BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan, berbasis
sumberdaya lokal, dalam meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah,
ekspor dan kesejahteraan petani, diperlukan pelaku utama dan pelaku usaha yang
berkualitas, andal, berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi
bisnis. Dengan demikian, mereka diharapkan mampu membangun usahatani
berdaya saing dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan posisi
tawarnya.Oleh karena itu, kapasitas dan kemampuan mereka harus terus
ditingkatkan, salah satunya melalui penyuluhan dengan pendekatan kelompok
(Pementan No 82, 2013).
Lebih dari 500.000 agen penyuluhan pertanian di dunia memainkan peran yang
sangat penting dalam meningkatkan kopetensi petani.Mereka juga diharapkan
memainkan peran baru, seperti memperkenalkan pertanian yang berkelanjutan
yang menuntut keterampilan- keterampilan baru. Pada saat yang sama kondisi
kerja mereka juga mengalami perubahan drastis, misalnya melalui swastanisasi
pelayanan- pelayanan pemerintah, termasuk penyuluhan, dan berkembangnya
peran perusahaan- perusahaan komersial serta organisasi- organisasi
nonpemerintah dalam penyuluhan pertanian ( Van Den Ban and Hawkins, 1996).
Untuk meningkatkan efektivitas dari kegiatan penyuluhan dan guna
menumbuhkembangkan peran serta petani dalam pembangunan pertanian, maka
nantinya kelompok tani tersebut akan mampu untuk tumbuh dan berkembang
menjadi kekuatan ekonomi yang memadai dan selanjutnya akan mampu
menopang kesejahteraan anggotanya (Nazir, 1999).
Pendekatan kelompok dipandang lebih efisien dan dapat menjadi media terjadinya
proses belajar dan berinteraksi dari para petani, sehingga diharapkan terjadi
perubahan perilaku bertani yang lebih baik atau berkualitas. Kelompok tani
memiliki kedudukan strategis dalam mewujudkan petani yang berkualitas.Petani
yang berkualitas dicirikan oleh adanya kemandirian dan ketangguhan dalam
berusaha tani demi mencapai kesejahteraan petani dan keluarganya(Departemen
Pertanian, 2000).
Menurut Mardikanto (1993) pandangan secara objektif pengembangan
kelembagaan tani, khususnya kelompok tani yang memperlihatkan
berkembangnya kelembagaan lokal yang dikelola oleh masyarakat sendiri tanpa
campur tangan pemerintah.Kelompok seperti inilah yang dinilai mengarah pada
terwujudnya efektifitas kelompok petani sebagai kelembagaan pangan pedesaan,
yang ditandai dengan kecendrungan bahwa kelompok tani tersebut benar-benar
berfungsi sebagai instrumen bagi anggota (petani) untuk memenuhi kepentingan
anggota dan biasanya dikembangkan oleh anggota atas kesadaran mereka untuk
memenuhi kebutuhan para anggota kelompok.
Pembinaan kelembagaan petani perlu dilakukan secara berkesinambungan,
diarahkan pada perubahan pola pikir petani dalam menerapkan sistem agribisnis.
Pembinaan kelembagaan petani juga diarahkan untuk menumbuhkembangkan
poktan dan gapoktan melalui pengembangan kerjasama dalam bentuk jejaring dan
kemitraan ( Pementan No. 82, 2013).
Menurut Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 2013 terdapat 27.509 Kelompok Tani yang
sudah dibedakan atas kelompok pemula, lanjut, madya, dan utama. Dimana kelas
pemula yaitu sekitar 19.545 atau 79,5% kelompok tani. Dari kelas pemula tersebut
ada beberapa kabupaten/kota yang seluruh kelompok tani memiliki kelas pemula
yaitu Dairi, Sergai dan Padang Lawas. Pada kelas lanjut terdapat 3.954 (16,09 %)
kelompok tani yakni pada Kabupaten Simalungun, Langkat dan Deli Serdang.
Sedangkan kelompok tani yang tergolong kelas madya hanya 982 (4%) kelompok
dan kelas utama sebanyak 95 kelompok atau 0,39 % dari jumlah kelompok tani
yang terdaftar. Disamping itu terdapat 7.964 kelompok tani yang belum terdaftar.
Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah di Sumatera Utara yang
pengembangan ekonominya bergerak di bidang pertanian.Komoditi utama yang
menjadi andalan kabupaten Karo adalah tanaman hortikultura.Mata pencaharian
utama dari penduduk di Kabupaten Karo adalah pada bidang pertanian,sebagai
produk unggulan sayuran seperti kol, brokoli, kentang, tomat, sawi dan
cabe.Perkembangan komoditi sayuran sangat didukung pula oleh kondisi fisik
wilayah yang sebagian besar berada pada daerah dataran tinggi.Melihat potensi
Kabupaten Karo di sektor pertanian, pertumbuhan serta perkembangan kelompok
tani seharusnya mendapat perhatian lebih dalam upaya peningkatan kesejahteraan
petani.Berdasarkan data Statistik SDM dan Kelembagaan Pertanian 2014, terdapat
72.000 rumah tangga petani di kabupaten Karo pada tahun 2013.Dan terdapat
dengan jumlah kelompok tani yang mencapai 3.003 kelompok dan tersebar di
seluruh kecamatan di Kabupaten Karo. Dapat ditarik kesimpulan bahwa 44,12 %
petani di Kabupaten Karo telah sadar akan pentingnya bergabung atau membentuk
kelompok tani sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan
keluarganya.
Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo, merupakan salah satu kecamatan dengan
jumlah kelompok tani yang cukup banyak, dengan total 247 kelompok tani dan
total anggota kelompok tani mencapai 6.529 petani, dimana jumlah tersebut
mengalami peningkatan dari tahun- tahun sebelumnya.
Tabel 1.Jumlah Poktan Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo
Secara kuantitatif, perkembangan kelompok tani di Kecamatan Barusjahe
mengalami peningkatan, namun secara kualitatif belum cukup memuaskan.
Menurut data pada Tabel 1, dari 247 kelompok tani di Kecamatan Barusjahe,
hanya 7 kelompok tani yang telah berada pada kelas kelompok lanjut, dan 240
lainya masih berada pada kelas kelompok pemula meskipun sebagian besar
kelompok tani telah terbentuk pada tahun 2007 dan 2008.
Perkembangan kelompok tani di Kecamatan Barusjahe tidak luput dari peran 13
penyuluh pertanian pada seluruh WKPP Kecamatan Barusjahe. Dan salah satu
faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan kelompok tani adalah
terlaksananya peran penyuluh pertanian dengan baik. Namun dalam
mengembangkan kelompok tani khususnya di Kecamatan Barusjahe tidak selalu
berjalan dengan baik dilihat dari jumlah kelompok tani pada kelas pemula yang
masih banyak. Untuk itu diperlukan suatu kajian yang mendalam mengenai peran
penyuluh pertanian dalam pengembangan kelompok tani di Kecamatan Barusjahe,
Kabupaten Karo.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian maka pokok permasalahan yang dapat diambil adalah :
1. Bagaimana peran penyuluh pertanian di dalam pengembangan kapasitas
managerial dan teknis kelompok tani?
2. Bagaimana sikap anggota kelompok tani terhadap peran penyuluh
pertanian di daerah penelitian?
3. Apa saja hambatan yang dihadapi penyuluh pertanian dalam
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peran penyuluh pertanian di dalam pengembangan
kapasitas managerial dan teknis kelompok tani.
2. Untuk mengetahui sikap anggota kelompok tani terhadap peran penyuluh
pertanian di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi penyuluh pertanian dalam
pengembangan kelompok tani.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar yang
harus ditempuh sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, dari penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan
pembangunan secara keseluruhan.