• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADMINISTRASI dan PENGELOLAAN Sekolah docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ADMINISTRASI dan PENGELOLAAN Sekolah docx"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

ADMINISTRASI MANAJEMEN

DALAM

PENGELOLAAN PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu

dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas usaha untuk

memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan untuk melakukan

pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan tugas dan tanggung jawab

dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka

terbentuklah kerjasama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi.

Pada dasarnya manajemen itu penting sebab pekerjaan itu berat dan sulit

untuk dikerjakan sendiri sehingga itu perlu pembagian kerja, tugas dan

tanggung jawab dalam penyelesaiannya. Manajemen yang baik akan

meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki.

Manajemen selalu dibutuhkan dalam setiap kerjasama dalam sekelompok

orang.

Setiap manejer dalam pelaksanaan tugasnya, aktivitasnya, dan

keterampilannya untuk mencapai tujuan harus melaksanakan perencanaan

pengorganisasian, penngarahan, dan pengendalian dengan baik.

Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital sebagai pendorong

individu dan warga masyarakat untuk meraih progresivitas pada semua lini

kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat menjadi determinan penting

bagi proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah

idealisme pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

1.

A. Administrasi Pendidikan

Kata administrasi berasal dari bahasa Latin yang terdiri atas

kata

ad

dan

ministare.

Kata

ad

mempunyai arti yang sama dengan

kata

to

dalam bahasa inggris, yang berarti “ke” atau “kepada”.

Dan

ministare

sama artinya dengan kata

to surve

atau

toconduct

yang berarti

“melayani”, “membantu”, atau “mengarahkan”. Dalam bahasa inggris

to

administer

berarti pula “mengatur”, “memelihara” (to look after), dan

mengarahkan.[1]

Jadi, kata “administrasi” dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha

untuk membantu, melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan

didalam mencapai suatu tujuan. Meskipun peraktek administrasi sejak dahulu

kala telah dilaksanakan orang, bahkan sejak manusia bermasyarakat dan

bernegara, administrasi sebagai ilmu baru muncul pada permulaan

pertengahan kedua abad ke-19.

Frederick Taylor

(1856) sering disebut sebagai bapak dari gerakan

manajemen berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia dapat pula

dikatakan sebagai pelopor dari timbulnya ilmu administrasi. Ia pernah

bekerja sebagai buruh rendahan sampai tingkat yang paling tinggi di dalam

perusahaan.[2]

Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan

pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material yang

bersangkut paut dengan pendidikan, jadi dalam proses administrasi

pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses

pencapaian tujuan pendidikan itu di integrasikan, diorganisasi dan

dikioordinasi secara efektif, dan semateri yang diperlukan dan yang telah ada

dimanfaatkan secara efesien.

(3)

Engkoswara (1987:1) mengemukakan bahwa “ administrasi pendidikan

dalam arti seluas-luasanya adalah suatu ilmu yang mempelajari penataan

sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif”.

Selanjutnya mengatakan penataan mengandung makna, “mengatur,

manajemen, memimpin, mengelola atau mengadministrasikan sumber daya

yang meliputi merencanakan, melaksanakan dan mengawasi, atau membina”.

Sumber dayanya terdiri dari; (1) sumber daya manusia (peserta didik,

pendidik, dan pemakai jasa pendidikan), (2) sumber belajar atau kurikulum

(segala sesuatu yang disediakan lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan),

dan (3) fasilitas (peralatan, barang, dan keuangan yang menunjang

kemungkinan terjadinya pendidikan). Tujuan pendidikan yang produktif

berupa prestasi yang efektif, dan suasana atau proses yang efisien.

Selanjutnya keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan yang produktif dapat

dilihat dari sudut administratif, psikologis, dan ekonomis.[3]

Secara dingkatnya administrasi pendidikan ialah pembinaan, pengawasan dan

pelaksanaan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan-urusan

sekolah.

Beberapa unsur pokok didalam administrasi yang dimaksudkan. Ialah:[4]

1.

Adanya

sekelompok manusia

(sedikitnya dua orang)

2.

Adanya

tujuan

yang hendak dicapai bersama.

3.

Adanya

tugas

/fungsi yang harus dilaksanakan (kegiatan kerja sama)

4.

Adanya

peralatan dan perlengkapan

yang diperlukan.

Semua unsur tersebut harus diatur dan dikelola sedemikian rupa sehingga

mengarah kepada tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Proses administrasi pendidikan diperlukan berbagai pendekatan untuk

mencapai tujuan, salah satu pendekatan yaitu pendekatan terpadu. Konsep

pendekatan administrasi terpadu ialah suatu pendekatan yang dilandasi oleh

norma dan keadaan yang berlaku, menelaah ke masa silam dan berorientasi

ke masa depan secara cermat dan terpadu dalam berbagai dimensi.

Pendekatan terpadu melibatkan dimensi serta optimalisasi fungsi

koordinasi,dan pelaksanaannya ditunjang dengan konsep manajemen

partisipatif. Konsep manajemen partispasif, mempunyai dimensi konteks,

tujuan dan lingkungan. Hal itu dikembangkan menjadi suatu proses dalam

administrasi pendidikan terpadu yang intinya ada keterlibatan semua pihak

yang terkait dalam organisasi pendidikan.

(4)

Partisipasi dari instrumental yang ada seperti konstitusi, keterlibatan

masyarakat, kelompok atau personal. Kondisi ini,tergantung pada

keterlibatan dalam ; (a) pengambilan keputusan; (b) pelaksanaan keputusan;

(c) manfaat adanya partisipasi; dan (d) keterlibatan dalam evaluasi.

Berrdasarkan dari uraian tersebut, tampak bahwa proses administrasi merujuk

pada aktivitas pencapaian tujuan. Proses tersebut, diperlukan berbagai

pendekatan yang selaras dengan karakteristik suatu organisasi, yang

mempunyai visi, misi, fungsi dan tujuan serta strategi pencapaiannya.[5]

1.

B. Manajemen Pendidikan

Manajemen berasal dari kata

to manage

yang artinya mengatur, pengaturan

dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi

manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan

tujuan yang diinginkan.

G.R. Terry berpendapat bahwa

manajement is a distinck process of planning,

organizing, actuating, and controling performed to determine and

accomplish stated objectivies by

t

he use of human being other

recourses.

Artinya manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri

dari tindakan-tindakan perencanaan pengorganisasian, pengarahan, dan

pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai

sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan

sumber-sumber lainnya.

Sedangkan menurut Haroid dan cyrilo Donnel mengemukakan

managament

is getting things done throug people in bringing about tjis coordinating of

group activity the

manager

, as a manager plans, organizes, staffs, direct, and

control the acktivities other people.

Artinya manajemen adalah usaha

mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian

manajemen mengadakan kordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang

meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan

pengendalian.[6]

Jika kita simak defenisi-defenisi diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa

1.

Manajemen mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

2.

Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dengan seni.

A.

Manajemen merupakan proses yang sistematik, terkordinasi,

koferatif, dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya.

B.

Manajemen baru dapat diterapakan jika ada dua orang atau

lebih melakukan kerja sama dalam suatu organisasi.

C.

Manajemen harus didasarkan dengan pembagian kerja, tugas,

dan tanggung jawab.

D.

Manajemen terdiri dari beberapa fungsi.

(5)

Reiguluth dan Garfinkel (1993) menjelaskan guru adalah sebagai fasilitator

dan manajemen pendidikan. Peran ini mensyaratkan sistem yang berbasis

sumber data dan penggunaan kekuatan alat-alat dengan kemajuan tekhnologi

dari pada berbasis kepada guru.

Tugas propesional guru adalah melakukan kegiatan mengajar, dan

selanjutnya murid melakukan respon-respon yang disebut belajar. Menurut

Dauis (1991:35) peran guru sebagai menejer dalam proses pengajaran:

1.

Merencanakan, yaitu menyusun tujuan belajar mengajar (pengajaran).

2.

Mengorganisasikan, yaitu menghubungnkan atau menggabungkan

seluruh sumber daya belajar mengajar dalam mencapai tujuan secara

efektif dan efesien.

3.

Memimpin, yaitu apakah pekerjaan atau kegiatan belajar mengajar

mencapai tujuan pengajaran, sehingga diketahui hasil yang dicapai.

Fungsi manajemen pembelajaran yaitu: perencanaan pengajaran,

pengorganisasian pengajaran, dann evaluasi pengajaran. Dalam menjalankan

fungsi manajemen dimaksud, seorang guru harus memanfaatkan sumber daya

pengajaran (learning resouces) yang ada didalam kelas maupun diluar kelas.

[7]

Manajemen oleh para penulis dibagi atas beberapa fungsi, pembagian

fungsi-fungsi manajemen ini adalah:

1.

Supaya sistematika urutan pembahasannya lebih teratur.

2.

Agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam.

3.

Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses manajemen bagi

manejer.[8]

Fungsi-fungsi manajemen antara lain:

1.

Planning

Planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelopok

untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan

pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan-pemilihan

alternatif-alternatif keputusan.

2.

Organizing

Organizing ialah mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan

penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan.

(6)

Actuating atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang

dilakukan seseorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan

yang ditetapkan untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan

oleh unsur perencana dan pengorganisasian agar tujuan-tujaun tersebut dapat

dipahami.

1.

Motovating

Motivating merupakan sebuah kata yang lebih disukai oleh beberapa pihak

dari pada kata actuating. Beberapa pihak yang lain menganggap arti dari

kedua kata tersebut adalah sama.

1.

Staffing

Mencakup mendapatkan, menempatkan, dan mempertahankan anggota pada

posisi yang dibutuhkan oleh pekerjaan organisasi yang bersangkutan.

1.

Directing

Merupakan pengarahan yang diberikan kepada bawahan sehingga mereka

menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja aktif menuju sasaran

yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

1.

Controling

Mencakup kelanjuatan tugas untuk melihat apakah kegiatan dilaksanakan

sesuai rencana. Pelaksanaan kegiatan dievaluasi dan penyimpangan yang

tidak di inginkan diperbaiki supaya tujuan dapat tercapai dengan baik

1.

Inovating

Mencakup pengembangan gagasan baru, mengkombinasikan pemikiran baru

dengan yang lama, mencari gagasan dari kegitan lain dan melaksanakannya

atau dapat juga dilakukan dengan cara memberi stimulai kepada rekan

sekerja untuk mengembangkan gagasan baru dalam pekerjaan mereka.

1.

Representing

Mencakup pelaksanaan tugas pegawai sebagai anggota resmi dari sebuah

perusahaannya dalam urusannya dengan pihak pemerintahan, kalangan

swasta bank, penjual, langganan, dan kalangan luar lainnya.

1.

Coordinating

(7)

1.

C. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan

Dalam ranah aktivitas, implementasi manajemen terhadap pengelolaan

pendidikan haruslah berorientasi pada efektivitas terhadap segala aspek

pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan

(dalam perspektif syariah). Berikut ini merupakan urgensi manajemen

terhadap bidang manajemen pendidikan:[10]

1.

Manajemen Kurikulum

1) Mengupayakan efektifitas perencanaan

2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi

3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan

4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan

1.

Manajemen Personalia

Manajemen ini berkisar pada

staff development

(

teacher development

),

meliputi:

1) Training

2) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

3) Inservice Education (Pendidikan Lanjutan)

1.

Manajemen Siswa

1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)

2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan

Program, Ekskul)

3) Pemberdayaan OSIS

1.

Manajemen Keuangan

Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan

pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .

1.

Manajemen Lingkungan

(8)

BAB III

KESIMPULAN

Kata administrasi berasal dari bahasa Latin yang terdiri atas

kata

ad

dan

ministare.

Kata

ad

mempunyai arti yang sama dengan

kata

to

dalam bahasa inggris, yang berarti “ke” atau “kepada”.

Dan

ministare

sama artinya dengan kata

to surve

atau

toconduct

yang berarti

“melayani”, “membantu”, atau “mengarahkan”. Dalam bahasa inggris

to

administer

berarti pula “mengatur”, “memelihara” (to look after), dan

mengarahkan

Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan

pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material yang

bersangkut paut dengan pendidikan, jadi dalam proses administrasi

pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses

pencapaian tujuan pendidikan itu di integrasikan, diorganisasi dan

dikioordinasi secara efektif, dan semateri yang diperlukan dan yang telah ada

dimanfaatkan secara efesien.

Manajemen berasal dari kata

to manage

yang artinya mengatur, pengaturan

dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi

manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan

tujuan yang diinginkan

Fungsi-fungsi manajemen antara lain

v Planning

(9)

v Staffing

v Directing

v Controling

v Inovating

v Representing

v Coordinating

[1] Ngalim Purwanto,

Administarasi dan Supervisi Pendidikan,

(Bandung:

PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 1.

[2]

Ibid.,

hlm. 2

[3] R. Fred David,

Konsep Manajemen Strategis

, (Jakarta: PT Indeks, 2004),

hlm. 54.

[4] Ngalim Purwanto,

Op.Cit.,

hlm. 5

[5] S.P. Malayu Hasibuan,

Manajemen Sumber Daya Manusia

, (Jakarta: PT

Toko Gunung Agung, 1995), hlm. 13.

[6] Malayu,

Manajemen,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 1-3.

[7] Syafaruddin, Irwan Nasution,

Manajemen Pembelajaran,

(Jakarta:

Quantum Teaching,2005), hlm. 71.

[8] Malayu,

Op.Cit.,

hlm. 37.

[9] George R. Terry,

Prinsip-Prinsip Manajemen,

(Jakarta: Bumu Aksara

1990), hlm. 17.

[10] Oteng Sutisna,

Administrasi Pendidikan.

(Bandung: Angkasa,

1985),

hlm. 20.

Share this:

(10)

Program Administrasi

Tujuan Pendidikan Nasional berdasarkan kepada Pancasila, bertujuan untuk

meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,

mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Salah satu tujuan

Pendidikan Nasional di atas, diimplimentasikan dalam berbagai kegiatan

yang telah dilakukan diantaranya dalam pengelolaan administrasi sekolah

yang mencakup diantaranya dalam peningkatan jenis mutu pelayanan kepada

masyarakat. Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan Pendidikan

Nasional dimaksud, maka kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus ditunjang

oleh pelayanan administrasi sekolah yang teratur, terarah, dan terencana.

Pelayanan administrasi sekolah yang baik akan menunjang penyelenggaran

proses belajar dan mengajar yang baik pula sesuai Permendiknas Nomor 24

Tahun 2008.

Penyelenggaraan proses belajar yang baik akan dapat meningkatkan hasil

belajar siswa seperti yang diharapkan oleh tujuan Pendidikan Nasional.

Pelayanan administrasi sekolah yang baik harus mengikuti ketentuan dan

peraturan yang telah dikeluarkan oleh instansi atau unit yang relevan di

lingkungan Departemen/ Dinas Pendidikan Nasional. Agar semua sekolah

dapat menyelenggarakan pendidikan di sekolah, sesuai dengan ketentuan dan

peraturan administrasi sekolah yang berlaku.

Dalam pelaksanaan kegiatan sekolah khususnya bidang administrasi selalu

mengacu kepada peraturan dan prundang-undangan yang berlaku, adapun

sumber tersebut adalah : (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional; (2) Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang

Standar Sarana Prasarana Sekolah SD-MI, SMP-MTS, SMA-MA.

(3)

Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 20 tahun 2002 tentang

Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Bandung. (4) Permendiknas nomor 24

tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah; (5)

Kepres nomor 80 tahun 2003 tentang Pengelolaan Pengadaan Barang/ Jasa

(6) Keputusan Kepala SMA Negeri 5 Bandung nomor 800/ 579/ SMAN

5/2010 tentang Pedoman Kerja SMA Negeri 5 Bandung.

(11)

dokumen; (3) Meningkatkan pelayanan 7K; (4) Meningkatkan kompetensi

sumber daya manusia (SDM).

Secara khusus kegiatan bidang administrasi mengacu pada peningkatan mutu

pelayanan administrasi, antara lain :

a. Administrasi kepegawaian.

b. Administrasi keuangan.

c. Administrasi kesiswaan.

d. Administrasi pengelolaan perlengkapan/ inventarisasi.

e. Administrasi persuratan dan kearsipan.

f. Pengelolaan kebersihan, keamanan, ketertiban, keindahan, dan

kerindangan (5-K).

Pengorganisasian Personil.

Unsur Administrasi adalah tenaga kependidikan SMA Negeri 5 Bandung,

berstatus Pegawai Negeri Sipil dan Non Pegawai Negeri Sipil, memenuhi

kualifikasi akademik dan kompetensi secara umum dan khusus dengan

ketentuan :

Bagi yang berstatus Pegawai Negeri Sipil keberadaannya ditetapkan

secara tersendiri sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Bagi yang berstatus Non Pegawai Negeri Sipil keberadaannya didasarkan

atas kebutuhan SMA Negeri 5 Bandung dengan memperhatikan ketentuan

rekrutmen yang telah ditetapkan.

Unsur Tata Usaha terdiri dari :

(1) Tenaga administrasi; (2) Tenaga perpustakaan; (3) Tenaga laboratorium;

(4) Tenaga kebersihan; (5) Tenaga teknis

(12)

Tugas Pokok Bidang Administrasi.

(13)

2. Bagian Keuangan. Bendahara Rutin/ UYHD. Melaksanakan administrasi keuangan untuk gaji pegawai negeri sipil (PNS), administrasi dana UYHD yang bersumber dari pemerintah. Bendahara SPP (PUMC). Melaksanakan administrasi keuangan Komite Sekolah.

3. Bagian Kepegawaian Melaksanakan administrasi kepegawaian tenaga edukatif dan tenaga administratif.

4. Bagian Kesiswaan. Melaksanakan administrasi kelengkapan bidang kesiswaan : buku induk siswa, data siswa, absensi siswa, dll.

5. Bagian Perlengkapan/ Inventarisasi. Melaksanakan administrasi bidang perlengkapan, pengelolaan barang milik Negara dan milik sekolah, penyediaan sarana/ prasarana pendidikan.

6. Bidang Umum.

o Persuratan dan Kearsipan. Pengelolaan surat-surat yang masuk maupun yang keluar, dan mengelola kearsipan.

o Penggandaan. Melaksanakan tugas penggandaan/ perbanyakan baik dalam bentuk soal maupun surat-surat edaran intern sekolah.

o K-5. Melaksanakan tugas keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, dan kerindangan.

Kepala Administrasi :

Dharma Nirwana, S.AP.

Bendahara Rutin :

Gularso

Bendahara PUMC:

Suhermiasri

Loading

(14)

ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN SEKOLAH

i

ADMINISTRASI

DAN PENGELOLAAN SEKOLAH

(

Administrasi Kurikulum dan Pembelajaran

)

PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDKAN

PERTANIAN

CIANJUR

2009

KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL

i

KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akademik dan nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat

seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.

Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni: (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial, (c) kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi pendidikan, (e) kompetensi penelitian dan pengembangan, dan (f) kompetensi sosial. Dari hasil uji kompetensi di beberapa daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah masih perlu ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi peneli­ tian dan pengembangan. Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah baik bagi pengawas sekolah dalam jabatan terlebih lagi bagi para pengawas sekolah.

Materi dasar untuk semua dimensi kompetensi sengaja

(15)

masing­masing dinas kab/kota di seluruh Indonesia.

Untuk meningkatkan kompetensi pengawas, PPPPTK Pertanian mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Jarak Jauh (PPJJ). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kuantitas layanan yang diharapkan sampai ke seluruh dinas kab/kota di Indonesia.

Perkembangan teknologi informasi ini membuka peluang bagi dunia pendidikan untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan kompetensi pengawas dengan kuantitas yang diharapkan.

ii

Bahan ajar ini digunakan pada PPJJ PPPPTK Pertanian Cianjur, sebagai bahan acuan peningkatan kompetensi menejerial pengawas. Cianjur, April 2009

Kepala PPPPTK Pertanian Cianjur Drs. Dedy H. Karwan, MM

NIP 130929635 iii

http://ahmadialqorni.blogspot.com/2012/05/administrasi-dan-pengelolaan-sekolah.html

PENTINGNYA MANAJEMEN DALAM

PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam

Dosen,

Dr. H. Hasbi Indra, MA.

(16)

Dede Mahfudh Dayat

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS IBN KHALDHUN

BOGOR

1430 H/2009 M

A. Pendahuluan

(17)

berbagai alternatif opsi dan peluang mengaktualisasikan diri di masa depan.

Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital sebagai pendorong individu dan warga masyarakat untuk meraih progresivitas pada semua lini kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat menjadi determinan penting bagi proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah idealisme pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.

Namun dalam tataran ideal, pergeseran paradigma yang awalnya memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial, kini dipandang sebagai suatu lahan bisnis basah yang mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan. Perubahan pengelolaan tersebut harus seirama dengan tuntutan zaman.

Situasi, kondisi dan tuntutan pasca booming-nya era reformasi membawa konsekuensi kepada pengelola pendidikan untuk melihat kebutuhan kehidupan di masa depan. Maka merupakan hal yang logis ketika pengelola pendidikan mengambil langkah antisipatif untuk mempersiapkan diri bertahan pada zamannya. Mempertahankan diri dengan tetap mengacu pada pembenahan total mutu pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan adalah sebuah keniscayaan.

B. Pembahasan

1. Pengertian Manajemen

(18)

kemampuan menjalankan dan mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling a business” (Oxford, 2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner (1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk mencapai organisasi yang telah ditetapkan. G.R. Terry (1986) –sebagaimana dikutip Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen sebagai suatu proses, sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.

Manajemen kemudian diartikan sebagai suatu rentetan langkah yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system yang bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system adalah suatu kesatuan dinamis yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan secara organik; dinamis berarti bergerak, berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yang bergerak di dalam dan yang menggerakkan sistem itu adalah manusia; ekonomi berarti kegiatan dalam sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan teknis berarti dalam kegiatan dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu (Kadarman, 1991).

(19)

seperti sarana dan prasarana, waktu, SDM, metode dan lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, dan efisien.

2. Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan

Kepekaan melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan menjadi modal utama untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan dapat menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik inilah diperlukan berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk mengembangkan pendidikan yang disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah efek domino (positif) dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran, biaya, serta marketing pendidikan.

Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun masih terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.

(20)

fungsi dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.

a. Planning

Satu-satunya hal yang pasti di masa depan dari organisasi apapun termasuk lembaga pendidikan adalah perubahan, dan perencanaan penting untuk menjembatani masa kini dan masa depan yang meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Mondy dan Premeaux (1995) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Perencanaan amat penting untuk implementasi strategi dan evaluasi strategi yang berhasil, terutama karena aktivitas pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, dan pengendalian tergantung pada perencanaan yang baik (Fred R. David, 2004).

(21)

Dalam konteks lembaga pendidikan, untuk menyusun kegiatan lembaga pendidikan, diperlukan data yang banyak dan valid, pertimbangan dan pemikiran oleh sejumlah orang yang berkaitan dengan hal yang direncanakan. Oleh karena itu kegiatan perencanaan sebaiknya melibatkan setiap unsur lembaga pendidikan tersebut dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

Menurut Rusyan (1992) ada beberapa hal yang penting dilaksanakan terus menerus dalam manajemen pendidikan sebagai implementasi perencanaan, diantaranya:

- Merinci tujuan dan menerangkan kepada setiap pegawai/personil lembaga pendidikan.

- Menerangkan atau menjelaskan mengapa unit organisasi diadakan.

- Menentukan tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan pengelompokkan tugas terhadap masing-masing personil.

- Menetapkan kebijaksanaan umum, metode, prosedur dan petunjuk pelaksanaan lainnya.

- Mempersiapkan uraian jabatan dan merumuskan rencana/sekala pengkajian.

- Memilih para staf (pelaksana), administrator dan melakukan pengawasan.

- Merumuskan jadwal pelaksanaan, pembakuan hasil kerja (kinerja), pola pengisian staf dan formulir laporan pengajuan.

- Menentukan keperluan tenaga kerja, biaya (uang) material dan tempat.

- Menyiapkan anggaran dan mengamankan dana.

(22)

Hirarki Rencana

Visi, Misi, Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan

Prosedur dan Kebijakan Program

Anggaran

Sumber: Terry (1986); Kadarman et.al (1996) b. Organizing

(23)

Dalam konteks pendidikan, pengorganisasian merupakan salah satu aktivitas manajerial yang juga menentukan berlangsungnya kegiatan kependidikan sebagaimana yang diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi memiliki berbagai unsur yang terpadu dalam suatu sistem yang harus terorganisir secara rapih dan tepat, baik tujuan, personil, manajemen, teknologi, siswa/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, dan faktor luar seperti masyarakat dan lingkungan sosial budaya.

Sutisna (1985) mengemukakan bahwa organisasi yang baik senantiasa mempunyai dan menggunakan tujuan, kewenangan, dan pengetahuan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dalam organisasi yang baik semua bagiannya bekerja dalam keselarasan seakan-akan menjadi sebagian dari keseluruhan yang tak terpisahkan. Semua itu baru dapat dicapai oleh organisasi pendidikan, manakala dilakukan upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, 2) Mengembangkan prosedur yang berlaku, 3) Menentukan persyaratan bagi instruktur dan karyawan yang diterima, 4) Membagi sumber daya instruktur dan karyawan yang ada dalam pekerjaan.

c. Actuating

Dalam pembahasan fungsi pengarahan, aspek kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Sehingga definisi fungsi pengarahan selalu dimulai dimulai dan dinilai cukup hanya dengan mendifinisikan kepemimpinan itu sendiri.

(24)

didefinisikan sebagai suatu kemampuan, proses atau fungsi yang digunakan untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin juga harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah berhasil membawa organisasinya mencapai tujuannya, maka saat itu dapat dianalogikan bahwa ia telah berhasil menggerakkan organisasinya dalam arah yang sama tanpa paksaan.

Dalam konteks lembaga pendidikan, kepemimpinan pada gilirannya bermuara pada pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yang dilihat dari mutu pembelajaran yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga pendidikan. Soetopo dan Soemanto (1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan pendidikan ialah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan sukarela. Di dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan harus dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas untuk mencapai tujuan bersama yaitu tujuan organisasi, tujuan individu dan tujuan pemimpinnya.

(25)

berlaku umum bagi setiap pimpinan termasuk pimpinan lembaga pendidikan, yaitu:

1. Technical skill-ability to use knowledge, methods, techniques and equipment necessary for the performance of specific tasks acquired from experiences, education and training. 2. Human skill-ability and judgment in working with and

through people, including in understanding of motivation and an application of effective leadership.

3. Conceptual skill-ability to understand the complexities of the overall organization and where one’s own operation fits into the organization. This knowledge permits one to act according to the objectives of the total organization rather than only on the basis of the goals and needs of one’s own immediate group.

d. Controling

Sebagaimana yang dikutif Muhammad Ismail Yusanto (2003), Mockler (1994) mendifinisikan pengawasan sebagai suatu upaya sistematis untuk menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi; untuk membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan itu; menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut; dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan telah digunakan dengan cara yang paling efekif dan efisien guna tercapainya tujuan perusahaan.

(26)

1) Pengawasan yang dilakukan pimpinan dengan memfokuskan pada usaha mengatasi hambatan yang dihadapi para instruktur atau staf dan tidak semata-mata mencari kesalahan.

2) Bantuan dan bimbingan diberikan secara tidak langsung. Para staf diberikan dorongan untuk memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan pimpinan hanya membantu.

3) Pengawasan dalam bentuk saran yang efektif 4) Pengawasan yang dilakukan secara periodik.

3. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan

Dalam ranah aktivitas, implementasi manajemen terhadap pengelolaan pendidikan haruslah berorientasi pada efektivitas terhadap segala aspek pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan (dalam perspektif syariah). Berikut ini merupakan urgensi manajemen terhadap bidang manajemen pendidikan:

a. Manajemen Kurikulum

1) Mengupayakan efektifitas perencanaan

2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi 3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan

4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan b. Manajemen Personalia

Manajemen ini berkisar pada staff development (teacher development), meliputi:

1) Training

(27)

1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)

2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program, Ekskul)

3) Pemberdayaan OSIS d. Manajemen Keuangan

Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .

e. Manajemen Lingkungan

Urgensi manajemen terhadap lingkungan pendidikan bertujuan dalam merangkul seluruh pihak terkait yang akan berpengaruh dalam segala kebijakan dan keberlangsungan pendidikan. Manajemen ini berupaya mewujudkan cooperation with Society dan stake holder identification.

C. Penutup

(28)

organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi.

Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dalam beraktivitas. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolok ukur kegiatan. Tolok ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal atau haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang muslim, sementara yang haram akan ditinggalkan semata-mata untuk menggapai keridloan Allah SWT.

Daftar Pustaka

David, R. Fred. 2004. Konsep Manajemen Strategis, Edisi VII (terjemahan). Jakarta, PT Indeks.

Hasibuan, S.P. Malayu. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan II. Jakarta, PT Toko Gunung Agung.

(29)

Ismail, M. Yusanto. 2003. Pengantar Manajemen Syariat, Cetakan II. Jakarta, Khairul Bayan.

Johnson, R.A. 1973. The Theory and Management of System. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.

Kadarman, A.M. et.al. 1996. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta, Gramedia.

Mondy, R.W.and Premeaux, S.H. 1995. Management: Concepts, Practices and Skills. New Jersey, Prentice Hall Inc Englewood Cliffs.

Oxford, Learner’s Pocket Dictionary. 2005. Newyork, Oxford University Press.

Rusyan, A. Tabrani. 1992. Manajemen Kependidikan. Bandung: Media Pustaka.

Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty. 1982. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa. Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam,

Cetakan I. Jakarta: Ciputat Press.

Posted on Juli 7, 2012 PENDAHULUAN

(30)

No. 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dan disempurnakan menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pedoman pelaksanaannyapun telah dibuat melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Konsekuensi logis dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa

dan semangat otonomi.

Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan pendidikannya.

Secara ideal, paradigma baru pendidikan tersebut mestinya mewarnai kebijakan pendidikan baik kebijakan pendidikan yang bersifat substantif maupun implementatif. Seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra (2002: xii) bahwa dengan era otonomi daerah : ”lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, universitas (perguruan tinggi), dan lainnya – yang terintegrasi dalam pendidikan nasional-haruslah melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru pendidikan nasional”. Selain itu, implementasi kebijakan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di daerah dan di tingkat satuan pendidikan.

(31)

(rethinking) dan direaktualisasi. Salah satu konsepnya adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

ANALISIS MASALAH

Era otonomi daerah telah mengakibatkan terjadinya pergeseran arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, meliputi berbagai aspek mendasar yang saling berkaitan, yaitu (1) dari sentralistik menjadi desentralistik, (2) dari kebijakan yang top down ke kebijakan yang bottom up, (3) dari orientasi pengembangan parsial menjadi orientasi pengembangan holistik, (4) dari peran pemerintah sangat dominan ke meningkatnya peranserta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif, serta (5) dari lemahnya peran institusi non sekolah ke pemberdayaan institusi masyarakat, baik keluarga, LSM, pesantren, maupun dunia usaha (Fasli Jalal, 2001: 5).4

(32)

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar dalam mengembangkan keunggulan pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan seluruh sumber internal dan eksternal dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan (Wikipedia, 2012)

MBS juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya internal dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja.

Bagaimana Menerapkan MBS?

(33)

terdapat beberapa langkah strategis yang perlu sekolah lakukan:

- Merumuskan dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama dengan indikator dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional pendidikan.

- Menetapkan strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan lulusan yang diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan pembiayaan

- Meningkatan daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan, kelemahan lingkungan internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian penting dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.

- Meningkatkan efektivitas komunikasi pihak internal dan eksternal sekolah dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada siswa.

(34)

Dalam upaya peningkatan mutu MBS sekolah perlu meningkatkan standar pengelolaan untuk mendapatkan (1) visi dan misi sekolah yang diputuskan bersama. (2) menetapkan tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu lulusan (3) menetapkan strategi yang melibatkan semua pihak untuk mewujudkan tujuan yang sekolah harapkan yang berporos pada meningkatkan mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu lulusan dengan menerapkan delapan standar nasional pendidikan sebagai rujukan mutu termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk menyediakan akses dan kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang mungkin sekolah wujudkan. Sekolah yang efektif memiliki dokumen program yang telah disepakati bersama dan semua pihak yang terlibat memahami tugas masing-masing.

- Melaksanakan kegiatan sesuai dengan program sesuai dengan standar, melaksanakan anggaran sesuai dengan yang disepakati, memanfaatkan seluruh sumber daya secara efektif dan efisien, dan memastikan bahwa seluruh tahap kegiatan yang dilaksanakan seusai dengan rencana.

(35)

- Melaksanakan kontrol sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan mengolah hasil evaluasi sebagai bahan perbaikan selanjutnya.

Untuk mendukung efektifnya empat tahap kegiatan itu perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang beberapa hal berikut :

- Mendeskripsikan lulusan dengan indikator yang jelas yang diikuti dengan indentifikasi kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan sistem pengelolaan.

- Meningkatkan keberdayaan sekolah dalam mengembangkan sistem informasi sebagai bahan pengambilan keputusan.

- Menyediakan infomasi yang perlu dipahami oleh seluruh anggota komunitas agar tiap orang dipastikan dapat melaksanakan tugasnya secara optimal

- Meningkatkan kegiatan sosialisasi program sehingga semua pihak dipastikan mendapatkan informasi secara transparan dan akuntabel.

- Meningkatkan kekerapan dan kedalaman komunikasi baik secara langsung maupun komunikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

(36)

- Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.

- Melaksanakan pertemuan mengembangakan rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan evaluasi hasil.

- Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.

- Melakukan perbaikan berkelanjutan.

(37)

perdebatan pada tahap-tahap awal pengadopsian, tetapi ia terus diterima setelah beberapa waktu, sedemikian rupa sehingga hanya sedikit pemangku kepentingan ingin kembali pada pendekatan yang lebih sentralistik dalam mengelola sekolah.

Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS. Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan.

1. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.

(38)

3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.

4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.

(39)

khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan.

Dengan kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut.

1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.

2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.

Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.

3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama

juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran

komunikasi yang baru.

4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.

5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.

6. Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)

(40)

1) Tidak Berminat Untuk Terlibat

Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.

2). Tidak Efisien

Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.

3). Pikiran Kelompok

Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.

(41)

Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.

5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru. Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.

6). Kesulitan Koordinasi.

Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.

(42)

Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.

Peran Masyarakat dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

Di Era otonomi daerah, ada perluasan peluang bagi peran serta masyarakat dalam pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, untuk mendorong partisipasi masyarakat, di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Dewan Pendidikan, sedangkan di tingkat sekolah dibentuk komite sekolah. Pembentukan komite sekolah didasarkan pada keputusan Mendiknas No.044/U/2002 tentang panduan

pembentukan komite sekolah.

(43)

dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu, dapat dilakukan melalui pemungutan suara.

Masyarakat diberdayakan dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus bangsa. Berbagai institusi kemasyarakatan ditingkatkan wawasan, sikap, kemampuan, dan komitmennya sehingga dapat berperan serta secara aktif dan bertanggung jawab dalam pendidikan. Institusi pendidikan tradisionil seperti pesantren, keluarga, lembaga adat, berbagai wadah organisasi pemuda bahkan partai politik bukan hanya diberdayakan sehingga dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan lebih baik, melainkan juga diupayakan untuk menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan nasional.

Demikian juga, ada upaya peningkatan partisipasi dunia usaha/industri dan sektor swasta dalam pendidikan karena sebagai pengguna sudah semestinya dunia usaha juga ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Apabila lebih banyak institusi kemasyarakatan peduli terhadap pendidikan maka pendidikan akan lebih mampu menjangkau berbagai kelompok sasaran khusus seperti kelompok wanita dan anak-anak kurang beruntung (miskin, berkelainan, tinggal di daerah terpencil dan sebagainya).

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, perlu dilakukan pembenahan sebagai kebijakan dasar, yaitu pengembangan kesadaran tunggal dalam kemajemukan, pengembangan kebijakan sosial, pengayaan berkelanjutan (continuous enrichment) dan pengembangan kebijakan afirmatif (affirmative

policy) (Fasli Jalal, 2001:72-73).

(44)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebgai berikut :

1. Konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi. Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan pendidikannya.

2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar

dalam mengembangkan keunggulan pengelolaan

sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

3. Di Era otonomi daerah, ada perluasan peluang bagi peran serta masyarakat dalam pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, untuk mendorong partisipasi masyarakat, di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Dewan Pendidikan, sedangkan di tingkat sekolah dibentuk komite sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

(45)

Fasli Jalal. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta:

Adicita Karya Nusa.

Wawan E. Kuswandono, Reformasi Birokrasi, Perspektif Politik, Jurnal Jejaring Administrasi Publik, Departemen Administrasi FISIP, Unair, th I no. 3, Januari-Juni 2010

Keputusan Mendiknas No.044/U/2002 tentang panduan pembentukan komite sekolah,

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wikipedia, Manajemen Berbasis Sekolah

http://kembar3n.wordpress.com/2012/07/07/reformasi- administrasi-publik-pada-sektor-pendidikan-di-era-otonomi-daerah-melalui-manajemen-berbasis-sekolah-m-b-s/

KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL

02-A2

(46)

ADMINISTRASI

DAN PENGELOLAAN SEKOLAH

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN

DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

(47)

KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompe- tensi pengawas sekolah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akade- mik dan nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.

Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni: (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial, (c) kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi pendidikan, (e) kompetensi penelitian dan pengembangan, dan (f) kompetensi sosial. Dari hasil uji kompetensi di beberapa daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah masih perlu ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi peneli- tian dan pengembangan. Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah baik bagi pengawas sekolah dalam jabatan terlebih lagi bagi para calon pengawas sekolah.

Materi dasar untuk semua dimensi kompetensi sengaja disiapkan agar dapat dijadikan rujukan oleh para pelatih dalam melaksanakan diklat pening- katan kompetensi pengawas sekolah di mana pun pelatihan tersebut dilaksa-nakan. Kepada tim penulis materi diklat kompetensi pengawas sekolah yang terdiri atas dosen LPTK dan widya iswara dari LPMP dan P4TK kami ucapkan terima kasih. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

Jakarta, Juni 2008

Direktur Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK

(48)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Dimensi Kompetensi ... 1

C. Kompetensi yang Hendak Dicapai ... 2

D. Indikator Pencapaian... 2

E. Alokasi Waktu... 2

F. Skenario Pelatihan... 2

BAB II DIMENSI ADMINISTRASI SEKOLAH... 4

A. Administrasi Kurikulum dan Pembelajaran... 5

B. Administrasi Kesiswaan ... 21

C. Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan ... 35

D. Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan... 37

E. Administrasi Pembiayaan ... 44

(49)

G. Administrasi Bimbingan dan Konseling ... 55

H. Administrasi Tata

Persuratan ... 55

BAB III PENGELOLAAN SEKOLAH ... 63

A. Pengertian, Tujuan, Karakteristik, dan Prinsip MBS... 63

B. Kemampuan Dasar Pengawas Sekolah... 69

(50)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Dalam dasa warsa terakhir berkembang visi dan paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan umumnya, dan sekolah khususnya. Apabila pada era sebelumnya sekolah dipandang sebagai bagian dari birokrasi pendi- dikan, maka sekarang ini sekolah adalah lembaga yang melayani masyarakat. Pergeseran paradigma ini berimplikasi luas dalam administrasi dan pengelo- laan sekolah.

Paling tidak ada tiga prinsip atau azas yang harus selalu diperhatikan dalam pengelolaan sekolah, yaitu: partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Ketiga hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan mutu pendidikan yang selama ini belum menggembirakan. Partisipasi, menuntut setiap penye- lenggara dan pengelola sekolah melibatkan stakeholder dalam perumusan berbagai kebijakan. Transparansi mengharuskan sekolah terbuka, terutama dalam pemerolehan dan penggunaan dana, sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat. Transparansi tidak akan terjadi tanpa didukung oleh akuntabilitas, yaitu pertanggung jawaban pihak sekolah terhadap orang tua dan masyarakat, tidak hanya dalam aspek pengelolaan sumber-sumber daya, namun juga dalam proses pembelajaran dan pelayanan yang mereka berikan.

Dengan adanya pergeseran paradigma tersebut, maka kepala sekolah semakin dituntut serius, berhati-hati dan terbukan dalam administrasi dan pengelolaan sekolah. Hal ini tentu harus didukung oleh pengawas, selaku pembina, pembimbing dan penilai kinerja sekolah.

Materi pelatihan ini dirancang bagi pengawas, sebagai bekal mereka dalam memantau dan membina administrasi dan pengelolaan sekolah.

B. Dimensi Kompetensi

Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir pendidikan dan pelatihan ini

adalah dimensi kompetensi supervisi manajerial.

C. Kompetensi yang Hendak Dicapai

Setelah mengikuti materi pendidikan dan latihan ini, pengawas diharapkan mampu

membina kepala kekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan berdasarkan

manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

D. Indikator Pencapaian

Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Pengawas diharapkan:

1. Mampu menguasai substansi dan teknis administrasi sekolah yang meliputi: administrasi kurikulum, peserta didik, ketenagan, sarana dan prasarana, keuangan, bimbingan dan konseling serta hubungan sekolah dengan masyarakat.

(51)

3. Mampu memahami konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, tujuan, prinsip, karakteristik dan implementasinya.

4. Mampu membina kepala sekolah dalam mengelola sekolah sesuai dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

E. Alokasi Waktu

No

.

Materi Diklat Alokasi

1. Konsep Dasar Administrasi Sekolah 1 jam 2. Bidang Garapan Administrasi Sekolah 4 jam 3. Pengelolaan Sekolah berdasarkan MPBS 2 jam

F. Skenario Diklat

1. Perkenalan

2. Penjelasan tentang dimensi kompetensi, indikator, alokasi waktu dan ske-nario pendidikan

dan pelatihan administrasi dan pengelolaan sekolah

3.

Pre-test

4. Eksplorasi pemahaman peserta berkenaan dengan administrasi dan penge-lolaan sekolah

melalui pendekatan andragogi.

5. Penyampaian Materi Diklat:

a. Menggunakan pendekatan andragogi, yaitu lebih mengutamakan pengungkapan kembali

pengalaman peserta pelatihan, menganalisis, menyimpulkan, dan mengeneralisasi dalam

suasana diklat yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan bermakna. Peranan

pelatih lebih sebagai fasilitator.

b. Diskusi tentang indikator keberhasilan administrasi dan pengelolaan sekolah.

c. Praktik analisis kasus pembinaan administrasi dan pengelolaan sekolah.

6.Post test

(52)

BAB II

DIMENSI ADMINISTRASI SEKOLAH

Sebagai suatu sistem, sekolah terdiri atas komponen-kompenen yang saling terkait dan

saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan. Berbagai input mulai dari siswa, guru, biaya, serta

instrumental

dan

environmental input

lainnya harus dapat didayagunakan seefektif mungkin

dalam proses transformasi, untuk menghasilkan output berupa peserta didik yang memiliki

seperangkat nilai, sikap, pengetahuan serta keterampilan baru. Untuk menda- yagunakan semua

sumber daya tersebut, diperlukan administrasi dan penge-lolaan sekolah yang baik.

Kata ‘administrasi’ berasal dari bahasa Latin, “

ad”

dan

”ministrare”

.

Ad

berarti intensif,

ministrare

berarti melayani, membantu, dan memenuhi. Administrasi berarti melayani secara

intensif (Husaini Usman, 2006). Selanjutnya, Simon (1987) menafsirkan bahwa administrasi

sebagai seni untuk menyelesaikan sesuatu. Kegiatan administrasi ditekankan pada proses dan

metode untuk menjamin suatu tindakan yang tepat.

Administrasi dapat dipandang sebagai proses dan dapat pula dipandang sebagai tugas

(kewajiban). Administrasi sebagai proses sama dengan admi-nistrasi dalam arti luas.

Administrasi sebagai proses kegiatan meliputi: perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan/kepemimpinan dan pengawasan/ pengendalian. Keempat komponen tersebut

merupakan suatu sistem yang terpadu, yakni antara satu dengan lainnya saling berkaitan secara

utuh. Artinya, perencanaan harus diorganisasikan, diarahkan, dan diawasi. Pengorganisasian

juga harus direncanakan, diarahkan, dan kemudian dikendalikan. Begitu pula pengendalian pun

harus direncanakan, diorganisasikan, dan diarahkan. Oleh karena itu administrasi sekolah

merupakan kegiatan penyediaan, pengaturan dan pendayagunaan segenap sumber daya untuk

mencapai tujuan pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien.

Adapun bidang tugas yang harus dikelola di dalam administrasi sekolah antara lain

mencakup: (1) administrasi kurikulum dan pembelajaran (2) administrasi kesiswaan, (3)

administrasi pendidik dan tenaga kependi- dikan, (4) administrasi sarana dan prasarana

pendidikan, (5) administrasi keuangan/pembiayaan, (6) administrasi program hubungan sekolah

dengan masyarakat, (7) administrasi program bimbingan dan konseling, dan (8) administrasi

persuratan. Berikut ini akan diuraikan kedelapan bidang tugas tersebut.

A. Administrasi Kurikulum dan Pembelajaran

1. Kurikulum

Gambar

Tabel 2.1. Struktur Kurikulum TK
Tabel 2.3 Struktur Kurikulum SMP/MTs
Tabel 5.2.Contoh Alokasi Waktu pada Kelender Pendidikan
Grafik Daya Serap/ Ketuntasan Belajar
+3

Referensi

Dokumen terkait

Selamat siang bpak/ibu di poltekpel surabaya,saya mengirimkan saran ini bertujuan untuk demi kelancara para peserta diklat yang mengalami masalah pendaftaran diklat secara online

[r]

PT Sinarmas Sekuri- tas or its affiliates may be involved in transactions contrary to any opinion herein or have positions in the securities recommended herein and may seek or will

Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk

SINTESIS HIDROGEL POLI (VINIL ALKOHOL)-GLUTARALDEHID (PVA-GA) DAN KAJIAN PERILAKU PELEPASAN KALIUM KLORIDA DARI HIDROGEL KE DALAM MEDIA AQUADEST.. Universitas Pendidikan Indonesia

Bagi para peserta/penyedia barang dan jasa yang mengikuti lelang di Unit Layanan Pengadaan Badan Pengusahaan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, agar mengabaikan

[r]

pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang atau barang dari suatu tempat ke tempat