ADMINISTRASI MANAJEMEN
DALAM
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu
dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas usaha untuk
memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan untuk melakukan
pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan tugas dan tanggung jawab
dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka
terbentuklah kerjasama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi.
Pada dasarnya manajemen itu penting sebab pekerjaan itu berat dan sulit
untuk dikerjakan sendiri sehingga itu perlu pembagian kerja, tugas dan
tanggung jawab dalam penyelesaiannya. Manajemen yang baik akan
meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki.
Manajemen selalu dibutuhkan dalam setiap kerjasama dalam sekelompok
orang.
Setiap manejer dalam pelaksanaan tugasnya, aktivitasnya, dan
keterampilannya untuk mencapai tujuan harus melaksanakan perencanaan
pengorganisasian, penngarahan, dan pengendalian dengan baik.
Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital sebagai pendorong
individu dan warga masyarakat untuk meraih progresivitas pada semua lini
kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat menjadi determinan penting
bagi proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah
idealisme pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
A. Administrasi Pendidikan
Kata administrasi berasal dari bahasa Latin yang terdiri atas
kata
ad
dan
ministare.
Kata
ad
mempunyai arti yang sama dengan
kata
to
dalam bahasa inggris, yang berarti “ke” atau “kepada”.
Dan
ministare
sama artinya dengan kata
to surve
atau
toconduct
yang berarti
“melayani”, “membantu”, atau “mengarahkan”. Dalam bahasa inggris
to
administer
berarti pula “mengatur”, “memelihara” (to look after), dan
mengarahkan.[1]
Jadi, kata “administrasi” dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha
untuk membantu, melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan
didalam mencapai suatu tujuan. Meskipun peraktek administrasi sejak dahulu
kala telah dilaksanakan orang, bahkan sejak manusia bermasyarakat dan
bernegara, administrasi sebagai ilmu baru muncul pada permulaan
pertengahan kedua abad ke-19.
Frederick Taylor
(1856) sering disebut sebagai bapak dari gerakan
manajemen berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia dapat pula
dikatakan sebagai pelopor dari timbulnya ilmu administrasi. Ia pernah
bekerja sebagai buruh rendahan sampai tingkat yang paling tinggi di dalam
perusahaan.[2]
Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material yang
bersangkut paut dengan pendidikan, jadi dalam proses administrasi
pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan itu di integrasikan, diorganisasi dan
dikioordinasi secara efektif, dan semateri yang diperlukan dan yang telah ada
dimanfaatkan secara efesien.
Engkoswara (1987:1) mengemukakan bahwa “ administrasi pendidikan
dalam arti seluas-luasanya adalah suatu ilmu yang mempelajari penataan
sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif”.
Selanjutnya mengatakan penataan mengandung makna, “mengatur,
manajemen, memimpin, mengelola atau mengadministrasikan sumber daya
yang meliputi merencanakan, melaksanakan dan mengawasi, atau membina”.
Sumber dayanya terdiri dari; (1) sumber daya manusia (peserta didik,
pendidik, dan pemakai jasa pendidikan), (2) sumber belajar atau kurikulum
(segala sesuatu yang disediakan lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan),
dan (3) fasilitas (peralatan, barang, dan keuangan yang menunjang
kemungkinan terjadinya pendidikan). Tujuan pendidikan yang produktif
berupa prestasi yang efektif, dan suasana atau proses yang efisien.
Selanjutnya keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan yang produktif dapat
dilihat dari sudut administratif, psikologis, dan ekonomis.[3]
Secara dingkatnya administrasi pendidikan ialah pembinaan, pengawasan dan
pelaksanaan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan-urusan
sekolah.
Beberapa unsur pokok didalam administrasi yang dimaksudkan. Ialah:[4]
1.
Adanya
sekelompok manusia
(sedikitnya dua orang)
2.
Adanya
tujuan
yang hendak dicapai bersama.
3.
Adanya
tugas
/fungsi yang harus dilaksanakan (kegiatan kerja sama)
4.
Adanya
peralatan dan perlengkapan
yang diperlukan.
Semua unsur tersebut harus diatur dan dikelola sedemikian rupa sehingga
mengarah kepada tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Proses administrasi pendidikan diperlukan berbagai pendekatan untuk
mencapai tujuan, salah satu pendekatan yaitu pendekatan terpadu. Konsep
pendekatan administrasi terpadu ialah suatu pendekatan yang dilandasi oleh
norma dan keadaan yang berlaku, menelaah ke masa silam dan berorientasi
ke masa depan secara cermat dan terpadu dalam berbagai dimensi.
Pendekatan terpadu melibatkan dimensi serta optimalisasi fungsi
koordinasi,dan pelaksanaannya ditunjang dengan konsep manajemen
partisipatif. Konsep manajemen partispasif, mempunyai dimensi konteks,
tujuan dan lingkungan. Hal itu dikembangkan menjadi suatu proses dalam
administrasi pendidikan terpadu yang intinya ada keterlibatan semua pihak
yang terkait dalam organisasi pendidikan.
Partisipasi dari instrumental yang ada seperti konstitusi, keterlibatan
masyarakat, kelompok atau personal. Kondisi ini,tergantung pada
keterlibatan dalam ; (a) pengambilan keputusan; (b) pelaksanaan keputusan;
(c) manfaat adanya partisipasi; dan (d) keterlibatan dalam evaluasi.
Berrdasarkan dari uraian tersebut, tampak bahwa proses administrasi merujuk
pada aktivitas pencapaian tujuan. Proses tersebut, diperlukan berbagai
pendekatan yang selaras dengan karakteristik suatu organisasi, yang
mempunyai visi, misi, fungsi dan tujuan serta strategi pencapaiannya.[5]
1.
B. Manajemen Pendidikan
Manajemen berasal dari kata
to manage
yang artinya mengatur, pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi
manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan.
G.R. Terry berpendapat bahwa
manajement is a distinck process of planning,
organizing, actuating, and controling performed to determine and
accomplish stated objectivies by
t
he use of human being other
recourses.
Artinya manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri
dari tindakan-tindakan perencanaan pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya.
Sedangkan menurut Haroid dan cyrilo Donnel mengemukakan
managament
is getting things done throug people in bringing about tjis coordinating of
group activity the
manager
, as a manager plans, organizes, staffs, direct, and
control the acktivities other people.
Artinya manajemen adalah usaha
mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian
manajemen mengadakan kordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan
pengendalian.[6]
Jika kita simak defenisi-defenisi diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
1.
Manajemen mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
2.
Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dengan seni.
A.
Manajemen merupakan proses yang sistematik, terkordinasi,
koferatif, dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya.
B.
Manajemen baru dapat diterapakan jika ada dua orang atau
lebih melakukan kerja sama dalam suatu organisasi.
C.
Manajemen harus didasarkan dengan pembagian kerja, tugas,
dan tanggung jawab.
D.
Manajemen terdiri dari beberapa fungsi.
Reiguluth dan Garfinkel (1993) menjelaskan guru adalah sebagai fasilitator
dan manajemen pendidikan. Peran ini mensyaratkan sistem yang berbasis
sumber data dan penggunaan kekuatan alat-alat dengan kemajuan tekhnologi
dari pada berbasis kepada guru.
Tugas propesional guru adalah melakukan kegiatan mengajar, dan
selanjutnya murid melakukan respon-respon yang disebut belajar. Menurut
Dauis (1991:35) peran guru sebagai menejer dalam proses pengajaran:
1.
Merencanakan, yaitu menyusun tujuan belajar mengajar (pengajaran).
2.
Mengorganisasikan, yaitu menghubungnkan atau menggabungkan
seluruh sumber daya belajar mengajar dalam mencapai tujuan secara
efektif dan efesien.
3.
Memimpin, yaitu apakah pekerjaan atau kegiatan belajar mengajar
mencapai tujuan pengajaran, sehingga diketahui hasil yang dicapai.
Fungsi manajemen pembelajaran yaitu: perencanaan pengajaran,
pengorganisasian pengajaran, dann evaluasi pengajaran. Dalam menjalankan
fungsi manajemen dimaksud, seorang guru harus memanfaatkan sumber daya
pengajaran (learning resouces) yang ada didalam kelas maupun diluar kelas.
[7]
Manajemen oleh para penulis dibagi atas beberapa fungsi, pembagian
fungsi-fungsi manajemen ini adalah:
1.
Supaya sistematika urutan pembahasannya lebih teratur.
2.
Agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam.
3.Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses manajemen bagi
manejer.[8]
Fungsi-fungsi manajemen antara lain:
1.
Planning
Planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelopok
untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan
pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan-pemilihan
alternatif-alternatif keputusan.
2.
Organizing
Organizing ialah mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan
penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan.
Actuating atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang
dilakukan seseorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan
yang ditetapkan untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan
oleh unsur perencana dan pengorganisasian agar tujuan-tujaun tersebut dapat
dipahami.
1.
Motovating
Motivating merupakan sebuah kata yang lebih disukai oleh beberapa pihak
dari pada kata actuating. Beberapa pihak yang lain menganggap arti dari
kedua kata tersebut adalah sama.
1.
Staffing
Mencakup mendapatkan, menempatkan, dan mempertahankan anggota pada
posisi yang dibutuhkan oleh pekerjaan organisasi yang bersangkutan.
1.
Directing
Merupakan pengarahan yang diberikan kepada bawahan sehingga mereka
menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja aktif menuju sasaran
yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
1.
Controling
Mencakup kelanjuatan tugas untuk melihat apakah kegiatan dilaksanakan
sesuai rencana. Pelaksanaan kegiatan dievaluasi dan penyimpangan yang
tidak di inginkan diperbaiki supaya tujuan dapat tercapai dengan baik
1.
Inovating
Mencakup pengembangan gagasan baru, mengkombinasikan pemikiran baru
dengan yang lama, mencari gagasan dari kegitan lain dan melaksanakannya
atau dapat juga dilakukan dengan cara memberi stimulai kepada rekan
sekerja untuk mengembangkan gagasan baru dalam pekerjaan mereka.
1.
Representing
Mencakup pelaksanaan tugas pegawai sebagai anggota resmi dari sebuah
perusahaannya dalam urusannya dengan pihak pemerintahan, kalangan
swasta bank, penjual, langganan, dan kalangan luar lainnya.
1.
Coordinating
1.
C. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan
Dalam ranah aktivitas, implementasi manajemen terhadap pengelolaan
pendidikan haruslah berorientasi pada efektivitas terhadap segala aspek
pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan
(dalam perspektif syariah). Berikut ini merupakan urgensi manajemen
terhadap bidang manajemen pendidikan:[10]
1.
Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan
2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi
3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan
4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan
1.
Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar pada
staff development
(
teacher development
),
meliputi:
1) Training
2) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
3) Inservice Education (Pendidikan Lanjutan)
1.
Manajemen Siswa
1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)
2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan
Program, Ekskul)
3) Pemberdayaan OSIS
1.
Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan
pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .
1.
Manajemen Lingkungan
BAB III
KESIMPULAN
Kata administrasi berasal dari bahasa Latin yang terdiri atas
kata
ad
dan
ministare.
Kata
ad
mempunyai arti yang sama dengan
kata
to
dalam bahasa inggris, yang berarti “ke” atau “kepada”.
Dan
ministare
sama artinya dengan kata
to surve
atau
toconduct
yang berarti
“melayani”, “membantu”, atau “mengarahkan”. Dalam bahasa inggris
to
administer
berarti pula “mengatur”, “memelihara” (to look after), dan
mengarahkan
Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material yang
bersangkut paut dengan pendidikan, jadi dalam proses administrasi
pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan itu di integrasikan, diorganisasi dan
dikioordinasi secara efektif, dan semateri yang diperlukan dan yang telah ada
dimanfaatkan secara efesien.
Manajemen berasal dari kata
to manage
yang artinya mengatur, pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi
manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan
Fungsi-fungsi manajemen antara lain
v Planning
v Staffing
v Directing
v Controling
v Inovating
v Representing
v Coordinating
[1] Ngalim Purwanto,
Administarasi dan Supervisi Pendidikan,
(Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 1.
[2]
Ibid.,
hlm. 2
[3] R. Fred David,
Konsep Manajemen Strategis
, (Jakarta: PT Indeks, 2004),
hlm. 54.
[4] Ngalim Purwanto,
Op.Cit.,
hlm. 5
[5] S.P. Malayu Hasibuan,
Manajemen Sumber Daya Manusia
, (Jakarta: PT
Toko Gunung Agung, 1995), hlm. 13.
[6] Malayu,
Manajemen,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 1-3.
[7] Syafaruddin, Irwan Nasution,
Manajemen Pembelajaran,
(Jakarta:
Quantum Teaching,2005), hlm. 71.
[8] Malayu,
Op.Cit.,
hlm. 37.
[9] George R. Terry,
Prinsip-Prinsip Manajemen,
(Jakarta: Bumu Aksara
1990), hlm. 17.
[10] Oteng Sutisna,
Administrasi Pendidikan.
(Bandung: Angkasa,
1985),
hlm. 20.
Share this:
Program Administrasi
Tujuan Pendidikan Nasional berdasarkan kepada Pancasila, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Salah satu tujuan
Pendidikan Nasional di atas, diimplimentasikan dalam berbagai kegiatan
yang telah dilakukan diantaranya dalam pengelolaan administrasi sekolah
yang mencakup diantaranya dalam peningkatan jenis mutu pelayanan kepada
masyarakat. Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan Pendidikan
Nasional dimaksud, maka kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus ditunjang
oleh pelayanan administrasi sekolah yang teratur, terarah, dan terencana.
Pelayanan administrasi sekolah yang baik akan menunjang penyelenggaran
proses belajar dan mengajar yang baik pula sesuai Permendiknas Nomor 24
Tahun 2008.
Penyelenggaraan proses belajar yang baik akan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa seperti yang diharapkan oleh tujuan Pendidikan Nasional.
Pelayanan administrasi sekolah yang baik harus mengikuti ketentuan dan
peraturan yang telah dikeluarkan oleh instansi atau unit yang relevan di
lingkungan Departemen/ Dinas Pendidikan Nasional. Agar semua sekolah
dapat menyelenggarakan pendidikan di sekolah, sesuai dengan ketentuan dan
peraturan administrasi sekolah yang berlaku.
Dalam pelaksanaan kegiatan sekolah khususnya bidang administrasi selalu
mengacu kepada peraturan dan prundang-undangan yang berlaku, adapun
sumber tersebut adalah : (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional; (2) Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang
Standar Sarana Prasarana Sekolah SD-MI, SMP-MTS, SMA-MA.
(3)
Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 20 tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Bandung. (4) Permendiknas nomor 24
tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah; (5)
Kepres nomor 80 tahun 2003 tentang Pengelolaan Pengadaan Barang/ Jasa
(6) Keputusan Kepala SMA Negeri 5 Bandung nomor 800/ 579/ SMAN
5/2010 tentang Pedoman Kerja SMA Negeri 5 Bandung.
dokumen; (3) Meningkatkan pelayanan 7K; (4) Meningkatkan kompetensi
sumber daya manusia (SDM).
Secara khusus kegiatan bidang administrasi mengacu pada peningkatan mutu
pelayanan administrasi, antara lain :
a. Administrasi kepegawaian.
b. Administrasi keuangan.
c. Administrasi kesiswaan.
d. Administrasi pengelolaan perlengkapan/ inventarisasi.
e. Administrasi persuratan dan kearsipan.
f. Pengelolaan kebersihan, keamanan, ketertiban, keindahan, dan
kerindangan (5-K).
Pengorganisasian Personil.
Unsur Administrasi adalah tenaga kependidikan SMA Negeri 5 Bandung,
berstatus Pegawai Negeri Sipil dan Non Pegawai Negeri Sipil, memenuhi
kualifikasi akademik dan kompetensi secara umum dan khusus dengan
ketentuan :
Bagi yang berstatus Pegawai Negeri Sipil keberadaannya ditetapkan
secara tersendiri sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Bagi yang berstatus Non Pegawai Negeri Sipil keberadaannya didasarkan
atas kebutuhan SMA Negeri 5 Bandung dengan memperhatikan ketentuan
rekrutmen yang telah ditetapkan.
Unsur Tata Usaha terdiri dari :
(1) Tenaga administrasi; (2) Tenaga perpustakaan; (3) Tenaga laboratorium;
(4) Tenaga kebersihan; (5) Tenaga teknis
Tugas Pokok Bidang Administrasi.
2. Bagian Keuangan. Bendahara Rutin/ UYHD. Melaksanakan administrasi keuangan untuk gaji pegawai negeri sipil (PNS), administrasi dana UYHD yang bersumber dari pemerintah. Bendahara SPP (PUMC). Melaksanakan administrasi keuangan Komite Sekolah.
3. Bagian Kepegawaian Melaksanakan administrasi kepegawaian tenaga edukatif dan tenaga administratif.
4. Bagian Kesiswaan. Melaksanakan administrasi kelengkapan bidang kesiswaan : buku induk siswa, data siswa, absensi siswa, dll.
5. Bagian Perlengkapan/ Inventarisasi. Melaksanakan administrasi bidang perlengkapan, pengelolaan barang milik Negara dan milik sekolah, penyediaan sarana/ prasarana pendidikan.
6. Bidang Umum.
o Persuratan dan Kearsipan. Pengelolaan surat-surat yang masuk maupun yang keluar, dan mengelola kearsipan.
o Penggandaan. Melaksanakan tugas penggandaan/ perbanyakan baik dalam bentuk soal maupun surat-surat edaran intern sekolah.
o K-5. Melaksanakan tugas keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, dan kerindangan.
Kepala Administrasi :
Dharma Nirwana, S.AP.
Bendahara Rutin :
Gularso
Bendahara PUMC:
Suhermiasri
Loading
ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN SEKOLAH
i
ADMINISTRASI
DAN PENGELOLAAN SEKOLAH
(
Administrasi Kurikulum dan Pembelajaran
)
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDKAN
PERTANIAN
CIANJUR
2009
KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL
i
KATA PENGANTAR
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akademik dan nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat
seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni: (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial, (c) kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi pendidikan, (e) kompetensi penelitian dan pengembangan, dan (f) kompetensi sosial. Dari hasil uji kompetensi di beberapa daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah masih perlu ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi peneli tian dan pengembangan. Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah baik bagi pengawas sekolah dalam jabatan terlebih lagi bagi para pengawas sekolah.
Materi dasar untuk semua dimensi kompetensi sengaja
masingmasing dinas kab/kota di seluruh Indonesia.
Untuk meningkatkan kompetensi pengawas, PPPPTK Pertanian mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Jarak Jauh (PPJJ). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kuantitas layanan yang diharapkan sampai ke seluruh dinas kab/kota di Indonesia.
Perkembangan teknologi informasi ini membuka peluang bagi dunia pendidikan untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan kompetensi pengawas dengan kuantitas yang diharapkan.
ii
Bahan ajar ini digunakan pada PPJJ PPPPTK Pertanian Cianjur, sebagai bahan acuan peningkatan kompetensi menejerial pengawas. Cianjur, April 2009
Kepala PPPPTK Pertanian Cianjur Drs. Dedy H. Karwan, MM
NIP 130929635 iii
http://ahmadialqorni.blogspot.com/2012/05/administrasi-dan-pengelolaan-sekolah.html
PENTINGNYA MANAJEMEN DALAM
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam
Dosen,
Dr. H. Hasbi Indra, MA.
Dede Mahfudh Dayat
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS IBN KHALDHUN
BOGOR
1430 H/2009 M
A. Pendahuluan
berbagai alternatif opsi dan peluang mengaktualisasikan diri di masa depan.
Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital sebagai pendorong individu dan warga masyarakat untuk meraih progresivitas pada semua lini kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat menjadi determinan penting bagi proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah idealisme pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.
Namun dalam tataran ideal, pergeseran paradigma yang awalnya memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial, kini dipandang sebagai suatu lahan bisnis basah yang mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan. Perubahan pengelolaan tersebut harus seirama dengan tuntutan zaman.
Situasi, kondisi dan tuntutan pasca booming-nya era reformasi membawa konsekuensi kepada pengelola pendidikan untuk melihat kebutuhan kehidupan di masa depan. Maka merupakan hal yang logis ketika pengelola pendidikan mengambil langkah antisipatif untuk mempersiapkan diri bertahan pada zamannya. Mempertahankan diri dengan tetap mengacu pada pembenahan total mutu pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan adalah sebuah keniscayaan.
B. Pembahasan
1. Pengertian Manajemen
kemampuan menjalankan dan mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling a business” (Oxford, 2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner (1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk mencapai organisasi yang telah ditetapkan. G.R. Terry (1986) –sebagaimana dikutip Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen sebagai suatu proses, sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen kemudian diartikan sebagai suatu rentetan langkah yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system yang bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system adalah suatu kesatuan dinamis yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan secara organik; dinamis berarti bergerak, berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yang bergerak di dalam dan yang menggerakkan sistem itu adalah manusia; ekonomi berarti kegiatan dalam sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan teknis berarti dalam kegiatan dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu (Kadarman, 1991).
seperti sarana dan prasarana, waktu, SDM, metode dan lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, dan efisien.
2. Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan
Kepekaan melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan menjadi modal utama untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan dapat menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik inilah diperlukan berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk mengembangkan pendidikan yang disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah efek domino (positif) dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran, biaya, serta marketing pendidikan.
Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun masih terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.
fungsi dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
a. Planning
Satu-satunya hal yang pasti di masa depan dari organisasi apapun termasuk lembaga pendidikan adalah perubahan, dan perencanaan penting untuk menjembatani masa kini dan masa depan yang meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Mondy dan Premeaux (1995) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Perencanaan amat penting untuk implementasi strategi dan evaluasi strategi yang berhasil, terutama karena aktivitas pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, dan pengendalian tergantung pada perencanaan yang baik (Fred R. David, 2004).
Dalam konteks lembaga pendidikan, untuk menyusun kegiatan lembaga pendidikan, diperlukan data yang banyak dan valid, pertimbangan dan pemikiran oleh sejumlah orang yang berkaitan dengan hal yang direncanakan. Oleh karena itu kegiatan perencanaan sebaiknya melibatkan setiap unsur lembaga pendidikan tersebut dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Menurut Rusyan (1992) ada beberapa hal yang penting dilaksanakan terus menerus dalam manajemen pendidikan sebagai implementasi perencanaan, diantaranya:
- Merinci tujuan dan menerangkan kepada setiap pegawai/personil lembaga pendidikan.
- Menerangkan atau menjelaskan mengapa unit organisasi diadakan.
- Menentukan tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan pengelompokkan tugas terhadap masing-masing personil.
- Menetapkan kebijaksanaan umum, metode, prosedur dan petunjuk pelaksanaan lainnya.
- Mempersiapkan uraian jabatan dan merumuskan rencana/sekala pengkajian.
- Memilih para staf (pelaksana), administrator dan melakukan pengawasan.
- Merumuskan jadwal pelaksanaan, pembakuan hasil kerja (kinerja), pola pengisian staf dan formulir laporan pengajuan.
- Menentukan keperluan tenaga kerja, biaya (uang) material dan tempat.
- Menyiapkan anggaran dan mengamankan dana.
Hirarki Rencana
Visi, Misi, Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan
Prosedur dan Kebijakan Program
Anggaran
Sumber: Terry (1986); Kadarman et.al (1996) b. Organizing
Dalam konteks pendidikan, pengorganisasian merupakan salah satu aktivitas manajerial yang juga menentukan berlangsungnya kegiatan kependidikan sebagaimana yang diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi memiliki berbagai unsur yang terpadu dalam suatu sistem yang harus terorganisir secara rapih dan tepat, baik tujuan, personil, manajemen, teknologi, siswa/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, dan faktor luar seperti masyarakat dan lingkungan sosial budaya.
Sutisna (1985) mengemukakan bahwa organisasi yang baik senantiasa mempunyai dan menggunakan tujuan, kewenangan, dan pengetahuan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dalam organisasi yang baik semua bagiannya bekerja dalam keselarasan seakan-akan menjadi sebagian dari keseluruhan yang tak terpisahkan. Semua itu baru dapat dicapai oleh organisasi pendidikan, manakala dilakukan upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, 2) Mengembangkan prosedur yang berlaku, 3) Menentukan persyaratan bagi instruktur dan karyawan yang diterima, 4) Membagi sumber daya instruktur dan karyawan yang ada dalam pekerjaan.
c. Actuating
Dalam pembahasan fungsi pengarahan, aspek kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Sehingga definisi fungsi pengarahan selalu dimulai dimulai dan dinilai cukup hanya dengan mendifinisikan kepemimpinan itu sendiri.
didefinisikan sebagai suatu kemampuan, proses atau fungsi yang digunakan untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin juga harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah berhasil membawa organisasinya mencapai tujuannya, maka saat itu dapat dianalogikan bahwa ia telah berhasil menggerakkan organisasinya dalam arah yang sama tanpa paksaan.
Dalam konteks lembaga pendidikan, kepemimpinan pada gilirannya bermuara pada pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yang dilihat dari mutu pembelajaran yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga pendidikan. Soetopo dan Soemanto (1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan pendidikan ialah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan sukarela. Di dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan harus dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas untuk mencapai tujuan bersama yaitu tujuan organisasi, tujuan individu dan tujuan pemimpinnya.
berlaku umum bagi setiap pimpinan termasuk pimpinan lembaga pendidikan, yaitu:
1. Technical skill-ability to use knowledge, methods, techniques and equipment necessary for the performance of specific tasks acquired from experiences, education and training. 2. Human skill-ability and judgment in working with and
through people, including in understanding of motivation and an application of effective leadership.
3. Conceptual skill-ability to understand the complexities of the overall organization and where one’s own operation fits into the organization. This knowledge permits one to act according to the objectives of the total organization rather than only on the basis of the goals and needs of one’s own immediate group.
d. Controling
Sebagaimana yang dikutif Muhammad Ismail Yusanto (2003), Mockler (1994) mendifinisikan pengawasan sebagai suatu upaya sistematis untuk menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi; untuk membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan itu; menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut; dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan telah digunakan dengan cara yang paling efekif dan efisien guna tercapainya tujuan perusahaan.
1) Pengawasan yang dilakukan pimpinan dengan memfokuskan pada usaha mengatasi hambatan yang dihadapi para instruktur atau staf dan tidak semata-mata mencari kesalahan.
2) Bantuan dan bimbingan diberikan secara tidak langsung. Para staf diberikan dorongan untuk memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan pimpinan hanya membantu.
3) Pengawasan dalam bentuk saran yang efektif 4) Pengawasan yang dilakukan secara periodik.
3. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan
Dalam ranah aktivitas, implementasi manajemen terhadap pengelolaan pendidikan haruslah berorientasi pada efektivitas terhadap segala aspek pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan (dalam perspektif syariah). Berikut ini merupakan urgensi manajemen terhadap bidang manajemen pendidikan:
a. Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan
2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi 3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan
4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan b. Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar pada staff development (teacher development), meliputi:
1) Training
1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)
2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program, Ekskul)
3) Pemberdayaan OSIS d. Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .
e. Manajemen Lingkungan
Urgensi manajemen terhadap lingkungan pendidikan bertujuan dalam merangkul seluruh pihak terkait yang akan berpengaruh dalam segala kebijakan dan keberlangsungan pendidikan. Manajemen ini berupaya mewujudkan cooperation with Society dan stake holder identification.
C. Penutup
organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi.
Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dalam beraktivitas. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolok ukur kegiatan. Tolok ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal atau haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang muslim, sementara yang haram akan ditinggalkan semata-mata untuk menggapai keridloan Allah SWT.
Daftar Pustaka
David, R. Fred. 2004. Konsep Manajemen Strategis, Edisi VII (terjemahan). Jakarta, PT Indeks.
Hasibuan, S.P. Malayu. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan II. Jakarta, PT Toko Gunung Agung.
Ismail, M. Yusanto. 2003. Pengantar Manajemen Syariat, Cetakan II. Jakarta, Khairul Bayan.
Johnson, R.A. 1973. The Theory and Management of System. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.
Kadarman, A.M. et.al. 1996. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta, Gramedia.
Mondy, R.W.and Premeaux, S.H. 1995. Management: Concepts, Practices and Skills. New Jersey, Prentice Hall Inc Englewood Cliffs.
Oxford, Learner’s Pocket Dictionary. 2005. Newyork, Oxford University Press.
Rusyan, A. Tabrani. 1992. Manajemen Kependidikan. Bandung: Media Pustaka.
Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty. 1982. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa. Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam,
Cetakan I. Jakarta: Ciputat Press.
Posted on Juli 7, 2012 PENDAHULUAN
No. 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dan disempurnakan menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pedoman pelaksanaannyapun telah dibuat melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Konsekuensi logis dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa
dan semangat otonomi.
Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan pendidikannya.
Secara ideal, paradigma baru pendidikan tersebut mestinya mewarnai kebijakan pendidikan baik kebijakan pendidikan yang bersifat substantif maupun implementatif. Seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra (2002: xii) bahwa dengan era otonomi daerah : ”lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, universitas (perguruan tinggi), dan lainnya – yang terintegrasi dalam pendidikan nasional-haruslah melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru pendidikan nasional”. Selain itu, implementasi kebijakan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di daerah dan di tingkat satuan pendidikan.
(rethinking) dan direaktualisasi. Salah satu konsepnya adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
ANALISIS MASALAH
Era otonomi daerah telah mengakibatkan terjadinya pergeseran arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, meliputi berbagai aspek mendasar yang saling berkaitan, yaitu (1) dari sentralistik menjadi desentralistik, (2) dari kebijakan yang top down ke kebijakan yang bottom up, (3) dari orientasi pengembangan parsial menjadi orientasi pengembangan holistik, (4) dari peran pemerintah sangat dominan ke meningkatnya peranserta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif, serta (5) dari lemahnya peran institusi non sekolah ke pemberdayaan institusi masyarakat, baik keluarga, LSM, pesantren, maupun dunia usaha (Fasli Jalal, 2001: 5).4
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar dalam mengembangkan keunggulan pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan seluruh sumber internal dan eksternal dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan (Wikipedia, 2012)
MBS juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya internal dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja.
Bagaimana Menerapkan MBS?
terdapat beberapa langkah strategis yang perlu sekolah lakukan:
- Merumuskan dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama dengan indikator dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional pendidikan.
- Menetapkan strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan lulusan yang diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan pembiayaan
- Meningkatan daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan, kelemahan lingkungan internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian penting dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.
- Meningkatkan efektivitas komunikasi pihak internal dan eksternal sekolah dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada siswa.
Dalam upaya peningkatan mutu MBS sekolah perlu meningkatkan standar pengelolaan untuk mendapatkan (1) visi dan misi sekolah yang diputuskan bersama. (2) menetapkan tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan (3) menetapkan strategi yang melibatkan semua pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah harapkan yang berporos pada meningkatkan mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu lulusan dengan menerapkan delapan standar nasional pendidikan sebagai rujukan mutu termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk menyediakan akses dan kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang mungkin sekolah wujudkan. Sekolah yang efektif memiliki dokumen program yang telah disepakati bersama dan semua pihak yang terlibat memahami tugas masing-masing.
- Melaksanakan kegiatan sesuai dengan program sesuai dengan standar, melaksanakan anggaran sesuai dengan yang disepakati, memanfaatkan seluruh sumber daya secara efektif dan efisien, dan memastikan bahwa seluruh tahap kegiatan yang dilaksanakan seusai dengan rencana.
- Melaksanakan kontrol sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan mengolah hasil evaluasi sebagai bahan perbaikan selanjutnya.
Untuk mendukung efektifnya empat tahap kegiatan itu perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang beberapa hal berikut :
- Mendeskripsikan lulusan dengan indikator yang jelas yang diikuti dengan indentifikasi kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan sistem pengelolaan.
- Meningkatkan keberdayaan sekolah dalam mengembangkan sistem informasi sebagai bahan pengambilan keputusan.
- Menyediakan infomasi yang perlu dipahami oleh seluruh anggota komunitas agar tiap orang dipastikan dapat melaksanakan tugasnya secara optimal
- Meningkatkan kegiatan sosialisasi program sehingga semua pihak dipastikan mendapatkan informasi secara transparan dan akuntabel.
- Meningkatkan kekerapan dan kedalaman komunikasi baik secara langsung maupun komunikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
- Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.
- Melaksanakan pertemuan mengembangakan rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan evaluasi hasil.
- Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.
- Melakukan perbaikan berkelanjutan.
perdebatan pada tahap-tahap awal pengadopsian, tetapi ia terus diterima setelah beberapa waktu, sedemikian rupa sehingga hanya sedikit pemangku kepentingan ingin kembali pada pendekatan yang lebih sentralistik dalam mengelola sekolah.
Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS. Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan.
1. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan.
Dengan kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut.
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama
juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran
komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
6. Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
1) Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2). Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3). Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru. Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6). Kesulitan Koordinasi.
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.
Peran Masyarakat dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Di Era otonomi daerah, ada perluasan peluang bagi peran serta masyarakat dalam pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, untuk mendorong partisipasi masyarakat, di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Dewan Pendidikan, sedangkan di tingkat sekolah dibentuk komite sekolah. Pembentukan komite sekolah didasarkan pada keputusan Mendiknas No.044/U/2002 tentang panduan
pembentukan komite sekolah.
dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu, dapat dilakukan melalui pemungutan suara.
Masyarakat diberdayakan dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus bangsa. Berbagai institusi kemasyarakatan ditingkatkan wawasan, sikap, kemampuan, dan komitmennya sehingga dapat berperan serta secara aktif dan bertanggung jawab dalam pendidikan. Institusi pendidikan tradisionil seperti pesantren, keluarga, lembaga adat, berbagai wadah organisasi pemuda bahkan partai politik bukan hanya diberdayakan sehingga dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan lebih baik, melainkan juga diupayakan untuk menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan nasional.
Demikian juga, ada upaya peningkatan partisipasi dunia usaha/industri dan sektor swasta dalam pendidikan karena sebagai pengguna sudah semestinya dunia usaha juga ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Apabila lebih banyak institusi kemasyarakatan peduli terhadap pendidikan maka pendidikan akan lebih mampu menjangkau berbagai kelompok sasaran khusus seperti kelompok wanita dan anak-anak kurang beruntung (miskin, berkelainan, tinggal di daerah terpencil dan sebagainya).
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, perlu dilakukan pembenahan sebagai kebijakan dasar, yaitu pengembangan kesadaran tunggal dalam kemajemukan, pengembangan kebijakan sosial, pengayaan berkelanjutan (continuous enrichment) dan pengembangan kebijakan afirmatif (affirmative
policy) (Fasli Jalal, 2001:72-73).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebgai berikut :
1. Konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi. Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan pendidikannya.
2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar
dalam mengembangkan keunggulan pengelolaan
sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
3. Di Era otonomi daerah, ada perluasan peluang bagi peran serta masyarakat dalam pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, untuk mendorong partisipasi masyarakat, di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Dewan Pendidikan, sedangkan di tingkat sekolah dibentuk komite sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Fasli Jalal. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa.
Wawan E. Kuswandono, Reformasi Birokrasi, Perspektif Politik, Jurnal Jejaring Administrasi Publik, Departemen Administrasi FISIP, Unair, th I no. 3, Januari-Juni 2010
Keputusan Mendiknas No.044/U/2002 tentang panduan pembentukan komite sekolah,
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wikipedia, Manajemen Berbasis Sekolah
http://kembar3n.wordpress.com/2012/07/07/reformasi- administrasi-publik-pada-sektor-pendidikan-di-era-otonomi-daerah-melalui-manajemen-berbasis-sekolah-m-b-s/
KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL
02-A2
ADMINISTRASI
DAN PENGELOLAAN SEKOLAH
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
KATA PENGANTAR
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompe- tensi pengawas sekolah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akade- mik dan nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni: (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial, (c) kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi pendidikan, (e) kompetensi penelitian dan pengembangan, dan (f) kompetensi sosial. Dari hasil uji kompetensi di beberapa daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah masih perlu ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi peneli- tian dan pengembangan. Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah baik bagi pengawas sekolah dalam jabatan terlebih lagi bagi para calon pengawas sekolah.
Materi dasar untuk semua dimensi kompetensi sengaja disiapkan agar dapat dijadikan rujukan oleh para pelatih dalam melaksanakan diklat pening- katan kompetensi pengawas sekolah di mana pun pelatihan tersebut dilaksa-nakan. Kepada tim penulis materi diklat kompetensi pengawas sekolah yang terdiri atas dosen LPTK dan widya iswara dari LPMP dan P4TK kami ucapkan terima kasih. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.
Jakarta, Juni 2008
Direktur Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi... ii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Dimensi Kompetensi ... 1
C. Kompetensi yang Hendak Dicapai ... 2
D. Indikator Pencapaian... 2
E. Alokasi Waktu... 2
F. Skenario Pelatihan... 2
BAB II DIMENSI ADMINISTRASI SEKOLAH... 4
A. Administrasi Kurikulum dan Pembelajaran... 5
B. Administrasi Kesiswaan ... 21
C. Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan ... 35
D. Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan... 37
E. Administrasi Pembiayaan ... 44
G. Administrasi Bimbingan dan Konseling ... 55
H. Administrasi Tata
Persuratan ... 55
BAB III PENGELOLAAN SEKOLAH ... 63
A. Pengertian, Tujuan, Karakteristik, dan Prinsip MBS... 63
B. Kemampuan Dasar Pengawas Sekolah... 69
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dalam dasa warsa terakhir berkembang visi dan paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan umumnya, dan sekolah khususnya. Apabila pada era sebelumnya sekolah dipandang sebagai bagian dari birokrasi pendi- dikan, maka sekarang ini sekolah adalah lembaga yang melayani masyarakat. Pergeseran paradigma ini berimplikasi luas dalam administrasi dan pengelo- laan sekolah.
Paling tidak ada tiga prinsip atau azas yang harus selalu diperhatikan dalam pengelolaan sekolah, yaitu: partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Ketiga hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan mutu pendidikan yang selama ini belum menggembirakan. Partisipasi, menuntut setiap penye- lenggara dan pengelola sekolah melibatkan stakeholder dalam perumusan berbagai kebijakan. Transparansi mengharuskan sekolah terbuka, terutama dalam pemerolehan dan penggunaan dana, sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat. Transparansi tidak akan terjadi tanpa didukung oleh akuntabilitas, yaitu pertanggung jawaban pihak sekolah terhadap orang tua dan masyarakat, tidak hanya dalam aspek pengelolaan sumber-sumber daya, namun juga dalam proses pembelajaran dan pelayanan yang mereka berikan.
Dengan adanya pergeseran paradigma tersebut, maka kepala sekolah semakin dituntut serius, berhati-hati dan terbukan dalam administrasi dan pengelolaan sekolah. Hal ini tentu harus didukung oleh pengawas, selaku pembina, pembimbing dan penilai kinerja sekolah.
Materi pelatihan ini dirancang bagi pengawas, sebagai bekal mereka dalam memantau dan membina administrasi dan pengelolaan sekolah.
B. Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir pendidikan dan pelatihan ini
adalah dimensi kompetensi supervisi manajerial.
C. Kompetensi yang Hendak Dicapai
Setelah mengikuti materi pendidikan dan latihan ini, pengawas diharapkan mampu
membina kepala kekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan berdasarkan
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
D. Indikator Pencapaian
Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Pengawas diharapkan:
1. Mampu menguasai substansi dan teknis administrasi sekolah yang meliputi: administrasi kurikulum, peserta didik, ketenagan, sarana dan prasarana, keuangan, bimbingan dan konseling serta hubungan sekolah dengan masyarakat.
3. Mampu memahami konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, tujuan, prinsip, karakteristik dan implementasinya.
4. Mampu membina kepala sekolah dalam mengelola sekolah sesuai dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
E. Alokasi Waktu
No.
Materi Diklat Alokasi
1. Konsep Dasar Administrasi Sekolah 1 jam 2. Bidang Garapan Administrasi Sekolah 4 jam 3. Pengelolaan Sekolah berdasarkan MPBS 2 jam