• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara Chapter III V"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Oktober - Desember 2016. Penelitian ini dilakukan di Desa Habincaran dan Desa Hutagodang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Analisis fitokimia dilaksanakan di Laboratorium Pascasarjana Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat dan Bahan Analisis Vegetasi

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital untuk dokumentasi, pita ukur untuk mengukur diameter, parang untuk membuka jalan hutan, tali tambang untuk membuat plot, kompas untuk menentuan azimuth, kalkulator untuk menghitung INP, kantung plastik untuk membawa sampel daun, alat tulis untuk menulis data. Alat yang digunakan untuk pengkoleksian dan pengawetan jenis yang belum dikenali guna identifikasi lebih lanjut adalah gunting, kertas koran, dan kertas label.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet untuk menulis data jenis tumbuhan, peta lokasi penelitian, dan buku identifikasi tumbuhan.

2. Alat dan Bahan Pengujian Fitokimia

(2)

untuk memanaskan kaca KLT dan sprayer untuk menyemprotkan larutan CeSO4 pada kaca KLT.

Bahan yang digunakan dalam pengujian adalah Methanol untuk mengekstraksi sampel daun yang akan diuji dan sebagai reagensianya adalah Pereaksi Lieberman-Bouchard untuk uji alkaloid, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendorff untuk uji flavonoid/tanin, Cerium Sulfat (CeSO4) 1% untuk uji terpen, FeCl3 1% untuk uji fenolik, dan aquades untuk uji saponin.

Prosedur Penelitian

1. Aspek Pengetahuan Lokal

Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui informasi tumbuhan beracun di masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah pimpinan mayarakat setempat dan ahli pengobatan tradisional. Data yang diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ditabulasikan dan dianalisa secara deskriptif.

2. Aspek Keanekaragaman

Pengumpulan data tumbuhan beracun dilakukan dengan menggunakan metode sampling plot dimana penentuan titik awal ditentukan dengan Kombinasi Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak. Plot dibuat dengan ukuran 20 x 20 m, dengan jumlah 126 plot (IS = 0,1 %), kemudian dilakukan pengamatan langsung di lapangan. Apabila ada jenis tertentu yang tidak diketahui maka sampel diherbariumkan dan diidentifikasi dengan buku panduan tumbuhan (P.67/Menhut-II/20).

(3)

Gambar 2. Desain Plot Tumbuhan Beracun

Untuk mengetahui komposisi jenis pohon yang mendominasi komunitas tegakan dihitung nilai pentingnya menggunakan rumus Soerianegara & Indrawan (1988) :

a. Kerapatan suatu jenis (K)

�= ∑������������������ ��������������ℎ

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR = �����������

∑�������ℎ����� � 100%

c. Frekwensi suatu jenis (F)

F =∑��������������������������� ∑������ℎ��������

d. Frekwensi relatif suatu jenis (FR)

FR = �����������

(4)

e. Dominansi (D)

� =∑������������������������� ��������������ℎ

f. Dominansi Relatif (DR) DR = �����������

∑�������ℎ����� � 100%

Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tumbuhan bawah (under stories), semai (seedling), dan pancang (sapling) dihitung dari nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR) :

INP = KR + FR + DR

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis (H’) dihitung dengan menggunakan rumus Shannor-Wienner (Kent & Paddy, 1992) :

H’ = - Σ (ni/N) ln (ni/N) Keterangan :

H’ = indeks Shannon = indeks keanekaragaman Shannon-Wienner Ni = jumlah individu dari suatu jenis i

N = jumlah total individu seluruh jenis

Besarnya indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon-Wiener didefenisikan sebagai berikut :

a. Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah melimpah tinggi

b. Nilai H’ 2- 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek sedang melimpah

(5)

3. Aspek Fitokimia

Aspek fitokimia mengacu kepada pendeteksian kandungan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai biopestisida. Jenis-jenis tumbuhan beracun dideteksi kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid, terpen, tanin dan saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan berdasarkan Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam (2010) adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Alkaloid

Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Kemudian masukkan larutan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan reagen Lieberman-Bouchardad, reagen Maeyer, dan reagen Dragendorff. Kocok dan perhatikan perubahan warna.

b. Pengujian Terpen

Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Kemudian ambil sedikit ekstraksi sampel teteskan pada media KLT, semprotkat Cerium sulfat (CeSO4

c. Pengujian Flavonoid/Tanin

) pada permukaan KLT yang telah di tetesi ekstraksi sampel tadi, lalu panaskan KLT dengan hotplate, perhatikan perubahan warnanya.

(6)

d. Pengujian Saponin

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tumbuhan Beracun yang Dikenal Masyarakat Sekitar Ulu Pungkut, Mandailing Natal

Jenis-jenis tumbuhan beracun yang dikenal masyarakat sekitar hutan lindung Ulu Pungkut ada 5 jenis. Informasi diperoleh dari wawancara bersama seorang informan kunci yang merupakan salah satu informan kepercayaan ketua balai Taman Nasional Batang Gadis. Namun setelah diuji kandungan fitokimia pada daun, tumbuhan yang diidentifikasi mengandung racun bertotal 7 jenis. Umumnya tumbuhan beracun memiiki ciri-ciri antara lain warnanya mencolok, memiliki getah berwarna putih susu, daunnya berbulu halus, berduri, serta dijauhi oleh hewan-hewan herbivora. Tumbuhan beracun yang ditemukan di desa Habincaran dan Hutagodang memiliki respon langsung apabila terkena bagian tubuh manusia seperti menimbulkan rasa gatal, rasa terbakar, perih, serta kulit terkelupas.

Bagian tumbuhan yang beracun biasanya terdapat pada daun, bunga, getah serta umbinya. Sebagian besar masyarakat cukup mengenal dengan baik beberapa jenis tumbuhan beracun, namun ada juga yang masih belum mengetahuinya.

B. Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Desa Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal

(8)

sebagai bahan masakan sehari-hari, mengingat kondisi desa yang jauh dari perkotaan dan pasar tradisional terdekat hanya buka pada hari tertentu. Jenis tumbuhan beracun yang tumbuh di Hutan Lindung Ulu Pungkut dari tingkat tumbuhan bawah sampai pohon dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Desa Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal.

No Tingkat Nama Lokal Nama Latin KR FR DR INP H’

Berdasarkan pada Tabel 1, terdapat lima tingkatan klasifikasi aspek keanekaragaman yang di analisis. Pada tingkat tumbuhan bawah, INP tertinggi tumbuhan beracun terdapat pada tumbuhan Langge (Homalomena propinqua), dengan nilai KR sebesar 0,76 % dan FR sebesar 2,14 %, sehingga nilai INP nya adalah 2,90. Sedangkan INP terendah terdapat pada tumbuhan Ringgu (Philodendron ornatum), dengan nilai KR 0,09 % dan nilai FR 0,31 %. Jumlah INP nya menjadi 0,40 %.

Tingkat semai hanya ditemukan 2 jenis tumbuhan beracun. INP tertinggi

tumbuhan beracun tingkat semai terdapat pada tumbuhan Jelatong (Litsea grandis), dengan INP 2,88 %. Nilai KR tumbuhan Jelatong adalah sebesar

(9)

dengan nilai INP terendah yaitu tumbuhan Ginje (Gluta spp.). Nilai KR yang dimiliki Ginje adalah sebesar 0,32 %, dengan nilai FR sebesar 0,63 %, sehingga total INP nya hanya mencapai 0,96 % saja.

Tingkat pancang, hanya ditemukan satu jenis tumbuhan beracun, yaitu Jelatong (Litsea grandis), dengan INP sebesar 5,64. Dengan nilai KR sebesar 2,55 % dan FR sebesar 3,10 %.

Tingkat tiang juga hanya ditemukan satu jenis, Jelatong (Litsea grandis), dengan nilai KR, FR, dan DR masing-masing adalah sebesar 4,44 %, 4,48 %, dan 3,41 %, sehingga total INP nya adalah 12,70 %. Beragamnya nilai INP ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan tempat tumbuh seperti kelembaban, suhu dan tidak mampu atau kalah berkompetisi, seperti perebutan akan zat hara, sinar matahari dan ruang tumbuh dengan jenis-jenis lainnya yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dari diameter batang pohon. Selain INP ditentukan dengan diameter batang, nilai ini juga dipengaruhi oleh umur suatu pohon. Menurut Odum (1971), jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar, dan dalam menentukan suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah diameter batangnya. Keberadaan jenis dominan pada lokasi penelitian menjadi suatu indikator bahwa komunitas tersebut berada pada habitat yang sesuai dan mendukung pertumbuhannya.

(10)

sehingga total INP dari tumbuhan Jelatong adalah 0,87. Soerianegara (1967), menyatakan bahwa didalam masyarakat hutan, sebagai akibat persaingan,jenis-jenis tertentu lebih berkuasa (dominan) dari pada yang lain.

Menurut Indriyanto (2006), untuk memperkirakan keanekaragaman spesies, indeks keanekaragaman yang dapat digunakan dalam analisis komunitas tumbuhan adalah indeks Shanon-Wiener (H’). Berdasarkan Tabel 1, pada tingkat tumbuhan bawah, memiliki nilai H’ sebesar 2,09. Tingkat semai, memiliki nilai H’ sebesar 2,23. Tingkat pancang, memiliki nilai H’ sebesar 2,81. Tingkat tiang, memiliki nilai H’ sebesar 3,06. Dan tingkat pohon, memiliki nilai H’ sebesar 3,31.

Berdasarkan nilai H’ yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pada tingkat tumbuhan bawah, semai, dan pancang menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies cukup melimpah. Pada tingkat tiang dan pohon, menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies melimpah tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriyanto (2006) yang menyatakan bahwa nilai H’ lebih dari 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah melimpah tinggi. Nilai H’ 2- 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek sedang melimpah. Nilai H’ < 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah.

C. Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Desa Habincaran dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal

(11)

Tabel 2. Data Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Lindung Ulu Pungkut

No. Nama Jenis Bagian yang

Beracun Ciri-ciri Umum Efek Racun

1. Antoladan Getah

Daun berbentuk oval panjang dengan ujung runcing, memiliki buah berbentuk bulat panjang.

Gatal

2. Ginje Getah Getah berwarna hitam, daun lebar,

tinggi pohon mencapai 15 m.

Gatal, kulit terkelupas

3. Jelatong Daun, Getah,

Bunga Daun lebar, bunga berwarna putih Gatal

4. Langge Umbi

Daun mirip talas namun dengan ukuran lebih kecil serta tulang daun yang rapat.

Gatal

5. Monton Daun Pohon dengan daun lebar, memiliki

buah

Mengganggu pencernaan

6. Ringgu Getah, Umbi

Tumbuhan bawah, mirip talas tetapi permukaan daun lebih licin dan mengkilap, berwarna hijau tua.

Gatal

7. Supi Daun Buah berry berwarna merah, daun

menjari bergerigi, batang berduri.

Mengganggu pencernaan

Deskripsi tumbuhan beracun yang ditemukan dapat dilihat pada gambar 3 sampai dengan gambar 9.

1. Antoladan (Philodendron ligulatum Schott.

Antoladan merupakan jenis tumbuhan beracun dari tingkat tumbuhan bawah yang berasal dari family Araceae. Kandungan metabolit sekunder yang terkandung pada tumbuhan ini adalah terpen. Karakteristik tumbuhan ini dapat dilihat pada gambar 3.

)

(12)

Tumbuhan yang ditemukan pada ketinggian 1150-1215 mdpl ini, dari hasil wawancara bersama informan kunci, apabila getahnya terkena kulit, maka akan menimbulkan rasa gatal. Filmer (2012) menyatakan bahwa getah tumbuhan ini mengandung kristal oksalat. Kristal yang berbentuk jarum ini dapat mengiritasi kulit, mulut, lidah, dan tenggorokan, sehingga tenggorokan bengkak, kesulitan bernafas, menimbulkan sakit seperti terbakar, dan sakit perut. Getah tumbuhan ini dapat menyebabkan dermatitis seperti ruam pada kulit. Tumbuhan yang termasuk tumbuhan hias ini berbahaya bagi beberapa hewan peliharaan rumah seperti kucing, anjing, ikan dan kelinci (WPC, 2012).

2. Ginje (Gluta renghas)

(13)

Gambar 4. Ginje (G. renghas)

Menurut hasil wawancara, getah dari pohon ginje sangat berbahaya, dan sering digunakan manusia untuk keperluan kejahatan. Getah dari pohon ini, berwarna hitam pekat seperti warna aspal cair. Apabila getahnya terkena kulit, akan menimbulkan iritasi yang sangat parah, rasa gatal serta terbakar, bahkan kulit akan terkelupas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gussuwana et al (2015), yang menyatakan bahwa, getah rengas sangat beracun. Apabila terkena kulit, getah rengas bisa menyebabkan iritasi berat, bahkan bisa melumpuhkan manusia.

(14)

sangat sensitif apabila terkena kulit, menyebabkan dermatitis (infeksi kulit), mengiritasi kulit, melepuh, serta bernanah.

Meski bersifat iritan, getah rengas punya khasiat untuk membasmi jamur. Beberapa penelitian menyebutkan rengas mengandung senyawa ursiol, rengol, glutarengol, laccol, dan thitsiol. Sedangkan kayunya punya senyawa golongan steroid, lipid, benzenoid dan flavonaloid (Balittra, 2013)

3. Jelatong (Litsea grandis)

(15)

Gambar 5. Jelatong (L. grandis)

Berdasarkan hasil wawancara, tumbuhan ini akan menimbulkan rasa gatal dan menyebabkan iritasi apabila daun atau bunganya menyentuh kulit. Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan tannin, flavonoid, alkaloid, dan saponin pada daun.

4. Langge (Homalomena propinqua Ridl.)

(16)

Gambar 6. Langge (H.propinqua)

Kandungan kimia yang terkandung adalah terpen. Daun tunggal, tangkai panjangnya 50-60 cm, bulat berdaging. Helaian daun bentuknya bangun jantung, ujung runcing, pangkal rompang, tepi rata, kedua permukaan licin, pertulangan menyirip, panjang 70-90 cm, lebar 20-35 cm, dan berwarna hijau tua. Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi. Biji tidak ditemukan pada saat diidentifikasi. Tipe perakarannya merupakan tipe perakaran serabut.

5. Monton (Antidesmabunius

Monton merupakan pohon dari family Euphorbiaceae. Ditemukan tumbuh pada ketinggian 1000-1200 Mdpl. Menurut KPS (2013), Tinggi tumbuhan ini dapat mencapai 30 m, diameter dapat mencapai 85 cm, percabangan dekat permukaan tanah, tajuk cukup padat, daun lonjong agak memanjang dengan bentuk pangkal agak membulat, bunga majemuk tersusun daam malai dan bertangkai pendek, buat berbentuk bulat dan

(17)

matang tidak secara bersamaan. Karakteristik tumbuhan ini dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Daun dan Buah Monton (A. bunius)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, tumbuhan monton tidaklah beracun dan buahnya bisa dikonsumsi, namun saat dilakukan uji kandungan metabolit sekunder, terdapat kandungan terpen pada daun tumbuhan ini. Dalam penelitian beberapa tumbuhan yang termasuk dalam marga Antidesma juga menunjukkan adanya efek antibakteri (Narod et al., 2004), efek antiinflamasi (Rizvi et al., 2005), dan efek sitotoksik (Puspitasari, 2009).

6. Ringgu (Philodendron ornatum Schott)

(18)

tumbuhan ini hidup pada kondisi yang sedikit lembab dan berada dibawah naungan tajuk pohon. Karakteristik tumbuhan Ringgu dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Ringgu (P. ornatum)

Berdasarkan hasil wawancara, getah dari tumbuhan ini akan berefek gatal apabila terkena kontak langsung dengan kulit. Berdasarkan dari riset Fisher (2007), daun, batang, dan getah dari tumbuhan Philodendron dapat menyebabkan keracunan apabila di konsumsi oleh hewan ternak atau hewan peliharaan.

7. Supi (Rubus moluccanus L.)

(19)

perakarannya adalah akar tunggang. Karakteristik tumbuhan ini dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Supi (R. moluccanus)

Berdasarkan hasil wawancara, tumbuhan supi tidaklah beracun, bahkan buahnya dapat dikonsumsi dengan rasa yang asam. Namun setelah dibawa ke laboratorium, ternyata terdapat kandungan terpen pada uji daun yang dilakukan.

D. Hasil Uji Fitokimia Tumbuhan Beracun

(20)
(21)

Aktifitas Tanin

Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dan menggumpalkan protein atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan (Simanullang, 2015)

Senyawa tanin dan flavonoid adalah senyawa turunan fenolik. Struktur senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa tanin atau flavonoid. Fungsi aktifitas senyawa tanin menurut Goldstein dan Swain (1965) adalah sebagai penghambat enzim hama. Fungsi aktivitas senyawa Flavonoid adalah sebagai antimikroba (Leo, 2004), antibakteri (Schütz, 1995) dan antifungi (Tahara,1994).

Pereaksi dalam pengujian tanin adalah FeCl3

Aktifitas Terpen

. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan tanin apabila muncul perubahan warna menjadi hitam saat tumbuhan direaksikan dengan senyawa pereaksi. Berdasarkan sampel dari data hasil pengujian pada Tabel 2, hanya tumbuhan L. grandis yang mengandung senyawa tannin. Tumbuhan yang mengandung senyawa golongan tanin merupakan jenis-jenis yang berpotensi sebagai pestisida.

(22)

telah banyak juga ditemukan bahan aktif ideal sebagai pestisida alami (Sirait, 2013). Fungsi aktifitas senyawa terpen adalah sebagai antibakteri (Wang

et al, 1997), antivirus (Nakatani et al, 2002), pestisida dan insektisida (Siddiqui et al, 2002).

Pereaksi dalam pengujian terpen adalah Lieberman Bouchard dan CeSO4. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan terpen apabila muncul perubahan warna menjadi coklat saat sampel tumbuhan direaksikan dengan senyawa pereaksi Lieberman Bouchard dan merah saat sampel tumbuhan direaksikan dengan senyawa pereaksi CeSO4. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada Tabel 2, hampir seluruh sampel tumbuhan yang diuji mengandung senyawa terpen.

Tumbuhan dari jenis P. ligulatum, G. renghas, H. propinqua, A.bunias,

Aktifitas Alkaloid

P. ornatum, R. moluccanusberpotensi sebagai insektisida ataupun fungisida.

Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan banyak terdapat pada tumbuhan. Fungsi alkaloid yang dikenal sebagian besar terkait pada sistem perlindungan, misalnya senyawa

aporphine alkaloid liriodenine dihasilkan oleh tumbuhan tulip untuk melindunginya dari serangan jamur parasit dan senyawa alkaloid lainnya pada tumbuhan tertentu untuk mencegah serangga memakan bagian tubuh tumbuhan. Fungsi aktifitas senyawa alkaloid menurut Atta-ur-Rahman et al (1997) adalah sebagai antibakteri dan antifungi.

(23)

pereaksi Bouchardart, coklat sampai hitam ketika sampel di reaksikan dengan pereaksi Dragendorf dan kuning ketika sampel di reaksikan dengan pereaksi Maeyer. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada Tabel 2, daun L. grandis

menunjukkan hasil positif ketika sampel daun direaksikan dengan pereaksi Dragendorf. Sedangkan tumbuhan lainnya menunjukkan tanda negatif. Sampel

L. grandis yang mengandung senyawa golongan alkaloid ini merupakan jenis yang berpotensi sebagai insektisida ataupun fungisida.

Aktifitas Saponin

Saponin adalah sebuah kelas senyawa kimia, salah satu dari banyak metabolit sekunder yang dapat ditemukan di sumber-sumber alam, ditemukan berlimpah dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa ini bersifat amfipatik, dan menghasilkan buih saat diguncang dalam larutan air. Saponin yang umumnya larut dalam air beracun bagi ikan dan kebanyakan jenis tumbuhan beracun mematikan seperti Deadly Nightshade (Atropa belladonna L.) mengandung racun golongan senyawa saponin. Fungsi aktifitas senyawa saponin menunut Hostettmann dan Marston (1995) adalah sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, pestisida, molluscisida, dan insektisida.

Pereaksi dalam pengujian saponin adalah Aquades. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan saponin ditandai dengan munculnya buih permanen saat sampel tumbuhan dicampur dan diguncangkan bersama dengan senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada Tabel 2, daun

(24)

Hal ini menyimpulkan bahwa daun dari L. grandis ini berpotensi sebagai pestisida.

E. Manfaat Potensial Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Desa

Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal

Data hasil pengujian pada Tabel 2 menunjukkan ketujuh jenis tumbuhan beracun di Hutan Lindung Desa Habincaran dan Desa Hutagodang dapat berpotensi sebagai pestisida, insektisida ataupun fungisida meskipun belum dapat dipastikan penentuan secara rinci sasaran hamanya agar penerapannya tepat sasaran. Jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan terpen dengan kadar tinggi adalah A.bunias dan P. ligulatum

Satu-satunya jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan alkaloid, tannin dan saponin adalah L. grandis. Hasil uji skrining alkaloid, tannin, dan saponin dari jenis ini sama-sama menunjukkan hasil positif satu. Jenis ini memiliki manfaat potensial sebagai bahan alami insektisida ataupun fungisida.

Hasil uji skrining terpen pada kedua jenis ini sama-sama positif tiga. Kedua jenis ini memiliki manfaat potensial sebagai bahan alami pestisida. Namun bukan berarti tumbuhan yang lain tidak berpotensi sebagai pestisida alami, hanya saja yang paling berpotensi adalah dari kedua jenis ini.

Jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti juga masih memiliki manfaat potensial lainnya seperti pada jenis P. ligulatum, H. propinqua, P. ornatum

(25)
(26)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tumbuhan beracun yang diketahui oleh masyarakat pada kawasan Hutan Lindung Desa Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal ada lima jenis antara lain adalah Antoladan

(P. ligulatum)

2. Jenis tumbuhan beracun yang diidentifikasi mengandung racun ada tujuh jenis, yaitu Antoladan (

, Langge (H. propinqua), Ringgu (P. ornatum), Ginje (G. renghas), dan Jelatong (L. grandis).

P. ligulatum)

3. Jenis tumbuhan beracun yang paling banyak dan dominan tumbuh serta memiliki potensi tinggi adalah L. grandis dan tingkat keanekaragaman tumbuhan beracun pada kawasan Hutan Lindung Desa Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal adalah tergolong kategori rendah.

, Langge (H. propinqua), Ringgu (P. ornatum), Ginje (G. renghas), dan Jelatong (L. grandis), Supi

(R. moluccanus), dan Monton (A. bunius).

(27)

Saran

Gambar

Gambar 2. Desain Plot Tumbuhan Beracun
Tabel 1. Data Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Desa Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal
Tabel 2. Data Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Lindung Ulu Pungkut
Gambar 4. Ginje (G. renghas)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Penyedia Barang yang berminat dan memiliki kemampuan dalam bidang / sub bidang yang sesuai serta mempunyai alamat tetap dan dapat dijangkau oleh jasa pengiriman,

Dalam skripsi ini akan diuraikan bagaimana pengawasan perbankan di Indonesia, bagaimana pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan di Indonesia, dan bagaimana penentuan

Dalam cerita yang terdapat dalam kidung Sunda tersebut dapat dilihat bahwa perang Bubat terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh patih Gajah Mada.. Gajah Mada merasa bahwa

Studipustakayaitupengumpulan data dansumberdengancaramembacabuku, internet, jurnaldanartikel-artikel yang terkaitdenganproyekini

Dimana nanti prosesnya ketika Pada RFID reader ini akan membaca RFID tag yang ada pada ID CARD SISWA, diharapkan ID yang di baca akan di simpan di Eprom dan akan di bandingkan

menentukan keputusan di Bali adalah kaum Brahmana yang dalam cerpen MPCP.. merupakan para tetua kaum Brahmana

[r]

 Pria : background biru, memakai jas hitam, kemeja putih dan berdasi  Wanita : background merah, bersanggul dan berkebaya. ( bagi yang berjilbab harus membuat surat