BAB 3. METODE PENELITIAN
3.7. Metode Analisis Data
Tahapan analisis data meliputi :
1. Analisis univariat yaitu analisis untuk melihat deskripsi atau gambaran data diperoleh dari distribusi frekuensi karakteristik bidan praktek swasta meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, frekuensi faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, motivasi dan frekuensi pelaksanaan IMD.
2. Analisis bivariat yaitu analisis faktor yang memengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bidan praktek swasta meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi dengan menggunakan uji chi square pada tingkat kepercayaan 95% (p<0,05).
3. Analisis multivariat merupakan analisis lanjutan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bidan praktek swasta meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Geografis Kota Binjai
Letak Geografis Binjai terletak pada 03°03'40”-03°40'02" Lintang Utara dan 98°27'03"-98°39'32" Bujur Timur. Ketinggian rata-rata adalah 28 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas 9.023,62 Ha (± 90,23 Km2). Kota Binjai terdiri dari 5 Kecamatan terdiri dari Binjai Kota, Binjai Utara, Binjai Selatan, Binjai Barat, Binjai Timur dan 37 kelurahan. Wilayah Kota Binjai berbatas dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
4.2. Karakteristik Bidan Praktek Swasta, Faktor Predisposisi, Pelaksanaan IMD Karakteristik responden yang dilihat meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, pengetahuan, sikap dan motivasi berjumlah 111 orang bidan praktek swasta di Kota Binjai.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden tentang Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
No. Karakteristik
1. Umur n %
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa berdasarkan umur, proporsi umur responden tertinggi pada kelompok umur ≥35 tahun sebesar 69,4%. Berdasarkan pendidikan, proporsi pendidikan responden paling banyak yaitu berpendidikan Diploma (D1, D3 Kebidanan) sebesar 55,9%. Berdasarkan masa kerja, proporsi masa kerja responden tertinggi pada kelompok Lama (≥10 tahun) sebesar 54,1%.
Berdasarkan pelatihan, proporsi pelatihan responden paling banyak yaitu pernah pelatihan sebesar 52,3%.
4.2.1. Pengetahuan
Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 9 pertanyaan untuk mengukur pengetahuan responden tentang pelaksanaan IMD pada umumnya sudah memahami dengan baik. Hasil jawaban responden dengan nilai tertinggi menjawab benar
mengenai pengertian IMD (72,1%), cara yang tepat melaksanakan IMD (82,0%), waktu pelaksanaan IMD (58,6%), dan metode melakukan IMD (72,1%).
Responden juga mampu menjawab dengan benar mengenai manfaat IMD bagi bayi (74,8%), manfaat IMD bagi ibu (55,0%), alasan cairan ketuban pada tangan bayi baru lahir tidak dibersihkan terlebih dahulu (72,1%), bayi baru lahir tidak segera dibungkus atau dibedong saat ditengkurapkan di dada ibu (55,0%), dan langkah-langkah IMD yang paling tepat (51,4%).
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan di Kota Binjai Tahun 2015
No Pengetahuan
7. Cairan ketuban pada tangan bayi baru lahir
tidak dibersihkan terlebih dahulu 80 72,1 31 27,9 8. Bayi baru lahir tidak segera dibungkus atau
dibedong saat ditengkurapkan di dada ibu 61 55,0 50 45,0 9. Langkah-langkah melaksanakan IMD yang
paling tepat 57 51,4 54 48,6
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden lebih banyak berpengetahuan baik tentang pelaksanaan IMD (71,2%) dan selebihnya mempunyai pengetahuan kurang baik tentang pelaksanaan IMD (28,8%).
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
No. Pengetahuan n %
1. Baik 79 71,2
2. Kurang Baik 32 28,8
Total 111 100
4.2.2. Sikap
Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada umumnya responden memiliki sikap tidak setuju terhadap pelaksanaan IMD setelah 1 jam (47,7%), payudara dibersihkan terlebih dahulu sebelum memulai menyusu 1 jam pertama (49,5%), memberikan bayi kepada ibu untuk memulai menyusu setelah 1 jam pertama bayi lahir (63,1%), menyelimuti dan memakaikan topi pada bayi sebelum meletakkan bayi di dada ibu agar mencegah hipotermi (49,5%), kontak kulit ibu dan bayi dalam 1 jam pertama tidak dapat mencegah perdarahan pasca persalinan (49,5%).
Responden menyatakan setuju setelah tali pusat diikat letakkan bayi tengkurap pada dada ibu selama paling sedikit 1 jam (44,1%), menunda semua prosedur menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin Kı, obat tetes mata hingga bayi selesai menyusu pertama (66,7%), membiarkan bayi kontak kulit dengan kulit ibunya selama ≤ 1 jam sampai bayi dapat menyusu sendiri (68,5%), menghindari membersihkan cairan ketuban pada tangan bayi karena dapat membantu bayi mencari puting ibu (39,6%).
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap di Kota
1. IMD dilakukan setelah 1 jam
bayi lahir 15 13,5 43 38,7 53 47,7 0 0,0
2. Payudara ibu dibersihkan terlebih dahulu sebelum memulai menyusu 1 jam pertama
25 22,5 29 26,1 55 49,5 2 1,8 3. Memberikan bayi kepada ibu
untuk memulai menyusu setelah 1 jam pertama bayi lahir
16 14,4 20 18,0 70 63,1 5 4,5 4. Menyelimuti dan memakaikan
topi pada bayi sebelum meletakkan bayi di dada ibu agar mencegah hipotermi
24 21,6 30 27,0 55 49,5 2 1,8 5. Kontak kulit ibu dan bayi
dalam 1 jam pertama tidak dapat mencegah perdarahan pasca persalinan
12 10,8 42 37,8 55 49,5 2 1,8 6. Setelah tali pusat diikat,
letakkan bayi tengkurap pada dada ibu selama paling sedikit 1 jam
26 23,4 49 44,1 35 31,5 1 0,9 7. Menunda semua prosedur
menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin Kı, obat tetes mata hingga bayi selesai menyusu pertama
15 13,5 74 66,7 14 12,6 8 7,2
8. Membiarkan bayi kontak kulit dengan kulit ibunya selama ≤1 jam sampai bayi dapat menyusu sendiri
19 17,1 76 68,5 12 10,8 4 3,6 9. Setelah bayi lahir, hindari
membersihkan cairan ketuban pada tangan bayi karena dapat membantu bayi mencari puting ibu
17 15,3 44 39,6 43 38,7 7 6,3
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa berdasarkan sikap, responden lebih banyak bersikap baik tentang pelaksanaan IMD (58,6%) dan selebihnya responden bersikap kurang baik tentang pelaksanaan IMD (41,4%).
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
No. Sikap n %
1. Baik 65 58,6
2. Kurang Baik 46 41,4
Total 111 100
4.2.3. Motivasi
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada umumnya responden menyatakan meletakkan bayi di dada ibu agar merangsang kontraksi otot rahim sehingga mencegah perdarahan pasca persalinan (58,6%), meletakkan bayi di dada ibu selama
≤1 jam sampai bayi dapat menyusu sendiri agar bayi dapat menyusu lebih awal (78,4%), meletakkan bayi di dada ibu setelah tali pusat dipotong agar dapat mengurangi rasa nyeri saat plasenta lahir (61,3%), meletakkan bayi di dada ibu untuk menyusu sendiri sampai 1 jam agar bayi mendapatkan kolostrum (86,5%), meletakkan bayi di dada ibu untuk menyusu sendiri sampai 1 jam agar mencegah bayi hipotermia (53,2%),
Responden juga menyatakan meletakkan bayi di dada ibu untuk menyusu sendiri sampai 1 jam agar mencegah bayi hipotermia (64,9%), meletakkan bayi di dada ibu untuk menyusu sendiri sampai 1 jam agar mengurangi bayi menangis (85,6%), meletakkan bayi di dada ibu saat memindahkan keruangan lain agar proses
menyusu tetap berlangsung (75,7%), meletakkan bayi di dada ibu setelah melakukan tindakan asuhan persalinan (menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin Kı, obat tetes mata) apabila bayi belum berhasil menyusu 1 jam pertama (64,0%).
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Motivasi di Kota Binjai Tahun 2015
No Motivasi
Jawaban
Ya Tidak
n % n %
1. Meletakkan bayi di dada ibu agar merangsang kontraksi otot rahim sehingga mencegah perdarahan pasca persalinan
65 58,6 46 41,4 2. Meletakkan bayi di dada ibu selama ≤1
jam sampai bayi dapat menyusu sendiri agar bayi dapat menyusu lebih awal
87 78,4 24 21,6 3. Meletakkan bayi di dada ibu setelah tali
pusat dipotong agar dapat mengurangi rasa nyeri saat plasenta lahir
68 61,3 43 38,7 4. Meletakkan bayi di dada ibu untuk
menyusu sendiri sampai 1 jam agar bayi mendapatkan kolostrum
96 86,5 15 13,5 5. Meletakkan bayi di dada ibu untuk
menyusu sendiri sampai 1 jam agar mencegah bayi hipotermia
59 53,2 52 46,8 6. Meletakkan bayi di dada ibu untuk
menyusu sendiri sampai 1 jam agar mengurangi kejadian ikterus
72 64,9 39 35,1 7. meletakkan bayi di dada ibu untuk
menyusu sendiri sampai 1 jam agar mengurangi bayi menangis
95 85,6 16 14,4 8. Meletakkan bayi di dada ibu saat
memindahkan keruangan lain agar proses menyusu tetap berlangsung
84 75,7 27 24,3 9. Meletakkan bayi di dada ibu setelah
melakukan tindakan asuhan persalinan (menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin Kı, obat tetes mata) apabila bayi belum berhasil menyusu 1 jam pertama
71 64,0 40 36,0
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa berdasarkan motivasi, responden lebih banyak bermotivasi baik tentang pelaksanaan IMD (70,3%) dan selebihnya responden bermotivasi kurang baik tentang pelaksanaan IMD (29,7%).
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Motivasi Responden tentang Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
No. Motivasi n %
1. Baik 78 70,3
2. Kurang Baik 33 29,7
Total 111 100
4.2.4. Pelaksanaan IMD
Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa pada umumnya responden menyatakan meletakkan bayi tengkurap di dada ibu setelah tali pusat dipotong dan diikat sampai bayi berhasil menyusu (76,6%), meletakkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke dada ibu selama ≤ 1 jam (71,2%), meletakkan bayi di dada ibu sampai berhasil menyusu sendiri (78,4%), meletakkan kembali bayi pada dada ibu setelah melakukan asuhan persalinan pada BBL sampai bayi berhasil menyusu (51,4%). Namun masih ada responden yang menyatakan tidak menunda semua asuhan persalinan (menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin K1, obat tetes mata) sampai bayi selesai menyusu ≤1 jam (61,3%).
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
No Pelaksanaan IMD
Jawaban
Ya Tidak
n % n %
1. Meletakkan bayi tengkurap di dada ibu
setelah tali pusat dipotong dan diikat 85 76,6 26 23,4 2. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain
kering dan memasang topi di kepala bayi 79 71,2 32 28,8 3. Membiarkan bayi di dada ibu sampai
berhasil menyusu sendiri ≤1 jam 87 78,4 24 21,6 4. Menunda semua asuhan persalinan
(menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin Kı, obat tetes mata) sampai bayi selesai menyusu ≤1 jam
43 38,7 68 61,3 5. Meletakkan kembali bayi pada dada ibu
setelah melakukan asuhan persalinan pada BBL, jika dalam 1 jam pertama bayi belum berhasil menyusu
57 51,4 54 48,6
Berdasarkan tabel 4.9 hasil pengukuran variabel pelaksanaan IMD ditemukan bahwa responden yang melaksanakan IMD (64,0%) dan tidak melaksanakan IMD (36,0%).
Tabel 4.9. Distribusi Responden dalam Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
No. Pelaksanaan IMD n %
1. Melaksanakan 56 50,5
2. Tidak Melaksanakan 55 49,5
Total 111 100
4.3. Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Bidan Praktek Swasta (Umur, Pendidikan, Masa Kerja, Pelatihan, Pengetahuan, Sikap, Motivasi)
Untuk menganalisis pengaruh karakteristik responden terhadap pelaksanaan IMD yang terdiri dari variabel umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi dengan analisis multivariat, maka terlebih dahulu dilakukan analisis uji statistik dengan menggunakan chi square pada taraf kemaknaan 95%.
Tabel 4.10. Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Responden di Kota Binjai Tahun 2015
Karakteristik
Pelaksanaan IMD
Total Melaksanakan Tidak p
Melaksanakan
Hasil analisis uji statistik chi square diketahui bahwa dari seluruh karakteristik yang ada hubungan terhadap pelaksanaan IMD adalah umur (p=0,046), pelatihan (p=0,010), pengetahuan (p=0,003), sikap (p=0,016), dan motivasi (p=0,017), dimana nilai p lebih kecil dari 0,05.
Dari 77 responden yang berumur ≥35 tahun terdapat (55,8%) tidak melaksanakan IMD, sedangkan dari 34 responden yang berumur <35 tahun (64,7%) melaksanakan IMD. Dari 58 responden yang pernah mengikuti pelatihan terdapat (62,1%) yang melaksanakan IMD, sedangkan dari 53 responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan (62,3%) tidak melaksanakan IMD. Dari 79 responden yang pengetahuannya baik (59,5%) melaksanakan IMD, sedangkan dari 32 responden yang pengetahuannya kurang (71,9%) tidak melaksanakan IMD.
Dari 65 responden yang sikapnya baik (55,4%) melaksanakan IMD, sedangkan dari 46 responden yang sikapnya kurang baik (56,5%) tidak melaksanakan IMD. Dari 78 responden yang motivasinya baik (53,8%) melaksanakan IMD, sedangkan dari 33 responden yang motivasinya kurang baik (57,6%) tidak melaksanakan IMD.
Setelah menganalisis uji chi square, maka selanjutnya penulis melakukan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda yaitu salah satu pendekatan model matematis untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen kategorik yang bersifat dikotomi atau binary.
Dari tujuh variabel independen yang akan menjadi model prediksi regresi logistik dengan menggunakan chi square mempunyai nilai p<0,25, maka diperoleh variabel
yang menjadi model sebanyak 5 variabel yaitu umur (p=0,046), pelatihan (p=0,010), pengetahuan (p=0,003), sikap (p=0,016) dan motivasi (p=0,017).
Tabel 4.11. Hasil Analisis yang Memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat)
Variabel P
Umur 0,046*
Pendidikan 0,915 Masa kerja 0,628
Pelatihan 0,010*
Pengetahuan 0,003*
Sikap 0,016*
Motivasi 0,017*
Keterangan : * variabel yang memenuhi syarat
Kemudian setiap variabel yang masuk dalam model regresi dilakukan pemeriksaan kolinearitas antar semua variabel independen. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang ada hubungan karakteristik responden dengan pelaksanaan IMD antara lain umur dengan pelatihan (p=0,013), umur dengan sikap (p=0,003), pelatihan dengan sikap (p=0,001), dan pengetahuan dengan sikap (p=0,002) tidak diikutkan menjadi model regresi.
Kemudian variabel yang tidak berhubungan yaitu umur dengan pengetahuan (p=0,601), umur dengan motivasi (p=0,618), pelatihan dengan pengetahuan (p=0,602), pelatihan dengan motivasi (p=0,812), dan pengetahuan dengan motivasi (p=0,817) serta sikap dengan motivasi (p=0,891) menjadi kandidat model regresi, dapat dilihat pada Tabel 4.12. berikut :
Tabel 4.12. Hasil Analisis Kolinearitas Antar Variabel Independen
Keterangan : * variabel yang menjadi model regresi logistik
Setelah dilakukan kolinearitas antar semua variabel independen maka variabel yang tidak berhubungan menjadi alternatif model regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut :
Tabel 4.13. Alternatif Model Regresi Logistik Alternatif
Karena nilai χ2 pada model 3 lebih besar (17,006) dari model lainnya, maka model 3 dipilih sebagai model analisis multivariat yaitu pelatihan dan pengetahuan.
Tabel 4.14. Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini pada Responden (Pelatihan dan Pengetahuan) di Kota Binjai
Tahun 2015
Variabel Koefisien B p Exp (B)
Pelatihan -1,226 0,016 3,374
Pengetahuan -1,221 0,008 2,295
Constant 1,294
Berdasarkan hasil analisis multivariat pada Tabel 4.14 di atas diketahui bahwa variabel pelatihan dan pengetahuan berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD. Hasil uji regresi logistik, pengaruh pelatihan terhadap pelaksanaan IMD diperoleh nilai signifikasi (p=0,016), dengan Exp(B) 3,374 artinya responden yang pernah mengikuti pelatihan mempunyai peluang untuk pelaksanaan IMD sebesar 3,374 lebih besar dibanding yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Pengaruh pengetahuan terhadap pelaksanaan IMD diperoleh nilai signifikasi (p=0,008), dengan Exp(B) 2,295 artinya responden yang berpengetahuan baik mempunyai peluang untuk pelaksanaan IMD 2,295 kali lebih besar dibanding yang berpengetahuan kurang.
Hasil dari model menunjukkan bahwa variabel pelatihan dan pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan IMD dengan nilai Percentage Correct diperoleh sebesar 78,1% (overall percentage) yang artinya variabel pelatihan dan pengetahuan mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap pelaksanaan IMD sebesar 78,1%, sedangkan sisanya 100%-78,1% yaitu sebesar 21,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan hasil uji regresi logistik tersebut, maka dapat dibuat
model persamaan regresi untuk mengidentifikasi probabilitas pelaksanaan IMD
p : Probabilitas pelaksanaan IMD X1 : Pelatihan, koefisien regresi -1,226 X2 : Pengetahuan, koefisien regresi -1,221 a : Ketetapan 1,294
e : Bilangan alamiah 2,71828
Persamaan di atas menyatakan bahwa responden yang tidak pernah pelatihan, pengetahuan tidak baik memiliki probabilitas sebesar 76,1% memiliki pelaksanaan inisiasi menyusu dini tidak baik.
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Umur Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
Umur merupakan faktor karakteristik yang berperan dalam melaksanakan IMD bagi ibu bersalin di Kota Binjai karena umur dapat memengaruhi hasil kerja seseorang dalam melaksanakan tugasnya, akan tetapi hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa bidan praktek swasta berumur di bawah 35 tahun cenderung melaksanakan IMD (64,7%), dan bidan praktek swasta berumur di atas 35 tahun tidak melaksanakan IMD kepada ibu bersalin dengan frekuensi (55,8%). Nilai peluang faktor umur diperoleh 0,046, analisis ini menunjukkan bahwa ada hubungan umur bidan praktek swasta dengan pelaksanaan IMD di Kota Binjai tahun 2015.
Berdasarkan hasil penelitian, semakin muda umur responden berarti semakin bersedia dalam melaksanakan IMD, hal ini disebabkan karena responden yang berumur <35 tahun masih baru dalam menolong persalinan sehingga lebih mengutamakan pelayanan yang sesuai dengan standar kebidanan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daryati (2008) di Sanggau Kalimantan Barat menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan perilaku bidan dalam IMD pada ibu bersalin.
Umur berpengaruh pada penerimaan seseorang pada informasi baru, dan pelaksanaan inisiasi menyusu dini merupakan salah satu ilmu baru yang diterapkan
56
dalam kebidanan, kenyataannya dari hasil penelitian bidan yang lebih tua lebih sulit menerima hal-hal baru dalam pelayanan kebidanan sehingga tidak menerapkan pelaksanaan IMD dalam setiap pertolongan persalinannya. Hal ini terlihat dari mayoritas umur responden ≥35 tahun sebesar (69,4%), sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti tentang pelaksanaan IMD bahwa terdapat (61,3%) responden tidak menunda semua asuhan persalinan seperti menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin K1, obat tetes mata, kemudian responden langsung memisahkan bayi dengan ibunya sampai ibu selesai dibersihkan.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Puteri (2013) tentang pengaruh faktor instrinsik dan ekstrinsik terhadap pelaksanaan IMD didapati bahwa umur adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD di Puskesmas Rawat Inap Pasuruan Malang.
Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada perubahan penurunan berbagai fungsi tersebut. Salah satunya pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan massa otak sehingga lemah dalam berfikir dan lebih lambat dalam bertindak dibandingkan sebelumnya. Seharusnya bidan praktek swasta lebih tua umurnya, telah memperoleh pengalaman yang lebih banyak, mempunyai pertimbangan melakukan yang terbaik untuk kliennya, memiliki etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu pelayanan kebidanan agar mampu melaksanakan
IMD dalam setiap persalinan yang dibantunya. Namun kenyataannya bidan praktek swasta yang lebih muda umurnya lebih banyak melaksanakan IMD, hal ini disebabkan mereka dapat lebih cepat bertindak dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan IMD. Selain itu, mereka juga telah mendapat ilmu yang baru selama perkuliahan sehingga dapat dengan mudah mengaplikasikannya.
Peran bidan dalam praktek inisiasi menyusu dini juga diungkapkan oleh Februhartanty (2008), dalam penelitiannya bahwa sekitar 80% bayi baru lahir ini menerima makanan/minuman prelakteal berdasarkan anjuran dari petugas kesehatan.
Kutipan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa terlaksana atau tidaknya inisiasi menyusu dini, ikut dipengaruhi oleh peran petugas kesehatan, dalam hal ini bidan.
5.2 Pengaruh Pendidikan Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
Pendidikan merupakan dasar yang akan memudahkan seseorang dalam hal menerima informasi. Informasi dapat lebih mudah diterima dan diadopsi pada orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi daripada pendidikan rendah. Masyarakat sangat menyadari bahwa pendidikan merupakan bekal dalam menjalani hidup, sehingga tidak dimanfaatkan orang lain.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa bidan praktek swasta berpendidikan Diploma (D1, D3 Kebidanan) cenderung melaksanakan IMD (54,8%),
dan bidan praktek swasta berpendidikan Sarjana (SST, S.K.M) juga melaksanakan IMD kepada ibu bersalin (51,0%). Nilai peluang faktor pendidikan diperoleh 0,915, analisis ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pendidikan bidan praktek swasta dengan pelaksanaan IMD Kota Binjai tahun 2015.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Deviyanti (2009) tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek upaya IMD pada bidan di Kecamatan Sukmajaya menyatakan bahwa pendidikan bidan berhubungan dengan pelaksanaan IMD, karena informasi tidak hanya didapat dari pendidikan formal saja tetapi bisa juga dari seminar, pelatihan, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian masih ditemukan responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan sebesar (62,3%) dan tidak melaksanakan IMD, mayoritas responden dengan berpendidikan Diploma (55,9%), masih didapati responden yang tidak melakukan IMD sesuai dengan lembar observasi pertolongan persalinan yaitu terdapat (61,3%) responden tidak menunda semua asuhan persalinan seperti menimbang, mengukur bayi, pemberian vitamin K1, obat tetes mata, namun responden langsung memisahkan bayi dengan ibunya sampai ibu selesai dibersihkan.
Selain itu ditemukan juga masih ada responden yang berpengetahuan kurang dan tidak melaksanakan IMD (71,9%), hal ini di dukung oleh jawaban responden yang salah tentang pertanyaan pengetahuan yaitu langkah-langkah melaksanakan IMD yang paling tepat sebesar (48,6%).
Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan responden. Begitu juga pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan sangat
berpengaruh dalam menunjang program-program kesehatan yang lain. Pendidikan kesehatan memang sulit diukur dan tidak langsung terlihat hasilnya, karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang dapat dilihat setelah beberapa tahun kemudian. Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar dimana terjadinya proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Bidan praktek swasta dalam penelitian ini adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara dan memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan perorangan (mandiri) tanpa bekerja di tempat pelayanan kesehatan yang lainnya, maka bidan praktek swasta dalam penelitian ini adalah mencakup semua tenaga kesehatan yang berpendidikan Bidan D-I dan D-III, atau Sarjana Sain Terapan (SST) dan Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) yang bekerja di Kota Binjai. Saat ini adanya peningkatan jenjang pendidikan untuk pelayanan kesehatan khususnya bidan yaitu sampai D-III kebidanan sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes No.
1464/Menkes/Per/X/2010 Bab III yaitu bidan dalam praktek kebidanan yang memberikan pelayanan kesehataan ibu dan anak minimal memiliki pendidikan D-III Kebidanan (Menkes RI, 2010). Walaupun ada (55,9%) responden dalam penelitian ini yang memiliki pendidikan D-I dan D-3 kebidanan, hal ini tidak menghambat beberapa bidan untuk mengambil keputusan melaksanakan IMD.
Berdasarkan pengamatan yang ada di lapangan tingkat pendidikan formal tamatan Sarjana memang dapat membentuk nilai-nilai progresif pada diri seseorang, terutama dalam menerima hal-hal baru, termasuk pentingnya pelaksanaan IMD pada bayi. Namun karena sebagian besar bidan praktek swasta dengan tamatan pendidikan D-I yang belum pernah mempelajari pelaksanaan IMD dan tidak bersedia menerima ilmu-ilmu baru sehingga tidak menjamin mereka melaksanakan IMD, sedangkan bidan praktek swasta dengan tamatan D-III telah mempelajari dan melatih keterampilan tentang pelaksanaan IMD selama perkuliahan, sehingga mereka sangat menganjurkan untuk melakukan IMD saat persalinan.
Dengan demikian, tingkat pendidikan Sarjana maupun Diploma pada bidan praktek swasta tidaklah menjadi jaminan bahwa mereka akan berpeluang lebih besar melaksanakan IMD, jika tidak didukung oleh keinginan bidan tersebut untuk melaksanakan IMD.
5.3 Pengaruh Masa Kerja Responden terhadap Pelaksanaan IMD di Kota Binjai Tahun 2015
Masa kerja merupakan faktor karakteristik yang berperan dalam melaksanakan IMD bagi ibu bersalin di Kota Binjai karena lama bekerja berkaitan dengan pengalaman yang memengaruhi hasil kerjanya dalam memberikan pelayanan kesehatan, akan tetapi hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa bidan praktek swasta dengan masa kerja baru (<10 tahun) melaksanakan IMD kepada ibu bersalin
Masa kerja merupakan faktor karakteristik yang berperan dalam melaksanakan IMD bagi ibu bersalin di Kota Binjai karena lama bekerja berkaitan dengan pengalaman yang memengaruhi hasil kerjanya dalam memberikan pelayanan kesehatan, akan tetapi hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa bidan praktek swasta dengan masa kerja baru (<10 tahun) melaksanakan IMD kepada ibu bersalin