• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI PADA BIDAN PRAKTEK SWASTA DI KOTA BINJAI TAHUN 2015 TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI PADA BIDAN PRAKTEK SWASTA DI KOTA BINJAI TAHUN 2015 TESIS. Oleh"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI PADA BIDAN PRAKTEK SWASTA

DI KOTA BINJAI TAHUN 2015

TESIS

Oleh SRI JULIANI 137032030/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

THE ANALYZSIS OF FACTORS THAT AFFECT THE IMPLEMENTATION OF EARLY INITIATION OF BRESTFEEDING OF PRIVATE MIDWIFE

PRACTITIONERS AT BINJAI, IN 2015

THESIS

By

SRI JULIANI 137032030/IKM

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI PADA BIDAN PRAKTEK SWASTA

DI KOTA BINJAI TAHUN 2015

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRI JULIANI 137032030/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(4)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI PADA BIDAN PRAKTEK SWASTA DI KOTA BINJAI TAHUN 2015

Nama Mahasiswa : Sri Juliani Nomor Induk Mahasiswa : 137032030

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 31 Agustus 2015

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 31 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes

Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si 3. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI PADA BIDAN PRAKTEK SWASTA

DI KOTA BINJAI TAHUN 2015

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2015

Sri Juliani 137032030/IKM

(7)

ABSTRAK

Langkah awal untuk berhasilnya pemberian ASI pada bayi dengan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). IMD pada satu jam pertama sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI Eksklusif dan lama menyusui. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor yang memengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bidan praktek swasta di Kota Binjai.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh bidan praktek swasta di Kota Binjai sebanyak 340 orang dan sampel berjumlah 111 orang dengan teknik metode proporsi. Pengumpulan data penelitian melalui kuesioner dan observasi untuk menganalisis pengaruh karakteristik bidan praktek swasta yang meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pelatihan bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan IMD, bidan praktek swasta pernah mengikuti pelatihan mempunyai peluang untuk melaksanakan IMD. Variabel pelatihan dominan memengaruhi pelaksanaan IMD. Ada pengaruh pengetahuan bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan IMD, bidan praktek swasta berpengetahuan baik mempunyai peluang untuk pelaksanaan IMD.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan meningkatkan pelatihan terkait pelaksanaan IMD kepada bidan, membuat suatu peraturan atau kebijakan tertulis tentang promosi IMD, dan memberikan reward/penghargaan bagi bidan yang melaksanakan IMD pada setiap pertolongan persalinan. Diharapkan organisasi IBI memfasilitasi kegiatan seminar dan pelatihan tentang inisiasi menyusu dini untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan bidan dalam pelaksanaan IMD. Diharapkan bagi Bidan praktek swasta agar meningkatkan kesadaran pentingnya pelaksanakan inisiasi menyusu dini dalam setiap pertolongan persalinan, sehingga dapat memengaruhi proses menyusui lebih lama sampai bayi berusia 2 tahun.

Kata Kunci: Inisiasi Menyusu Dini, Bidan Praktek Swasta

(8)

ABSTRACT

The first step to successful breastfeeding infants with the implementation of Early Initiation of Breastfeeding. Early Initiation of Breastfeeding in the first hour is very helpful in the sustainability of exclusive breastfeeding and duration of breastfeeding. The research objective to analyze of factors affecting the implementation of Early Initiation of Breastfeeding of private midwife practitioners in Binjai.

This type of research is an analytic observational study with study design using cross sectional approach. The population is all private midwife in Binjai as many as 340 people and the sample amounted to 111 people with engineering proportions method. Research data collection via questionnaires and observation to analyze the influence of private midwife practitioners characteristics including age, education, employment, training, knowledge, attitudes, motivation towards the implementation of Early Initiation of Breastfeeding.

The results showed no effect of private midwife training on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding, private midwife practitioners training ever have the opportunity to implement Early Initiation of Breastfeeding. The dominant variable affecting the implementation of Early Initiation of Breastfeeding was training. There is a private midwife practitioners influence of knowledge on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding, private midwife practitioners good knowledge have the opportunity for the implementation of Early Initiation of Breastfeeding.

Suggested to the City Health Office Binjai to increase training related on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding to the midwife, create a policy in writing about the promotion of Early Initiation of Breastfeeding and the reward for midwives who perform Early Initiation of Breastfeeding in the intra natal care. The organization IBI expected to facilitate of seminars and training of early initiation of breastfeeding to increase of knowledge, abilities, and skills to the midwife on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding. The private midwife practitioners expected to increase awareness of the importance on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding in the intra natal care, so that influence the longer breastfeeding until the baby is 2 years old.

Keywords: Early Initiation Of Brestfeeding, Private Midwife Practitioners

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya-lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta di Kota Binjai Tahun 2015”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam menyusun tesis ini penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Subilhar, Ph.D, selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Ketua Pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

(10)

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku Anggota Pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

6. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Komisi Penguji atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk mengoreksi dan memberi masukan penulisan tesis ini.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Bidan Praktek Swasta Kota Binjai.

8. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ucapan terima kasih kepada suamiku Kopda Ohan Rohani yang tercinta dan tersayang telah memberikan dukungan, perhatian, dan bantuan baik secara moril maupun materiil serta terus mendo’akan penulis, serta putriku tersayang Titi Sri Hayati yang terus mendoakan dan mendukung dalam penyelesaian tesis ini.

10. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ibunda tercinta Halimah Enggeng br Barus, S.Pd dan Ayahanda Riswan serta Adinda Nurviana, S.K.M.

yang telah memberikan dukungan, doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU Medan.

(11)

11. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya Minat Studi Kesehatan Reproduksi (Kespro C) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Yesschi. A Tambunan, M.Kes, Rainun Siregar, M.Kes, Irna Sartika, M.Kes atas bantuannya, memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2015 Penulis

Sri Juliani 137032030/IKM

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sri Juliani, lahir pada tanggal 25 September 1983 di Medan, beragama Islam, bertempat tinggal di Asrama Militer Yon Arhanudse 11/BS Kelurahan Tunggorono Binjai Timur. Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Riswan dan Ibu Halimah Enggeng br Barus, S.Pd, anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menikah dengan Ohan Rohani pada tangal 26 Desember 2007 dan karuniai dua orang putri Alm. Zaskia Alya Azzahra dan Titi Sri Hayati.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri No. 066431 Medan (1989-1995), SLTP Negeri 13 Medan (1995-1998), SMU Negeri 18 Medan (1998- 2001). Akademi Kebidanan Kholisatur Rahmi Binjai (2002-2005). Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU (2006-2009) dan penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2013.

Penulis mulai bekerja sebagai sebagai staf di Akademi Kebidanan Kholisatur Rahmi Binjai (2005-2009) dan menjadi dosen pengajar di Akademi Kebidanan Kholisatur Rahmi Binjai mulai tahun 2010 sampai sekarang.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ... 11

2.1.1. Prinsip IMD ... 11

2.1.2. Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri ... 12

2.1.3. Langkah IMD dalam Asuhan Bayi Baru Lahir ... 13

2.1.4. Manfaat IMD ... 15

2.1.5. Masalah-masalah dalam Praktek IMD ... 16

2.1.6. Keterkaitan IMD dalam Kebijakan ASI Eksklusif ... 17

2.2. Bidan ... 18

2.2.1. Peran Bidan dalam Pelaksanaan IMD ... 19

(14)

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan IMD

pada Bidan Praktek Swasta ... 21

2.3. Landasan Teori ... 26

2.4. Kerangka Konsep ... 29

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

3.3.1. Populasi Penelitian ... 30

3.3.2. Sampel Penelitian ... 30

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.4.1. Data Primer ... 32

3.4.2. Data Sekunder ... 32

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 32

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 35

3.5.1. Variabel ... 35

3.5.2. Definisi Operasional ... 35

3.6. Metode Pengukuran ... 36

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 36

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 39

3.7. Metode Analisis Data ... 40

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 41

4.1. Gambaran Geografis Kota Binjai ... 41

4.2. Karakteristik Bidan Praktek Swasta, Faktor Predisposisi, Pelaksanaan IMD ... 41

4.2.1. Pengetahuan ... 42

4.2.2. Sikap ... 44

4.2.3. Motivasi ... 46

4.2.4. Pelaksanaan IMD ... 48

4.3. Analisis Faktor yang memengaruhi Pelaksanaan IMD pada Bidan Praktek Swasta ... 50

BAB 5. PEMBAHASAN ... 56

(15)

5.1. Pengaruh Umur Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota

Binjai Tahun 2015 ... 56

5.2. Pengaruh Pendidikan Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015 ... 58

5.3. Pengaruh Masa Kerja Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015 ... 61

5.4. Pengaruh Pelatihan Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015 ... 62

5.5. Pengaruh Pengetahuan Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015 ... 64

5.6. Pengaruh Sikap Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015 ... 68

5.7. Pengaruh Motivasi Bidan Praktek Swasta terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015 ... 71

5.8. Pengaruh Pelatihan dan Pengetahuan Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015 ... 75

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN ... 85

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di Kota Binjai

Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 31 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian ... 33 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden tentang

Pelaksanaan IMD ... 42

4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 43 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Pelaksanaan

IMD ... 44 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap ... 45 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang Pelaksanaan IMD . 46 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Motivasi ... 47 4.7. Distribusi Frekuensi Motivasi Responden tentang Pelaksanaan

IMD ... 48 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan

Pelaksanaan IMD ... 49 4.9. Distribusi Responden dalam Pelaksanaan IMD ... 49 4.10. Analisis Faktor yang memengaruhi Pelaksanaan IMD pada

Responden ... 50 4.11. Hasil Analisis yang memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat) .... 52

(17)

4.12. Hasil Analisis Kolinearitas antar Variabel Independen ... 53

4.13. Alternatif Model Regresi Logistik ... 53 4.14. Analisis Faktor yang memengaruhi Pelaksanaan IMD pada

Responden (Pelatihan dan Pengetahuan) Responden terhadap

Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015 ... 54

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Skema Perilaku Skinner dalam Notoatmodjo (2010) ... 28 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 29

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 85

2. Kuesioner Penelitian ... 86

3. Hasil Pengolahan Data ... 93

4. Master Data ... 110

5. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU... 112

6. Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Binjai. ... 113

(20)

ABSTRAK

Langkah awal untuk berhasilnya pemberian ASI pada bayi dengan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). IMD pada satu jam pertama sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI Eksklusif dan lama menyusui. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor yang memengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bidan praktek swasta di Kota Binjai.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh bidan praktek swasta di Kota Binjai sebanyak 340 orang dan sampel berjumlah 111 orang dengan teknik metode proporsi. Pengumpulan data penelitian melalui kuesioner dan observasi untuk menganalisis pengaruh karakteristik bidan praktek swasta yang meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pelatihan bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan IMD, bidan praktek swasta pernah mengikuti pelatihan mempunyai peluang untuk melaksanakan IMD. Variabel pelatihan dominan memengaruhi pelaksanaan IMD. Ada pengaruh pengetahuan bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan IMD, bidan praktek swasta berpengetahuan baik mempunyai peluang untuk pelaksanaan IMD.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan meningkatkan pelatihan terkait pelaksanaan IMD kepada bidan, membuat suatu peraturan atau kebijakan tertulis tentang promosi IMD, dan memberikan reward/penghargaan bagi bidan yang melaksanakan IMD pada setiap pertolongan persalinan. Diharapkan organisasi IBI memfasilitasi kegiatan seminar dan pelatihan tentang inisiasi menyusu dini untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan bidan dalam pelaksanaan IMD. Diharapkan bagi Bidan praktek swasta agar meningkatkan kesadaran pentingnya pelaksanakan inisiasi menyusu dini dalam setiap pertolongan persalinan, sehingga dapat memengaruhi proses menyusui lebih lama sampai bayi berusia 2 tahun.

Kata Kunci: Inisiasi Menyusu Dini, Bidan Praktek Swasta

(21)

ABSTRACT

The first step to successful breastfeeding infants with the implementation of Early Initiation of Breastfeeding. Early Initiation of Breastfeeding in the first hour is very helpful in the sustainability of exclusive breastfeeding and duration of breastfeeding. The research objective to analyze of factors affecting the implementation of Early Initiation of Breastfeeding of private midwife practitioners in Binjai.

This type of research is an analytic observational study with study design using cross sectional approach. The population is all private midwife in Binjai as many as 340 people and the sample amounted to 111 people with engineering proportions method. Research data collection via questionnaires and observation to analyze the influence of private midwife practitioners characteristics including age, education, employment, training, knowledge, attitudes, motivation towards the implementation of Early Initiation of Breastfeeding.

The results showed no effect of private midwife training on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding, private midwife practitioners training ever have the opportunity to implement Early Initiation of Breastfeeding. The dominant variable affecting the implementation of Early Initiation of Breastfeeding was training. There is a private midwife practitioners influence of knowledge on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding, private midwife practitioners good knowledge have the opportunity for the implementation of Early Initiation of Breastfeeding.

Suggested to the City Health Office Binjai to increase training related on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding to the midwife, create a policy in writing about the promotion of Early Initiation of Breastfeeding and the reward for midwives who perform Early Initiation of Breastfeeding in the intra natal care. The organization IBI expected to facilitate of seminars and training of early initiation of breastfeeding to increase of knowledge, abilities, and skills to the midwife on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding. The private midwife practitioners expected to increase awareness of the importance on the implementation of Early Initiation of Breastfeeding in the intra natal care, so that influence the longer breastfeeding until the baby is 2 years old.

Keywords: Early Initiation Of Brestfeeding, Private Midwife Practitioners

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak merupakan potensi dan penerus untuk mewujudkan kualitas dan keberlangsungan bangsa, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dipersiapkan sejak dini dengan upaya yang tepat, terencana, intensif dan berkesinambungan agar tercapai kualitas tumbuh kembang fisik, mental, sosial, dan spritual tertinggi. Salah satu upaya mendasar untuk menjamin pencapaian tertinggi kualitas tumbuh kembangnya dan memenuhi hak anak adalah pemberian makan yang terbaik sejak lahir hingga umur dua tahun yaitu dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang terbukti dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi (Kepmenkes RI, 2010).

Langkah awal untuk berhasilnya pemberian ASI pada bayi dengan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). IMD pada satu jam pertama sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI Eksklusif dan lama menyusui.

Pelaksanaan IMD dilakukan sebelum bayi dibersihkan dan tidak dipisahkan dari ibunya, ibu langsung mendekap dan memberikan kesempatan kepada bayi untuk mulai menyusu sendiri segera setelah bayi lahir (Roesli, 2008).

Menurut Edmond dalam penelitiannya di Ghana pada bulan Juni 2003 sampai Juni 2004, dari 10.947 bayi baru lahir menunjukkan bahwa 16 % kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada bayi sejak hari pertama kelahirannya. Angka ini 1

(23)

meningkat menjadi 22% jika pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama setelah kelahiran dan lebih dari sepertiga kematian anak terjadi pada bulan-bulan pertama kehidupan. Menyusu sejak dini atau hari pertama kelahiran merupakan salah satu upaya agar bayi memperoleh asupan gizi yang terbaik guna melindungi bayi terhadap penyakit yang mematikan seperti infeksi pernafasan, diare, alergi, sakit kulit, asma, dan obesitas. Bahkan melalui pemberian IMD dapat membentuk perkembangan intelegensia, rohani, perkembangan emosional pada bayi (Maryunani, 2012).

Fakta yang ada, praktek IMD di Indonesia masih sangat rendah bila dibanding negara-negara maju. Di Bolivia dan Madagaskar tahun 2004, IMD dalam 1 jam setelah lahir mencapai 88% (Baker dkk, 2006). Sementara di Indonesia menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes tahun 2003 menyatakan bahwa pemberian ASI pada 30 menit pertama bayi baru lahir hanya 8,3 %, 4-36% pada satu jam pertama bayi baru lahir, 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 hanya 43,9% bayi yang mendapat ASI satu jam pertama setelah lahir, dan 62% yang mendapat ASI pada hari pertama setelah lahir (BPS, 2007). Sedangkan hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa proses pemberian ASI kepada bayi dalam kurun waktu kurang dari satu jam mengalami kenaikan dari 29,3% pada tahun 2010 menjadi 34,5% pada tahun 2013.

IMD yang tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 52,9%, sedangkan terendah di Provinsi Papua Barat sebesar 21,7%, dan terdapat 18 provinsi cakupannya di bawah angka nasional, dan Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi cakupan IMD di bawah angka nasional sebesar 34,5%.

(24)

Hal ini disebabkan karena kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas tentang pemberian ASI pada satu jam pertama setelah lahir menyebabkan kurangnya keberhasilan pelaksanaan IMD. Bahkan ada juga sikap petugas kesehatan yang langsung memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada bayinya (Baskoro, 2008).

Pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya IMD pada bayi baru lahir menjadi suatu kebutuhan bagi semua petugas kesehatan dan masyarakat luas terutama ibu-ibu yang sedang hamil, demikian juga persepsi dan pendapat masyarakat yang salah tentang IMD juga menjadi penghambat keberhasilan program pemerintah, sehingga informasi yang benar tentang program IMD perlu disosialisasikan pada masyarakat luas agar tujuan program pemerintah dapat tercapai dengan baik.

Meskipun pengetahuan ibu baik tentang IMD, tetapi tindakannya belum sepenuhnya dilakukan secara maksimal. Hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan dan kesadaran penuh dari petugas kesehatan yang menolong persalinan, sehingga peran dan dukungan petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang terlaksananya IMD (Hikmawati, 2008).

Berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan sangat tergantung pada petugas kesehatan membantu ibu bersalin melakukan penyusuan dini. Petugas kesehatan harus memahami tatalaksana laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan diharapkan mempunyai sikap yang positif terhadap penyusuan dini, dapat meluangkan waktu untuk memotivasi dan membantu ibu bersalin untuk penyusuan

(25)

dini, serta bersedia melaksanakan IMD. Peran rumah bersalin, rumah sakit umum dan puskesmas sangat menentukan pelaksanaan penyusuan dini. Peraturan Pemerintah telah banyak mendukung pelaksanaan penyusuan dini yaitu melarang produsen susu buatan mencantumkan kalimat promosi produk yang memberikan kesan bahwa susu buatan sama mutunya dengan ASI atau lebih dari ASI, serta melarang promosi susu buatan di semua sarana pelayanan kesehatan termasuk posyandu, dan meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal ASI sehingga petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan tentang ASI kepada masyarakat (Umar, 2000).

Menurut Suryoprayogo (2009), metode IMD telah dilakukan di Indonesia, namun tidak dengan cara yang benar. Kesalahan yang biasanya dilakukan saat akan memulai metode IMD, biasanya bayi baru lahir sudah diselimuti sebelum diletakkan di dada ibunya sehingga tidak terjadi skin to skin contact, kesalahan lain yaitu bayi bukan menyusu melainkan disusui.

Pada dasarnya, praktek IMD sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor yang mendukung (enabling factor) berupa fasilitas rumah bersalin yang mendukung IMD dan faktor yang memperkuat (reinvorcing factor) berupa peran tenaga kesehatan, jika tenaga kesehatan tidak mempunyai kesadaran, keahlian dan pengetahuan mengenai IMD maka tidak akan terlaksana program IMD (Depkes, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian Dayati (2011) menyatakan bahwa peran tenaga kesehatan sangat dibutuhkan dalam membantu terlaksananya proses IMD.

Bidan sebagai salah satu petugas kesehatan mempunyai waktu yang banyak untuk berinteraksi dengan pasien bersalin, sehingga bidan mempunyai peran yang penting

(26)

untuk keberhasilan pelaksanaan IMD. Hal ini didukung oleh penelitian Amalia (2007) di RSUD Kabupaten Cianjur menemukan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan pemberian ASI segera setelah bayi lahir adalah penolong persalinan. Penolong persalinan di Indonesia paling banyak dilakukan oleh bidan.

Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberi dukungan, asuhan dan nasehat selama hamil, masa persalinan, masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberi asuhan kepada bayi. Bidan juga mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya pada perempuan tetapi keluarga dan masyarakat (Depkes, 2008).

Bidan sebagai ujung tombak dari pembangunan kesehatan yang berhubungan langsung dengan pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi faktor pendukung atau pendorong, namun dapat menjadi faktor penghambat keberhasilan program IMD.

Bidan dalam melaksanakan IMD memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal, khususnya bagi bidan praktek swasta yang tidak bekerja di suatu instansi. Pengetahuan IMD pada bidan praktek swasta dapat diperoleh melalui proses belajar informal dan pengalaman melalui seminar, dan pelatihan (Kepmenkes RI, 2010). Hal ini dapat diperjelas dari pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman sendiri maupun orang lain.

Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang merekomendasikan IMD sebagai tindakan “penyelamatan kehidupan”, karena IMD

(27)

dapat menyelamatkan 22 persen dari bayi yang meninggal sebelum umur satu bulan dan sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dapat dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi. Menyusu satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global bagi Indonesia dan termasuk dalam program pemerintah, sehingga semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan, melaksanakan, dan mendukung suksesnya program tersebut agar tercapai sumber daya Indonesia berkualitas (Roesli, 2008).

Dukungan politis dari pemerintah berkaitan dengan IMD dan ASI antara lain, telah dicanangkannya GNPP-ASI (Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu) pada tahun 1990, ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 450/MENKES/IV/SK/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia, dan yang terbaru Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif, yang memuat 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui diantaranya berisi tentang membuat kebijakan tertulis kepada semua staf pelayanan kesehatan tentang menyusui, melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan untuk menerapkan kebijakan menyusui tersebut, membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan, serta beberapa langkah lainnya (Kepmenkes RI, 2010).

Bahkan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) telah menetapkan 58 langkah dalam program Asuhan Persalinan Normal (APN) yang didalamnya terdapat pelatihan IMD.

(28)

IMD menjadi begitu penting untuk dilakukan karena sejak tahun 2008 diterapkan dalam APN. APN merupakan standar asuhan persalinan normal yang bersih dan aman bagi semua ibu bersalin yang harus diterapkan oleh penolong persalinan.

Tujuan APN adalah untuk menjaga kelangsungan hidup dan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayi yang dilahirkannya (Depkes RI, 2008).

Pelatihan APN sangat erat hubungannya dengan pelaksanaan IMD. Hal ini dapat dilihat dari beberapa penelitian seperti Dayati (2011) di Kendari menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan APN dengan pelaksanaan IMD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rusnita (2008) menyatakan bahwa melakukan IMD bukan karena adanya SOP IMD tetapi karena telah mengikuti pelatihan tentang IMD.

Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan cakupan ASI Eksklusif pada bayi di Indonesia sebesar 39,5% dan mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 32% (BPS, 2007).

Sedangkan cakupan ASI Eksklusif yang ditargetkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) dan Strategi Nasional Program Peningkatan Cakupan Air Susu Ibu (PP-ASI) adalah 80%. Menurut data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2012, cakupan persentase bayi yang diberi ASI Eksklusif dari tahun 2004-2012 cenderung menurun secara signifikan, dan pencapaian tahun 2012 sebesar 20,33% merupakan pencapaian terendah selama kurun waktu 2004-2012.

Sedangkan data dari Dinas Kesehatan Kota Binjai, cakupan persentase bayi yang diberi ASI Eksklusif tahun 2013 sebesar 25,6% dan mengalami penurunan pencapaian tahun 2014 sebesar 17,7%. Hal ini menunjukkan keadaan yang cukup

(29)

memprihatinkan, sehingga perlu upaya serius dan bersifat segera yang dapat menin- gkatkan keberhasilan program ASI Eksklusif, maka salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif adalah dengan menerapkan program IMD (Roesli, 2008).

Rendahnya cakupan ASI Eksklusif sebagaimana tampak pada data di atas, menurut beberapa penelitian sangat ditentukan oleh upaya pemberian ASI kepada bayi dalam dua jam pertama. Pemberian ASI saja pada dua jam pertama tersebut disebut dengan Inisiasi Menyusu Dini. Penelitian Yuko Nakao (2008) di Jepang membuktikan bahwa pemberian ASI saja pada dua jam pertama setelah kelahiran adalah waktu yang sangat menentukan untuk pencapaian pemberian ASI secara eksklusif minimal sampai bayi berumur enam bulan. Penelitian lain di Nigeria juga menunjukkan bahwa kegagalan pemberian ASI secara eksklusif ditentukan oleh enam puluh menit pertama setelah kelahiran (Awi dkk, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian Fika dan Syafiq menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan IMD, hasilnya delapan kali lebih berhasil dalam pemberian ASI Eksklusif (Roesli, 2008).

Kota Binjai merupakan salah satu kota yang belum mampu mencapai target pencapaian ASI Eksklusif sesuai dengan target Propenas yaitu 80 %. Berdasarkan survei awal dilakukan peneliti di Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan Binjai Timur ditemukan bahwa jumlah kelahiran bayi tahun 2013 sebanyak 576 bayi, dan 145 orang (25,2%) bayi diantaranya yang mendapat ASI Eksklusif, angka ini masih dibawah target pencapaian ASI Eksklusif. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa orang petugas puskesmas (dokter, bidan, perawat) diperoleh informasi bahwa tidak

(30)

berhasilnya ASI Eksklusif disebabkan karena tidak dilakukannya pemberian ASI pada satu jam pertama kelahiran. Kebanyakan ibu menolak dan tidak siap untuk dilakukan IMD karena masih merasakan sakit dan kelelahan pasca persalinan, dan mereka mengatakan bahwa masih ada petugas yang tidak memberikan informasi pada ibu hamil tentang IMD, selain itu masih ditemukan petugas tidak memfasilitasi pelaksanaan IMD pada saat persalinan karena belum mendapatkan sosialisasi atau pelatihan tentang IMD. Petugas puskesmas juga mengatakan bahwa ibu hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan di puskesmas, dan pertolongan persalinannya lebih sering dibantu oleh bidan praktek swasta.

Berdasarkan beberapa masalah diatas, maka perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor Yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Pada Bidan Praktek Swasta di Kota Binjai”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah analisis faktor yang memengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bidan praktek swasta di Kota Binjai”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis faktor yang memengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bidan praktek swasta di Kota Binjai.

(31)

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh signifikan antara analisis faktor meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi yang memengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bidan praktek swasta di Kota Binjai.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Binjai sebagai bahan evaluasi atau rekomendasi untuk mendukung pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam setiap pertolongan persalinan sebagai upaya untuk membantu meningkatkan pencapaian target ASI Eksklusif.

2. Sebagai bahan masukan kepada Organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI), khususnya cabang Kota Binjai agar dapat lebih memotivasi anggotanya untuk melaksanakan IMD dalam setiap pertolongan persalinan dan mengikuti pelatihan IMD.

3. Sebagai bahan masukan kepada petugas kesehatan khususnya bidan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pelaksanaan IMD sehingga dapat meningkatkan pencapaian jumlah bayi yang diberi ASI secara eksklusif.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inisiasi Menyusu Dini

Inisiasi Menyusu Dini atau early initiation adalah permulaan kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan usaha sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui (Roesli, 2008).

IMD adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir (Prasetyono, 2009). Menurut Baskoro (2008) IMD adalah perilaku bayi untuk mencari puting susu ibunya dan melakukan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya ketika satu jam pertama setelah bayi dilahirkan. Menurut Wiji (2013) IMD adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak diarahkan ke puting susu). IMD akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI secara eksklusif.

2.1.1. Prinsip Inisiasi Menyusu Dini

Segera setelah bayi lahir, setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri.

Apabila ruangan bersalin dingin, bayi diberi topi dan diselimuti. Ayah atau keluarga dapat memberi dukungan dan membantu ibu selama proses bayi menyusu dini. Ibu

11

(33)

diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi bila diperlukan (JNPK-KR/POGI, 2007).

2.1.2. Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri

Dalam proses IMD kontak kulit antara ibu dan bayi sangat penting karena kontak kulit tersebut menghasilkan keuntungan, baik bagi ibu maupun bagi bayi.

Alasan yang mendasari pentingnya kontak kulit (Roesli, 2008) :

1. Dada ibu dapat menghangatkan tubuh bayi selama bayi merangkak mencari payudara, sehingga dapat mencegah bayi kedinginan.

2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil dan bayi akan lebih jarang menangis.

3. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada satu sampai dua jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.

4. Bayi yang diberi kesempatan menyusu lebih dini lebih berhasil menyusui secara eksklusif dan akan lebih lama disusui.

5. Bayi mendapatkan ASI kolostrum yaitu ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberi kesempatan IMD lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan.

Kolostrum membentuk daya tahan tubuh, bermanfaat untuk ketahanan terhadap infeksi, pertumbuhan usus, dan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum membuat lapisan yang berfungsi melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang.

(34)

2.1.3. Langkah IMD dalam Asuhan Bayi Baru Lahir

Menurut Kemenkes RI (2010), ada tiga langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir yaitu :

1. Langkah pertama, lahirkan, lakukan penilaian pada bayi baru lahir lalu keringkan, cara menilai :

a. Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran.

b. Kemudian meletakkan bayi di perut bawah ibu dan melakukan penilaian resusitasi atau tidak.

c. Jika bayi stabil tidak perlu melakukan resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks yang menempel. Verniks akan membantu menyamankan dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem.

d. Hindari mengeringkan punggung tangan bayi karena bau cairan amnion yang menempel mengandung beberapa substansi yang mirip dengan sekresi tertentu dari payudara ibu, sehingga membantu bayi menggunakan bau dan rasa cairan amnion yang melekat pada tangannya agar terhubung dengan substansi lemak tertentu yang mirip dengan cairan amnion.

e. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan oxytoxin 10 UI intra muscular.

2. Langkah kedua : lakukan kontak kulit antara ibu dan bayi selama paling sedikit satu jam.

(35)

a. Setelah tali pusat di potong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu, luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu dan kepala bayi harus berada di antara kedua payudara ibu tapi lebih rendah dari puting.

b. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain kering dan pasang topi di kepala bayi.

c. Melakukan kontak kulit bayi dengan kulit di dada ibu paling sedikit satu jam.

Meminta ibu untuk memeluk dan membelai bayinya serta jika perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan ibunya.

d. Selama kontak kulit antara ibu dan bayinya lakukan kala tiga persalinan.

3. Langkah ketiga :

a. Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu.

b. Anjurkan ibu dan keluarganya untuk tidak mengintrupsi menyusu misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lain. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, bayi cukup menyusu dari satu payudara. Sebagian besar bayi akan berhasil menemukan puting ibu dalam waktu 30-60 menit dan biarkan kontak kulit ibu dan bayi setidaknya satu jam walaupun bayi sudah menemukan puting kurang dari satu jam.

c. Menunda semua asuhan persalinan normal lainnya hingga bayi selesai menyusu setidaknya satu jam atau lebih, setelah bayi baru lahir menemukan puting kurang dari satu jam.

(36)

d. Bila bayi harus pindah dari kamar bersalin sebelum satu jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi.

e. Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu satu jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30- 60 menit berikutnya.

f. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu dua jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin Kı, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.

g. Pakaikan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga kehangatannya, dan tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama.

h. Tempatkan ibu dan bayi dalam ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu selama 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya.

2.1.4. Manfaat IMD

Manfaat IMD bagi Ibu (Roesli, 2008) : 1. Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi.

2. Merangsang kontraksi otot rahim sehingga mengurangi resiko perdarahan sesudah melahirkan.

3. Memperbesar peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusui selama masa bayi.

(37)

4. Mengurangi stress ibu setelah melahirkan dan menenangkan ibu.

Manfaat IMD bagi bayi adalah : 1. Mempertahankan suhu bayi tetap hangat.

2. Menenangkan bayi serta meregulasi pernafasan dan detak jantung.

3. Kolonisasi bakterial di kulit dan usus bayi dengan bakteri dari ibu yang normal (bakteri yang berbahaya dan menjadikan tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan) dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibody bayi).

4. Mengurangi bayi menangis sehingga mengurangi stres dan tenaga yang dipakai bayi.

5. Memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk menyusu.

6. Mengatur tingkat kadar gula dalam darah, dan biokimia lain dalam tubuh bayi.

7. Mempercepat keluarnya mekonium (kotoran bayi berwarna hijau agak kehitaman yang pertama keluar dari bayi karena meminum air ketuban).

2.1.5. Masalah-masalah dalam Praktek IMD

Menurut UNICEF (2009), banyak sekali masalah yang dapat menghambat pelaksanaan IMD antara lain :

1. Kurangnya kepedulian terhadap pentingnya IMD.

2. Kurangnya konseling dan praktek IMD oleh tenaga kesehatan.

3. Adanya pendapat bahwa suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorrhea harus segera diberikan setelah lahir, padahal sebenarnya tindakan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri.

(38)

4. Masih kuatnya kepercayaan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat yang cukup setelah melahirkan dan menyusui sulit dilakukan.

5. Kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa kolostrum yang keluar pada hari pertama tidak baik untuk bayi.

6. Kepercayaan masyarakat yang tidak mengijinkan ibu untuk menyusui dini sebelum payudaranya dibersihkan.

2.1.6. Keterkaitan IMD dalam Kebijakan ASI Eksklusif

IMD dikaitkan dalam lampiran yang tercantum pada Keputusan Menkes RI/450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif, yang terbaru ada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut :

1. Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan,

2. Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut,

3. Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui,

4. Membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan,

(39)

5. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya,

6. Memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis, 7. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 jam, 8. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi,

9. Tidak memberi dot kepada bayi,

10. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan.

2.2. Bidan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan, bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, menyebutkan bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi, dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan.

Bidan adalah seorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui dinegaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan

(40)

praktek kebidanan (Internasional Confederation Of Midwife/ICM, 2005), dengan memerhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan (Sofyan dkk, 2005).

2.2.1. Peran Bidan dalam Pelaksanaan IMD

Bidan sebagai salah satu tenaga praktisi dalam pertolongan persalinan mempunyai peranan yang sangat besar dalam keberhasilan praktek IMD. Hal ini didukung oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan standarisasi pelayanan pertolongan persalinan yaitu melaksanakan IMD dan ASI secara eksklusif. Anggota IBI tidak boleh mempromosikan susu formula untuk bayi umur kurang dari 6 bulan, di tempat praktek tidak boleh ada gambar promosi maupun kaleng susu formula karena dengan IMD diharapkan angka kematian bayi akibat penyakit infeksi jauh berkurang, angka bayi kurang gizi juga berkurang, dan lahirlah generasi yang tumbuh sehat dan cerdas (Depkes, 2008).

Peran bidan dalam pelaksanaan IMD meliputi (Linkages, 2007) : 1. Sebelum persalinan (tahap persiapan dan informasi)

a. Memberikan informasi kepada ibu yang akan bersalin dan keluarga tentang penatalaksanaan IMD.

(41)

b. Mengkaji kebersihan diri ibu yang akan bersalin, dengan menganjurkan ibu untuk membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu.

c. Mempersiapkan alat tambahan untuk pelaksanaan IMD yaitu 3 buah kain pernel yang lembut dan kering serta sebuah topi yang kering.

d. Menganjurkan agar ibu mendapat dukungan dan pendampingan selama proses persalinan dari suami atau keluarga.

e. Membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam menghadapi proses persalinan.

f. Memberikan suasana yang layak dan nyaman untuk persalinan.

g. Mempersiapkan ibu dengan mengurangi rasa nyeri persalinan dengan mobilisasi dan relaksasi.

h. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman untuk melahirkan.

2. Proses persalinan (tahap pelaksanaan)

a. Membuka pakaian ibu di bagian perut dan dada.

b. Meletakkan kain pernel yang lembut dan kering di atas perut ibu.

c. Setelah bayi lahir, letakkan bayi di atas perut ibu.

d. Keringkan bayi dari kepala hingga kaki dengan kain lembut dan kering (kecuali kedua tangannya, karena bau ketuban yang menempel pada tangan bayi akan memandu bayi untuk menemukan payudara ibu).

e. Melakukan penjepitan, pemotongan dan pengikatan tali pusat.

f. Melakukan kontak kulit dengan menengkurapkan bayi di dada ibu tanpa dibatasi alat.

(42)

g. Menutupi tubuh ibu dan bayi dengan selimut agar bayi tidak kedinginan, kemudian dengan memakaikan topi di kepala bayi.

h. Menganjurkan ibu untuk memberikan sentuhan lembut pada punggung bayi.

i. Menganjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu dan bayi.

j. Memberikan dukungan secara sabar dan tidak tergesa-gesa kepada ibu.

k. Membantu menunjukkan pada ibu perilaku prefeeding (menyusu awal) yang positif yaitu istirahat dalam keadaan siaga, memasukkan tangan ke mulut, menghisap dan mengeluarkan air liur, bergerak ke arah payudara dengan kaki menekan perut, menjilat-jilat kulit ibu, menghentakkan kepala, menoleh ke kanan dan ke kiri, menyentuh puting susu ibu dengan tangannya, menemukan puting susu, menghisap dan mulai meminum air susu ibu.

l. Membiarkan bayi menyusu awal/dini sampai bayi selesai menyusu pada ibunya dan selama ibu menginginkannya.

m. Bidan melanjutkan asuhan persalinan.

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan IMD pada Bidan Praktek Swasta

1. Umur

Menurut Wawan dan Dewi (2010), umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai ulang tahun terakhir. Persepsi bahwa pekerja yang sudah tua mempunyai nilai positif seperti pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu, namun ada juga persepsi bahwa pekerja yang umur lebih tua dianggap tidak luwes dan menolak tekhnologi baru.

(43)

Menurut Nursalam (2008), bahwa semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih dalam berpikir dan bekerja/

berperilaku. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daryati (2008) tentang hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap bidan dengan perilaku bidan dalam IMD pada ibu bersalin di Sanggau Kalimantan Barat menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur bidan dengan perilaku bidan dalam IMD pada ibu bersalin. Umur berpengaruh pada penerimaan seseorang pada informasi baru, dan IMD merupakan ilmu baru dalam kebidanan, sehingga bidan yang lebih tua lebih sulit menerima hal-hal baru dalam ilmu kebidanan.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada kualitas pendidikan (BPS, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Deviyanti (2009) tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek upaya IMD pada bidan di Kecamatan Sukmajaya menyatakan bahwa pendidikan bidan berhubungan dengan pelaksanaan IMD, karena informasi tidak hanya didapat dari pendidikan formal saja tetapi bisa juga dari seminar, pelatihan, dan lain-lain.

3. Masa Kerja

Menurut Anderson (1994) dalam Ilyas (2002) makin lama pengalaman kerja semakin terampil seseorang, seseorang yang sudah lama bekerja mempunyai wawasan yang lebih luas dan pengalaman yang banyak yang akan memegang peranan dalam pembentukan perilaku petugas. Tetapi menurut Robin (2003) tidak ada

(44)

jaminan bahwa petugas yang lebih lama dapat dikatakan lebih produktif dibandingkan petugas yang lebih senior, justru kinerja makin menurun akibat kebosanaan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan sejalan dengan makin tuanya umur, masa kerja seseorang dapat menggambarkan pengalaman kerjanya dalam bidang yang ditekuni. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan pelaksanaan IMD.

4. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, dimana pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan secara formal, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja seseorang. Pelatihan biasanya dilakukan dalam jangka waktu lebih pendek dibandingkan dengan pendidikan dan lebih diarahkan kepada kemampuan yang bersifat khusus serta diperlukan dalam pelaksanaan tugas (Notoatmodjo, 2003).

Pelatihan petugas harus mendapat perhatian khusus, terutama bagi tenaga kesehatan yang bertanggung jawab langsung untuk melayani ibu dan memberi keterangan yang obyektif dan konsisten mengenai pelaksanaan IMD. Petugas kesehatan tidak saja dibekali pengetahuan tentang IMD, tetapi mereka juga harus menguasai dengan baik teknik pelaksanaan IMD yang benar. Pengetahuan saja tentu tidak cukup, petugas juga memerlukan sikap yang baik dan mendukung terhadap pelaksanaan IMD, yang didapat melalui pelatihan IMD (Soetjiningsih, 1997).

(45)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) tentang hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya dalam pertolongan persalinan oleh bidan Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa bidan yang mengikuti pelatihan mempunyai peluang lima kali untuk melaksanakan IMD dalam pertolongan persalinan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja Bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru didapat bahwa pelatihan merupakan variabel yang paling dominan memengaruhi kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru Tahun 2011. Hal ini sejalan dengan penelitian Hajrah (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD, dengan mengikuti pelatihan bidan akan lebih terampil dan akan lebih percaya diri dalam melaksanakan IMD. Bidan yang pernah mengikuti pelatihan berpeluang hampir 4 kali untuk melaksanakan IMD dibanding bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan.

5. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya IMD menjadi suatu kebutuhan bagi semua petugas kesehatan. Meskipun pengetahuan ibu baik tentang IMD, tetapi tindakannya belum sepenuhnya dilakukan secara maksimal. Hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan dan kesadaran penuh dari petugas kesehatan yang menolong

(46)

persalinan, sehingga peran dan dukungan petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang terlaksananya IMD (Hikmawati, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) tentang hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya oleh bidan di Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan IMD. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiastuti (2011) tentang faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan IMD di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal bahwa ada pengaruh pengetahuan bidan terhadap pelaksanaan IMD.

6. Sikap

Menurut Gibson (1996), sikap adalah kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang berhubungan dengan sikap, karena sikap adalah faktor penentu dalam perilaku, dikarenakan sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Menurut Robin (2003) mengemukakan bahwa sikap mencerminkan seseorang merasakan sesuatu. Menurut Umar (2009), keberhasilan menyusui dini di tempat pelayanan ibu bersalin dan rumah sakit sangat tergantung dari penolong persalian. Bidan sebagai penolong persalinan memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan IMD, karena pada saat itu perannya dominan. Bidan yang memiliki sikap positif terhadap IMD akan mendukung pelaksanaan IMD. Hal ini didukung oleh pernyataan Siregar (2004), bahwa keberhasilan menyusu dini dipengaruhi oleh sikap petugas yang pertama kali membantu ibu selama proses persalinan. Hasil penelitian yang dilakukan Rusnita

(47)

(2008) menunjukkan adanya hubungan bermakna antar sikap dengan praktek IMD.

Penelitian Deviyanti (2009) menyatakan bahwa sikap bidan yang positif ternyata akan mempraktekkan upaya IMD yang baik. Hal ini sejalan dengan Penelitian Fretti (2012) tentang faktor yang memengaruhi bidan dalam kegiatan Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap bidan dalam kegiatan Inisiasi Menyusu Dini.

7. Motivasi

Motivasi yang dirumuskan oleh Terry G (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku (Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian Hidayati (2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan dalam pelaksanaan IMD di RSUP Dr. Kariadi Semarang bahwa ada hubungan motivasi bidan dengan pelaksanaan IMD. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Puteri (2013) tentang pengaruh faktor instrinsik dan ekstrinsik terhadap pelaksanaan IMD oleh Bidan di Puskesmas Rawat Inap Pasuruan Malang di dapat bahwa motivasi berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan IMD.

2.3. Landasan Teori

Tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam mensukseskan program ASI Eksklusif dan membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan. Kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan dapat menyebabkan kurangnya tenaga yang dapat menjelaskan/mendorong tentang manfaat pemberian

(48)

ASI. Namun dapat dilihat petugas kesehatan memberikan penerangan yang salah dengan menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng (Menkes RI, 2004).

Faktor karakteristik petugas kesehatan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan untuk dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan IMD, dengan demikian apabila karakteristik tenaga kesehatan itu baik tentunya akan dapat dilakukan peningkatan pelaksanaan IMD (Depkes, 2009).

Menurut Teddy (2008) terdapat 2 (dua) karakteristik yang memengaruhi individu dan perilakunya yaitu karakteristik lingkungan terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Karakteristik individu terdiri dari motivasi dan keterlibatan pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan). Teori Bloom menyatakan bahwa ada 4 faktor yang memengaruhi status kesehatan individu/masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan, dimana perilaku memberi pengaruh terbesar kedua setelah faktor lingkungan. Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal).

Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan

(49)

fisik, dan non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Sedangkan Faktor internal merupakan karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2010).

Gambar 2.1. Skema Perilaku Notoatmodjo (2010) Pengalaman

Fasilitas Sosial Budaya

Persepsi Pengetahuan Keyakinan Keinginan Motivasi Niat Sikap

Perilaku

EKSTERNAL INTERNAL RESPONS

(50)

2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta

Karakteristik Bidan praktek Swasta : - Umur - Pendidikan - Masa Kerja - Pelatihan Faktor Predisposisi : - Pengetahuan - Sikap - Motivasi

Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kota Binjai dan waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2015. Mulai dari persetujuan judul penelitian, studi pendahuluan, studi kepustakaan, kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil sampai komprehensif.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh bidan praktek swasta di Kota Binjai sebanyak 340 orang bidan.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah bidan praktek swasta yang berada di Kota Binjai dengan besar sampel menggunakan rumus dari Hidayat (2010) :

( )

( )

2

2 ) 1 ( )

2 / 1

( (1 ) ) (1 )

a o

a a o

o

P P

P P Z

P P n Z

− +

αβ

(52)

Dimana :

n = besar sampel minimal

) 2 / 1 (α

Z = deviat baku alpha. utk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

) 1 (β

Z = deviat baku alpha. utk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282 P0

= proporsi IMD =0,53 (53 %) (Fretty, 2012) Pa

= perkiraan proporsi IMD yang diteliti, sebesar = 0,68

0

0 P

P − = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,15

Berdasarkan rumus perhitungan sampel diatas, maka diperoleh besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 111 orang. Penentuan besar sampel tiap Kecamatan di Kota Binjai dengan metode proporsi dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 3.1. Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di Kota Binjai Tahun 2015

No. Kecamatan Populasi Proporsi Sampel

1. Kecamatan Binjai Barat 17 17/340x111 6

2. Kecamatan Binjai Selatan 77 77/340x111 25 3. Kecamatan Binjai Timur 35 35/340x111 11 4. Kecamatan Binjai Utara 70 70/340x111 23 5. Kecamatan Binjai Kota 141 141/340x111 46

Jumlah 340 111

Pengambilan sampel terpilih dari setiap Kecamatan di Kota Binjai dilakukan sesuai dengan kriteria inklusi yaitu bidan bertempat tinggal di Kota Binjai, bersedia diwawancarai, melakukan pertolongan persalinan dalam waktu 1 bulan terakhir dan sampai memenuhi besar sampel yang diinginkan dengan cara berurutan ke bawah sebanyak 5 Kecamatan dengan jumlah 111 Bidan Praktek Swasta.

Gambar

Gambar 2.1. Skema Perilaku Notoatmodjo (2010) Pengalaman Fasilitas Sosial Budaya Persepsi Pengetahuan Keyakinan Keinginan Motivasi Niat Sikap  Perilaku
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan  Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta

Referensi

Dokumen terkait

Potensi aktivitas petualangan harus dikembangkan dan diatur oleh mereka yang mempunyai ketrampilan dan keahlian dibidangnya dari suatu organisasi dengan misi dan visi yang jelas

Contoh Format Usulan Peserta Didik Calon Penerima Program Indonesia Pintar (PIP) Tahun 2017 LKP/SKB/PKBM atau satuan pendidikan nonformal lainnya. Kabupaten/Kota :

Dalam banyak kegiatan di kota-kota besar sudah banyak fasilitas-fasilitas yang dapat memdukung kegiatan tersebut, salah satunya adalah fasilitas olahraga, namun dengan adanya sarana

[r]

merumuskan karakteristik bahan ajar mata kuliah Penulisan Kreatif bermuatan nilai-nilai pendidikan karakter religius bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Perkembangan gerakan Islam di Indonesia berkembang dengan pesat tidak terlepas dari keadaan situasi politik dunia yang memanas, pada awalnya gerakan pembaharuan Islam ini timbul

Pada kamus Inggris pencarian dapat dilakukan dengan relatif mudah, sedangkan pada kamus Mandarin pencarian kata dari Mandarin ke bahasa lain lebih kompleks1. Pencarian arti

Maksud dari penyusunan Renstra Tahun 2011 – 2015 Kecamatan Silaut adalah untuk dijabarkan lebih lanjut arah dan kebijakan program kegiatan yang telah dituangkan