BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi Kasus adalah kumpulan dari semua bahan – bahan (informasi-informasi) yang berguna dari seseorang yang ditulis sedemikian rupa sehingga memberikan suatu gambaran yang jelas tentang latar belakang dan keadaan seseorang pada waktu ini yang merupakan dasar untuk penyelidikan selanjutnya terhadap kasus tersebut (Hariwoerjanto, 1987:106).
3.2 Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian yaitu di wilayah kerja Bank BTPN Syariah kota Medan. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena dan sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan strategi serta gambaran penelitian secara nyata. 3.3 Unit Analisis
Unit analisis adalah hal-hal tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Bungin, 2007:51-52). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah KECENDERUNGAN WANITA KARIR DALAM MENUNDA USIA MENIKAH DI KOTA MEDAN.
3.4 Informan
Informan adalah orang yang diwawancari yang informasi oleh peneliti. Informan merupakan orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2008 : 108). Adapun yang menjadi informan sebagai sumber informasi bagi peneliti adalah sebagai berikut:
3.5 Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Metode observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian secara langsung.
Peneliti akan melihat langkah-langkah yang lebih mendalam tentang KECENDERUNGAN WANITA KARIR DALAM MENUNDA USIA MENIKAH DI KOTA MEDAN.
2. Wawancara mendalam
Metode wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat berkembang sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh informan sampai mendapatkan informasi yang diinginkan dan menjawab rumusan masalah penelitian.
Pada penelitian kali ini, peneliti akan melakukan wawancara mendalam kepada informan mengenai KECENDURANGAN WANITA KARIR DALAM MENUNDA USIA MENIKAH DI KOTA MEDAN.
3. Studi kepustakaan
3.6 Interpretasi Data
Interpretasi data merupakan suatu tahap pengolahan data, baik itu data primer dan data sekunder yang telah didapatkan dari catatan lapangan. Boglan dan Biklei menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, dan memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, mencari apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain. (Moleong, 2005: 248)
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Wanita Karir
Yang dimaksud dengan wanita karir adalah dimana seorang wanita yang bekerja dimasa usia yang memasuki kematangan dalam kehidupan direntang umur 26 tahun hingga 35 tahun. Bekerja sebagai tujuan hidup untuk memenuhi kebutuhan pribadi,keluarga,serta mencari kepuasan emosional tersendiri. Dimana hal-hal tersebut yang menjadi pemicu utama untuk seorang wanita memutuskan untuk berkarir. Selain itu,diera saat ini pada umumnya para wanita memang sangat mengutamakan karir sebagai tujuan untuk membuktikan diri bahwa tidak ada lagi perbedaan atau kesenjangan diri antara kaum pria dan kaum wanita.
Wanita diberi kebebasan dalam berkarir dikarenakan wanita tersebut lebih mengetahui dari pada orang lain mengenai kemampuan, pengetahuan, keterampilan, jaringan, dan lainnya yang ada pada dirinya. Sebagai contoh yang dikutip dalam buku pengantar sosiologi ekonomi, seorang wanita karir yang melihat dirinya dalam kaitannya dengan apa yang dilakukannya, yang diperbuat atau yang dikerjakannya. “apa pun kata orang tentang diriku, kutahu yang kumau”. Itulah cara berfikir dan
prinsip sang wanita karir
4.1Deskripsi wilayah penelitian dan profil informan.
4.1.1 Anak Cabang Bank BTPN Syariah Medan.
Penelitian ini dilakukan disalah satu anak cabang bank BTPN syariahmedan. Anak cabang Bank BTPN syariah terletak dijalan denai, kecamatan medan denai, kota medan, provinsi sumatera utara. Pemilihan lokasi penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan gambaran untuk dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dan mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Pemilihan lokasi ini juga karena anak cabang bank BTPN syariah medan banyak mempekerjakan perempuan atau wanita yang belum menikah pada usia produktif, dan sesuai dengan kriteria penilitian.
Sebelah kanan anak cabang Bank BTPN syariah medan bersebelahan dengan kompek rumah toko denai citra mas, disebelah kiri anak cabang bank BTPN syariah warung internet bernama goals.net, dan berseberangan dengan doorsmer salju. sekitar 500 meter dari kampus pasca sarjana UMSU denai, simpang perumahan nasional (perumnas).
4.1.2 Profil Informan
1. Rafika Kurnia Lubis
Saudari Rafika ini adalah karyawan senior berumur 28 tahun ,dimana ia sudah bekerja di anak cabang bank BTPN syariah medan denai selama 4 tahun. Bekerja dimulai saat sudah menyelesaikan sekolah menengah atas nya (SMA) dan terus bekerja hingga saat ini. Tidak melanjutkan kuliah karena tuntutan pekerjaan,rafika hanya mengikuti less tambahan di jam pulang bekerja. Ia mengambil less bahasa inggris. Rafika bekerja untuk menghidupi keluarga,yang dimana ia adalah tulang punggung keluarga. Memiliki 1 orang adik yang masih duduk dibangku sekolah menengah keatas (SMA).
2. Wanda Maysarah
Seorang wanita muslimah yang cantik berumur 30 tahun. Memulai bekerja di anak cabang bank BTPN medan di umur 27 tahun. Sebelumnya ia bekerja disebuah koperasi simpan pinjam milik perseorangan. Bertempat tinggal dijalan bromo ujung no. 18 bersama ibu dan 3 adiknya yang sudah remaja. Memutuskan untuk terus bekerja demi keluarga. Sang ayah yang sudah tidak begitu sehat tak mampu lagi bekerja secara penuh. Ibunya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi kegiatan rumah tangga.
3. Nurlia Safitri S.pd
keputusan untuk menikah diusia yang sudah matang. Serta adanya faktor masa lalu yang membuat dirinya tidak memikirkan untuk menikah disaat ia masih membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kehidupan dirinya dan keluarganya.
4. Reni
Perempuan bertubuh mungil yang sudah berumur 26 tahun ini bekerja sebagai account officer di anak cabang bank BTPN medan sudah selama 3 tahun. Tidak melanjutkan jenjang pendidikan ke universitas dikarenakan kontrak kerja yang tidak bisa di dibantah. Hidup berdua dengan sang ibu karena sang ayah sudah tidak tinggal lagi bersama ibunya. Ayah dan ibunya berpisah atau bercerai pada saat dirinya masih duduk di bangku sekolah menengah keatas (SMA). Tinggal di jalan panglima denai, jermal 12 ujung gg.sabar medan dengan dikelilingi rumah keluarga dari pihak ibunya.
5. Ayu Hastari S.pd
6. Mapla Sari
Wanita bersuku melayu, lahir dan besar dikota medan serta tinggal bersama ibu, ayah, dan 2 adiknya yang masih duduk dibangku sekolah. Bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarganya dikarenakan sang ibu yang sudah tidak baik keadannya. Ia berusia 27 tahun dan belum menikah walaupun sudah memiliki pasangan atau pacar yang sudah berjalan 2 tahun. Alasan pekerjaan adalah satu satu dari beberapa hal yang menjadi hambatan untuk mengambil keputusan untuk menikah katanya.
7. Nurul Hidayah SE.
4.2Pembahasan
4.2.1 Wanita Karir Menunda Usia Menikah
Wanita karir pada era sekarang memang sudah sangat banyak. Alasan ekonomi mendaji pemicu utama untuk seorang wanita bekerja dalam hal apa pun. Tidak lagi melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Menjadi wanita karir tidaklah mudah bagi seorang perempuan lajang, tuntutan usia matang untuk menikah menjadi bayang-bayang seorang wanita harus memikirkan masa depan kehidupan bersama pasangan hidupnya. Di era modern ini wanita dijunjung tinggi dimana wanita tidak lagi mau berada di bayang-bayang oleh para kaum lelaki. Disini wanita merasa mampu dan bisa bersaing dengan kaum lelaki dalam hal apa pun. Terutama dalam hal karir yang sekarang ini gencar disuarakan oleh para kaum wanita. Dimana wanita berhak berada pada posisi yang sama seperti laki-laki, atau menempati posisi yang selama ini hanya lelaki yang mampu seperti jabatan penting.
Tidak hanya itu, di era sekarang ini banyak bermunculan gerakan-gerakan kaum wanita yang disebut gerakan feminisme. Dimana gerakan-gerakan ini di komandoi oleh pawa kaum wanita yang menuntut kesamaan hak dan gender. Sebagai sebuah paham atau gerakan kebudayaan,feminisme mempunyai sejarah cukup panjang. Seperti kata Dzuhayatin (dalam Bainar, 1998: 16-17), feminisme merupakan ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat,apakah itu ditempat kerja ataupun dalam konteks masyarakat secara makro, serta tindakan sadar baik oleh perempuan ataupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.
Dengan itu banyak hal yang membuat keputusan dalam menunda menikah pada wanita karir. Ekonomi, keluarga, pendidikan, bahkan lingkungan tinggal dan kerja menjadi alasan. Seperti yang disampaikan oleh saudari Rafika dalam petikan wawancara berikut:
“saya tulang punggung keluarga,saya harus menanggung
semua beban keluarga. Jika saya menikah,belum tentu calon
suami saya mau mengerti akan keadaan keluarga saya. Saya
ingin sampai adik-adik saya sudah mampu untuk mempunyai
pekerjaan dan mampu untuk membantu saya meringankan
beban keluarga. Dan ibu saya bahkan keluarga tidak
keberatan dan tidak masalah dengan keputusan saya. Karena
Berdasarkan petikan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa, faktor ekonomi sangatlah besar dalam mempengaruhi pengambilan keputusan seorang wanita mengapa iya menunda untuk menikah di usia yang sudah cukup matang untuk membangun hubungan demi masa depan dan generasi baru dalam keluarga. Senada dengan yang disampaikan oleh saudari Wanda Maysarah dalam wawancara berikut.
“saya harus menjalani ini demi keluarga saya. Ayah saya
sudah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
keluarga kami. Dan seperti ini juga tidak masalah bagi saya.
Saya nyaman dan tidak terpengaruh oleh perkataan
orang-orang dilingkungan saya mengenai diri saya. Saya
berpendapat,selagi saya tidak merugikan orang lain,saya tidak
akan terus bekerja karena ini untuk saya dan keluarga. dan
yang saya lakukan halal,jadi tidak perlu ada yang harus saya
pusingkan”.
Hal-hal ini juga menjadi perhatian khusus dalam penelitian ini,bahwa selain ekonomi adalagi beberapa faktor pendukung lainnya seperti trauma dan emosional lingkungan. Seperti wawancara saya berikut ini oleh saudari Nurul Hidayah SE.
“saya memiliki alasan lain selain ekonomi dan keluarga, yaitu trauma yang sedikit mengganggu psiskis saya soal perkawinan
pasangan dikarenakan trauma saya yang melihatt dan
mendengar begitu banyak kesedihan dalam pernikahan
orang-orang disekitar saya. Saya menjadi takut dan ragu untuk
menikah. Karena ini saya ingin memfokuskan diri saya terlebih
dahulu untuk keluarga saya dan pendidikan saya. Walau saya
tau dan saya menyadari soal usia saya yang sudah seharusnya
menikah dan memiliki keluarga sendiri”. (wawancara, 15
januari 2017).
Seperti yang dikatakan oleh saudari Nurul dalam petikan wawancara
diatas,trauma dan emosional lingkungan juga terjadi pada saudari Reni yang mengalami sendiri dalam keluarganya,yauitu ibu dan ayahnya yang berpisah atau bercerai.
“saya mengalami hal yang sangat tidak diinginkan oleh
siapapun didunia ini. Seorang anak yang melihat betapa
kerasnya kehidupan berumah tangga. Ibu dan ayah saya sudah
berpisah. Tidak ada lagi kecocokan diantara keduanya. Saya
sekarang tinggal ikut dengan ibu saya. Saya tidak mau tinggal
atau pun ikut dengan ayah saya. Selama ibu dan ayah saya
masih tinggal bersama,saya melihat betapa kasarnya ayah
nya. Tidak hanya kekerasan dalam perkataan,saya juga
Sebenarnya saya tidak kuat jika harus menceritakan semua
ini,Karena untuk mengingatnya saja saya sudah sangat sedih.
Sejak saat itu,pandangan saya terhadap laki-laki sangatlah
tidak baik. Saya merasa semua laki-laki itu sama seperti ayah
saya. Saya benar-benar dalam masa yang tidak memungkinkan
untuk dekat dengan laki-laki. Saya sangat tidak suka dengan
keberadaan laki-laki disekitar saya. Saya sangat tidak nyaman
dengan laki-laki. Apa yang saya lihat didalam keluarga saya
membuat saya menjadi sangat tidak suka dengan laki-laki.
Lama saya berada dalam keadaan itu. Dengan trauma yang
sangat dalam itu,kehidupan saya lumayan tertutup jadinya.
Tidak bergaul,tidak mempunyai teman. Saya hanya menjalani
dan menghabiskan hari-hari saya dirumah. Sepulang sekolah
saya langsung pulang kerumah. Tidak ada lagi bermain
dengan teman,atau kegiatan apa pun diluar sekolah. Trauma
itu begitu lengket dengan diri saya. Dan saya masih butuh
waktu untuk memahami semua ini. Saya senang dengan
kegiatan atau pekerjaan saya sekarang ini,membuat saya bisa
sedikit mengurangi beban hati saya. Selain bekerja juga
Faktor-faktor lain ditemukan dalam wawancara diatas bahwa trauma dan emosional mampu menjadi penghalang seseorang atau seorang wanita memilih dan mengambil resiko untuk menunda menikah diusia yang sudah matang. Seperti hal yang dialami saudari Nurlia Safitri berikut ini.
“ saya bukan tidak mau menikah,tapi ada hal yang membuat
saya menunda keinginan saya untuk menikah. Alasan pertama
memang keluarga dan faktor ekonomi. Namun ada hal lain
yang membuat saya menunda keinginan saya. Yaitu masa lalu
saya. Saya takut hal tersebut terjadi lagi. Dimana disaat saya
sudah sangat siap menikah dan sudah sangat percaya kepada
calon pendamping saya,saya ditinggalkan begitu saja tanpa
alasan yang jelas. Meninggalkan saya dengan
harapan-harapan yang sudah saya bangun. Dilain pihak,saya tidak
mampu menjelaskan kepada keluarga saya mengenai apa yang
saya alami. Saya begitu terpukul dan bersedih. Hal itu
membuat saya sulit untuk percaya kembali dengan sebuah
hubungan. Saya sangat tidak bisa mengkondisikan diri saya
pada saat itu. Dan sekarang saya memilih untuk tidak dulu
memikirkan hal-hal tersebut. Untuk saya saat ini,kebutuhan
menikmati hari-hari saya dengan bekera,karena saya bahagia
dengan diri saya yang sekarang”.
Dan berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak hal dan faktor yang melatarbelakangi para wanita ini lebih fokus untuk bekerja untuk mencapai karir yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya, dari pada memikirkan untuk mencari atau memiliki pasangan hidup atau menikah. Dengan hal itu diamini oleh saudari Ayu hastari dalam petikan wawancara berikut ini.
“saya tahu usia saya sudah tidak lagi muda. Sudah harus
memikirkan kelanjutan hidup saya,atau mempunyai hubungan
serius dengan seorang pria. Saya bukannnya tidak punya
pasangan atau pacar. Saya hanya masih ingin bekerja dan
meniti karir saya. Dimana saya juga masih harus memenuhi
kebutuhan keluarga saya. Karena saya tidak bisa menjamin
kedepannya jika saya menikah disaat keluarga saya belum
mencukupi kebutuhannya,suami saya mau menanggung
kebutuhan keluarga saya. Saya tidak mau nantinya keluarga
saya malah tidak bahagia sepeninggal saya menikah. Saya
saat ini benar-benar fokus terhadap keluarga saya,kehidupan
dengan apa yang saya punya sekarang. Berkarir saat ini
membuat saya mampu menikmati hari-hari saya. Dan yang
alhamdulillahnya,orang tua dan keluarga saya mendukung
keputusan saya untuk menunda menikah. Walau pun saya
sebenarnya sangat ini menikah,saya sangat ingin memiliki
keluarga sendiri,memiliki anak. Tapi saya percaya,saya
mampu melewati ini semua. Saya percaya keputusan saya
menunda menikah akan mendapat hasil yang baik untuk saya
dan keluarga saya”.
Keinginan dan kebutuhan yang menjadikan sebuat keputusan harus di ambil juga dialami oleh saudari Mapla Sari dalam wawancara berikut.
“bukan gak mau aku menikah,tapi bagaimana lagi. Aku harus
ngutamain keluarga dulu,lagian aku masih mau
senang-senang sama keadaanku yang sekarang. Senang-senang-senang pun
dalam artian senang sama pekerjaanku. Aku lagi senang sama
kakrir aku sekarang. Aku pun masih mau bebas kesana-kesini
tanpa harus ijin dulu dari suami atau dari pasanganku. Aku
masih mau nikmati hasil dari kerja kerasku. Keluarga ku pun
masih butuh aku. Adik-adik aku masih butuh biaya banyak
untuk sekolah. Takut aku kalo uda nikah gak bisa aku bagi
punya suami dan udah punya keluarga sendiri. Aku nyaman
kok sekarang ini. Aku serahkan sama allah soal jodoh
ku,kehidupan aku,pokoknya semuanya lah. Yang penting aku
gak mengganggu orang apalagi merugikan orang. Jadi aku
santai-santai aja”.
4.2.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Wanita Karir Dalam Menunda Menikah
Persepsi adalah merupakan proses pengorganisasian , penginterpretasikan terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti,dan merupakan aktivitas yang integrited dalam individu.
Melaui persepsi inilah, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan diri individu yang bersangkutan. Persepsi itu merupakan aktifitas yang integrited,maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir, kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut (walgito, 2000:54).
4.2.3 Manifestasi Gender Pada Kaum Perempuan
Secara ekonomis, perbedaan dan pembagian juga melahirkan proses marginalisasi perempuan. Proses marginalisasi perempuan terjadi pada kultur, birokrasi, maupun program-program pembangunan. Misalnya dalam program pertanian yang dikenal dengan Revolusi Hijau, kaum perempuan secara sistematis disingkirkan dan dismiskinkan. Penggantian bibit pertanian jenis unggul terpaksa mengganti ani-ani dengan sabit, artinya menggusur banyak sekali pekerjaan kaum perempuan di komunitas agraris terutama di pedesaan. Dengan hanya mengakui laki-laki sebagai ‘Kepala Rumah Tangga’ program industrialisasi pertanian secara sistematis menghalangi, tidak memberikan ruang yang cukup bagi kaum peremuan ke agraris marginal. Di sektor lain juga terjadi banyak sekali jenis aktivitas kaum perempuan yang selalu dianggap tidak produktif (dianggap bernilai rendah), sehingga mendapat imbalan ekonomis lebih rendah.
mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh kaum perempuan diangga sebagai “sambilan atau tambahan” dan cenderung tidak dihitung, tidak dianggap atau tidak dihargai.
Perbedaan dan pembagian gender juga membuat kaum perempuan bekerja lebih keras dengan memeras keringat jauh lebih panjang (double-burden). Pada umumnya jika dicermati, didalam pekerjaan berumah tangga ada beberapa jenis pekerjaan yang dilakukan laki-laki dan ada beberapa pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan. Pada kenyataannya, dalam banyak observasi yang dilakukan, menunjukkan bahwa hampir 90% pekerjaan domestik dilakukan oleh perempuan. Terlebih- lebih bagi mereka yang bekerja (umpamanya buruh industri atau profesi lainnya), artinya mereka memiliki peran ganda (beban kerja ganda dirumah dan diluar rumah).
Perbedaan dan pembagian gender dengan segenap manifestasinya di atas, mengakibatkan tersosialisasinya citra posisi, kodrat dan penerimaan nasib perempuan yang ada. Dengan kata lain segenap manifestasi ketidak adilan gender itu sendiri juga merupakan proses penjinakan (cooptation) peran gender perempuan sendiri juga menganggap bahwa posisi dan kondisi yang ada seperti sekarang ini sebagai sesuatu yang normal dan kodrati. Jadi, keseluruhan manifestasin tersebut ternyata saling berkait dan saling tergantung serta saling menguatkan satu sama lain.
Beberapa hal bisa disebutkan dari refleksi ini, pertama memperjuangkan perempuan tidak sama dengan perjuangan perempuan melawan laki-laki, melainkan persoalan sistem dan struktur ketidak adilan masyarakat dan ketidakadilan gender adalah salah satunya. Gerakan kaum perempuan adalah gerakan untuk membalas dendam kepada laki-laki. Jika demikian, gerakan transformasi peremuan adalah suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia yang secara fundamental lebih baik dan baru. Hubungan ini meliputi hubungan ekonomi, kultural, ideologi, lingkungan, dan termasuk didalamnya hubungan antara laki-laki dan perempuan. Untuk itu ada beberapa jenis agenda guna mengakhiri sistem yang tidak adil ini :
kasus yang sifatnya makro, seperti women in development (WID), sampai kasus-kasus yang dianggap kecil yakni pembagian peran gender dirumah tangga.Kritis gender (Gender Critical Consciousness), yakni kesadaran akan ideologi hegemoni dominan dan kaitannya dengan penindasan gender. Maka, tugas utama yang harus dilakukan adalah membentuk visi yang berakar pada sistem modernisasi, developmentelism dan kapitalisme. Melalui pendidikan kritis, akan lahir gagasan dan nilai baru yang menjadi dasar bagi transformasi gender.
4.2.4 Gerakan Feminisme Di Indonesia
Secara kasar kita bisa mengamati tahapan-tahapan dari perjuangan isu perempuan dan isu ketidakadilan gender oleh gerakan feminisme di Indonesia. Meskipun gerakan feminisme sudah terdengar sejak awal tahun 60’an, namun baru menjadi isu dalam kaitannya dengan pembangunan pada tahun 70’an oleh sejumlah LSM . secara sederhana dapat dibagi dalam 3 dasawarsa tahapan. Dasawarsa pertama adalah tahapan “pelecehan”. Selama tahun 1975-1985 hampir semua aktifis LSM menganggap bahwa gender bukan jadi masalah penting, bahkan banyak yang melakukan pelecehan. Umumnya mereka tidak menggunakan analisis gender, sehingga reaksi terhadap masalah itu sendiri sering menimbulkan konflik antar aktifis perempuan dan yang lainnya. Perlawanan terhadap masalah perempuan dikalangan aktivis mengambil bentuk yang bermacam-macam. Umumnya bentuk perlawanannya adalah dengan penjinakan demi kelancaran projek dari agenda utama program organisasi yang bersangkutan.
menunjukkan bahwa penerimanaan tersebut lebih merupakan formalitas belaka. Reaksi mereka lebih kepada pendekatan kuantitatif, tanpa analisis yang mendalam. Lambat laun upaya tersebut membuahkan hasil, dimana isu gender dan isu perempuan tidak lagi dilecehkan, bahkan mulai diminati. Pelatihan yang bertujuan membangkitkan kepekaan gender (gender sensitivity training) dilakukan di mana-mana, dan hal tersebut sangat membantu menjelaskan pengertian isu gender yang sebenarnya. Berbagai buku yang menjelaskan isu tersebut mulai dikembangkan. Selain itu berbagai LSM mulai membuat program-program percontohan yang dikenal dengan program Women in Development. Analisis gender and development pada saat yang sama juga mulai dikembangkan. Beberapa LSM juga mulai memakai analisis gender dalam mengembangkan program-programnya.
Maka dengan kata lain, proses transformasi sosial sesungguhnya bisa dinamakan proses demikratisasi. Proses demokratisasi itu merupakan alternatif bagi developmentalism, karena pada kenyataannya developmentalism merupakan perwujudan dari sistem yang secara ekonomi sesungguhnya sangat otoriter dan eksploitatif, secara politik sangat represif, dan secara kultural melahirkan dominasi. Jadi, demoikratisasi merupakan satu-satunya cara dan proses yang memungkinkan terciptanya ruang kesempatan, wewenang dan memungkinkan rakyat mengelolanya dirinya sendiri, melalui diskusi dan aksi bersama, dengan prinsip kesamaan dan keadilan. Demokratisasi akang terjadi apabila masyarakat sendiri mengidamkan, mencita-citakan, dan memenangkan perjuangannya.
PENUTUP
BAB V
5.1 KESIMPULAN1. Faktor-faktor seorang wanita menunda usia menikah bermacam ragam. Tidak hanya persoalan materi dan kebutuhan. Prinsip hidup serta psikologis terhadap apa yang telah terjadi atau yang bisa dikatakan sebagai trauma menjadi faktor penting juga terhada pengambilan keputusan tersebut. Dibalik semua itu, era sekarang memang menjadi fenomena penting yang menjadi alasan seorang wanita belum menikah diusia matangnya.
2. Wanita menjadikan karir sebagai gaya hidup serta pilihan, tidak ingin bergantung pada orang lain dan merasa bahwa dirinya mampu. Selain itu, efek dari fenomena ini memunculkan juga pandangan bahwa, era sekarang masyarakat tidak lagi tabu dengan seorang wanita yang belum menikah diusia matanngnya. Sudah menjadi hal biasa dikarenakan sudah menjadi fenomena yang banyak terjadi. Bahkan didaerah sekalipun, yang dimana kebanyakan atau sudah budanyanya seorang wanita yang sudah dewasa akang segera menikah (menikah muda). Tapi dengan fenomena ini memunculkan budaya baru dimana seorang wanita lebih memilih untuk bekerja dan meniti karir dari pada harus menikah diusia yang sangat muda.
hak untuk bekerja selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan selama mereka membutuhkan pekerjaan tersebut. Selain itu, pekerjaan itu dapat dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agmanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkugannya.
4. Wanita dikodratkan sebagai seorang ibu. Sehingga tugas utama adalah mengajari anaknya sebagai pengajar pertama sebelum anaknya masuk ke sekolah umum. Memberikan seluruh perhatiaannya pada anaknya. Karena sesungguhnya ibu adalah seorang penentu akan jadi apa anaknya kelak. Oleh karena itu seorang ibu sangat perlu untuk belajar sama seperti seorang laki-laki.
5.2SARAN
1. Kepada para wanita yang sedang berkarir sebaiknya memikirkan kembali keputusan yang sudah diambil. Mengingat, tidak sehatnya seorang wanita yang baru akang menikah diusia matang untuk mempunyai suatu hubungan yang serius dan akan memiliki anak. Sebab pada usia matang,wanita yang belum memiliki anak sangat beresiko pada kesehatan janinnya.
Saling terbuka dan berbagi. Mampu menjadi pemberi saran dan pandangan yang baik untuk seorang wanita yang sudah menganbil sebuah keputusan untuk menunda menikah diusia yang sudah cukup matang.