1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah terbentuk melalui disintegrasi dan dekomposisi dari batuan oleh proses fisika dan kimia. Proses pelapukan fisika menyebabkan disintegrasi batuan menjadi bagian-bagian kecil. Proses pelapukan fisika ini berlangsung disebabkan
pengembangan dan pengerutan akibat pemanasan dan pendinginan yang silih berganti, tekanan oleh pembekuan dan pencairan serta penetrasi akar. Proses
lainnya yakni pengikisan dan penghalusan partikel yang bersifat abrasif oleh es atau air yang mengalir serta angin. Pelapukan kimia meliputi hidrasi, oksidasi dan reduksi, pelarutan dan penguraian. Selanjutnya dipengaruhi oleh imobilisasi
karena pengendapan atau pembuangan, penguapan atau pencucian dan berbagai reaksi pertukaran kimia-fisika sehingga terbentuklah suatu volume tanah yang
terdiri dari fase padat yaitu partikel-partikel dan fraksi organik, fase cair yaitu air tanah, dan fase gas atau uap air yang menempati bagian ruang pori antara partikel tanah yang tidak diisi dengan air (Lubis, 2015).
Tanaman perkebunan sebagian besar merupakan tanaman pohon yang berumur panjang dan tumbuh besar seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, teh,
dan kina. Tanaman perkebunan memiliki jarak tanam yang jarang dan tidaklah banyak pada suatu luasan yaitu kurang lebih 400-500 tanaman untuk karet per hektar. Dengan populasi yang rendah dan jarak tanam yang jarang maka pada
masa awal pertumbuhannya banyak ruang kosong diantara pohon tanaman. Ruang kosong ini perlu dirawat sedemikian rupa agar tidak mengganggu pertumbuhan
2
Perkebunan di Indonesia menurut struktur dan jenisnya dapat dibedakan atas perkebunan negara, perkebunan swasta nasional, swasta asing, dan
perkebunan rakyat. Produksi perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta maupun perkebunan negara telah meningkat dari tahun ke tahun. Komoditas ekspor andalan dari Sumatera Utara yang menjadi ciri khas dari sub sektor perkebunan
adalah kelapa sawit, karet, kopi, teh, dan coklat yang merupakan komoditas primadona di pasar dunia (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2005).
Karet adalah salah satu jenis tanaman perkebunan yang tumbuh subur di Indonesia. Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli di daerah asal karet yaitu Brasil-Amerika Selatan.
Pada tahun 1876 karet masuk ke kebun percobaan pertanian di Bogor. Tanaman karet adalah tanaman berumah satu yang memiliki bunga berbentuk majemuk
yaitu bunga betina dan bunga jantan. Penyerbukan pada tanaman karet dapat terjadi dengan penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang (Setyamidjaja, 1993).
Karet dikenal di Indonesia sejak masa kolonial Belanda dan merupakan
salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan
karet di Indonesia, 85% diantaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta. Sumatera dan Kalimantan adalah
daerah penghasil karet terbesar di Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatera Selatan (668 ribu hektar), Sumatera Utara (465 ribu hektar), Jambi (444
3
adalah rendahnya produktivitas dan mutu karet yang dihasilkan, khususnya oleh petani karet rakyat. Sebagai gambaran produksi karet rakyat hanya 600-650 kg
karet kering/ha/tahun (Janudianto, dkk., 2013).
Perkebunan karet di Indonesia sebagian besar berada di Provinsi Sumatera Utara dan salah satunya yang merupakan perkebunan besar milik negara adalah
PTP.Nusantara III Gunung Para. PTP.Nusantara III Gunung Para terletak di Kecamatan Dolok Merawan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera
Utara dimana jarak perusahaan ini ±112 km dari Medan dengan ketinggian 96-114 meter di atas permukaan laut dan letak topografinya berbukit dan bergelombang dengan jenis tanah podsolik merah-kuning (ultisol). Menurut kebijaksanaan
bagian produksi PTP.Nusantara III kebun Gunung Para dipasarkan melalui pelabuhan Belawan yang akan diekspor keluar negeri seperti ke Jepang, Amerika
Serikat, Australia, Jerman, Korea Selatan, Italia, sebagian produk dipasarkan di dalam negeri. Pada budidaya tanaman perkebunan seperti perkebunan karet, sebelum dilakukan penanaman utama di lapangan, biasanya lahan ditanami
tanaman penutup tanah terlebih dahulu (PTPN III, 2010).
Penanaman tanaman penutup tanah dari golongan leguminosa yang
merambat di perkebunan karet sudah merupakan norma baku dalam kultur teknis budidaya tanaman karet, terutama di perkebunan besar. Hal ini didasarkan karena mampu mencegah erosi, memperbaiki sifat fisika, biologi dan kimia tanah,
meningkatkan kandungan bahan organik dan hara tanah, memperbaiki tata lengas tanah, menekan pertumbuhan gulma, mengurangi tingkat serangan penyakit dan
4
Mempertimbangkan adanya pengaruh beberapa vegetasi yang tumbuh di lahan karet seperti paku harupat dan rumput maka perlu kajian lebih mendalam
tentang kajian sifat fisika tanah yang meliputi tekstur tanah, bahan organik tanah, kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, porositas tanah, kadar air kapasitas lapang tanah, permeabilitas tanah dan sifat kimia tanah yang meliputi
pH tanah, kandungan nitrogen total tanah, kandungan fosfat tersedia tanah, dan kandungan kalium tukar tanah pada lahan karet dengan beberapa jenis vegetasi
sehingga diperoleh hasil seberapa besar pengaruh vegetasi yang tumbuh terhadap sifat fisika dan kimia tanahnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisika dan kimia tanah pada
lahan karet dengan beberapa jenis vegetasi yang tumbuh di kebun
PTP.Nusantara III Gunung Para.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa yaitu sebagai informasi pendukung untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh vegetasi yang tumbuh di lahan karet terhadap sifat fisika dan kimia tanah.