenangan dan monopoli. Oleh karena itu, mekanisme birokrasi cenderung tidak
efisien.
Namun demikian, tidak semua kebutuhan masyarakat dapat disediakan
oleh pasar secara efisien. Adakalanya mekanisme pasar secara ekonomis tidak
efisien dan secara sosial tidak dapat diterima sebagai sumber pelayanan publik
(economic and social market failures). Dalam penyediaan barang-barang
tidak bekerja secara efisien, karena mekanisme harga tidak bisa bekerja dengan
baik atau karena adanya eksternalitas atau karena persyaratan yang dibutuhkan
untuk bekerjanya mekanisme pasar tidak terpenuhi..
Kebutuhan manusia yang tidak dapat diperoleh melalui mekanisme pasar antara lain adalah layanan civil yang hanya disediakan oleh pemerintah. layanan civil tersebut diberikan oleh pemerintah atas dasar “civil right” yang dimiliki oleh setiap warga Negara. Dalam situasi seperti ini tentunya menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkan pelayanan itu. Dalam hal ini pemerintah adalah lembaga yang memproduksi, mendistribusikan atau memberikan alat pemenuhan kebutuhan rakyat yang berupa pelayanan publik. Dengan demikian secara eksplisit dapat dikatakan bahwa pemberian pelayanan publik merupakan jenis pelayanan yang dimonopoli oleh pemerintah. hal ini dapat dipahami mengingat pelayanan civil merupakan bagian dari fungsi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai fungsi pemerintah maka pelayanan publik tidak hanya semata bersifat “profit orientied” tetapi lebih beorientasi sosial, yaitu penguatan dan pemberdayaan masyarakat. karena itu penentuan dari proses pelayanan publik tidak bisa dilakukan dengan pendekatan bisnis, tetapi pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan sosial (social approach), karena yang paling tahu akan baiknya pelayanan yang diberikan adalah masyarakat. Untuk itu fungsi pemerintah bukan hanya terbatas pada aktivitas pemberian pelayanan kepada masyarakat, tetapi juga harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat betul-betul berkualitas.
pasar, pemerintah memiliki wewenang dalam pengelolaan pasar. Pengelolaan pasar ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara pasar modern dan pasar tradisional dalam penghasilan pedagang, tempat usaha dagang, kenyamanan dan keamanan pasar, serta fasilitas pasar guna mendukung suatu kegiatan dalam pasar melalui pendekatan sosial dan pendekatan bisnis. Akan tetapi, pendekatan yang sering berhasil dalam pasar adalah pendekatan sosial, karena melalui pendekatan ini sektor pasar dapat mengetahui kebutuhan apa saja yang masyarakat butuhkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengelolaan mekanisme pasar bagaimana yang dikatakan pasar berhasil adalah melalui indikator-indikator pengelolaan pasar yang digunakan sebagai pedoman pemerintah dan masyarakat.
2.1.3 Indikator Pengelolaan Pasar yang Berhasil
Menurut Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Mari Elka Pangestu dalam jurnal Penataan Kembali di Kotagede (2007), indikator pengelolaan pasar yang berhasil adalah:
1. Manajemen yang transparan dan profesional
Konsekuen dengan peraturan yang ditegakkannya dan tegas dalam menegakkan sanksi jika terjadi pelanggaran.
2. Keamanan
Satuan pengamanan pasar bekerja dengan punuh tanggung jawab dan bisa melakukan koordinasi dan kerjasama dengan para penyewa/pedagang. Para penghuni memiliki kesadaran yang tinggi untuk terlihat dalam menjaga keamanan bersama.
Sampah tidak bertebaran di sembarang tempat. Para pedagang membuang sampah pada tempatnya. Tong sampah tersedia di berbagai tempat, sehingga memudahkan bagi pengunjung untuk membuang sampahnya. Pembuangan sampah sementara selalu tidak menumpuk dan tidak membusuk karena selalu diangkut oleh armada pengangkut sampah pembuangan akhir secara berkala.
4. Ketertiban
Tercipta ketertiban di dalam pasar. Ini terjadi karena para pedagang telah mematuhi semua aturan main yang ada dan dapat menegakkan disiplin serta bertanggung jawab atas kenyamanan para pengunjung atau pembeli. 5. Pemeliharaan
Pemeliharaan bangunan pasar dapat dilakukan oleh pedagang maupun pengelola. Dalam hal ini telah timbul kesadaran yang tinggi dari pedagang untuk membantu managemen pasar memelihara sarana dan prasarana seperti saluran air, ventilasi udara, lantai pasar, kondisi kios dan lain sebagainya.
6. Pasar sebagai sarana/fungsi interaksi sosial
Pasar yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai suku di tanah air menjadi sarana yang penting untuk berinteraksi dan berekreasi. Tercipta suasana damai dan harmonis di dalam pasar.
7. Pemeliharaan pelanggan
timbangan serta alat ukur lainnya. Harga kompetitif sesuai dengan kualitas dan jenis barang yang dijual, serta selalu tersedia sesuai kebutuhan para pelanggan.
8. Produktifitas pasar cukup tinggi
Pemanfaatan pasar untuk berbagai kegiatan transaksi menjadi optimal. Terjadi pembagian waktu yang cukup rapi dan tertib:
9. Penyelenggaraan kegiatan (event)
Sering diselenggarakan kegiatan peluncuran produk-produk baru dengan membagikan berbagai hadiah menarik kepada pengunjung.Ini dilakukan bekerja sama dengan pihak produsen.
10. Promosi dan “Hari Pelanggan”
Daya tarik pasar tercipta dengan adanya karakteristik dan keunikan bagi pelanggan. Daya tarik ini harus dikemas dalam berbagai hal, mulai dari jenis barang dan makanan yang dijual hingga pada berbagai program promosi. Manajemen pasar bekerjasama dengan para pedagangnya menentukan hari-hari tertentu sebagai “Hari Pelanggan”, dimana dalam satu waktu tertentu para pedagang melakukan kegiatan yang unik seperti berpakaian seragam daerah atau menyelenggarakan peragaan pakaian atau makanan daerah tertentu dan lain sebagainya.
pasar yang layak, memberi jarak antara pasar modern dan pasar tradisional, memberi penyuluhan atau sosialisasi kepada pedagang untuk menciptakan kretivitas, inovatif dan aktif. Kini harus menyesuaikan dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik (Good Governance).
Oleh karena itu, institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya
masing-masing. State berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk
mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.
2.2 Pengertian Good Governance
Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Good governance adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance (pemerintah atau kepemerintahan), sedangkan praktek terbaik disebut “good governance” (kepemerintahan yang baik). Agar “good governance” dapat menjadi
semua pihak yaitu pemerintahan dan masyarakat. Good governance yang efektif menuntut adanya “alignment” (koordinasi) yang baik dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep “good governance” dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara merupakan
tantangan tersendiri.
Menurut Sedarmayanti dalam buku “Good Governance dalam Rangka Otonomi Daerah” (2003:34) dalam kajian di atas mengenai penyelenggaraan
kekuasaan pemerintah, sasaran dan tujuan yang dicapai harus memiliki kaitan pembiayaan pelayanan publik dan pembangunan, pemerintah mengemban tiga fungsi utama, yaitu :
1. Fungsi alokasi (atas sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan
jasa pelayanan publik).
2. Fungsi distributif (pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan).
3. Fungsi stabilitas (pertahanan, keamanan, ekonomi dan moneter).
2.2.1 Konsep Good Governance
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Governance mempunyai tiga kaki, yaitu:
1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision
making processes) yang memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality
of live.
3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan.
Karakteristik good governance, yaitu:
1. Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa
perbedaan, terutama hukum asasi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi.
Proses lembaga dan informasi. Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dipantau.
4. Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Consensus orientation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
6. Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin.
7. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor
dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini bergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
8. Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai prespektif
good governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke
depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.
Good governance (pemerintahan yang baik) merupakan salah satu peran
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya dalam sektor pasar. Dalam hal ini pemerintah memiliki kedudukan untuk membuat suatu kebijakan yang membimbing seseorang dalam kehidupan sosial. Keseluruhan dari aktifitas yang menyangkut hak dan kewajiban yang berhubungan dengan status
pada kelompok masyarakat tertentu pada situasi sosial yang khas. Setiap posisi
dalam struktur kelompok mempunyai peran yang saling berhubungan antara satu
sama lain yang menimbulkan satu proses yang berjalan berkesinambungan antar
unsur yang satu dengan unsur yang lain. Oleh karena itu, aparat pemerintah
mempunyai peranan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, cita-cita dan harapan
bangsa melalui Good Governance dengan cara mengetahui tugas utama
implementor yang membuat suatu kebijakan khususnya dalam sektor pasar.
2.3 Peranan Dinas Pasar 2.3.1 Pengertian Peranan
Peranan berasal dari kata “peran”, yang artinya seperangkat tingkat suatu
masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus
dilaksanakan. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya maka dia menjalankan peranan”. Menurut Poerwadarminta
(1991:735) memberikan definisi bahwa peranan adalah sesuatu yang jadi bagian
atau yang memegang pimpinan terutama sesuatu hal yang terjadi atau peristiwa.
Menurut Soekanto (1987:268 dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia)
peranan meliputi norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam
masyarakat sebagai rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan sosial. Peranan menyangkut tiga hal diantaranya adalah:
1. Peranan meliputi hal-hal yang berhubungan dengan posisi atau tempat
seseorang di dalam masyarakat.
2. Peran merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang nantinya akan
membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
3. Peran dapat dikatakan juga sebagai perilaku yang ada di dalam masyarakat
dimana seseorang itu berada.
2.3.2 Dinas Pasar
Sesuai dengan Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor 688 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,
yang menetapkan kedudukan, tugas, pokok, dan fungsi Dinas Pasar Kabupaten
Deli Serdang adalah sebagai berikut:
1. Kedudukan
a. Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang merupakan unsur pelaksana
b. Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang dipimpin oleh seorang kepala
yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui
Sekretaris Daerah.
2. Tugas
Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang mempunyai tugas melaksanakan
kewenangan otonomi daerah di bidang pasar.
3. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang
mempunyai fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis pemberian bimbingan dan pembinaan,
pengelolaan Pasar dan Pekan Kabupaten Deli Serdang.
b. Pemberian perizinan dan pelaksanaan umum.
c. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Cabang Dinas
di bidang Pasar Kabupaten Deli Serdang.
d. Pengelolaan urusan ketatausahaan Dinas.
Pasar tradisional ini ditujukan untuk pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan proses jual
beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Dalam Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor 688 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, pengertian
pengelolaan pasar tradisional adalah penataan pasar tradisional yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pasar tradisional. Pemerintah
merancang suatu perencanaan agar pasar tradisional mampu bersaing dengan
keberadaan pasar tradisional agar mampu berkembang lebih baik, hal ini disebut
dengan pemberdayaan pasar tradisional.
Adapun tujuan pengelolaan/penataan dan pemberdayaan pasar tradisional
meliputi:
1. Menciptakan pasar tradisional yang tertib, teratur, aman, bersih dan sehat;
2. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
3. Menjadikan pasar tradisional sebagai penggerak roda perekonomian
daerah; dan
4. Menciptakan pasar tradisional yang berdaya saing dengan pusat
perbelanjaan dan toko modern.
Struktur birokrasi pada di Dinas Pengelolaan Pasar Deli Serdang
mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan serta
hubungan antara unit-unit organisasi yang ada. Dalam struktur tersebut terlihat
bahwa terdapat pemisah kegiatan antara satu bagian dengan bagian yang lain dan
bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Pola koordinasi yang terjalin
menempatkan kepala dinas sebagai pejabat tertinggi dimana setiap bagian-bagian
organisasi terhubung dengan rantai komando langsung ke kepala dinas.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peranan dinas pasar adalah
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penataan ruang pasar
dan pengelolaan pasar yang nyaman dan aman, tertib, penggerak roda
perekonomian masyarakat, membuka lapangan pekerjaan, memberikan tempat
usaha dagang dan melayani urusan pasar khususnya dalam pembuatan SIPTU
(Surat Izin Pemakaian Tempat Usaha) dagang. Penataan ruang pasar tradisional
menjamin keamanan, kenyamanan, keserasian dan ketertiban dan juga dalam
rangka mewujudkan tujuan negara.
2.4 Penataan Pasar Tradisional
2.4.1 Pengertian Penataan
Penataan merupakan suatu proses perencanaan dalam upaya meningkatkan
keteraturan, ketertiban, dan keamanan. Penataan menjadi bagian dari suatu proses
penyelenggaraan pemerintah dimana dalam proses penataan tersebut dapat
menjamin terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Penataan dapat dirumuskan
sebagai hal cara hasil atau proses menata (Badudu, Zein, 1996:132 dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia). Penataan ini membutuhkan suatu proses yang panjang
dimana dalam proses penataan ini perlu ada perencanaan dan pelaksanaan yang
lebih teratur demi pencapaian tujuan. Dalam kamus Tata Ruang dikemukakan
bahwa:
“Penataan merupakan suatu proses perencanaan , pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan untuk semua kepentingan secara terpadu, berdaya
guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta
keterbukaan , persamaan keadilan dan perlindungan hukum”. (Kamus Tata
Ruang, Edisi I :1997)
Proses penataan ini juga mencakup penataan ruang dimana penduduk
menempati daerah tertentu. Wilayah penempatan penduduk juga perlu ditata
dan diatur agar dapat menciptakan suatu lingkungan masyarakat yang tertib
tentang penataan ruang dikatakan bahwa penataan ruang adalah wujud
struktural dari pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
Penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Sujarto dalam bukunya Pengantar Planologi
mengemukakan bahwa
“penataan sebagai proses perencanaan , pemanfaatan, dan pengendalian
pemanfaatan merupakan satu kesatuan sisem yang tidak terpisahkan satu
dengan yang lainnya. Kebutuhan suatu penataan pada berbagai tingkat
wilayah pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari semakin banyaknya
permasalahan pembangunan”. (Sujarto, 1998:40)
Permasalahan pembangunan ini tidak terlepas dari peran penataan ruang.
Penataan ruang menjadi sangat penting karena dengan penataan ruang tersebut
dapat menjamin terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur. Keadaan
masyarakat yang tertib dan teratur akan mampu mendukung terselenggaranya
pembangunan.
Pembangunan akan berjalan dengan lancar bila didukung oleh kondisi
lingkungan yang aman dan teratur. Di samping itu juga peran partisipatif dari
masyarakat akan dapat memberikan dukungan dalam menciptakan keadaan yang
lebih terarah pada pencapaian tujuan pembangunan.
Dalam rencana kerja tata ruang Pemerintah juga menetapkan strategi
pengembangan kawasan perdagangan dan jasa untuk meningkatkan perekonomian
daerah serta memperluas kesempatan kerja yang meliputi:
1. Menyediakan prasarana dan sarana yang mendukung fungsi perdagangan
2. Memisahkan antara perdagangan dan jasa yang bersifat umum dengan
yang bersifat pelayanan permukiman,
3. Mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa bersifat umum pada
kawasan pusat pelayanan kota serta perdagangan dan jasa bersifat
permukiman pada sub pusat pelayanan dan pusat perbelanjaan lingkungan,
dan
4. Mendorong pembangunan kawasan perdagangan dan jasa secara vertikal.
Dengan demikian, rencana kerja tata ruang Pemerintah dalam kawasan
pasar tradisional menitikberatkan pada masalah internal dalam pasar tradisional,
yaitu para PKL dan pedagang keliling. Keadaan ini menimbulkan suatu masalah
dalam pasar tradisional yang menyebabkan pasar terlihat tidak rapi, kumuh, bau,
becek dan macet. Pada kawasan pasar tradisional biasanya terletak di sekitar area
jalan lintas umum. Hal ini disebabkan karena agar pembeli atau pengunjung yang
melintasi jalan tersebut dapat singgah dan/atau berbelanja di pasar tradisional.
Para PKL dan pedagang keliling memanfaatkan situasi berdagang
dimana mereka berjualan di badan pasar, trotoar dan jalan masuk pasar
tradisional. Hal inilah yang menyebabkan banyak pasar tradisional terkesan buruk
seperti pasar tumpah.
2.5 Kebijakan dan Upaya Penertiban Pedagang Kaki Lima
Di dalam meningkatkan pelayanan publik, ada suatu kebijakan publik yang
mengatur dan mengarahkan pelayanan tersebut. Sebagai suatu konsep, kebijakan
memiliki makna yang luas dan multi interpretasi. James Anderson (2004:34),
Pengertian di atas sangat luas dan bisa diartikan bermacam-macam, misal, sang
“aktor” dapat berupa individu atau organisasi, dapat pemerintah maupun non
pemerintah yang memiliki bentuk kegiatan luas dan multi interpretasi misalnya
dapat berupa pencapaian tujuan, perencanaan, program dan sebagainya.
Berpedoman pada Peraturan Daerah yang berlaku, kebijakan dan upaya penertiban pedagang kaki lima:
a. Kebijakan penertiban pedagang kaki lima, terdiri dari: 1. Perizinan untuk Berjualan bagi PKL
Perizinan merupakan bentuk legalitas yang harus dimiliki oleh PKL dalam menjalankan kegiatan usahanya.
2. Kewajiban dan Larangan bagi PKL
Pada umumnya kebijakan mengenai kewajiban dan larangan ini bertujuan untuk mengatur keberadaan PKL dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak mengganggu ketertiban umum.
3. Pembinaan bagi PKL
Pembinaan merupakan bentuk usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas PKL dalam menjalankan kegiatan usahanya.
4. Penetapan Lokasi Berjualan bagi PKL
Pemerintah menetpkan kebijakan mengenai penetapan lokasi berjualan PKL. Sehingga PKL tidak akan berjualan disembarang tempat dan lebih paham mengenai lokasi-lokasi mana saja yang boleh dipergunakan dan yang mana yang tidak boleh.
1. Pendataan PKL yang Akan Ditertibkan
Pendataan merupakan sebuah proses awal yang harus dilakukan dalam upaya penertiban PKL. Dari proses pendataan ini maka akan diketahui jumlah keseluruhan pedagang kaki lima yang akan ditertibkan sehingga akan mempermudah pemerintah dalam melaksanakan proses selanjutnya. 2. Relokasi
Dalam proses ini, seluruh PKL yang berjualan di area terlarang dan sebelumnya telah didata akan dipindahkan ke lokasi yang baru yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3. Peremajaan Lokasi Berjualan yang Baru
Peremajaan merupakan proses dimana pemerintah melakukan sejumlah perbaikan-perbaikan dilokasi berjualan yang baru bagi PKL.
4. Pengawasan Pasca Relokasi
Dalam proses ini, pemerintah melalui petugasnya melakukan pemantauan terhadap lokasi eks relokasi. Tujuannya adalah agar dapat langsung menindaklanjuti apabila ada padagang yang kembali berjualan di daerah tersebut.
Kebijakan penertiban para PKL yang terjadi di pasar tradisional merupakan
peraturan yang diberikan kepada para PKL agar tidak mengganggu ketertiban
pasar tradisional. PKL pada umumnya tidak memiliki lapak untuk berjualan di
pasar. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan banyak para PKL yang
berjualan di sembarang tempat. Akibatnya bagi pedagang tradisional adalah
enggan berbelanja ke dalam pasar tradisional, becek dan bau. Keuntungan PKL
bagi pembeli adalah mudah dan terjangkau.
2.6 Pengertian Pasar
Pasar sebagai alat tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,
plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar dalam pengertian
ekonomi adalah situasi seseorang atau lebih pembeli (konsumen) dan penjual
(produsen dan pedagang) melakukan transaksi setelah kedua pihak telah
mengambil kata sepakat tentang harga terhadap sejumlah (kuantitas) barang
dengan kualitas tertentu yang menjadi objek transaksi. Kedua pihak pembeli dan
penjual mendapat manfaat adanya transaksi dalam pasar. Pihak pembeli mendapat
barang yang diinginkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya
sedangkan penjual mendapat imbalan pendapatan untuk selanjutnya digunakan
untuk membiayai aktivitasnya sebagai pelaku ekonomi produksi atau pedagang.
Di dalam pasar proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran
(penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan
harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan.
Berdasarkan definisi di atas pasar adalah area tempat jual beli barang/jasa
dengan penjual lebih dari satu orang yang didalamnya terjadi proses interaksi
antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) sehingga menetapkan harga
dan jumlah yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Menurut Colebatch dan Larmour (1993:23) dalam buku Public Policy,
a. banyak pembeli dan penjual
b. mereka tahu apa yang mereka inginkan
c. mereka mampu membayarnya
d. mereka bisa bertindak independen
e. mereka bebas untuk keluar dan masuk
f. informasi tersedia bebas
g. tak ada biaya untuk membuat kesepatan dan menjaga perjanji
2.6.1 Jenis Pasar Tradisional
Menurut Hasan (2016:14), pasar tradisional adalah tempat pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah yang merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dalam proses transaksi jual beli secara langsung dalam bentuk eceran dengan proses tawar menawar dan bangunannya biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los, dan dasaran terbuka . Pasar tradisional biasanya ada dalam waktu sementara atau tetap dengan tingkat pelayanan terbatas.
a. Menurut lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar digolongkan menjadi
lima jenis:
1. Pasar regional
Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis dan luas, bangunan
permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh
wilayah kota bahkan sampai keluar kota, serta barang yang
diperjualbelikan lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakatnya.
Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis dan luas, bangunan
permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh
wilayah kota, serta barang yang diperjualbelikan lengkap. Melayani
200.000-220.000 penduduk. Yang termasuk pasar ini adalah pasar
induk dan pasar grosir.
3. Pasar wilayah (distrik)
Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang cukup strategis dan luas,
bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi
seluruh wilayah kota, serta barang yang diperjualbelikan cukup
lengkap. Melayani 10.000-15.000 penduduk. Yang termasuk pasar ini
adalah pasar eceran.
4. Pasar lingkungan
Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis, bangunan permanen/semi
permanen, dan mempunyai pelayan meliputi pemukiman saja, serta
barang yang diperjualbelikan kurang lengkap. Melayani 10.000-15.000
penduduk saja. Yang termasuk pasar ini adalah pasar eceran.
5. Pasar khusus
Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis, bangunan
permanen/semi permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan
meliputi wilayah kota, serta barang yang diperjualbelikan terdiri dari
satu macam barang khusus seperti pasar bunga, pasar burung, atau
pasar hewan.
Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu contoh ekonomi rakyat dan pekerjaan yang paling nyata dikebanyakan kota di negara-negara berkembang. PKL membuat tata ruang menjadi kacau, keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi daerah yang mengedepankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapian kota. PKL bisa disebut sebagai katup pengaman untuk menutupi sebagian dari masalah pengangguran, namun disisi lain banyak kalangan yang mengeluhkan keberadaan mereka karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Seperti yang ada di Jalan Dr. Soetomo Kabupaten Berau, keberadaannya banyak dikeluhkan warga karena dianggap mengganggu kelancaran lalu lintas dan mengurangi keindahan wajah kota. Melihat permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Berau harus banyak belajar terhadap berbagai kota yang berhasil menata PKL nya. Salah satu daerah yang dianggap berhasil adalah Provinsi DKI Jakarta, karena mampu menata PKL liar yang berada di sejumlah titik di Provinsi DKI Jakarta, seperti di Pasar Tanah Abang.
Menertibkan PKL tidak hanya sekedar menggusur pedagang dari badan jalan, tetapi juga harus memberi ruang kepada PKL untuk tetap berjualan di wilayah yang tidak melanggar hukum dan ramai pembeli. Maka dari itu diperlukan kebijakan serta upaya-upaya untuk mengatur dan membina keberadaan mereka, yang pada akhirnya mampu meningkatkan perekonomian masyarakat serta dapat menciptakan ketertiban umum yang diidam-idamkan selama ini.
A. Perbandingan Kebijakan PKL antara Kabupaten Berau dengan Provinsi
DKI Jakarta
1. Perizinan untuk Berjualan bagi PKL
Dilihat dari jumlah pedagang kaki lima dan jumlah lokasi berjualan untuk
pedagang kaki lima.
a. Rumitnya persyaratan yang harus dilengkapi pedagang kaki lima di
Provinsi DKI Jakarta karena jumlah PKL yang mendaftar lebih besar
dibandingkan dengan jumlah lokasi yang tersedia.
b. Berbeda dengan sistem kepengurusan izin berjualan PKL di Kabupaten
tersedia untuk pedagang kaki lima yang bisa mereka jadikan sebagai
tempat berjualan.
2. Kewajiban dan Larangan yang Harus Dipatuhi PKL
a. Kabupaten Berau, PKL yang melanggar akan dicabut izin
berjualannya, sedangkan
b. Provinsi DKI Jakarta, pemerintah memberikan ancaman kurungan dan
denda bagi pedagang kaki lima yang berani melanggar
larangan-larangan yang telah ditetapkan serta masyarakat atau konsumen
diberikan sanksi/denda bagi masyarakat yang berani membeli barang
dagangan pedagang kaki lima yang berjualan di jalan atau trotoar.
3. Pembinaan terhadap PKL
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta lebih kreatif sehingga menarik perhatian banyak pedagang kaki
lima untuk berpartisipasi. Sedangkan pelaksanaan pembinaan yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Berau secara rutin hanya ditujukan
kepada PKL yang memiliki izin saja.
4. Penetapan Lokasi Berjualan
Pemerintah DKI memiliki inisiatif untuk memberikan Penzonaan Lahan
pada sejumlah wilayah berjualan bagi PKL karena melihat cukup banyak
pedagang kaki lima liar yang seharusnya masih dapat dikontrol dan mudah
untuk dilakukan penataan.
B. Perbandingan Upaya Penertiban PKL antara Kabupaten Berau dengan
1. Pendataan
Kegiatan pendataan ini untuk mendapatkan data yang akurat dan terbaru
sehingga pelaksanaan relokasi dapat lebih seragam, cepat, dan efisien..
a. Kabupaten Berau hanya perlu melakukan pendataan dalam satu tahap
dan dapat selesai dengan cepat, sedangkan
b. Provinsi DKI Jakarta melakukan proses pendataan tersebut dilakukan
agar mendapatkan jumlah PKL secara pasti sehingga dapat
mempermudah pemerintah dalam penyediaan kios baru.
2. Keseluruhan proses relokasi dilakukan oleh Petugas Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) dibantu oleh aparat lainnya seperti Polisi dan TNI.
a. Petugas Satpol PP khususnya Pemerintah di Kabupaten Berau belum
cukup berhasil dalam proses relokasi ini. Karena tidak seluruh lapak
PKL yang ada disepanjang Jalan Dr. Soetomo berhasil mereka
tertibkan.
b. Berbanding terbalik dengan yang terjadi di Pasar Tanah Abang.
Walaupun jumlah PKL mencapai ratusan orang namun seruluh lapak
yang ada dibongkar oleh petugas tanpa pilih kasih. Dan paling penting
proses relokasi tersebut berjalan dengan tertib dan aman tanpa disertai
dengan kekerasan.
3. Peremajaan dan Pembangunan Fasilitas pada Lokasi Berjualan yang Baru
Upaya peremajaan lokasi berjualan merupakan proses yang penting,
karena lokasi berjualan bagi PKL akan dilakukan proses perbaikan.
a. Hal ini tidak dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Berau, alasannya
Dilayas masih dalam kondisi yang baik. Pasar ini sudah beroperasi
selama empat (4) tahun. Kelayakan dilihat dari sarana dan prasarana
yang masih bagus dan masih layak digunakan.
b. Namun hal di atas tidak sama yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta yang berada di Blog G. Pemerintah bekerja sama dengan
PD (Pusat Dagang) Pasar Jaya melakukan peremajaan di Blok G
secara total. Hal ini dikarenakan kondisi Blok G yang kurang menarik
dan minim fasilitas sehingga membuat pedagang enggan untuk
berjualan disana. Untuk itu pemerintah dibantu PD Pasar Jaya
melakukan sejumlah perbaikan dibeberapa titik di Blok G.
4. Pengawasan Pasca Relokasi
Di Pasar Tanah Abang, petugas yang dikerahkan cukup banyak
dibandingkan yang ada di Jalan Dr. Soetomo Kabupaten Berau. Selain itu, cara
pengawasannya pun berbeda.
a. Di pasar Tanah Abang, petugas disiagakan 24 jam di pos jaga terpadu,
sedangkan
b. Di Jalan Soetomo Kabupaten Berau proses pengawasan dilakukan oleh
petugas dengan hanya mengunjungi area eks relokasi sesekali saja.
2.8 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara absrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan
(Singarimbun, 1995:37). Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas
dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan
definis konsep dari penelitian ini yaitu:
1. Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat
oleh penyelenggara negara. Empat indikator pelayanan publik, yaitu: a. Reliability yang ditandai dengan pemberian pelayanan yang tepat dan
benar.
b. Tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya.
c. Responsiveness, yang ditandai dengan keinginan melayani konsumen
dengan cepat.
d. Assurance, yang ditandai tingkat perhatian terhadap etika dan moral dalam
memberikan pelayanan dan empati, yang ditandai tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.
2. Good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi
masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Good governance adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam
melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance
(pemerintah atau kepemerintahan), dan praktek terbaik disebut “good
governance” (kepemerintahan yang baik).
3. Peranan dinas pasar adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
dalam bentuk penataan ruang pasar dan pengelolaan pasar yang nyaman
dan aman, tertib, penggerak roda perekonomian masyarakat, membuka
urusan pasar khususnya dalam pembuatan SIPTU (Surat Izin Pemakaian
Tempat Usaha) dagang.
4. Penataan Pasar Tradisional adalah sebagai proses perencanaan ,
pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan pasar rakyat yang
merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang
lainnya yang memiliki kegunaan untuk memperbaiki ekonomi rakyat
dalam perdagangan atau pemasaran dengan pembangunan ke arah yang
lebih baik dengan tata ruang yang lebih baik tanpa menghilangkan
unsur-unsur kebudayaan dalam pasar tradisional tersebut.
5. Indikator penataan pasar yang berhasil adalah manajemen yang transparan
dan profesional, keamanan, sampah, ketertiban, pemeliharaan, pasar
sebagai sarana/fungsi interaksi sosial, pemeliharaan pelanggan,
produktivitas pasar yang cukup tinggi, penyelenggaraan (event), dan