Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau Page 20 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI RUANG CAMAR II RSUD ARIFIN ACHMAD TAHUN 2015
Syukrianti Syahda
Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia
ABSTRACT
Premature rupture of membranes is a spontaneous rupture of membranes that happened to any gestation before labor begins. Data from Arifin Achamad show cases premature rupture of membranes at birth mothers increased from year to year, where in 2012 there were 4.08% of the cases, in 2013 (5.425) cases, and in the year 2014 (14.45%) cases , The aim of this study was to determine whether the factors associated with the incidence of premature rupture of membranes in newborn infants in Space Camar II Arifin Achmad 2014. This research method is quantitative analytical research using case control design. The sample consisted of 238 cases of mothers who have premature rupture of membranes and 238 used is the analysis of univariate and bivariate analysis using Chi-square test, measuring instruments used are sheet checklist and use of computerized data processing. The results showed an association between age and premature rupture of membranes (p value 0.000 POR = 5947), Parity early (p value 0.000 POR = 2,227), Gameli (p value 0.000 POR = 14 322, Presentation (p value 0.000 POR = 14 008), Preeclampsia (p value 0.000 POR = 4,059). Expected Arifin Achmad particularly space Camar II can have service standards and instructions technical in dealing with premature rupture of membranes. It is expected for the mother to be pregnant at age <20 years and> 35 years old. And it is recommended for mothers to check that the pregnancy is detected early maternal complications during pregnancy and can anticipate and plan for things that may happen during childbirth.
Keywords : Age, Parity, infections, Gameli, layout disorder, Pre eclampsia, Premature rupture of membranes, maternal
Bibliography : 34 (2006-2015)
PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar dinegara berkembang. Kematian ibu di dunia 99% terjadi di negara berkembang. Kematian dalam persalinan menjadi faktor utama (Oktavianisya, 2014)
Menurut Kadour 2008
didalam Oktavianisya 2015
Kematian ibu disebut juga
mortalitas maternal, yaitu
Kematian perempuan hamil atau kematian dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa mempertimbangkan umur dan jenis kehamilan. Kematian ibu
dapat disebabkan komplikasi
persalinan atau nifas, dengan penyebab terkait atau diperberat oleh kehamilan dan manajemen kehamilan, tetapi bukan karena kecelakaan.
Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau Page 21 di dunia yaitu 289.000 jiwa
(Rohfiin, 2015). Survei
Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Target MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah off track, artinya
diperlukan kerja keras dan
sungguh-sungguh untuk
mecapainya (Kementrian
Kesehatan RI, 2014).
Secara global kematian ibu tergolong pada kematian ibu
langsung. Pola penyebab
langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25%, biasanya perdarahan pasca salin), sepsis
(15%), hipertensi dalam
kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak
aman (13%), dan sebab – sebab
lain (8%) (Prawirohardjo, 2014). KPD merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan yang
berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya
infeksi korioamnionitis sampai
sepsis (Sari, 2014).
Kejadian ketuban pecah dini
sekitar 5 – 8%. Lima persen
diantaranya segera diikuti oleh
persalinan dalam 5 – 6 jam,
sekitar 95% diikuti persalinan
dalam 72 – 95 jam, dan
selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan
menginduksi persalinan atau
operatif (Manuaba, 2007).
Berdasarkan data yang
diperoleh di ruang RSUD M. Yunus kota Bengkulu tahun
2011, angka kejadian dengan persalinan dengan ketuban pecah dini merupakan kejadian tertinggi terdapat 321 (27,82%) kasus dari 1155 persalinan. Pada tahun 2010, angka kejadian persalinan
dengan ketuban pecah dini
terdapat 295 (23,48%) kasus dari 1040 persalinan. Tahun 2009 angka kejadian persalinan dengan ketuban pecah dini 242 (15,10%)
kasus dari 1602 persalinan.
Tahun 2008, angka kejadian persalinan dengan ketuban pecah dini terdapat 195 (14,04%) kasus dari 1936 persalinan (Yuniwati, 2014)
Di RSUD Arifin Achmad
kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) mengalami peningkatan 1,34% Tahun 2013 menjadi 9,03% Tahun 2014 (Register Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad, 2012 - 2014).
Berdasarkan Survei lapangan
yang saya lakukan di ruang Camar II didapatkan dibuku register tahun 2014 beberapa penyebab yang sering terjadi
pada ibu bersalin yang
mengalami ketuban pecah dini adalah umur, paritas, kehamilan
ganda, kelainan letak dan
preeklamsia.
Ketuban pecah dini adalah
ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan
dimulai (Maryunani, 2013).
Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan
proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion, dan
apoptosis membran janin.
Membran janin dan desidua
bereaksi terhadap stimulasi
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 22 sitokinin, dan protein hormon
yang merangsang aktivitas
“matrix degrading enzym” (Prawirohardjo, 2014).
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi kelainan letak janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun, paritas, dan riwayat KPD sebelumnya (Tahir, 2013). Sedangkan menurut Huda (2013) penyebab ketuban pecah dini antara lain preeklamsi dan gameli.
Faktor-faktor penyebab Ketuban Pecah Dini (KPD) diantaranya
adalah umur yang dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Sejalan dengan penelitian Tahir (2013) di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa menunjukan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsi lebih besar pada ibu
mengalami KPD proporsinya
lebih kecil (11,0%) pada ibu yang hamil kembar dibandingkan ibu yang tidak hamil kembar (89,0%) Hal ini juga disebabkan karena responden yang dijadikan yang dijadikan sampel pada kasus jumlahnya memang lebih sedikit yang mengalami hamil kembar. Namun demikian, nilai OR yang diperoleh mempunyai pengaruh bermakna karena batas antara nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko KPD.
Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. H
Soewondo Kabupaten kendal
bulan januari-desember 2012, didapatkan ibu bersalin kelainan
letak dengan letak lintang/
sungsang 2,4%, letak normal 97,6% (Lestari, 2013). Dan
Menurut hasil penelitian
Goldenberk dkk (2008) didalam Huda (2013) menyatakan bahwa preeklampsia menjadi penyebab ketuban pecah dini di banyak negara-negara maju. Frekuensi kelahiran dengan ketuban pecah ini adalah sekitar 12-13% di
Amerika Serikat dan 5-9%
dibanyak negara-negara
berkembang lainnya. Kelahiran
yang mengikuti persalinan
dengan ketuban pecah dini
dianggap sebagai syndrom akibat
berbagai penyebab termasuk
infeksi atau peradangan, penyakit
pembuluh darah dan
overdistension rahim.
Berdasarkan uraian diatas,
peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ibu Bersalin di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015.
METODE
Jenis penelitian ini adalah
analitik kuantitatif dengan desain case control yaitu untuk
membandingkan antara
kelompok kasus dengan
kelompok kontrol dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian
yang berhubungan dengan
kejadian kesakitan yang diteliti. Penelitian ini dilakukan di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru. Penelitian ini
dilakukan 17 Oktober 2015 – 20
Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau Page 23 Sample kasus adalah seluruh ibu
yang mengalami Ketuban Pecah Dini (KPD) yang berjumlah 238 kasus di Ruangan camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2014. Sample kontrol adalah seluruh ibu yang tidak mengalami Ketuban Pecah Dini (KPD) berjumlah 1408 kasus di Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2014.
Pengumpulan data dilaksanakan
dengan menggunakan data
sekunder.
Analisa data yang digunakan adalah univariat dan bivariat.
HASIL PENELITIAN Analisa Univariat
Hasil analisa univariat variable - variabel faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin dapat diketahui bahwa dari 238 responden yang mengalami ketuban pecah dini sebanyak 163 responden ketuban pecah dini (78%) yang berada pada kategori umur bersiko (<20 tahun dan >35 tahun), 142 responden ketuban pecah dini (59,9%) beresiko dengan paritas multipara dan grandemultipara, 173 responden ketuban pecah dini (83,4%) beresiko dengan kehamilan presentasi bokong dan bahu, 166 responden ketuban pecah dini (83,4%) beresiko dengan kehamilan ganda, dan terakhir 163 responden ketuban pecah dini (66,3%) beresiko pada ibu preeklamsi dengan tekanan
darah >140/90 mmHg dan
proteinuria >(+2).
Analisa Bivariat
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan maka diperoleh
analisis bivariat dapat diketahui
dari 238 responden yang
mengalami ketuban pecah dini, 163 responden (78.0%) berada pada kategori umur beresiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan 75 responden (28.1%) berada pada kategori umur tidak beresiko (20
– 35 tahun). Sedangkan dari 238
responden yang tidak mengalami ketuban pecah dini, 46 responden
(22%) pada kategori umur
Dari uji statistik chi-square
diperoleh p value = 0,000 dimana p value lebih kecil dari (0,05) dengan demikian Ho diterima, hal ini menunjukan bahwa ada
hubungan signifikan umur
dengan ketuban pecah dini di ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2014.
Berdasarkan uji statistik
diperoleh nilai OR = 5.947 (95% CI = 5.947 - 13.837) artinya ibu bersalin dengan umur beresiko <20 tahun dan >35 tahun
berpeluang 5,9 kali akan
mengalami ketuban pecah dini
dari pada ibu yang berusia 20 – Achmad Tahun 2015
Semakin cukup umur tingkat
kematangan dan kekuatan
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 24 usia muda (<20 tahun) sering
terjadi penyulit/komplikasi bagi ibu maupun janin. Hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, di mana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput
ketuban belum matang dan
mudah mengalami robekan
sehingga dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada ibu dengan usia > 35 tahun juga memiliki risiko kesehatan bagi ibu dan bayinya, karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi. Sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu menggantung dan serviks mudah berdilatasi
sehingga dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini (Manggiasih, 2014).
Hasil penelitian ini sama dengan
Manggiasih (2014) di kota
Sidoarjo yang berjudul Hubungan Umur Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Ditinjau Dari Paritas Ibu di Rumah Sakit Rahman Rahim Sidoarjo. Pada penelitian
tesebut menunjukan adanya
hubungan yang bermakna dari variabel umur terhadap kejadian
Ketuban pecah dini dengan p =
0,021.
Menurut asumsi peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa umur merupakan salah satu faktor terjadinya ketuban pecah dini, dimana pada ibu hamil dengan umur <20 tahun alat reproduksi belum matang secara sempurna sehingga dalam pembentukan selaput plasenta
menjadi kurang sempurna
sehingga mudah mengalami
robekan yang dapat mengalami kejadian ketuban pecah dini, sedangakan pada umur >35 tahun
bisa terjadi penyulit dan hamil dan persalinan dikarenakan alat reproduksi sudah matang. Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko (20 – 35 tahun) tetapi
mengalami ketuban pecah dini
berjumalah 75 responden
(28,1%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti gangguan kolagen sesuai dengan Arvan (2009) menyatakan bahwa Kolagen yang merupakan unsur penting pada membrana amnion ini adalah jaringan ikat yang berisi makromolekul mayor yang memiliki rantai α berbagai jenis. Satu rantai α berisi rangkaian -rangkaian tiga asam amino yang panjang dengan asam amino yang sama pada akhir setiap satu rangkaian tersebut. Asam amino ketiganya adalah glisin, salah
satu asam amino esensial.
Sedangkan dua lainnya adalah asam amino residu. Sehingga susunan asam aminonya menjadi Gly-X-Y untuk setiap urutan. Inhibitor terhadap kolagenase ini
juga merupakan salah satu
kontrol terhadap degradasi
kolagen
Ruptur membran juga berkaitan
dengan proses biokimia,
termasuk gangguan kolagen
dalam matriks ekstraseluler
amnion dan korion dan kematian terprogram sel-sel pada membran
janin. Seiring dengan
perkembangan teknik
biomolekuler, akhir-akhir ini
banyak dilakukan penelitian
mengenai selaput amnion dan
khorion dilihat dari aspek
Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau Page 25 diungkapkan bagaimana proses
terjadinya kerapuhan selaput
ketuban baik pada pasien dengan ketuban pecah sebelum waktunya maupun proses pecahnya selaput ketuban pada saat persalinan.
Selaput ketuban dapat
dipertahankan karena adanya
keseimbangan antara
pembentukan dan degradasi
kolagen ekstraseluler. Faktor
risiko terjadinya KPD
diantaranya malnutrisi, dan
kelainan jaringan ikat yang
berhubungan dengan kelemahan selaput ketuban.
Hal ini sejalan dengan penelitian Arvan (2009) di di Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/
RSUP Dr.M.Djamil Padang
terhadap wanita hamil aterm dengan ketuban pecah dini dan tanpa ketuban pecah dini, selama periode 1 Desember 2008 sampai 30 April 2009.
2. Hubungan Paritas dengan ketuban Pecah dini pada Ibu Bersalin di Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015 Hasil penelitian yang didapatkan sama dengan teori bahwa Paritas
adalah jumlah anak yang
dilahirkan oleh seseorang. Bagian terendah janin belum masuk PAP
juga berpengaruh. Hal ini
disebabkan primipara bagian
terendah janin turun ke rongga panggul masuk ke PAP pada akhir minggu 36 kehamilan, sedangkan pada multipara terjadi saat mulai persalinan. Sehingga pada multipara tidak ada bagian terendah janin yang menutupi PAP, yang dapat mengurangi terhadap membran bagian bawah
(Cunningham, 2005). Pada
multipara, grandemultipara,
kejadian KPD semakin besar hal
ini bukan disebabkan oleh
peningkatan aktivitas uterus
melainkan dari kelemahan
intrinksik uterus yang disebabkan oleh trauma sebelumnya pada serviks khusunya pada tindakan riwayat persalinan pervaginam, dilatasi serviks dan kuratase. Keadaan ini dibuktikan dengan adanya dilatasi serviks tanpa rasa nyeri dalam trmester II dan III kehamilan yang disertai dengan prolapsus membran amnion lewat serviks dan penonjolan membran tersebut dalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin immatur sehingga kemungkinan janin akan meninggal (Sari, 2014)
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Lestari (2013) di kota
Ungaran yang berjudul
Hubungan paritas dan kelainan letak dengan kejadian ketuban pecah dini (KPD pada ibu
bersalin di RSUD
Dr.H.Soewondo Kendal
Kabupaten Kendal Tahun 2012.
Pada penelitian tesebut
menunjukan adanya hubungan yang bermakna dari variabel paritas terhadap kejadian ketuban
pecah dini dengan p = 0,000
Menurut asumsi peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa paritas merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini, dimana pada
ibu bersalin dengan paritas
primipara karena bagian
terendah janin belum masuk ke rongga panggul masuk PAP pada akhir 36 kehamilan. Sedangkan
multipara terjadi pada saat
persalinan sehingga pada
multipara terjadi saat persalinan. Sehingga pada multipara tidak ada bagian terendah janin yang
menutupi PAP, yang dapat
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 26
bagian bawah yang dapat
menyebabkan ketuban pecah
dini.
Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko (primipara) tetapi
mengalami ketuban pecah dini
berjumalah 96 responden
(40,2%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti
pekerjaan sesuai dengan
penelitian Nurhadi (2006) di BP RSUD Kraton Pekalongan yang
berjudul Faktor Resiko Ibu
Terhadap Kejadian Ketuban
Pecah Dini, dimana hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/minggu dapat meningkatkan resiko sebesar 1,7
kali mengalami KPD
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan
karena pekerjaan ibu juga
berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat. Hasil penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini adalah hasil
penelitian lain yang sejalan
dengan penelitian ini adalah hasil penelitian Ratnawati (2010) yang menyatakan bahwa aktivitas berat
(43,75%) merupakan faktor
resiko terjadinya ketuban pecah dini.
3. Hubungan Gameli dengan Ketuban Pecah Dini pada Ibu bersalin di Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2014
Hasil penelitian yang didapatkan sama dengan teori bahwa ibu
dengan kehamilan gameli
merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Kehamilan ganda ialah satu
kehamilan dengan dua janin atau
lebih (Sakti, 2013). Wanita
dengan kehamilan kembar
beresiko tinggi mengalami KPD. Hal ini disebabkan tekanan intra
uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) (Maryunani, 2013).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Tahir (2013) di RSUD Syekh Yusuf kabupaten Gowa yang berjudul Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini
di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa. Pada
penelitian tersebut menunjukan menunjukan bahwa ibu yang
mengalami KPD proporsinya
lebih kecil (11,0%) pada ibu yang hamil kembar dibandingkan ibu
yang tidak hamil kembar
(89,0%). Hasil Uji statistik
menunjukan nilai Odds ratio (OR) = 3,0 tingkat kepercayaan (CI) 95% yaitu 1.30 - 7,01. Oleh karena nilai LL dan Ul tidak
mencakup nilai 1, maka
kehamilan kembar merupakan faktor resiko terhadap KPD, dimana resiko KPD pada ibu yang kehamilan kembar resiko tinggi adalah 3,0 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu
kehamilan kembar resiko rendah.
Menurut asumsi peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa gameli merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini, dimana pada kehamilan gameli ini terjadi peregangan pada uterus secara
berlebihan sehingga
menyebabkan terjadi ketuban
pecah dini.
Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko (tidak kehamilan
Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau Page 27 ketuban pecah dini berjumalah 72
responden (26,0%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti infeksi sesuai dengan Nugroho (2011) yang menyatakan bahwa infeksi yang terjadi secara langsung pada
selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan ketuban pecah
dini.
Menurut Chapman 2006
menyatakan pecah ketuban
sebelum persalinan pada preterm dapat berubungan dengan infeksi maternal. Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan oleh infeksi dan mendapatkan komplikasi dari infeksi.
4. Hubungan Presentasi dengan Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin di Ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015 Letak lintang terjadi bila sumbu memanjang ibu membentuk sudut
tegak lurus dengan sumbu
memanjang janin. Oleh karena seringkali bahu terletak diatas PAP, malposisi ini disebut juga
presentasi bahu. Bayi bener –
bener melintang terhadap perut ibu atau miring dengan kepala atau bokong di fossa iliaca. Umumnya bokong lebih tinggi dari kepala. Penunjuknya adalah scapula (Sc), tempat kepala menentukan posisinya yaitu kiri dan kanan, sedangkan punggung menunjukan kedudukan anterior atau posterior. Jadi LScP berarti letak lintang, kepala disebelah kiri ibu dan punggung janin di
belakang. Bagian yang benar –
benar ada di atas PAP mungin bahu, punggung , perut, dada atau sisi badan janin. Insidensi letak lintang adalah 1 : 5000. Keadaan ini merupakan malposisi yang
gawat dan tidak dapat dibiarkan begitu saja (Oxorn, 2010).
Kelainan letak misalnya
sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
dapat menghalangi tekanan
terhadap membrane bagian
bawah yang menyebabkan
terjadinya Ketuban Pecah Dini
(KPD) (Nugroho, 2011).
Komplikasi letak lintang terjadi oleh karena bagian terendah tidak menutupi PAP, ketuban cendrung pecah dini dan dapat disertai menumbungnya tangan janin atau tali pusat. Keduanya merupakan komplikasi yang gawat dan
memerlukan tindakan segera
(Oxorn, 2010). Ketuban pecah dini yang disertai kelainan letak
akan mempersulit persalinan
yang dilakukan ditempat fasilitas yang memadai (Jannah, 2012). Hasil penelitian ini sama dengan
Leihitu (2010) di kota
Yogyakarta yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Sleman
Yogyakarta. Pada penelitian
tesebut menunjukan adanya
hubungan yang bermakna dari
variabel presentasi terhadap
kejadian ketuban pecah dini
dengan p = 0,171.
Menurut asumsi peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa presentasi merupakan
salah satu faktor penyebab
terjadinya ketuban pecah dini.
Presentasi yang menjadi
penyebab ketuban pecah dini adalah presentasi bokong dan
bahu. Presentasi bokong
menyebabkan tejadi ketuban
pecah dini dikarenakan tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 28
terhadap membrane bagian
bawah. Dan presentasi bahu menyebakan terjadinya ketuban
pecah dini karena bagian
terendah tidak menutupi PAP.
Sedangkan presentasi kepala
tidak mengalami ketuban pecah dini karena ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul sehingga tidak terjadi ketuban pecah dini.
Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko (tidak presentasi bahu dan bokong) tetapi mengalami ketuban pecah dini berjumalah 65 responden (24,5%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti polihidramnion atau hidramnion. Hal ini sesuai dengan Maryunani (2013) yang menyatakan bahwa hidramnion
dapat menyebabkan tekanan
intrauterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) yang
menjadi faktor predisposisi dari ketuban pecah dini.
Dari hasil penelitian Huda (2013) menyatakan bahwa hidramnion merupakan penyebab terjadinya
ketuban pecah dini sebesar
(4,9%)
5. Hubungan Preeklamsi dengan Ketuban Pecah Dini pada ibu Bersalin di ruangan Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015
Preeklamsia ringan memiliki
gejala klinis seperti : (1)
Hipertensi : sistolik / diastolic “140/90 mmHg, (2) Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2), (3) Edema pada pretibia, dinding
abdomen lumbosacral, wajah
atau tangan, dan (4) timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda
tanda preeklamsia berat
(Nugroho, 2011)
Preeklamsia berat memiliki
gejala klinis seperti : (1) tekanan darah sistolok atau sama 160 mmHG atau diastolic lebih atau sama dengan 110 mmHg, tekanan
darah ini tidak menurun
meskipun ibu hamil sudah rawat
baring dirumah sakit, (2)
proteinuria 5 gram atau lebih per 24 jam atau kualitatif positif 3 atau 4, (3) oliguria yaitu produksi urin kurang 24 jam disertai
dengan kenaikan kreatinin
plasma (Nugroho, 2011).
Pada ibu bersalin yang
mengalami pre eklamsi menurut
Manuaba (2007) menyatakan
bahwa akibat pre eklamsia yang
utama adalah vasokonstriksi
arterial yang menyebabkan
kenaikan tekanan darah dan menurunnya pasokan darah yang efektif pada banyak organ serta
jaringan tubuh, termasuk
plasenta. Plasenta dapat
mengalami infark sehingga membatasi jumlah oksigen dan nutrien yang tersedia bagi bayi. Retardasi intrauteri dapat terjadi dan keadaan hipoksia dapat membuat janin tidak mampu untuk menahan stres persalinan
yang normal yang dapat
menyebabkan ketuban pecah
dini.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Goldenberk dkk (2008)
didalam Huda (2011)
menyatakan bahwa preeklampsia menjadi penyebab ketuban pecah dini di banyak negara-negara maju. Frekuensi kelahiran dengan ketuban pecah ini adalah sekitar 12-13% di Amerika Serikat dan 5-9% dibanyak negara-negara berkembang lainnya. Kelahiran
yang mengikuti persalinan
Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau Page 29 dianggap sebagai syndrom akibat
berbagai penyebab termasuk
infeksi atau peradangan, penyakit
pembuluh darah dan
overdistension rahim.
Menurut asumsi peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa preeklamsi merupakan
salah satu faktor penyebab
terjadinya ketuban pecah dini, dimana pada ibu bersalin dengan preeklamsi terjadi penyumbatan
pada pembuluh arteri yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah dan menurunnya pasokan darah pada plasenta yang dapat mengalami kematian jaringan
pada plasenta sehingga
membatasi jumlah oksigen dan nutrien yang tersedia bagi janin. Hal ini mengakibatkan janin sangat kurang oksigen dan tidak mampu menahan stres persalinan yang normal yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Dari 238 responden dengan kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko (primipara) tetapi
mengalami ketuban pecah dini
berjumalah 75 responden
(32,6%). Menurut peneliti hal ini terjadi karena faktor lain seperti trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini (Nugroho, 2011).
Coitus saat hamil dengan
frekuensi lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus suami diatas, dan penetrasi penis yang sangat dalam merupakan faktor resiko terjadinya KPD sebesar 37,50%.
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ada hubungan antara Umur
presentasi dengan ketuban pecah dini pada ibu bersalin (p value = 0,000).
5. Ada hubungan antara
preeklamsi dengan ketuban pecah dini pada ibu bersalin (p value = 0,000).
Saran
Bagi Ibu diharapkan ibu tidak hamil diusia <20 tahun dan tidak hamil di usia >35 tahun, tetapi ibu dianjurkan pada ibu untuk hamil di usia 20-35 tahun.
Diharapkan ibu untuk
menggunakan alat kontrasepsi yang berfungsi untuk mencegah kehamilan pada paritas ≥3 (multipara) dan ≥5 (Grandemultipara).
Bagi peneliti selanjutnya, jika meneliti hal yang sama penelitian ini, dapat menambah variabel yang tidak ada pada penelitian ini seperti : gangguan kolagen, infeksi, trauma, pekerjaan dan hidramnion, serta menggunakan
desain yang berbeda dalam
penelitian selanjutnya seperti :
kohort.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 30
Chapmen, V. 2006. Asuhan
Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Cetakan I. Jakarta: EGC
Endraningtyas, Dwi. 2011.
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Letak sungsang Pada Janin Di Desa Karangtengah Kota Dan
Desa Margomulyo
Kecamatan Ngawi Pada Bulan Juli – September
2011. Jakarta : Fakultas
Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Feryanto, F.A. 2012. Asuhan
Kebidanan Patologi. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A.A. 2007. Metode
Peneltian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
__________. 2009. Pengantar
Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Huda, N. 2013. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini di RS
PKU Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
Jannah, N. 2012. Buku Ajar
Asuhan Kebidanan
Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: CV Andi Offset
Kemenkes RI. 2014. Mother`s Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal
Kabupaten Kendal Tahun 2012. Ungaran: STIKes Mudi Waluyo
Manggiasih, V.A. 2014.
Hubungan Umur Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Ditinjau Dari Paritas Dan Obstetri-Ginekologi SosialUntuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC
Maryunani, A, Eka. P. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Cetakan I. Jakarta: KDT Mose, J.C, Alamsyah.M. 2014.
Asuhan Kebidanan. Cetakan 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Mulyatno, C.K. 2015.
Pemeriksaan Darah Rutin.
Diakses di
www.itd.unair.ac.id/ ../pemeriksaan%20darah.
Muntoha, dkk. 2013. Hubungan
Antara Riwayat Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil di RSUD Dr.H.Soewondo Kendal. Volume 12. No.01. jurnal tidak diterbitkan Norma. G.N, Mustika. D.S. 2013.
Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus Dilengkapi Contoh Askeb. Cetakan I. Yogyakarta: Nuha Medika
Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau Page 31
Nugroho, Taufan. 2011. Buku
Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Cetakan Kedua. Yogyakarta : Nuha Medika
Oktavianisya. 2014.
Menganalisis Pengaruh Kualitas ANC (Antenatal Care) dan Rujukan Terhadap Morbiditas Maternal di Kabupaten Sidoarjo.
Sidoarjo: Universitas
Erlangga
Oxorn, H. William R.F. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Edisi I. Yogyakarta: CV Andi Offset
Prawirohardjo. 2014. Ilmu
Kebidanan. Cetakan 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Qodratillah, MT, 2008. Kamus
Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa
Ramlis, R. 2014. Hubungan
Kelainan Letak Janin Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Ruang
Kebidanan RSUD
Dr.M.Yunus Bengkulu Tahun 2013. Bengkulu: STIKes Dehasen.
Rohfin, D. 2015. Trans
Persalinan. Diakses di hhtp://www.academia.edu/ 9825392/minikti_transpersali nan
Sakti, K.M.G, Akmal Taher.
2013. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Edisi I. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Sari, E.K, Henni. J. 2014. Paritas
dan Kelainan Letak Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini. Surabaya: Akademi Kebidanan Gria Husada
Siregar, F.A. 2011.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidempuan. Sumatera Utara: USU
Susilowati, E, Astuti. L.D. 2010. Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun 2009. Volume 1. No.1, Semarang: Akbid Panti Wilasa
Syamsuddin, K.A. 2014. Asuhan
Kebidanan. Cetakan 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Tahir, S, dkk. 2013. Faktor
Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Makasar:
Akademi Kebidanan
Muhammadiyah
UNICEF Indonesia. 2012.
Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta
Yuniwati, Ismiati. 2014.
Pengaruh Lama Ketuban Pecah Dini Terhadap Kesejahteraan Bayi Baru Lahir Di RSUD dr. M.Yunus Beengkulu Tahun 2013.
Bengkulu : Poltekes