• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.2. Karakteristik Bidan Praktek Swasta, Faktor Predisposisi,

4.2.4. Pelaksanaan IMD

Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa pada umumnya responden menyatakan meletakkan bayi tengkurap di dada ibu setelah tali pusat dipotong dan diikat sampai bayi berhasil menyusu (76,6%), meletakkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke dada ibu selama ≤ 1 jam (71,2%), meletakkan bayi di dada ibu sampai berhasil menyusu sendiri (78,4%), meletakkan kembali bayi pada dada ibu setelah melakukan asuhan persalinan pada BBL sampai bayi berhasil menyusu (51,4%). Namun masih ada responden yang menyatakan tidak menunda semua asuhan persalinan (menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin K1, obat tetes mata) sampai bayi selesai menyusu ≤1 jam (61,3%).

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015

No Pelaksanaan IMD

Jawaban

Ya Tidak

n % n %

1. Meletakkan bayi tengkurap di dada ibu

setelah tali pusat dipotong dan diikat 85 76,6 26 23,4 2. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain

kering dan memasang topi di kepala bayi 79 71,2 32 28,8 3. Membiarkan bayi di dada ibu sampai

berhasil menyusu sendiri ≤1 jam 87 78,4 24 21,6 4. Menunda semua asuhan persalinan

(menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin Kı, obat tetes mata) sampai bayi selesai menyusu ≤1 jam

43 38,7 68 61,3 5. Meletakkan kembali bayi pada dada ibu

setelah melakukan asuhan persalinan pada BBL, jika dalam 1 jam pertama bayi belum berhasil menyusu

57 51,4 54 48,6

Berdasarkan tabel 4.9 hasil pengukuran variabel pelaksanaan IMD ditemukan bahwa responden yang melaksanakan IMD (64,0%) dan tidak melaksanakan IMD (36,0%).

Tabel 4.9. Distribusi Responden dalam Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015

No. Pelaksanaan IMD n %

1. Melaksanakan 56 50,5

2. Tidak Melaksanakan 55 49,5

Total 111 100

4.3. Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta (Umur, Pendidikan, Masa Kerja, Pelatihan, Pengetahuan, Sikap, Motivasi)

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik responden terhadap pelaksanaan IMD yang terdiri dari variabel umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi dengan analisis multivariat, maka terlebih dahulu dilakukan analisis uji statistik dengan menggunakan chi square pada taraf kemaknaan 95%.

Tabel 4.10. Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Responden di Kota Binjai Tahun 2015

Karakteristik

Pelaksanaan IMD

Total Melaksanakan Tidak p

Melaksanakan

Hasil analisis uji statistik chi square diketahui bahwa dari seluruh karakteristik yang ada hubungan terhadap pelaksanaan IMD adalah umur (p=0,046), pelatihan (p=0,010), pengetahuan (p=0,003), sikap (p=0,016), dan motivasi (p=0,017), dimana nilai p lebih kecil dari 0,05.

Dari 77 responden yang berumur ≥35 tahun terdapat (55,8%) tidak melaksanakan IMD, sedangkan dari 34 responden yang berumur <35 tahun (64,7%) melaksanakan IMD. Dari 58 responden yang pernah mengikuti pelatihan terdapat (62,1%) yang melaksanakan IMD, sedangkan dari 53 responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan (62,3%) tidak melaksanakan IMD. Dari 79 responden yang pengetahuannya baik (59,5%) melaksanakan IMD, sedangkan dari 32 responden yang pengetahuannya kurang (71,9%) tidak melaksanakan IMD.

Dari 65 responden yang sikapnya baik (55,4%) melaksanakan IMD, sedangkan dari 46 responden yang sikapnya kurang baik (56,5%) tidak melaksanakan IMD. Dari 78 responden yang motivasinya baik (53,8%) melaksanakan IMD, sedangkan dari 33 responden yang motivasinya kurang baik (57,6%) tidak melaksanakan IMD.

Setelah menganalisis uji chi square, maka selanjutnya penulis melakukan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda yaitu salah satu pendekatan model matematis untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen kategorik yang bersifat dikotomi atau binary.

Dari tujuh variabel independen yang akan menjadi model prediksi regresi logistik dengan menggunakan chi square mempunyai nilai p<0,25, maka diperoleh variabel

yang menjadi model sebanyak 5 variabel yaitu umur (p=0,046), pelatihan (p=0,010), pengetahuan (p=0,003), sikap (p=0,016) dan motivasi (p=0,017).

Tabel 4.11. Hasil Analisis yang Memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat)

Variabel P

Umur 0,046*

Pendidikan 0,915 Masa kerja 0,628

Pelatihan 0,010*

Pengetahuan 0,003*

Sikap 0,016*

Motivasi 0,017*

Keterangan : * variabel yang memenuhi syarat

Kemudian setiap variabel yang masuk dalam model regresi dilakukan pemeriksaan kolinearitas antar semua variabel independen. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang ada hubungan karakteristik responden dengan pelaksanaan IMD antara lain umur dengan pelatihan (p=0,013), umur dengan sikap (p=0,003), pelatihan dengan sikap (p=0,001), dan pengetahuan dengan sikap (p=0,002) tidak diikutkan menjadi model regresi.

Kemudian variabel yang tidak berhubungan yaitu umur dengan pengetahuan (p=0,601), umur dengan motivasi (p=0,618), pelatihan dengan pengetahuan (p=0,602), pelatihan dengan motivasi (p=0,812), dan pengetahuan dengan motivasi (p=0,817) serta sikap dengan motivasi (p=0,891) menjadi kandidat model regresi, dapat dilihat pada Tabel 4.12. berikut :

Tabel 4.12. Hasil Analisis Kolinearitas Antar Variabel Independen

Keterangan : * variabel yang menjadi model regresi logistik

Setelah dilakukan kolinearitas antar semua variabel independen maka variabel yang tidak berhubungan menjadi alternatif model regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut :

Tabel 4.13. Alternatif Model Regresi Logistik Alternatif

Karena nilai χ2 pada model 3 lebih besar (17,006) dari model lainnya, maka model 3 dipilih sebagai model analisis multivariat yaitu pelatihan dan pengetahuan.

Tabel 4.14. Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Responden (Pelatihan dan Pengetahuan) di Kota Binjai

Tahun 2015

Variabel Koefisien B p Exp (B)

Pelatihan -1,226 0,016 3,374

Pengetahuan -1,221 0,008 2,295

Constant 1,294

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada Tabel 4.14 di atas diketahui bahwa variabel pelatihan dan pengetahuan berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD. Hasil uji regresi logistik, pengaruh pelatihan terhadap pelaksanaan IMD diperoleh nilai signifikasi (p=0,016), dengan Exp(B) 3,374 artinya responden yang pernah mengikuti pelatihan mempunyai peluang untuk pelaksanaan IMD sebesar 3,374 lebih besar dibanding yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Pengaruh pengetahuan terhadap pelaksanaan IMD diperoleh nilai signifikasi (p=0,008), dengan Exp(B) 2,295 artinya responden yang berpengetahuan baik mempunyai peluang untuk pelaksanaan IMD 2,295 kali lebih besar dibanding yang berpengetahuan kurang.

Hasil dari model menunjukkan bahwa variabel pelatihan dan pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan IMD dengan nilai Percentage Correct diperoleh sebesar 78,1% (overall percentage) yang artinya variabel pelatihan dan pengetahuan mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap pelaksanaan IMD sebesar 78,1%, sedangkan sisanya 100%-78,1% yaitu sebesar 21,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan hasil uji regresi logistik tersebut, maka dapat dibuat

model persamaan regresi untuk mengidentifikasi probabilitas pelaksanaan IMD

p : Probabilitas pelaksanaan IMD X1 : Pelatihan, koefisien regresi -1,226 X2 : Pengetahuan, koefisien regresi -1,221 a : Ketetapan 1,294

e : Bilangan alamiah 2,71828

Persamaan di atas menyatakan bahwa responden yang tidak pernah pelatihan, pengetahuan tidak baik memiliki probabilitas sebesar 76,1% memiliki pelaksanaan inisiasi menyusu dini tidak baik.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Umur Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015

Umur merupakan faktor karakteristik yang berperan dalam melaksanakan IMD bagi ibu bersalin di Kota Binjai karena umur dapat memengaruhi hasil kerja seseorang dalam melaksanakan tugasnya, akan tetapi hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa bidan praktek swasta berumur di bawah 35 tahun cenderung melaksanakan IMD (64,7%), dan bidan praktek swasta berumur di atas 35 tahun tidak melaksanakan IMD kepada ibu bersalin dengan frekuensi (55,8%). Nilai peluang faktor umur diperoleh 0,046, analisis ini menunjukkan bahwa ada hubungan umur bidan praktek swasta dengan pelaksanaan IMD di Kota Binjai tahun 2015.

Berdasarkan hasil penelitian, semakin muda umur responden berarti semakin bersedia dalam melaksanakan IMD, hal ini disebabkan karena responden yang berumur <35 tahun masih baru dalam menolong persalinan sehingga lebih mengutamakan pelayanan yang sesuai dengan standar kebidanan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daryati (2008) di Sanggau Kalimantan Barat menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan perilaku bidan dalam IMD pada ibu bersalin.

Umur berpengaruh pada penerimaan seseorang pada informasi baru, dan pelaksanaan inisiasi menyusu dini merupakan salah satu ilmu baru yang diterapkan

56

dalam kebidanan, kenyataannya dari hasil penelitian bidan yang lebih tua lebih sulit menerima hal-hal baru dalam pelayanan kebidanan sehingga tidak menerapkan pelaksanaan IMD dalam setiap pertolongan persalinannya. Hal ini terlihat dari mayoritas umur responden ≥35 tahun sebesar (69,4%), sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti tentang pelaksanaan IMD bahwa terdapat (61,3%) responden tidak menunda semua asuhan persalinan seperti menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin K1, obat tetes mata, kemudian responden langsung memisahkan bayi dengan ibunya sampai ibu selesai dibersihkan.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Puteri (2013) tentang pengaruh faktor instrinsik dan ekstrinsik terhadap pelaksanaan IMD didapati bahwa umur adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD di Puskesmas Rawat Inap Pasuruan Malang.

Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada perubahan penurunan berbagai fungsi tersebut. Salah satunya pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan massa otak sehingga lemah dalam berfikir dan lebih lambat dalam bertindak dibandingkan sebelumnya. Seharusnya bidan praktek swasta lebih tua umurnya, telah memperoleh pengalaman yang lebih banyak, mempunyai pertimbangan melakukan yang terbaik untuk kliennya, memiliki etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu pelayanan kebidanan agar mampu melaksanakan

IMD dalam setiap persalinan yang dibantunya. Namun kenyataannya bidan praktek swasta yang lebih muda umurnya lebih banyak melaksanakan IMD, hal ini disebabkan mereka dapat lebih cepat bertindak dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan IMD. Selain itu, mereka juga telah mendapat ilmu yang baru selama perkuliahan sehingga dapat dengan mudah mengaplikasikannya.

Peran bidan dalam praktek inisiasi menyusu dini juga diungkapkan oleh Februhartanty (2008), dalam penelitiannya bahwa sekitar 80% bayi baru lahir ini menerima makanan/minuman prelakteal berdasarkan anjuran dari petugas kesehatan.

Kutipan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa terlaksana atau tidaknya inisiasi menyusu dini, ikut dipengaruhi oleh peran petugas kesehatan, dalam hal ini bidan.

5.2 Pengaruh Pendidikan Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015

Pendidikan merupakan dasar yang akan memudahkan seseorang dalam hal menerima informasi. Informasi dapat lebih mudah diterima dan diadopsi pada orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi daripada pendidikan rendah. Masyarakat sangat menyadari bahwa pendidikan merupakan bekal dalam menjalani hidup, sehingga tidak dimanfaatkan orang lain.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa bidan praktek swasta berpendidikan Diploma (D1, D3 Kebidanan) cenderung melaksanakan IMD (54,8%),

dan bidan praktek swasta berpendidikan Sarjana (SST, S.K.M) juga melaksanakan IMD kepada ibu bersalin (51,0%). Nilai peluang faktor pendidikan diperoleh 0,915, analisis ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pendidikan bidan praktek swasta dengan pelaksanaan IMD Kota Binjai tahun 2015.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Deviyanti (2009) tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek upaya IMD pada bidan di Kecamatan Sukmajaya menyatakan bahwa pendidikan bidan berhubungan dengan pelaksanaan IMD, karena informasi tidak hanya didapat dari pendidikan formal saja tetapi bisa juga dari seminar, pelatihan, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian masih ditemukan responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan sebesar (62,3%) dan tidak melaksanakan IMD, mayoritas responden dengan berpendidikan Diploma (55,9%), masih didapati responden yang tidak melakukan IMD sesuai dengan lembar observasi pertolongan persalinan yaitu terdapat (61,3%) responden tidak menunda semua asuhan persalinan seperti menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin K1, obat tetes mata, namun responden langsung memisahkan bayi dengan ibunya sampai ibu selesai dibersihkan.

Selain itu ditemukan juga masih ada responden yang berpengetahuan kurang dan tidak melaksanakan IMD (71,9%), hal ini di dukung oleh jawaban responden yang salah tentang pertanyaan pengetahuan yaitu langkah-langkah melaksanakan IMD yang paling tepat sebesar (48,6%).

Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan responden. Begitu juga pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan sangat

berpengaruh dalam menunjang program-program kesehatan yang lain. Pendidikan kesehatan memang sulit diukur dan tidak langsung terlihat hasilnya, karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang dapat dilihat setelah beberapa tahun kemudian. Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar dimana terjadinya proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

Bidan praktek swasta dalam penelitian ini adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara dan memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan perorangan (mandiri) tanpa bekerja di tempat pelayanan kesehatan yang lainnya, maka bidan praktek swasta dalam penelitian ini adalah mencakup semua tenaga kesehatan yang berpendidikan Bidan D-I dan D-III, atau Sarjana Sain Terapan (SST) dan Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) yang bekerja di Kota Binjai. Saat ini adanya peningkatan jenjang pendidikan untuk pelayanan kesehatan khususnya bidan yaitu sampai D-III kebidanan sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes No.

1464/Menkes/Per/X/2010 Bab III yaitu bidan dalam praktek kebidanan yang memberikan pelayanan kesehataan ibu dan anak minimal memiliki pendidikan D-III Kebidanan (Menkes RI, 2010). Walaupun ada (55,9%) responden dalam penelitian ini yang memiliki pendidikan D-I dan D-3 kebidanan, hal ini tidak menghambat beberapa bidan untuk mengambil keputusan melaksanakan IMD.

Berdasarkan pengamatan yang ada di lapangan tingkat pendidikan formal tamatan Sarjana memang dapat membentuk nilai-nilai progresif pada diri seseorang, terutama dalam menerima hal-hal baru, termasuk pentingnya pelaksanaan IMD pada bayi. Namun karena sebagian besar bidan praktek swasta dengan tamatan pendidikan D-I yang belum pernah mempelajari pelaksanaan IMD dan tidak bersedia menerima ilmu-ilmu baru sehingga tidak menjamin mereka melaksanakan IMD, sedangkan bidan praktek swasta dengan tamatan D-III telah mempelajari dan melatih keterampilan tentang pelaksanaan IMD selama perkuliahan, sehingga mereka sangat menganjurkan untuk melakukan IMD saat persalinan.

Dengan demikian, tingkat pendidikan Sarjana maupun Diploma pada bidan praktek swasta tidaklah menjadi jaminan bahwa mereka akan berpeluang lebih besar melaksanakan IMD, jika tidak didukung oleh keinginan bidan tersebut untuk melaksanakan IMD.

5.3 Pengaruh Masa Kerja Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015

Masa kerja merupakan faktor karakteristik yang berperan dalam melaksanakan IMD bagi ibu bersalin di Kota Binjai karena lama bekerja berkaitan dengan pengalaman yang memengaruhi hasil kerjanya dalam memberikan pelayanan kesehatan, akan tetapi hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa bidan praktek swasta dengan masa kerja baru (<10 tahun) melaksanakan IMD kepada ibu bersalin (52,9%) dan bidan praktek swasta dengan masa kerja lama (≥10 tahun) tidak melaksanakan IMD (51,7%). Nilai peluang faktor masa kerja diperoleh 0,628,

analisis ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan masa kerja bidan praktek swasta dengan pelaksanaan IMD di Kota Binjai tahun 2015.

Berbeda dengan penelitian Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan pelaksanaan IMD. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa semakin sering bidan melakukan pekerjaan yang sama, semakin mudah ia untuk melakukan atau mengulangi pekerjaan tersebut.

Menurut Anderson (1994) dalam Ilyas (2002) makin lama pengalaman kerja semakin terampil seseorang, seseorang yang sudah lama bekerja mempunyai wawasan yang lebih luas dan pengalaman yang banyak yang akan memegang peranan dalam pembentukan perilaku petugas. Tetapi menurut Robin (2003) tidak ada jaminan bahwa petugas yang lebih lama dapat dikatakan lebih produktif dibandingkan petugas yang lebih senior, justru kinerja makin menurun akibat kebosanaan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan sejalan dengan makin tuanya umur, masa kerja seseorang dapat menggambarkan pengalaman kerjanya dalam bidang yang ditekuni.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa mayoritas responden dengan masa kerja lama (≥10 tahun) sebesar (54,1%) dan masih ditemukan umur bidan yang lebih tua diatas 35 tahun (69,4%), sehingga masa kerja lama atau baru tidak lah dapat menjamin mereka melakukan IMD karena masa kerja tidak dapat menggambarkan kemauan responden untuk melaksanakan IMD.

5.4 Pengaruh Pelatihan Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015

Pelatihan merupakan merupakan faktor penting dalam melaksanakan IMD bagi ibu bersalin di Kota Binjai karena pelatihan bidan praktek swasta bertujuan meningkatkan kemampuan dan keterampilan asuhan kebidanan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa bidan praktek swasta pernah mengikuti pelatihan cenderung melaksanakan IMD kepada ibu bersalin (62,1%) dan bidan tidak pernah mengikuti pelatihan tidak melaksanakan IMD (62,3%). Uji statistik chi square diperoleh p=0,010<0,05, ini menunjukkan bahwa ada hubungan pelatihan bidan praktek swasta dengan pelaksanaan IMD Kota Binjai tahun 2015.

Penelitian senada oleh Sumiyati (2011) tentang hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya dalam pertolongan persalinan oleh bidan Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa bidan yang mengikuti pelatihan mempunyai peluang lima kali untuk melaksanakan IMD dalam pertolongan persalinan.

Pelatihan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, dimana pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan secara formal, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja seseorang. Pelatihan biasanya dilakukan dalam jangka waktu lebih pendek dibandingkan dengan pendidikan dan lebih diarahkan kepada kemampuan yang bersifat khusus serta diperlukan dalam pelaksanaan tugas (Notoatmodjo, 2003).

Hasil analisis multivariat diperoleh nilai p=0,016 dengan nilai Exp (B) sebesar 3,374 menunjukkan bidan praktek swasta yang telah mengikuti pelatihan berpeluang 3,374 kali lebih besar melaksanakan IMD kepada ibu bersalin dibandingkan dengan bidan praktek tidak mengikuti pelatihan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Mardiah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja Bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru diperoleh bahwa pelatihan merupakan variabel yang paling dominan memengaruhi kinerja bidan dalam mendukung program IMD di Kota Pekanbaru Tahun 2011.

Berdasarkan penelitian responden yang pernah pelatihan sebesar (52,3%) dan sesuai dengan jawaban responden tentang cara yang tepat melaksanakan IMD sebesar (82,0%). Bidan yang pernah pelatihan cenderung melakukan IMD disebabkan mereka bertanggung jawab langsung untuk melayani ibu dan memberi keterangan yang obyektif dan konsisten mengenai pelaksanaan IMD, mereka juga harus menguasai dengan baik teknik pelaksanaan IMD yang benar, sehingga mereka mampu memotivasi ibu sebelum dan setelah persalinan. Pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan program secara keseluruhan.

Upaya pelatihan harus bisa memberikan pengalaman belajar yang baik, sehingga bidan di Kota Binjai dapat memperolehnya baik secara mandiri mengikuti pelatihan yang diadakan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ataupun menambah informasi dari seminar, pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh perkumpulan IBI untuk

meningkatkan wawasan dan keterampilan bidan praktek swasta dalam melaksanakan IMD.

5.5 Pengaruh Pengetahuan Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015

Pengetahuan yang dimiliki sangat menentukan keberhasilan bidan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Hasil analisis bivariat menunjukkan berdasarkan pengetahuan bidan praktek swasta cenderung melaksanakan IMD (59,5%) dan tetapi bidan praktek swasta berpengetahuan kurang baik, tidak melaksanakan IMD (71,9%). Uji statistik chi square diperoleh p=0,003<0,05, berarti ada hubungan pengetahuan bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan IMD. Hal ini sesuai dengan pendidikan bidan mayoritas Diploma dan melaksanakan IMD (54,8%), dan dari jawaban responden tentang cara yang tepat melaksanakan IMD sebesar (82,0%). Responden yang berpendidikan Diploma langsung menerapkan ilmu yang diperolehnya dalam perkuliahan dalam praktek pelayanan kebidanan.

Sejalan dengan penelitian Sumiyati (2011) tentang hubungan pelatihan IMD dengan pelaksanaannya oleh bidan di Kabupaten Sidoarjo menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan IMD.

Hasil analisis multivariat diperoleh nilai p= 0,008 dengan nilai Exp(B) sebesar 2,295 menunjukkan berarti bidan praktek swasta yang berpengetahuan baik berpeluang 2,295 kali lebih besar melaksanakan IMD kepada ibu bersalin dibandingkan dengan bidan praktek swasta berpengetahuan kurang.

Sejalan dengan penelitian Widiastuti (2011) tentang faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan IMD di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal bahwa ada pengaruh pengetahuan bidan terhadap pelaksanaan IMD.

Berdasarkan penelitian dapat dilihat bahwa responden lebih banyak berpengetahuan baik (71,2%), sesuai dengan hasil jawaban bidan praktek swasta sudah paham tentang pengertian IMD (72,1%), cara yang tepat melaksanakan IMD (82,0%), waktu pelaksanaan IMD (58,6%), metode melakukan IMD (72,1%), manfaat IMD bagi bayi (74,8%), manfaat IMD bagi ibu (55,0%), alasan cairan ketuban pada tangan bayi baru lahir tidak dibersihkan terlebih dahulu (72,1%), bayi baru lahir tidak segera dibungkus atau dibedong saat ditengkurapkan di dada ibu (55,0%), langkah-langkah IMD yang paling tepat (51,4%).

Walaupun pengetahuan bidan praktek swasta sudah baik, tetapi masih ditemukan pengetahuan bidan kurang (28,8%), hal ini disebabkan masih ditemukannya bidan yang berpendidikan sarjana tidak melaksanakan IMD sebesar (49,0%) dan jawaban pertanyaan responden yang salah tentang langkah-langkah melaksanakan IMD yang paling tepat sebesar (48,6%).

Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experient is the best teacher) berarti bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Teori ini diperkuat oleh Cherin (2009) yang mengatakan pengalaman akan menghasilkan pemahaman yang berbeda bagi setiap individu, maka pengalaman mempunyai kaitan

dengan pengetahuan. Seseorang yang mempunyai pengalaman banyak akan menambah pengetahuan.

Namun hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini dimana masih ditemukan masa kerja responden lama (≥10 tahun) sebesar (54,1%), padahal jika pengalaman bekerjanya lebih lama seharusnya memperoleh pengetahuan lebih baik dalam mengikuti perkembangan pengetahuan dan melakukan prosedur tetap dalam penerapan asuhan persalinan yang didalamnya terdapat pelaksanaan IMD.

Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan atau kognitif seseorang merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) sehingga pengetahuan merupakan unsur penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Adapun tingkatan pengetahuan bidan dalam penelitian ini pada tingkat pengetahuan yang paling rendah yakni tahu (know) yang artinya bahwa bidan dapat mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima karena pada tahap ini hanya dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan tentang IMD namun, belum dapat sepenuhnya masuk ke tingkat memahami.

Namun jika bayi lahir normal langsung dipisahkan dengan ibunya untuk ditimbang, IMD tidak akan bisa dilakukan. Ini juga berarti mengurangi kesuksesan program ASI eksklusif enam bulan, sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti tentang pelaksanaan IMD bahwa terdapat (61,3%) responden tidak menunda semua asuhan persalinan seperti menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin K1, obat tetes mata, namun kemudian responden langsung memisahkan bayi dengan

Dokumen terkait