BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PARTOGRAF
1. Pengertian Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan
(Sarwono, 2010).
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik (JNPK-KR, 2008).
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan
(JNPK-KR, 2004).
Partograf adalah catatan grafik kemajuan persalinan untuk memantau
keadaan ibu dan janin, yang sudah dipakai sejak tahun 1970 untuk menemukan
adanya persalinan abnormal, yang menjadi petunjuk untuk melakukan tindakan
bedah kebidanan, dan menemukan panggul sempit sebelum persalinan menjadi
macet (Sumapraja, 2003).
Partograf dapat dipakai untuk memberikan peringatan awal bahw suatu
persalinan berlangsung lama, adanya gawat janin, serta perlunya rujukan
(Saifuddin, 2002).
2. Tujuan Penggunaan Partograf
Tujuan dari penggunaan partograf dalam persalinan yaitu :
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaaan dalam. Sebelum melakukan pemeriksaan
dalam, tangan dicuci dengan sabun dan air bersih yang mengalir, kemudian
untuk berkemih terlebih dahulu. Jelaskan pada ibu setiap langkah yang
dilakukan.setelah melengkapi semua anamnesis dan pemeriksaan fisik, catat
semua hasil anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik secara teliti dan
lengkap. Tentukan ada tidaknya masalah atau penyulit yang harus
ditatalaksana secara khusus (Depkes RI, 2004).
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal (Sarwono,
2010).
Pada saat memberikan asuhan kepada ibu yang sedang bersalin,
penolong harus selalu waspada terhadap masalah atau penyulit yang
mungkin terjadi. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik, tetap waspada
terhadap indikasi-indikasi yang mungkin terjadi sehingga persalinan tidak
berjalan dengan normal seperti perdarahan pervaginam yang hebat, ketuban
pecah dengan mekonium yang kental, ketuban pecah lama, ikterus, anemia
berat, tanda atau gejala infeksi, gawat janin, presentase bukan kepala, tali
pusat menumbung dan syok (Depkes RI, 2004).
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laborotorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau
tindakan yang diberikan di mana semua itu dicatatkan secara rinci pada
status atau rekam medic ibu bersalin dan bayi baru lahir. (JNPK-KR, 2008).
Dengan demikian, juga dapat dilaksanakan deteksi secara dini, setiap
kemungkinan terjadinya partus lama. Jika digunakan secara tepat dan
konsisten, partograf akan membantu menolong persalinan untuk mencatat
kemajuan persalinan dan kelahiran, serta menggunakan informasi yang tercatat,
keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu. Penggunaan partograf secara
rutin akan memastikan ibu dan janin telah mendapatkan asuhan persalinan
secara aman dan tepat waktu. Selain itu dapat mencegah terjadinya penyulit
yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka (Sarwono, 2010).
3. Waktu Pengisian Partograf
Waktu yang tepat untuk pengisian partograf adalah saat dimana proses
persalinan telah berada dalam kala I fase aktif yaitu saat pembukaan serviks
dari 4 sampai 10 cm dan berakhir pada pemantauan kala IV (JNPK-KR, 2007).
4. Isi Partograf
Partograf dikatakan sebagai data yang lengkap bila seluruh informasi
ibu, kondisi janin, kemajuan persalinan, waktu dan jam, kontraksi uterus,
kondisi ibu, obat-obatan yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, keputusan
klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dicatat secara rinci sesuai cara
pencatatan partograf (JNPK-KR, 2008).
Isi partograf yaitu:
a. Informasi tentang ibu
Informasi tentang ibu mencakup :
1) Nama dan umur.
2) Gravida, para, abortus.
3) Nomor catatan medik atau nomor puskesmas.
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat.
5) Waktu pecahnya selaput ketuban.
b. Kondisi janin
Partograf juga juga mencakup kondisi janin, yaitu :
2) Warna dan adanya air ketuban.
3) Penyusupan atau molase kepala janin.
c. Kemajuan persalinan
Hal-hal yang diperhatikan dalam kemajuan persalinan yaitu :
1) Pembukaan serviks.
2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin.
3) Garis waspada dan garis bertindak.
d. Waktu dan jam
Dalam pengisian partograf perlu diperhatikan waktu, yaitu :
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
e. Kontraksi uterus
Kontraksi uterus terus dipantau dalam pengisian partograf, yaitu :
1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit.
2) Lama kontraksi (dalam detik).
f. Obat-obatan yang diberikan
Obat-obatan yang dapat diberikan yaitu :
1) Oksitosin.
2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
g. Kondisi ibu
Kondisi ibu yang dipantau adalah :
1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh.
5. Cara Pengisian Partograf
Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir titik dimana pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif
persalinan harus dimulai di garis waspada. Kondisi ibu dan janin dinilai dan
dicatat dengan cara:
a. Denyut jantung janin : setiap ½ jam.
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam.
c. Nadi : setiap ½ jam.
d. Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
e. Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam.
g. Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam (JNPK-KR, 2007).
Cara pengisian partograf yang benar adalah sesuai dengan pedoman
pencatatan partograf. Cara pengisian partograf adalah sebagai berikut:
a. Lembar depan partograf
1) Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan ditulis sebagai
jam. Catat waktu pecahnya selaput ketuban, dan catat waktu merasakan
mules.
2) Kondisi janin
a) Denyut Jantung Janin
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering
jika terdapat tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan waktu 30
Bidan harus waspada jika DJJ mengarah di bawah 120 per menit
(bradikardi) atau diatas 160 permenit (tachikardi).
Beri tanda ‘•’ (tanda titik) pada kisaran angka 180 dan 100. Hubungkan
satu titik dengan titik yang lainnya (JNPK-KR, 2008).
Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada bagian
pemeriksaan fisik, nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit
(lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). setiap kotak pada bagian ini,
menunjukan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri
menunjukan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang
sesuai dengan angka yang menunjukan DJJ. Kemudian hubungkan titik
yang satu dengan titik lainnya dengan garis yang tidak terputus. Kisaran
normal DJJ terpapar pada partograf di antara garis tebal angka 180 dan 100.
Akan tetapi, penolong harus sudah waspada bila DJJ di bawah 120 atau di
atas 160. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang tersedia
di salah satu dari kedua sisi partograf (Sarwono, 2010).
b) Warna dan adanya air ketuban
Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina,
menggunakan lambang-lambang berikut:
U : Selaput ketuban Utuh.
J : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih. M : Air ketuban bercampur Mekonium.
D : Air ketuban bernoda Darah.
K : Tidak ada cairan ketuban atau Kering (JNPK-KR, 2007).
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukan gawat
seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin
<100 atau > 180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan
yang sesuai. Akan tetapi, jika terdapat mekonium kental, segera rujuk
ibu ke tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetric dan bayi
baru lahir (Sarwono, 2010).
3) Penyusupan atau molase tulang kepala janin
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang
(molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di
bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut:
0 : Sutura terpisah.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki.
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
Sutura atau tulang kepala saling tumpang tindih menandakan
kemungkinan adanya CPD ( cephalo pelvic disproportion).
(JNPK-KR, 2008).
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu.
Tulang kepala yang saling menyusup atau tumpang tindih, menunjukan
kemungkinan adanya disproporsi tulang panggul (Cephalo Pelvic
Disproportion- CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar benar
terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan.
Apabila ada dugaan disproporsi tulang panggul, penting sekali untuk
tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Lakukan
disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai. Setiap
kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat
temuan di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban (Sarwono, 2010).
c. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua partograf adalah pencatatan kemajuan
persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah
besarnya dilatasi serviks. Tiap angka mempunyai lajur dan kotak yang
lain pada lajur di atasnya, menunjukan penambahan dilatasi sebesar 1 cm
skala angka 1-5 juga menunjukan seberapa jauh penurunan janin. tiap
kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit (Sarwono, 2010).
1) Pembukaan serviks
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap
temuan dari setiap pemeriksaan. Nilai dan catat pembukaan serviks
setiap 4 jam. Cantumkan tanda ‘X’ di garis waktu yang sesuai dengan
lajur besarnya pembukaan serviks (JNPK-KR, 2008).
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian pemeriksaan
fisik, nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering
dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase
aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan setiap pemeriksaan.
Tanda “X” harus ditulis garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya
pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan-temuan dari pemeriksaan
dalam yang dilakukan pertama kali selama masa fase aktif persalinan di
garis waspada. Hubungkan tanda “X” dari setiap pemeriksaan dengan
2) Penurunan bagian terbawah janin
Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka 1-5 yang
sesuai dengan metode perlimaan. Tuliskan turunnya kepala janin dengan
garis tidak terputus dari 0-5. Berikan tanda ‘0’ pada garis waktu yang
sesuai (JNPK-KR, 2008).
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih
sering jika ada tanda-tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian
terbawah atau presentai janin. pada persalinan normal, kemajuan
pembukaan serviks umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah
atau presentasi janin. Namun kadangkala, turunnya bagian terbawah atau
presentasi janin baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar 7 cm.
Penurunan kepala janin diukur secara palpasi bimanual. Penurunan
kepala janin diukur seberapa jauh dari tepi simfisis pubis. Dibagi
menjadi 5 kategori dengan symbol 5/5 sampai 0/5. Simbol 5/5
menyatakan bahwa bagian kepala janin belum memasuki tepi atau
simfisis pubis, sedangkan simbol 0/5 menyatakan bahwa bagian kepala
janin sudah tidak dapat lagi dipalpasi di atas simfisis pubis. Kata-kata
turunnya kepala dan garis terputus dari 0-5, tertera disis yang sama
dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda (o) pada garis waktu
yang sesuai. Sebagai contoh, jika kepala bisa dipalpasi 4/5 , tuliskan
tanda (o) di nomor 4. Hubungkan tanda (o) dari setiap pemeriksaan
dengan garis terputus (Sarwono, 2010).
3) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
jika laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif
persalinan harus dimulai di mulai di garis waspada. Jika pembukaan
serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan
kurang dari 1 cmper jam), maka harus dipertimbangkan pula adanya
tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya : amniotomi, infus
oksitoksin atau persiapan-persiapan rujukan ( ke rumah sakit atau
puskesmas) yang mampu menangani penyulit kegawatdaruratan
obstetrik. Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada,
dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan
serviks berada disebelah kanan garis bertindak, maka tindakan untuk
menyelesaikan persalinan harus dilakukan (Sarwono, 2010).
a) Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke 0), dan
berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap (6 jam). Pencatatan
dimulai pada garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke
sebelah kanan garis waspada, maka harus dipertimbangkan adanya
penyulit (JNPK-KR, 2008).
b) Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam)
pada garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan
berada di sebelah kanan garis bertindak maka menunjukkan perlu
dilakukan tindakan untuk menyelasaikan persalinan. Sebaiknya ibu
harus berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui
(JNPK-KR, 2008).
d. Jam dan waktu
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan.
Cantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase aktif
persalinan (JNPK-KR, 2008). Dibawah lajur kotak untuk waktu
mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan
berkaitan dengan dua kotak waktu 30 menit pada lajur kotak di atasnya
atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif
persalinan, catatkan pembukaan serviks garis waspada. Kemudian
catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
Sebagai contoh, jika pemeriksaan dalam menunjukan mengalami
pembukaan 6 cm pada pukul 15.00, tuliskan tanda “X” di garis waspada
yang sesuai dengan angka 6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri
dan catat waktu yang sesuai pada kotak waktu di bawahnya (Sarwono,
2010).
e. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak dengan tulisan “
kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak
menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi
dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan
jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan mengisi angka
pada kotak yang sesuai. Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi
dalam waktu 1 kali dalam 10 menit, isi 3 kotak (Sarwono, 2010). Terdapat
lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama kontraksi dengan:
1) : Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
2) : Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya 20-40 detik.
3) : Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya > 40 detik (JNPK-KR, 2008).
f. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
1) Oksitosin
Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit
jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan dan dalam
satuan tetes per menit.
2) Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya
(JNPK-KR, 2008).
g. Kondisi ibu
1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh
a) Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pada kolom yang
sesuai.
b) Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika diduga ada
penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang
sesuai.
c) Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih sering jika
terjadi peningkatan mendadak atau diduga ada infeksi. Catat suhu
tubuh pada kotak yang sesuai.
Ukur dan catat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap ibu berkemih).
Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam
urine.
b. Lembar belakang partograf
Lembar belakang partograf merupakan catatan persalinan yang berguna
untuk mencatat proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III,
kala IV, bayi baru lahir (JNPK-KR, 2008). Halaman belakang partograf
merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses
persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang terjadi selama proses
persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak
persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya
bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilai dan catatkan asuhan
yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala
IV untuk memungkinkan penolongg persalinan mencegah terjadinya
penyulit dan membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan kala IV
(mencegah terjadinya perdarahan paska persalinan). Selain itu, catatan
persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula
digunakan untuk menilai atau memantau sejauh man telah dilakukan
pelaksanaan asuhan persalinan yang bersih dan aman (Sarwono, 2010).
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap
pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah seluruh proses
persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan persalinan pada lembar
1) Data dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat
tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat merujuk, pendamping
saat merujuk dan masalah dalam kehamilan atau persalinan ini.
2) Kala I
Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis
waspada, masalah lain yang timbul, penatalaksanaan, dan hasil
penatalaksanaannya.
3) Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin,
distosia bahu dan masalah dan penatalaksanaannya.
4) Kala III
Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala III,
pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus
uteri, kelengkapan plasenta, retensio plasenta > 30 menit, laserasi, atonia
uteri, jumlah perdarahan, masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya.
5) Kala IV
Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh, tinggi
fundus uteri, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
6) Bayi baru lahir
Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis kelamin,
penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya
B. BIDAN
1. Pengertian bidan
Menurut ICM, Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program
pendidikan bidan yang diakui oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan
diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri itu (Soepardan,
2002).
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia
serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi atau
secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan (Soepardan,
2002).
a. Pendidikan
Pendidikan bidan adalah segala program pendidikan yang
berhubungan dengan kebidanan, sehingga didapatkan peningkatan ilmu
pengetahuan, ketrampilan dan perbaikan sikap dan perilaku yang berguna
dalam peningkatan mutu pelaksanaan pelayanan kebidanan (IBI, 2006).
Makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi
dan makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki sehingga akan terjadi
perubahan sikap dan perilakunya. Menurut Permenkes RI Nomor
1464/Menkes/Per/2010 tentang ijin dan penyelenggaraan praktik bidan,
pasal 2 bahwa bidan yang menjalankan praktik mandiri harus
berpendidikan minimal D III Kebidanan (IBI, 2006).
Kualifikasi pendidikan bidan:
1) Lulusan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan,
melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik
perorangan.
2) Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV atau S1 merupakan
bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan
praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
Mereka dapat berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, dan
pendidik.
3) Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan
profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya
baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat
berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, pendidik, peneliti,
pengembangan dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system
atau ketata-laksanaan pelayanan kesehatan secara universal.
b. Kompetensi bidan
Agar bidan kompeten dalam memberikan pelayanan kebidanan, maka
bidan mempunyai Standar Kompetensi Bidan dan Standar Asuhan
Kebidanan.
1) Standar kompetensi bidan adalah pedoman yang dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi yang merupakan seperangkat
tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang bidan
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas bidang pekerjaan yang mencakup
pengetahuan, sikap dan keterampilan (IBI, 2006). Menurut keputusan
menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 369/Menkes/SK/III/2007
Kompetensi yang ke empat adalah asuhan selama persalinan dan
kelahiran. Bidan harus kompeten pada pengetahuan dan keterampilan
dasar dalam melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan
menggunakan partograf .
2) Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor :
938/Menkes/SK/III/2007 lampiran bab II tentang Standar asuhan
kebidanan. Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam mengambil
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
kewenangan dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan.
c. Wewenang bidan
Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan
pasal 9, yaitu bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu
2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB (IBI, 2006).
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi,
konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan
kemampuan. Selanjutnya diuraikan kewenangan bidan yang terkait
dengan ibu dan anak. Dalam keadaan darurat bidan juga diberikan
kewenangan pelayanan kebidanan yang ditunjukan untuk
menyelamatkan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa
kemampuan, pendidikan, pengalaman, serta berdasarkan standar profesi
(Selo, 2000).
Beda penelitian ini dengan penelitian yang lain tentang
partograf adalah salah satunya penelitian yang dilakukan oleh :
1. Lidia Widia
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 bidan,
pengambilan sampel dengan cara random sampling, analisis data
yaitu menggunakan pendekatan observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, variabel independennya yaitu
pengetahuan bidan dan variabel dependennya yaitu penerapan
partograf yang dilakukan oleh bidan, instrumen penelitiannya yaitu
kuesioner dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan
pengetahuan bidan dengan penerapan partograf.
2. Widiarti
Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling yang
berjumlah 11 orang, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran kepatuhan bidan dalam penerapan penggunaan partograf.
Desain penelitian ini adalah deskriptif.
3. Sri Utami
Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan
pendekatan cros sectional yang berjumlah 56 bidan dengan cara
pengambilan sampel yaitu random sampling di mana variabel
variabel dependen dari penelitian ini yaitu ketetapan penyusupan
partograf. Dan analisis data yang digunakan adalah model regresi