• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Pada Bidan Praktek Swasta Di Kota Binjai Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor Yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Pada Bidan Praktek Swasta Di Kota Binjai Tahun 2015"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inisiasi Menyusu Dini

Inisiasi Menyusu Dini atau early initiation adalah permulaan kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan usaha sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui (Roesli, 2008).

IMD adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir (Prasetyono, 2009). Menurut Baskoro (2008) IMD adalah perilaku bayi untuk mencari puting susu ibunya dan melakukan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya ketika satu jam pertama setelah bayi dilahirkan. Menurut Wiji (2013) IMD adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak diarahkan ke puting susu). IMD akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI secara eksklusif.

2.1.1. Prinsip Inisiasi Menyusu Dini

Segera setelah bayi lahir, setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri. Apabila ruangan bersalin dingin, bayi diberi topi dan diselimuti. Ayah atau keluarga dapat memberi dukungan dan membantu ibu selama proses bayi menyusu dini. Ibu

(2)

diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi bila diperlukan (JNPK-KR/POGI, 2007).

2.1.2. Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri

Dalam proses IMD kontak kulit antara ibu dan bayi sangat penting karena kontak kulit tersebut menghasilkan keuntungan, baik bagi ibu maupun bagi bayi. Alasan yang mendasari pentingnya kontak kulit (Roesli, 2008) :

1. Dada ibu dapat menghangatkan tubuh bayi selama bayi merangkak mencari payudara, sehingga dapat mencegah bayi kedinginan.

2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil dan bayi akan lebih jarang menangis.

3. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada satu sampai dua jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.

4. Bayi yang diberi kesempatan menyusu lebih dini lebih berhasil menyusui secara eksklusif dan akan lebih lama disusui.

(3)

2.1.3. Langkah IMD dalam Asuhan Bayi Baru Lahir

Menurut Kemenkes RI (2010), ada tiga langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir yaitu :

1. Langkah pertama, lahirkan, lakukan penilaian pada bayi baru lahir lalu keringkan, cara menilai :

a. Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran.

b. Kemudian meletakkan bayi di perut bawah ibu dan melakukan penilaian resusitasi atau tidak.

c. Jika bayi stabil tidak perlu melakukan resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks yang menempel. Verniks akan membantu menyamankan dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem.

d. Hindari mengeringkan punggung tangan bayi karena bau cairan amnion yang menempel mengandung beberapa substansi yang mirip dengan sekresi tertentu dari payudara ibu, sehingga membantu bayi menggunakan bau dan rasa cairan amnion yang melekat pada tangannya agar terhubung dengan substansi lemak tertentu yang mirip dengan cairan amnion.

e. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan oxytoxin 10 UI intra muscular.

(4)

a. Setelah tali pusat di potong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu, luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu dan kepala bayi harus berada di antara kedua payudara ibu tapi lebih rendah dari puting.

b. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain kering dan pasang topi di kepala bayi. c. Melakukan kontak kulit bayi dengan kulit di dada ibu paling sedikit satu jam.

Meminta ibu untuk memeluk dan membelai bayinya serta jika perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan ibunya.

d. Selama kontak kulit antara ibu dan bayinya lakukan kala tiga persalinan. 3. Langkah ketiga :

a. Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu.

b. Anjurkan ibu dan keluarganya untuk tidak mengintrupsi menyusu misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lain. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, bayi cukup menyusu dari satu payudara. Sebagian besar bayi akan berhasil menemukan puting ibu dalam waktu 30-60 menit dan biarkan kontak kulit ibu dan bayi setidaknya satu jam walaupun bayi sudah menemukan puting kurang dari satu jam.

(5)

d. Bila bayi harus pindah dari kamar bersalin sebelum satu jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi.

e. Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu satu jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.

f. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu dua jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin Kı, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.

g. Pakaikan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga kehangatannya, dan tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama.

h. Tempatkan ibu dan bayi dalam ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu selama 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya.

2.1.4. Manfaat IMD

Manfaat IMD bagi Ibu (Roesli, 2008) : 1. Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi.

2. Merangsang kontraksi otot rahim sehingga mengurangi resiko perdarahan sesudah melahirkan.

(6)

4. Mengurangi stress ibu setelah melahirkan dan menenangkan ibu. Manfaat IMD bagi bayi adalah :

1. Mempertahankan suhu bayi tetap hangat.

2. Menenangkan bayi serta meregulasi pernafasan dan detak jantung.

3. Kolonisasi bakterial di kulit dan usus bayi dengan bakteri dari ibu yang normal (bakteri yang berbahaya dan menjadikan tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan) dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibody bayi). 4. Mengurangi bayi menangis sehingga mengurangi stres dan tenaga yang dipakai

bayi.

5. Memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk menyusu. 6. Mengatur tingkat kadar gula dalam darah, dan biokimia lain dalam tubuh bayi. 7. Mempercepat keluarnya mekonium (kotoran bayi berwarna hijau agak kehitaman

yang pertama keluar dari bayi karena meminum air ketuban). 2.1.5. Masalah-masalah dalam Praktek IMD

Menurut UNICEF (2009), banyak sekali masalah yang dapat menghambat pelaksanaan IMD antara lain :

1. Kurangnya kepedulian terhadap pentingnya IMD.

2. Kurangnya konseling dan praktek IMD oleh tenaga kesehatan.

(7)

4. Masih kuatnya kepercayaan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat yang cukup setelah melahirkan dan menyusui sulit dilakukan.

5. Kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa kolostrum yang keluar pada hari pertama tidak baik untuk bayi.

6. Kepercayaan masyarakat yang tidak mengijinkan ibu untuk menyusui dini sebelum payudaranya dibersihkan.

2.1.6. Keterkaitan IMD dalam Kebijakan ASI Eksklusif

IMD dikaitkan dalam lampiran yang tercantum pada Keputusan Menkes RI/450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif, yang terbaru ada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut :

1. Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan,

2. Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut,

3. Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui,

(8)

5. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya,

6. Memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis, 7. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 jam, 8. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi,

9. Tidak memberi dot kepada bayi,

10. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan.

2.2. Bidan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan, bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, menyebutkan bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi, dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan.

(9)

praktek kebidanan (Internasional Confederation Of Midwife/ICM, 2005), dengan memerhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan (Sofyan dkk, 2005).

2.2.1. Peran Bidan dalam Pelaksanaan IMD

Bidan sebagai salah satu tenaga praktisi dalam pertolongan persalinan mempunyai peranan yang sangat besar dalam keberhasilan praktek IMD. Hal ini didukung oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan standarisasi pelayanan pertolongan persalinan yaitu melaksanakan IMD dan ASI secara eksklusif. Anggota IBI tidak boleh mempromosikan susu formula untuk bayi umur kurang dari 6 bulan, di tempat praktek tidak boleh ada gambar promosi maupun kaleng susu formula karena dengan IMD diharapkan angka kematian bayi akibat penyakit infeksi jauh berkurang, angka bayi kurang gizi juga berkurang, dan lahirlah generasi yang tumbuh sehat dan cerdas (Depkes, 2008).

Peran bidan dalam pelaksanaan IMD meliputi (Linkages, 2007) : 1. Sebelum persalinan (tahap persiapan dan informasi)

(10)

b. Mengkaji kebersihan diri ibu yang akan bersalin, dengan menganjurkan ibu untuk membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu.

c. Mempersiapkan alat tambahan untuk pelaksanaan IMD yaitu 3 buah kain pernel yang lembut dan kering serta sebuah topi yang kering.

d. Menganjurkan agar ibu mendapat dukungan dan pendampingan selama proses persalinan dari suami atau keluarga.

e. Membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam menghadapi proses persalinan.

f. Memberikan suasana yang layak dan nyaman untuk persalinan.

g. Mempersiapkan ibu dengan mengurangi rasa nyeri persalinan dengan mobilisasi dan relaksasi.

h. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman untuk melahirkan. 2. Proses persalinan (tahap pelaksanaan)

a. Membuka pakaian ibu di bagian perut dan dada.

b. Meletakkan kain pernel yang lembut dan kering di atas perut ibu. c. Setelah bayi lahir, letakkan bayi di atas perut ibu.

d. Keringkan bayi dari kepala hingga kaki dengan kain lembut dan kering (kecuali kedua tangannya, karena bau ketuban yang menempel pada tangan bayi akan memandu bayi untuk menemukan payudara ibu).

e. Melakukan penjepitan, pemotongan dan pengikatan tali pusat.

(11)

g. Menutupi tubuh ibu dan bayi dengan selimut agar bayi tidak kedinginan, kemudian dengan memakaikan topi di kepala bayi.

h. Menganjurkan ibu untuk memberikan sentuhan lembut pada punggung bayi. i. Menganjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu dan bayi. j. Memberikan dukungan secara sabar dan tidak tergesa-gesa kepada ibu.

k. Membantu menunjukkan pada ibu perilaku prefeeding (menyusu awal) yang positif yaitu istirahat dalam keadaan siaga, memasukkan tangan ke mulut, menghisap dan mengeluarkan air liur, bergerak ke arah payudara dengan kaki menekan perut, menjilat-jilat kulit ibu, menghentakkan kepala, menoleh ke kanan dan ke kiri, menyentuh puting susu ibu dengan tangannya, menemukan puting susu, menghisap dan mulai meminum air susu ibu.

l. Membiarkan bayi menyusu awal/dini sampai bayi selesai menyusu pada ibunya dan selama ibu menginginkannya.

m.Bidan melanjutkan asuhan persalinan.

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan IMD pada Bidan Praktek Swasta

1. Umur

(12)

Menurut Nursalam (2008), bahwa semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih dalam berpikir dan bekerja/ berperilaku. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daryati (2008) tentang hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap bidan dengan perilaku bidan dalam IMD pada ibu bersalin di Sanggau Kalimantan Barat menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur bidan dengan perilaku bidan dalam IMD pada ibu bersalin. Umur berpengaruh pada penerimaan seseorang pada informasi baru, dan IMD merupakan ilmu baru dalam kebidanan, sehingga bidan yang lebih tua lebih sulit menerima hal-hal baru dalam ilmu kebidanan.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada kualitas pendidikan (BPS, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Deviyanti (2009) tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek upaya IMD pada bidan di Kecamatan Sukmajaya menyatakan bahwa pendidikan bidan berhubungan dengan pelaksanaan IMD, karena informasi tidak hanya didapat dari pendidikan formal saja tetapi bisa juga dari seminar, pelatihan, dan lain-lain.

3. Masa Kerja

(13)

jaminan bahwa petugas yang lebih lama dapat dikatakan lebih produktif dibandingkan petugas yang lebih senior, justru kinerja makin menurun akibat kebosanaan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan sejalan dengan makin tuanya umur, masa kerja seseorang dapat menggambarkan pengalaman kerjanya dalam bidang yang ditekuni. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan pelaksanaan IMD.

4. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, dimana pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan secara formal, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja seseorang. Pelatihan biasanya dilakukan dalam jangka waktu lebih pendek dibandingkan dengan pendidikan dan lebih diarahkan kepada kemampuan yang bersifat khusus serta diperlukan dalam pelaksanaan tugas (Notoatmodjo, 2003).

(14)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) tentang hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya dalam pertolongan persalinan oleh bidan Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa bidan yang mengikuti pelatihan mempunyai peluang lima kali untuk melaksanakan IMD dalam pertolongan persalinan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja Bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru didapat bahwa pelatihan merupakan variabel yang paling dominan memengaruhi kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru Tahun 2011. Hal ini sejalan dengan penelitian Hajrah (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD, dengan mengikuti pelatihan bidan akan lebih terampil dan akan lebih percaya diri dalam melaksanakan IMD. Bidan yang pernah mengikuti pelatihan berpeluang hampir 4 kali untuk melaksanakan IMD dibanding bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan.

5. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

(15)

persalinan, sehingga peran dan dukungan petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang terlaksananya IMD (Hikmawati, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) tentang hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya oleh bidan di Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan IMD. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiastuti (2011) tentang faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan IMD di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal bahwa ada pengaruh pengetahuan bidan terhadap pelaksanaan IMD.

6. Sikap

(16)

(2008) menunjukkan adanya hubungan bermakna antar sikap dengan praktek IMD. Penelitian Deviyanti (2009) menyatakan bahwa sikap bidan yang positif ternyata akan mempraktekkan upaya IMD yang baik. Hal ini sejalan dengan Penelitian Fretti (2012) tentang faktor yang memengaruhi bidan dalam kegiatan Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap bidan dalam kegiatan Inisiasi Menyusu Dini.

7. Motivasi

Motivasi yang dirumuskan oleh Terry G (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku (Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian Hidayati (2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan dalam pelaksanaan IMD di RSUP Dr. Kariadi Semarang bahwa ada hubungan motivasi bidan dengan pelaksanaan IMD. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Puteri (2013) tentang pengaruh faktor instrinsik dan ekstrinsik terhadap pelaksanaan IMD oleh Bidan di Puskesmas Rawat Inap Pasuruan Malang di dapat bahwa motivasi berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan IMD.

2.3. Landasan Teori

(17)

ASI. Namun dapat dilihat petugas kesehatan memberikan penerangan yang salah dengan menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng (Menkes RI, 2004).

Faktor karakteristik petugas kesehatan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan untuk dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan IMD, dengan demikian apabila karakteristik tenaga kesehatan itu baik tentunya akan dapat dilakukan peningkatan pelaksanaan IMD (Depkes, 2009).

Menurut Teddy (2008) terdapat 2 (dua) karakteristik yang memengaruhi individu dan perilakunya yaitu karakteristik lingkungan terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Karakteristik individu terdiri dari motivasi dan keterlibatan pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan). Teori Bloom menyatakan bahwa ada 4 faktor yang memengaruhi status kesehatan individu/masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan, dimana perilaku memberi pengaruh terbesar kedua setelah faktor lingkungan. Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003).

(18)

fisik, dan non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Sedangkan Faktor internal merupakan karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2010).

Gambar 2.1. Skema Perilaku Notoatmodjo (2010) Pengalaman

Fasilitas Sosial Budaya

Persepsi Pengetahuan Keyakinan Keinginan Motivasi Niat Sikap

Perilaku

(19)

2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta

Karakteristik Bidan praktek Swasta : - Umur - Pendidikan - Masa Kerja - Pelatihan Faktor Predisposisi : - Pengetahuan - Sikap - Motivasi

Gambar

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan  Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta

Referensi

Dokumen terkait

namun kewenangannya tetap mengacu pada Permenkes No 1464 tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, salah satunya boleh memberikan pelayanan keluarga

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar. haemoglobin dibawah 11 gr/dl pada trimester I dan III atau

merumuskan karakteristik bahan ajar mata kuliah Penulisan Kreatif bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter religius bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra

[r]

Pada kamus Inggris pencarian dapat dilakukan dengan relatif mudah, sedangkan pada kamus Mandarin pencarian kata dari Mandarin ke bahasa lain lebih kompleks1. Pencarian arti

(4) Bagan struktur organisasi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Maksud dari penyusunan Renstra Tahun 2011 – 2015 Kecamatan Silaut adalah untuk dijabarkan lebih lanjut arah dan kebijakan program kegiatan yang telah dituangkan

Berdasarkan hasil analisis data terhadap lima subjek kelas VIII SMP Negeri 1 Surakarta, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Profil pemecahan