• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIMENSI PENGEMBANGAN DIRI BERNUANSA ISLA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DIMENSI PENGEMBANGAN DIRI BERNUANSA ISLA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

DIMENSI PENGEMBANGAN DIRI BERNUANSA ISLAMI DALAM KTSP

(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah)

Oleh:

Tarmizi

Dosen Fakultas tarbiyah IAIN Sumatera Utara Jl. Willem iskandar Psr V Medan Estate

Abstract

Self development is an education activity outside from subject of study part of school curriculum.The aim of Self development that give chance to all student to increase and to express their selves commensurate with their necessity, talent, interest. Self development activity was guided by counselor, teacher, or educator did in extracurricular activity. Self development activity was done through a counseling service with self trouble and social live, learn, and with named KTSP, curriculum structure covers three components, there are : (1) subject of study (2) local capacity (3) self development.

Key words: Pengembangan Diri, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

PENDAHULUAN

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan, di antaranya adalah dengan dikeluarkannya Permendiknas No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Selanjutnya, untuk mengatur pelaksanaan peraturan tersebut dikeluarkan pula Permendiknas No 24 tahun 2006.

Dari ketiga peraturan tersebut memuat beberapa hal penting di antaranya bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan istilah KTSP. Di dalam KTSP, struktur kurikulum yang dikembangkan mencakup tiga komponen yaitu: (1) mata pelajaran; (2) muatan lokal dan (3) pengembangan diri.Komponen pengembangan diri merupakan komponen yang relatif baru dan berlaku untuk dikembangkan pada semua jenjang pendidikan.

LANDASAN

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 butir 6 yang mengemukakan bahwa konselor adalah pendidik, Pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa, dan Pasal 4 ayat (4) bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran, dan Pasal 12 Ayat (1b) yang menyatakan bahwa setiap siswa pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

2. PP. No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 5 - Pasal 18 tentang

(2)

3. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat pengembangan diri siswa dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan. 4. Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi konseling di sekolah dan di luar sekolah.

PENGERTIAN

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian siswa yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus siswa.

Hal ini sejalan dengan pesan-pesan agama sebagaimana yang termuat di dalam surat al-Ashri bahwa Allah Swt memerintahkan kaum muslimin untuk saling berwasiat dalam melakukan kebenaran dan kesabaran, meningkatkan iman dan amal saleh. Inilah landasan dari pelayanan konseling Islami. Firman Allah Swt:

Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali

orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati

kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Di dalam tafsir Ibnu Katsir

dijelaskan bahwa setiap para sahabat Rasulullah Saw saling bertemu dan menyapa tidaklah mereka berpisah melainkan salah seorang mereka membaca surat al-Ashr kemudian mengucapkan salah. Bahkan imam syafi`I menjelaskan kalaulah manusia merenungkan surat ini maka cukuplah bagi mereka untuk kebaikan dunia dan akhirat.(Ibnu Katsir, 550) Syaikh al-Ghazali menjelaskan ringkasnya surat ini cukup menjelaskan segala akibat dari aktivitas manusia di dunia ini sepanjang zaman. Orang yang senantiasa member bimbingan wasiat dan menerima nasehat untuk pengembangan diri dalam segenap waktunya berupa melakukan segala aktivitas yang baik dan bermanfaat serta saling menasehati untuk melakukan kebenaran dan kesabaran dan keimanan mereka inilah yang tidak menyia-nyiakan umurnya. Sementara itu orang yang terus mengabaikan waktunya tidak mau dibimbing dan tidak mau memberi nasehat kepada orang lain untuk beriman, mengisi waktu dengan aktivitas bermanfaat serta melakukan kebenaran dan kesabaran maka merekalah orang yang merugi dunia dan akhirat menyia-nyiakan hidupnya di dunia.(Muhammad al-Ghazali, 539).

(3)

Artiny

Rasulullah telah bersabda : Agama itu adalah Nasehat , Kami bertanya : Untuk Siapa ?, Beliau

bersabda : Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh

Tamim Ad Daari hanya meriwayatkan hadits ini, kata nasihat merupakan sebuah kata singkat penuh isi, maksudnya ialah segala hal yang baik. Dalam bahasa arab tidak ada kata lain yang pengertiannya setara dengan kata nasihat, sebagaimana disebutkan oleh para ulama bahasa arab tentang kata Al Fallaah yang tidak memiliki padanan setara, yang mencakup makna kebaikan dunia dan akhirat.

(4)

sebagainya. 4. Nasihat untuk para pemimpin umat islam maksudnya menolong mereka dalam kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahu mereka apa yang menjadi hak kaum muslim, tidak melawan mereka dengan senjata, mempersatukan hati umat untuk taat kepada mereka (tidak untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya), dan makmum shalat dibelakang m

5. Nasihat untuk seluruh kaum muslim maksudnya memberikan bimbingan kepada mereka apa yang dapat memberikan kebaikan bagi merela dalam urusan dunia dan akhirat, memberikan bantuan kepada mereka, menutup aib dan cacat mereka, menghindarkan diri dari hal-hal yang

mencegah mereka berbuat kemungkaran dengan sikap santun, ikhlas dan kasih sayang kepada mereka, memuliakan yang tua dan menyayangi yang muda, memberikan nasihat yang baik kepada mereka, menjauhi kebencian dan kedengkian, mencintai sesuatu yang menjadi hak mereka seperti mencintai sesuatu yang menjadi hak miliknya sendiri, tidak menyukai sesuatu yang tidak mereka sukai sebagaimana dia sendiri tidak menyukainya, melindungi harta dan kehormatan mereka dan sebagainya baik dengan ucapan maupun perbuatan serta menganjurkan kepada mereka menerapkan perilaku-perilaku tersebut diatas. Memberi nasihat merupakan fardu kifayah, jika telah ada yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban ini. Hal ini merupakan keharusan yang dikerjakan sesuai kemampuan. Nasihat dalam bahasa arab artinya membersihkan atau memurnikan seperti pada

membersihkan madu hingga tersisa yang murni, namun ada juga yang mengatakan kata nasihat memiliki makna lain. (an-Nawawi, 67).

Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangankan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Penggunaan istilah pengembangan diri dalam kebijakan kurikulum memang relatif baru. Kehadirannya menarik untuk didiskusikan baik secara konseptual maupun dalam praktiknya. Jika menelaah literatur tentang teori-teori pendidikan, khususnya psikologi pendidikan, istilah pengembangan diri disini tampaknya dapat disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian, yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal. Meski sebetulnya istilah diri (self) tidak sepenuhnya identik dengan kepribadian (personality). Istilah diri dalam bahasa psikologi disebut pula sebagai aku, ego atau self yang merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian, yang di dalamnya meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik yang disadari atau pun yang tidak disadari. Aku yang disadari oleh individu biasa disebut self

picture (gambaran diri), sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self

(5)

Setiap orang memiliki kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan dirinya, ada yang realistis atau justru tidak realistis. Sejauh mana individu dapat memiliki kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-citanya akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya, terutama kesehatan mentalnya. Kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan seseorang akan dirinya secara tepat dan realistis memungkinkan untuk memiliki kepribadian yang sehat. Namun, sebaliknya jika tidak tepat dan tidak realistis boleh jadi akan menimbulkan pribadi yang bermasalah.

Kepercayaan akan dirinya yang berlebihan (over confidence) menyebabkan seseorang dapat bertindak kurang memperhatikan lingkungannya dan cenderung melabrak norma dan etika standar yang berlaku, serta memandang sepele orang lain. Selain itu, orang yang memiliki over

confidence sering memiliki sikap dan pemikiran yang over estimate terhadap sesuatu.Sebaliknya

kepercayaan diri yang kurang, dapat menyebabkan seseorang cenderung bertindak ragu-ragu, rasa rendah diri dan tidak memiliki keberanian. Kepercayaan diri yang berlebihan maupun kurang dapat menimbulkan kerugian tidak hanya bagi dirinya namun juga bagi lingkungan sosialnya.

Begitu pula, setiap orang memiliki sikap dan perasaan tertentu terhadap dirinya. Sikap akan diwujudkan dalam bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan dinyatakan dalam bentuk rasa senang atau tidak senang akan keadaan dirinya. Sikap terhadap dirinya berkaitan erat dengan pembentukan harga diri (penilaian diri), yang menurut Maslow merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang amat penting.Sikap dan mencintai diri yang berlebihan merupakan gejala ketidaksehatan mental, biasa disebut narcisisme. Sebaliknya, orang yang membenci dirinya secara berlebihan dapat menimbulkan masochisme.

Di samping itu, setiap orang pun memiliki cita-cita akan dirinya. Cita-cita yang tidak realistis dan berlebihan, serta sangat sulit untuk dicapai mungkin hanya akan berakhir dengan kegagalan yang pada akhirnya dapat menimbulkan frustrasi, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku salah-suai (maladjusted). Sebaliknya, orang yang kurang memiliki cita-cita tidak akan mendorong ke arah kemajuan.

Berkenaan dengan diri atau ego ini, John F. Pietrofesa (1971) mengemukakan tiga komponen tentang diri, yaitu : (1) aku ideal (ego ideal); (2) aku yang dilihat dirinya (self as seen

by self); dan (3) aku yang dilihat orang lain (self as seen by others). Dalam keadaan ideal ketiga

aku ini persis sama dan menunjukkan kepribadian yang sehat, sementara jika terjadi perbedaan-perbedaan yang signifikan di antara ketiga aku tersebut merupakan gambaran dari ketidakutuhan dan ketidaksehatan kepribadian.

Dengan memperhatikan dasar teoritik tersebut di atas, kita bisa melihat arah dan hasil yang diharapkan dari kegiatan pengembangan diri di sekolah yaitu terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para siswa yang realistis, sehingga siswa dapat memiliki kepribadian yang sehat dan utuh.

TUJUAN

1. Tujuan Umum

(6)

2. Tujuan Khusus

Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan siswa dalam mengembangkan: (a) bakat, (b) minat, (c) kreativitas, (d) kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, (e) kemampuan kehidupan keagamaan, (f) kemampuan sosial, (g) kemampuan belajar, (h) wawasan dan perencanaan karir, (i) kemampuan pemecahan masalah, dan (j) kemandirian.

RUANG LINGKUP

Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh siswa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua siswa.

Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:

1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan: (i) kehidupan pribadi (ii) kemampuan sosial (iii) kemampuan belajar dan (iv) wawasan dan perencanaan karir

2. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan: (i) kepramukaan (ii) latihan kepemimpinan,

ilmiah remaja, palang merah remaja dan (iii) seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik,

teater, keagamaan

BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN

Secara konseptual, dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan rumusan pengembangan diri: Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap siswa sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir siswa.

Jelas bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Dengan sendirinya, pelaksanaan kegiatan pengembangan diri jelas berbeda dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran. Seperti pada umumnya, kegiatan belajar mengajar untuk setiap mata pelajaran dilaksanakan dengan lebih mengutamakan pada kegiatan tatap muka di kelas, sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum (pembelajaran reguler), di bawah tanggung jawab guru yang berkelayakan dan memiliki kompetensi di bidangnya. Walaupun untuk hal ini dimungkinkan dan bahkan sangat disarankan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran di luar kelas guna memperdalam materi dan kompetensi yang sedang dikaji dari setiap mata pelajaran.

(7)

sekolah. Namun perlu diingat bahwa kegiatan ekstra kurikuler yang lazim diselenggarakan di sekolah, antara lain: pramuka, olah raga, kesenian, PMR, kerohanian atau jenis-jenis ekstra kurikuler lainnya yang sudah terorganisir dan melembaga bukanlah satu-satunya kegiatan untuk pengembangan diri.

Di bawah bimbingan guru maupun orang lain yang memiliki kompetensi di bidangnya, kegiatan pengembangan diri dapat pula dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar jam efektif yang bersifat temporer, seperti mengadakan diskusi kelompok, permainan kelompok, bimbingan kelompok, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Selain dilakukan melalui kegiatan yang bersifat kelompok, kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan pula melalui kegiatan mandiri, misalnya seorang siswa diberi tugas untuk mengkaji buku, mengunjungi nara sumber atau mengunjungi suatu tempat tertentu untuk kepentingan pembelajaran dan pengembangan diri siswa itu sendiri.

Selain kegiatan di luar kelas, dalam hal-hal tertentu kegiatan pengembangan diri bisa saja dilakukan secara klasikal dalam jam efektif, namun seyogyanya hal ini tidak dijadikan andalan, karena bagaimana pun dalam pendekatan klasikal kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya relatif terbatasi. Hal ini tentu saja akan menjadi kurang relevan dengan tujuan dari pengembangan diri itu sendiri sebagaimana tersurat dalam rumusan tentang pengembangan diri di atas.

Kegiatan pengembangan diri harus memperhatikan prinsip keragaman individu. Secara psikologis, setiap siswa memiliki kebutuhan, bakat dan minat serta karakateristik lainnya yang beragam. Oleh karena itu, bentuk kegiatan pengembangan diri pun seyogyanya dapat menyediakan beragam pilihan. Hal yang fundamental dalam dalam kegiatan pengembangan diri bahwa pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali dengan upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui teknik tes (tes kecerdasan, tes bakat, tes minat dan sebagainya) maupun non tes (skala sikap, inventori, observasi, studi dokumenter, wawancara dan sebagainya).

Dalam hal ini, peranan bimbingan dan konseling menjadi amat penting, melalui kegiatan aplikasi instrumentasi data dan himpunan data, bimbingan dan konseling seyogyanya dapat menyediakan data yang memadai tentang kebutuhan, bakat, minat serta karakteristik siswa lainnya. Data tersebut menjadi acuan dasar untuk penyelenggaraan pengembangan diri di sekolah, baik melalui kegiatan yang bersifat temporer, kegiatan ekstra kurikuler, maupun melalui layanan bimbingan dan konseling itu sendiri. Namun harus diperhatikan pula bahwa kegiatan pengembangan diri tidak identik dengan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan Konseling tetap harus ditempatkan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah dengan keunikan karakteristik pelayanannya.

Terkait dengan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah kemungkinan besar akan menggunakan konsep baru menggantikan Pola 17 yang selama ini diterapkan. Ia digantikan dengan Bimbingan dan Konseling Komprehensif dan Pengembangan (Developmental

and Comprehensive Guidance and Counseling), di mana layanan Bimbingan dan Konseling lebih

bersifat menyeluruh (guidance for all) dan tidak lagi terfokus pada pendekatan klinis (clinical

(8)

(developmental approach). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan perbedaan dari kedua pendekatan tersebut adalah:

Pendekatan Pengembangan: Bersifat pedagogis

Melihat potensi klien (siswa)

Berorientasi pengembangan potensi positif klien (siswa) Menggembirakan klien (siswa)

Dialog konselor menyentuh klien (siswa), klien (siswa) terbuka Bersifat humanistik- religius

Klien (siswa) sebagai subyek memegang peranan, memutuskan tentang dirinya. Konselor hanya membantu dan memberi alternatif-alternatif

Pendekatan Klinis (Model Lama) Bersifat klinis

Melihat kelemahan klien

Berorientasi pemecahan masalah klien (siswa) Konselor serius

Klien (siswa) sering tertutup Dialog menekan perasaan klien Klien sebagai obyek

Dengan demikian, layanan Bimbingan dan Konseling yang memiliki fungsi pengembangan, seperti layanan Pembelajaran, Penempatan dan Bimbingan Kelompok kiranya perlu lebih dikedepankan dan ditingkatkan lagi dari segi frekuensi maupun intensitas pelayanannya.

Kriteria pelaksanaan pengembangan diri di sekolah, sebagai berikut:

1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan siswa secara individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:

a. layanan dan kegiatan pendukung konseling b. kegiatan ekstra kurikuler.

2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut: a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah

khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.

b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan

perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).

c. Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi,

berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.

(9)

1. Pengertian Konseling

Konseling adalah pelayanan bantuan untuk siswa, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2. Paradigma, Visi, dan Misi

a. Paradigma

Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai

budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan

teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan siswa.

b.Visi

Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar siswa berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

c. Misi

1) Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan siswa melalui pembentukan

perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.

2) Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi

siswa di dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga dan masyarakat.

3) Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah siswa

mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari. 3. Bidang Pelayanan Konseling

a) Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu siswa

dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.

b) Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu siswa

dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

c) Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu

siswa mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.

d) Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu siswa dalam

memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.

4. Fungsi Konseling

(10)

b. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu siswa mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.

c. Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu siswa mengatasi masalah yang dialaminya. d. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu siswa memelihara dan

menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.

e. Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu siswa memperoleh pembelaan atas hak dan/kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.

5. Prinsip dan Asas Konseling

a. Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami siswa, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.

b. Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani.

6. Jenis Layanan Konseling

a. Orientasi, yaitu layanan yang membantu siswa memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran siswa di lingkungan yang baru.

b. Informasi, yaitu layanan yang membantu siswa menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.

c. Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu siswa memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.

d. Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu siswa menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

e. Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu siswa dalam mengentaskan masalah pribadinya.

f. Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu siswa dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

g. Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu siswa dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.

h. Konsultasi, yaitu layanan yang membantu siswa dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan/masalah siswa.

i. Mediasi, yaitu layanan yang membantu siswa menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.

7. Kegiatan Pendukung

(11)

b. Himpunan Data: Kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan siswa,

yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.

c. Konferensi Kasus: Kegiatan membahas permasalahan siswa dalam pertemuan khusus

yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah siswa, yang bersifat terbatas dan tertutup.

d. Kunjungan Rumah: Kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi

terentaskannya masalah siswa melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.

e. Tampilan Kepustakaan: Kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat

digunakan siswa dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.

f. Alih Tangan Kasus: Kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah siswake pihak

lain sesuai keahlian dan kewenangannya.

8. Format Kegiatan

a. Individual: Format kegiatan konseling yang melayani siswa secara perorangan.

b. Kelompok: Format kegiatan konseling yang melayani sejumlah siswa melalui suasana

dinamika kelompok.

c. Klasikal: Format kegiatan konseling yang melayani sejumlah siswa dalam satu kelas.

d. Lapangan: Format kegiatan konseling yang melayani seorang atau sejumlah siswa

melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan.

e. Pendekatan Khusus: Format kegiatan konseling yang melayani kepentingan siswa

melalui pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan.

9. Program Pelayanan a. Jenis Program

1) Program Tahunan: Program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan

selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.

2) Program Semesteran: Program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan

selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.

3) Program Bulanan: Program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama

satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.

4) Program Mingguan: Program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan

selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.

5) Program Harian: Program pelayanan konseling yang dilaksanakan pada hari-hari

tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan/satuan kegiatan pendukung

(SATKUNG) konseling.

b. Penyusunan Program

1) Program pelayanan konseling disusun berdasarkan kebutuhan siswa (need

(12)

2) Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.

10. Pelaksanaan Kegiatan

10.1. Bersama pendidik dan personil sekolah/madrasah lainnya, konselor berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pengembangan diri yang bersifat rutin, insidental dan keteladanan.

10.2. Program pelayanan konseling yang direncanakan dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pihak-pihak yang terkait.

10.3. Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Konseling Di dalam jam pembelajaran sekolah/madrasah:

1) Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan siswa untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.

2) Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal

3) Kegiatan tidak tatap muka dengan siswa untuk menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan, dan alih tangan kasus.

Di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah:

1) Kegiatan tatap muka dengan siswa untuk menyelenggarakan layanan orientasi, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mediasi, serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas.

2) Satu kali kegiatan layanan/pendukung konseling di luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran tatap muka dalam kelas. 3) Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah maksimum

50% dari seluruh kegiatan pelayanan konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah.

4. Kegiatan pelayanan konseling dicatat dalam laporan pelaksanaan program (LAPELPROG).

5. Volume dan waktu untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di dalam kelas dan di luar kelas setiap minggu diatur oleh konselor dengan persetujuan pimpinan sekolah/madrasah

6. Program pelayanan konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan antar jenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/ madrasah.

11. Penilaian Kegiatan

(13)

1) Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan

kegiatan pendukung konseling untuk mengetahui perolehan siswa yang dilayani. 2) Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu

minggu sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan terhadap siswa.

3) Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu

(satu bulan sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa layanan dan kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan dan atau kegiatan pendukung konseling terhadap siswa.

4) Penilaian proses kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan unsur-unsur sebagaimana tercantum di dalam SATLAN dan SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan. 5) Hasil penilaian kegiatan pelayanan konseling dicantumkan dalam LAPELPROG. 6) Hasil kegiatan pelayanan konseling secara keseluruhan dalam satu semester untuk

setiap siswa dilaporkan secara kualitatif. 12. Pelaksana Kegiatan

a. Pelaksana kegiatan pelayanan konseling adalah konselor sekolah/ madrasah. b. Konselor pelaksana kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah wajib:

1) Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan profesional konseling.

2) Merumuskan dan menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak terkait, terutama siswa, pimpinan sekolah/madrasah, sejawat pendidik, dan orang tua.

3) Melaksanakan tugas pelayanan profesional konseling yang setiap kali dipertanggung jawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama pimpinan sekolah/madrasah, orang tua, dan siswa.

4) Mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan kegiatan pelayanan profesional konseling.

5) Mengembangkan kemampuan profesional konseling secara berkelanjutan.

c. Beban tugas wajib konselor ekuivalen dengan beban tugas wajib pendidik lainnya di sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

d. Pelaksana pelayanan konseling

1) Pelaksana pelayanan konseling di SD/MI/SDLB pada dasarnya adalah guru kelas yang melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan menginfusikan materi layanan tersebut ke dalam pembelajaran, serta untuk siswa kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. 2) Pada satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang

konselor untuk menyelenggarakan pelayanan konseling.

(14)

13. Pengawasan Kegiatan

a. Kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan pengawasan.

b. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara: 1) Interen, oleh kepala sekolah/madrasah.

2) Eksteren, oleh pengawas sekolah/madrasah bidang konseling.

c. Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor dan implementasi kegiatan pelayanan konseling yang menjadi kewajiban dan tugas konselor di sekolah/madrasah. d. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara berkala dan berkelanjutan. e. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindak lanjuti untuk peningkatan

mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah.

PENUTUP

Pengembangan diri di sekolah merupakan salah satu komponen penting dari struktur KTSP yang diarahkan guna terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para siswa yang realistis, sehingga pada gilirannya dapat mengantarkan mereka untuk memiliki kepribadian yang sehat dan utuh. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan secara klasikal pada jam efektif, namun seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), baik melalui kegiatan yang dilembagakan maupun secara temporer, bersifat individual maupun kelompok.

Pengembangan diri harus memperhatikan kebutuhan, bakat, dan minat setiap siswa dan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan penting untuk mengidentikasi kebutuhan, bakat, dan minat setiap siswa melalui kegiatan aplikasi instrumentasi dan himpunan data, untuk ditindaklanjuti dalam berbagai kegiatan pengembangan diri.

Kegiatan pengembangan diri akan melibatkan banyak kegiatan sekaligus juga banyak melibatkan orang, oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi nyata di sekolah. Sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya kita renungkan ungkapan dari R.F. Mackenzie yang banyak mengilhami ribuan guru di Inggris tentang bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung, dikaitkan dengan kegiatan pengembangan diri di sekolah:

-siswa kesempatan untuk menceburkan ke dalam cara hidup yang berbeda, dan kenangan yang bertahan lebih lama. Di sana tidak akan ada paksaan atau keharusan, ketekanan, ketergesaan, atau ujian. Apabila mereka ingin memanjat atau berski, kita akan membantu mereka untuk mendapatkan keterampilan itu. Apabila mereka ingin mengidentifikasi tumbuhan gunung tinggi atau burung, kita akan mengusahakan diperolehnya pengetahuan itu. Dan apabila mereka ingin tidak memiliki kedambaan akan adanya kegiatan atau kehausan akan pengetahuan, tetapi maunya hanya duduk diam seperti kaum penghuni dataran tinggi yang dulunya di sini, atau ingin memandangi awan berarak melaju di atas Creag Dhubh, atau mendengarkan suara rintik hujan yang menitik jatuh di antara cecabang pohon setelah hujan berhenti mengucur, itu semua juga merupakan bagian penting dari perkembangan. Pada saat inilah, ketakutan, ide, harapan, dan pertanyaan yang setengah tenggelam mulai muncul kembali ke

(15)

DAFTAR PUSTAKA

An-Nawawi. 1997. Hadis al-Arba`un an-Nawawiyah.Cairo: Dar as-Salam.

Calvin S. Hall & Gardner Lindzey. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis); Psikologi

Kepribadian 1. (terj. A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang tentang

Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

____. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar

Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

____.2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah, Jakarta: Depdiknas.

Ibnu Katsir.1996. Tafsir Ibnu Katsir. Beirut :Dar al-Jail.

Muhammad al-Ghazali. 1996. Nahwu tafsir Maudhu`i.Cairo: Dar as-Syuruq.

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pietrefosa, J.F. 1971. The Authentic Counselor. Chicago: Rand McNally College Pub. Co.

Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdiknas. , dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Roger Combie White. 1997. Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice (Terj. Aprilia B. Hendrijani). Buckingham: Open University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang dari pengabdian ini adalah optimalisasi potensi wisata dengan dibuatnya penunjuk arah menuju tempat wisata, penambahan spot untuk swafoto di Air Terjun

Kajian ini diharap dapat memberi maklumat dan panduan kepada para pegawai perkhidmatan pendidikan sama ada menjawat jawatan yang paling tinggi di KPM

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi massa karbon sekam padi pada perlakuan blender, sonifikasi, dan blender+sonifikasi menggunakan blender

Berdasarkan hal tersebut berarti yang menjadi fokus perbaikan bagi Fakultas Ekonomi UT adalah pelayanan prima yang bersifat jarak jauh, seperti bersikap positif

Empat kelompok pengguna (user groups) yang di identifikasi dalam gambar, juga mengindikasikan berbagai jenis sistem yang paling sesuai bagi masing-masing tingkat pengguna.Termasuk

Model I-S yang dibangun berdasar penilaian konsumen tentang tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan terhadap kualitas layanan telekomunikasi seluler menempatkan 2

Secara praktis penelitian ini memberikan kontribusi berupa pemahaman bahwa pada TPI yang ada di Kabupaten Batang harus bisa memberikan kualitas layanan, citra TPI yang

Paper Ini Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Yang Diampu Ibu