• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS ) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING BERORIENTASI PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI PERBANDINGAN KELAS VIII SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS ) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING BERORIENTASI PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI PERBANDINGAN KELAS VIII SMP."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU nomor 20 tahun 2003). Pendidikan merupakan faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas pula. Sumber daya yang berkualitas berimplikasi pada kehidupan bangsa dan negara yang lebih baik. Oleh karena itu, masalah yang berkaitan dengan pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius.

(2)

2

pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar. Sumber belajar adalah informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu peserta didik dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum (Abdul Majid, 2007 : 170). Bahan ajar merupakan salah satu bentuk dari sumber belajar. Menurut Abdul Majid (2007: 173), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, diharapkan guru dapat mengembangkan dan menyusun bahan ajar sendiri sebagai sumber belajar peserta didik.

(3)

3

Matematika merupakan mata pelajaran wajib pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Hal ini sesuai yang terlampir dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 68 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Depdiknas, 2006: 345). Hal ini menunjukkan bahwa matematika harus dikuasai oleh setiap siswa.

(4)

4

Tabel 1. Daya Serap Ujian Nasional Matematika SMP/MTS Tahun

Pelajaran

Kemampuan yang

Diuji Kota/Kab Provinsi Nasional

2011/2012

Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta

Penurunan penguasaan materi perbandingan ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam proses pembelajaran. Di sisi lain, materi perbandingan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut agar penguasaan materi peserta didik terhadap materi perbandingan kembali meningkat agar peserta didik dapat menerapkannya dalam permasalahan sehari-hari.

(5)

5

Demikian pula tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). NCTM (2000)

menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh peserta didik, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).

Kedua pendapat tersebut dipertegas dengan lampiran pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses yang menyebutkan bahwa kemampuan pemecahan masalah menjadi salah satu sasaran utama dalam kurikulum 2013. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu hal terpenting dalam matematika. Kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh peserta didik agar dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sehingga matematika menjadi lebih bermakna.

(6)

6

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sangat dianjurkan. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah pendekatan penemuan terbimbing.

Penemuan terbimbing yang dimaksud yaitu peserta didik menemukan konsep melalui bimbingan dan arahan dari guru karena pada umumnya sebagian besar peserta didik masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Abel dan Smith (dalam Leo Adhar Effendi, 2012) mengungkapkan bahwa guru memiliki pengaruh yang paling penting terhadap kemajuan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam metode penemuan terbimbing, guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing peserta didik melalui pertanyaan-pertanyaan dan mengarahkan peserta didik untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang sedang ia peroleh. Peserta didik didorong untuk berpikir dan menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan konsep, teorema, rumus, pola, ataupun aturan (Erman Suherman, 2001: 179) berdasarkan bahan ajar yang telah disediakan guru.

(7)

7

diharapkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan berbagai kegiatan pemecahan masalah akan meningkat.

Berdasarkan uraian tersebut, dipandang perlu dikembangkannya LKS dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah materi perbandingan kelas VIII SMP. Sasaran utama dari pengembangan LKS ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Hal ini dikarenakan kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu bagian terpenting dalam matematika. Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ADDIE yang terdiri dari lima tahap, yaitu Analysis (Analisis), Design (Perancangan), Development (Pengembangan), Implementation (Implementasi), dan Evaluation (Evaluasi). Model ini dipilih karena langkah-langkahnya

sistematis dan sederhana dibandingkan dengan model lain.

Dengan konsep tersebut, LKS yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran untuk peserta didik kelas VIII SMP pada materi perbandingan menjadi lebih menarik serta mempermudah dan membangun pemahaman siswa terhadap konsep dan materi matematika sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berlaku. Adapun diagram alir penelitian disajikan pada lampiran F3.

B. Identifikasi Masalah

(8)

8

1. Masih banyak guru yang tidak mengembangkan bahan ajar.

2. Penguasaan peserta didik pada materi perbandingan mengalami penurunan yang tajam pada tahun pelajaran 2013/2014 berdasarkan hasil daya serap ujian nasional mata pelajaran matematika SMP/MTS tahun pelajaran 2011/2012 sampai tahun pelajaran 2013/2014.

3. Masih terbatasnya lembar kegiatan siswa (LKS) yang menunjang terciptanya proses belajar mengajar yang berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik.

C. Pembatasan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada materi perbandingan kelas VIII yang diujicobakan di SMP Negeri 1 Piyungan, Bantul. Adapun kualitas dari LKS yang dikembangkan dibatasi pada aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana mengembangkan lembar kegiatan siswa (LKS) dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah materi perbandingan kelas VIII SMP? 2. Bagaimana kualitas LKS yang dihasilkan ditinjau dari aspek kevalidan,

(9)

9 E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengembangkan LKS dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah materi perbandingan kelas VIII SMP.

2. Menghasilkan LKS dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah materi perbandingan kelas VIII SMP yang memenuhi kualitas valid, praktis, dan efektif.

F. Manfaat Penelitian

Pengembangan LKS dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah materi perbandingan kelas VIII SMP ini mempunyai manfaat sebagai berikut.

1. Bagi Peserta Didik

Dengan menggunakan LKS sebagai sumber belajar matematika, diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik dalam mempelajari perbandingan, memperkaya pengalaman, membangun konsep matematika pada diri peserta didik, dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

2. Bagi Guru

(10)

10 3. Bagi Peneliti Lain

Menambah wawasan mengenai pengembangan LKS matematika dan kemudian dapat dijadikan acuan mengembangkan LKS matematika untuk materi, kelas maupun jenjang pendidikan yang lain.

4. Bagi Pembaca

(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Pembelajaran Matematika

Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku (Herman Hudojo, 1988: 1). Pengertian tersebut sesuai dengan pendapat Fontana (dalam Erman Suherman, 2001: 8), belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengamatan. Perubahan tingkah laku tersebut dapat diamati dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama.

Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989: 5), perubahan dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi personal.

Menurut Robert M. Gagne (dalam Benny A. Pribadi, 2009: 6), belajar dapat diartikan sebagai “A natural process that leads to change in what we

know, what we can do, and how we behave.” Belajar adalah proses alami

yang mengarah kepada perubahan pada pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang. Sedangkan menurut Robert Heinich, dkk (Benny A. Pribadi, 2009: 6), belajar diartikan sebagai “... development of new knowledge, skills, or

(12)

12

sebuah proses pengembangan pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap individu yang terjadi melalui sumber-sumber belajar.

Berdasarkan definisi belajar dari beberapa pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha individu yang mengarah kepada proses pengembangan sikap, pengetahuan, maupun keterampilan melalui berbagai sumber belajar dan berlaku dalam waktu yang relatif lama.

Kegiatan belajar sangat erat kaitannya dengan pembelajaran. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang diharapkan.

Menurut Gagne dalam Benny A. Pribadi (2009: 9), istilah pembelajaran dapat diartikan sebagai “a set of events embedded in purposeful

activities that facilitate learning.” Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan

(13)

13

kepentingan pembelajaran (learned centered). Istilah pembelajaran digunakan untuk menggantikan istilah “pengajaran” yang lebih bersifat sebagai aktivitas

yang berpusat pada guru (teacher centered). Dengan kata lain, pembelajaran adalah aktivitas yang diadakan untuk memfasilitasi kegiatan belajar.

Dari beberapa definisi tentang pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang sengaja dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, maupun keterampilan.

Terdapat beberapa macam mata pelajaran dalam pembelajaran di sekolah. Salah satunya adalah matematika. Matematika dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang paling sulit oleh peserta didik. Matematika dianggap suatu objek yang abstrak, teroritis, dan banyak menggunakan simbol-simbol. Padahal matematika sudah dikenalkan sejak pembelajaran di sekolah dasar. Hal ini bisa jadi dikarenakan kurangnya mengkaitkan matematika dengan pengalaman yang dialami oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari (Herman Hudojo, 1988: 2).

(14)

14

Menurut Elea Tinggih (Erman Suherman, 2001: 18), perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses bernalar. Sedangkan menurut Ruseffendi (Erman Suherman, 2001: 18), matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Dapat disimpulkan bahwa dalam matematika kemampuan bernalar merupakan hal yang penting.

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang sengaja dirancang untuk mengembangkan potensi peserta didik yang meliputi kemampuan matematis dan pemecahan masalah.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

a. Definisi Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik (Abdul Majid, 2007: 176). LKS biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu masalah atau tugas. Sedangkan menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 40), lembar kegiatan siswa adalah salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. LKS dapat memudahkan guru untuk mengelola proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang teacher centered diubah menjadi student centered dengan menggunakan LKS. Hal

(15)

15

untuk menemukan sendiri konsep-konsep melalui aktivitas individu maupun kelompok.

Menurut Trianto (2009: 222), lembar kegiatan siswa (LKS) adalah panduan peserta didik yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lembar kegiatan siswa (LKS) adalah seperangkat sarana atau sumber belajar yang dapat digunakan guru untuk membantu peserta didik dalam proses pembelajaran yang sistematis.

b. Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Dalam menyiapkan lembar kegiatan siswa (LKS), dapat dilakukan beberapa langkah–langkah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23-24) : 1) Analisis kurikulum.

2) Menyusun peta kebutuhan lembar kegiatan siswa (LKS). 3) Menentukan judul lembar kegiatan siswa (LKS).

4) Penulisan lembar kegiatan siswa (LKS), yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(16)

16

d) Struktur lembar kegiatan siswa (LKS), secara umum sebagai berikut:

i. Judul.

ii. Petunjuk belajar (petunjuk siswa). iii.Kompetensi yang akan dicapai. iv.Informasi pendukung.

v. Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja. vi.Penilaian.

Menurut Azhar Arsyad (2002: 85-88), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan LKS. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu:

1) Konsistensi

a) Gunakan konsistensi format dari halaman ke halaman. b) Konsisten dalam jarak spasi.

2) Format

a) Jika paragraf yang panjang sering digunakan, tampilan satu kolom lebih disarankan. Jika paragraf yang sering digunakan pendek tampilah dua kolom lebih sesuai.

b) Isi yang berbeda dipisahkan dan diberi label secara visual.

c) Strategi pembelajaran yang berbeda sebaiknya dipisahkan dan diberi label secara visual.

(17)

17

a) Mengupayakan peserta didik /pembaca untuk mengetahui posisinya dalam teks secara kesuluruhan.

b) Menyusun teks sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh.

c) Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian teks. 4) Daya Tarik

Memperkenalkan setiap bab atau bagian baru dengan cara yang berbeda dengan harapan dapat memotivasi peserta didik untuk terus membaca. 5) Ukuran Huruf

a) Memilih huruf yang sesuai dengan peserta didik, pesan, dan lingkungannya.

b) Menghindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks karena dapat membuat proses membaca terganggu.

6) Ruang Kosong

a) Menggunakan ruang kosong yang tidak berisi teks atau gambar untuk menambah kontras. Ruang kosong dapat berbentuk:

(1) Ruangan sekitar judul, (2) Batas tepi (margin), (3) Spasi antarkolom,

(4) Permulaan paragraf diidentasi,

(5) Penyesuaian spasi antarbaris atau antarparagraf.

(18)

18

c) Menambahkan spasi antarparagraf untuk meningkatkan tingkat keterbacaan.

c. Syarat Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa (LKS) merupakan salah satu contoh dari bahan ajar dalam bentuk cetakan (Abdul Majid, 2007:174). Untuk membuat lembar kegiatan siswa (LKS) yang baik, harus memenuhi beberapa kriteria. Hal tersebut bertujuan supaya lembar kegiatan siswa (LKS) yang dihasilkan dapat menunjang proses pembelajaran dan menunjang pencapaian hasil belajar peserta didik dalam memahami suatu materi tertentu baik dalam segi teori maupun praktek. Oleh sebab itu, lembar kegiatan siswa (LKS) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Darmodjo & Kaligis, 1992: 41-46).

1) Syarat didaktik

Lembar kegiatan siswa (LKS) sebagai salah satu bentuk sarana berlangsungnya proses pembelajaran haruslah memenuhi persyaratan didaktik, artinya LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran yang efektif, yaitu:

a) LKS yang baik memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga dapat digunakan oleh peserta didik dengan kemampuan yang berbeda-beda.

(19)

19

c) LKS memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta didik, sehingga dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menulis, menggambar, berdialog dengan temannnya, menggunakan alat, menyentuh benda nyata, dan sebagainya.

d) LKS dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri peserta didik. Jadi tidak semata-mata ditujukan untuk mengenal fakta-fakta dan konsep – konsep materi. Oleh karena itu diperlukan bentuk kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat berhubungan dengan orang lain, mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada orang lain, dan sebagainya.

e) LKS memuat pengalaman belajar yang ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi peserta didik (intelektual, emosional, dan sebagainya), dan bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran. 2) Syarat konstruksi

Syarat konstruksi adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh peserta didik. Adapun syarat-syarat konstruksi dari LKS yang disusun adalah sebagai berikut.

(20)

20

b) LKS menggunakan struktur kalimat yang jelas.

c) LKS memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.

d) LKS) hendaknya menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka. Dianjurkan menggunakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas.

e) LKS tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan peserta didik.

f) LKS menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada peserta didik untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS. Selain itu, LKS hendaknya memberikan tempat atau bingkai untuk menuliskan jawaban atau keperluan lain.

g) LKS menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. h) LKS menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. i) LKS dapat digunakan peserta didik yang lamban maupun cepat. j) LKS memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat sebagai

sumber motivasi.

k) LKS mempunyai identitas meliputi nama, kelas, tanggal, dan sebagainya untuk memudahkan peserta didik.

(21)

21

Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut.

(1) Penggunaan huruf yang jelas dibaca meliputi jenis dan ukuran huruf.

(2) Penggunaan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban peserta didik bila perlu.

(3) Memperhatikan perbandingan ukuran huruf dengan ukuran gambar.

b) Gambar

Gambar yang baik adalah gambar yang dapat menyampaikan pesan atau isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS untuk mendukung kejelasan konsep.

c) Penampilan

Penampilan LKS hendaknya dibuat menarik yaitu meliputi ukuran LKS, desain tampilanbaik isi maupun kulit buku yang meliputi tata letak dan ilustrasi.

3. Kualitas Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Nieveen dan Van den Akker dalam Rochmad (2012: 68) mengemukakan bahwa LKS yang dikembangkan perlu memperhatikan kriteria kualitas. LKS dinyatakan berkualitas apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

a. Kevalidan

(22)

22

rasional yaitu validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis (Anas Sudijono, 2007: 164). Oleh karena itu kevalidan LKS dapat diukur dengan penilaian para ahli. LKS dikatakan valid jika LKS dinyatakan layak digunakan dengan revisi atau tanpa revisi oleh validator dan skor rata-rata penilaian memenuhi kriteria minimal baik. Kelayakan tersebut dinilai berdasarkan kesesuaian dengan pendekatan penemuan terbimbing, orientasi LKS pada kemampuan pemecahan masalah, dan kualitas isi materi LKS menurut Hermawan (Endang Widjajanti, 2010: 5-6), serta kesesuaian dengan syarat didaktik, kontruksi, dan teknis (Hendro Darmojo dan Jenny R. E Kaligis, 1992: 41-46).

b. Kepraktisan

Nieven (Rochmad, 2012: 70) mengemukakan bahwa kepraktisan LKS dapat dilihat dari tingkat kemudahan dan keterbantuan dalam penggunaannya. Tingkat kepraktisan LKS dapat dilihat dari respon guru dan peserta didik terhadap pembelajaran menggunakan LKS. LKS dinyatakan praktis jika respon guru dan peserta didik terhadap kemudahan dan keterbantuan penggunaan LKS yang dikembangkan memenuhi kriteria minimal baik.

c. Keefektifan

(23)

23

dinyatakan efektif jika hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik memenuhi kriteria minimal baik.

4. Pendekatan Penemuan Terbimbing

Dalam pembelajaran matematika, pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat perlu dilakukan sebelum proses pembelajaran agar diperoleh hasil yang optimal. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai bergantung kepada kemampuan intelektual, sikap kepribadian yang bersangkutan dan materi yang diajarkan. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah pendekatan penemuan terbimbing.

(24)

24

Menurut Herman Hudojo (2005: 95), pendekatan penemuan terbimbing adalah suatu cara penyampaian topik matematika sedemikian sehingga dalam proses pembelajaran memungkinkan peserta didik menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur matematika melalui serentetan pengalaman-pengalaman belajar yang lampau. Dalam hal ini, pengalaman belajar yang sudah didapatkan oleh peserta didik digunakan untuk mendapatkan pengalaman belajar yang baru. Dalam pendekatan penemuan terbimbing ini, peserta didik diharapkan lebih aktif dan peran guru hanya sebagai fasilitator. Tujuannya adalah dengan aktifnya peserta didik dalam menemukan konsep belajar sendiri maka konsep tersebut akan lebih lama diingat dan dapat digunakan dalam konteks yang lain. Selain itu, diharapkan peserta didik lebih termotivasi untuk mempelajari materi selanjutnya

(25)

25

Gambar 1. Skema Interaksi dalam Pendekatan Penemuan Terbimbing Menurut Martinis Yamin (Markaban, 2006: 14-15), pendekatan penemuan terbimbing tepat digunakan apabila:

a. Peserta didik telah mengenal atau mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan diajarkan.

b. Konsep yang akan diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan dan pengambilan keputusan.

c. Guru mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan, terampil mengulang pertanyaan dan sabar.

d. Waktu yang diperlukan cukup panjang.

Dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing, peran peserta didik cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada peserta didik. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan peserta didik dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya. Pemecahan masalah merupakan suatu tahap yang penting dan menentukan. Ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Dengan membiasakan peserta didik dalam kegiatan pemecahan

Guru

Siswa B Siswa A

(26)

26

masalah diharapkan akan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengerjakan soal matematika.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing yang harus dilakukan oleh guru menurut Markaban (2006: 16) adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada peserta didik dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. b. Dari data yang diberikan guru, peserta didik menyusun, memproses,

mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan peserta didik untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

c. Peserta didik menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat peserta didik tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan peserta didik, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.

(27)

27

f. Sesudah peserta didik menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing perlu diperhatikan beberapa hal (Erman Suherman, 2001: 179) sebagai berikut.

a. Aktivitas peserta didik untuk belajar sendiri sangat berpengaruh. b. Hasil akhir harus ditemukan sendiri oleh peserta didik.

c. Prasyarat yang diperlukan sudah dimiliki peserta didik.

d. Guru hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing saja.

Adapun kelebihan dari pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing menurut Marzano (Markaban, 2006: 16-17) sebagai berikut.

a. Peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan). c. Mendukung kemampuan problem solving peserta didik.

d. Memberikan wahana interaksi antar peserta didik, maupun peserta didik dengan guru, dengan demikian peserta didik juga terlatih untuk terampil berkomunikasi dengan baik dan benar.

e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena peserta didik dilibatkan dalam proses menemukanya.

(28)

28

peserta didik menemukan konsep dengan bantuan dari guru sehingga pembelajaran lebih berpusat pada peserta didik.

5. Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Made Wena (2009: 52), pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang kelak dihadapi di masyarakat. Untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangkaian strategi pembelajaran yang sesuai. Idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari (Made Wena, 2009: 52).

Adapun tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses terus-menerus manusia untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi sepanjang hayat (Herman Hudojo, 2005: 123). Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting artinya bagi peserta didik. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat menerapkan konsep yang didapatnya untuk memecahkan masalah sehari-hari.

(29)

29

a. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret.

b. Masalah untuk membuktikan.

Lebih lanjut Polya (Herman Hudojo, 2005: 125) mengatakan bahwa masalah untuk menemukan lebih penting dalam matematika elementer, sedangkan masalah untuk membuktikan lebih penting dalam matematika lanjut.

Mengajarkan pemecahan masalah kepada peserta didik merupakan kegiatan dari seorang guru di mana guru tersebut membangkitkan peserta didiknya agar menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan olehnya dan kemudian dia membimbing peserta didiknya untuk sampai kepada penyelesaian masalah (Herman Hudojo, 2005: 125). Di dalam proses pemecahan masalah, peserta didik diharapkan memahami proses menyelesaikan masalah tersebut dan menjadi terampil di dalam memilih dan mengidentifikasikan kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah mempunyai fungsi yang penting dalam kegiatan pembelajaran matematika. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama (Erman Suherman, 2001: 83).

(30)

30

yaitu: signal learning, stimulus-response learning, chaining, verbal association, discrimination learning, concept learning, rule learning, dan

problem solving. Lebih lanjut Gagne menjelaskan bahwa kemampuan

intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui kegiatan pemecahan masalah. Hal ini jelas merupakan tuntutan yang tidak mungkin bisa dicapai dengan proses pembelajaran biasa. Pembelajaran matematika yang dilakukan harus berorientasi pada kegiatan pemecahan masalah.

Menurut Polya (Erman Suherman, 2001: 84), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Keempat fase tersebut dapat diterapkan pada setiap jenjang pendidikan, termasuk SMP.

(31)

31

Berdasarkan penjelasan di atas, kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan hal yang penting dikarenakan beberapa hal berikut.

a. Peserta didik menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya dan meneliti kembali hasilnya.

b. Keputusan intelektual dari peserta didik.

c. Kemampuan intelektual peserta didik meningkat.

d. Peserta didik belajar melakukan penemuan dengan melalui kegiatan pemecahan masalah.

Strategi-strategi yang dapat digunakan dalam kegiatan pemecahan masalah menurut Max A. Sobel dan Evan M. Maletsky (2004:78) adalah sebagai berikut.

a. Menemukan jawaban dengan cara coba-coba. b. Menggunakan alat peraga, model, atau sketsa. c. Menemukan pola.

d. Memperagakan permasalahan. e. Membuat daftar, tabel, atau bagan. f. Bekerja secara mundur.

g. Menggunakan dugaan.

h. Menyelesaikan permasalahan serupa yang lebih sederhana.

(32)

32

Max A. Sobel dan Evan M. Maletsky (2004: 60) menyarankan bahwa dalam kegiatan pemecahan masalah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut.

d. Keikutsertaan peserta didik secara aktif dalam mengkonstruksikan dan mengaplikasikan ide-ide dalam matematika.

b. Pemecahan masalah sebagai alat dan juga tujuan pembelajaran.

c. Penggunaan bermacam-macam bentuk pembelajaran (kelompok kecil, penyelidikan individu, tutor sebaya, diskusi seluruh kelas, project based learning).

Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan penemuan terbimbing merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran yang berorientasi pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari pendekatan penemuan terbimbing itu sendiri.

Dalam pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah perlu perencanaan (Herman Hudojo, 2005: 129) sebagai berikut.

a. Merumuskan tujuan

Tujuan tersebut hendaknya menyatakan bahwa peserta didik akan mampu menyelesaikan masalah yang bersifat tidak rutin.

b. Memerlukan prasyarat

(33)

33

sehingga guru dapat memilih masalah yang cocok untuk disajikan kepada peserta didik.

c. Mengajarkan pemecahan masalah

Pada kegiatan pemecahan masalah, peserta didik harus mempunyai kesempatan memecahkan masalah. Guru harus menyiapkan berbagai macam masalah yang cocok diberikan kepada peserta didik. Masalah-masalah tersebut dapat dikerjakan oleh peserta didik secara individu maupun berkelompok.

6. Materi Perbandingan

(34)

34

Tabel 2. Deskripsi KI dan KD Materi Perbandingan

Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD) 3. Memahami, menerapkan, dan

menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan

wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

4.2 Menggunakan konsep perbandingan untuk menyelesaikan masalah

nyata dengan

menggunakan tabel, grafik, dan persamaan.

Berikut merupakan materi yang dibahas pada materi perbandingan yang disesuaikan dengan kompetensi dasar (KD) serta buku pokok kurikulum 2013.

a. Perbandingan senilai

Jika dan dua besaran yang berbanding senilai, maka

(35)

35

atau

Semakin besar nilai , maka semakin besar pula nilai dan berlaku sebaliknya. Grafik terhadap berbentuk garis lurus (Wono Setya Budhi, 2004: 154-158).

b. Perbandingan berbalik nilai

Jika dan dua besaran yang berbanding terbalik atau berbalik nilai, maka

dengan dan bilangan positif yang diketahui. Sehingga berlaku juga atau

Semakin besar nilai , maka semakin kecil nilai dan berlaku sebaliknya. Grafik terhadap berbentuk kurva (Wono Setya Budhi, 2004: 160-165).

B. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Leo Adhar Effendi pada tahun 2012 dalam penelitiannya yang berjudul “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP.” Penelitian ini

(36)

36

dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurrochmah Dani pada tahun 2014 dalam skripsinya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Transformasi Kelas VII SMP.” Kualitas perangkat pembelajaran yang dihasilkan ditinjau dari aspek kevalidan dikategorikan sangat baik dengan perolehan skor rata-rata 4,46 dari skor maksimal 5,00 untuk RPP dan 4,38 dari skor maksimal 5,00 untuk LKS, aspek kepraktisan dikategorikan baik dengan perolehan skor rata-rata 2,95 dari skor maksimal 4,00, dan aspek keefektifan dikategorikan sangat baik dengan persentase ketuntasan peserta didik pada hasil pretest adalah 0% sedangkan posttest adalah 80,66% yang artinya perangkat pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalahb. Berdasarkan hasil tersebut maka perangkat pembelajaran dinyatakan valid, praktis, dan efektif.

C. Kerangka Berpikir

(37)

37

Indonesia. Peningkatan kompetensi guru merupakan salah satu usaha yang telah dilakukan.

Guru diharapkan dapat mengembangkan dan menyusun bahan ajar sendiri sebagai sumber belajar peserta didik. Salah satu bahan ajar yang dapat digunakan adalah lembar kegiatan siswa (LKS). Penggunaan LKS dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk mengolah sendiri bahan yang dipelajari atau bersama dengan temannya dalam suatu bentuk diskusi kelompok. Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih sedikit guru yang mengembangkan LKS sendiri. Guru lebih terbiasa menggunakan buku-buku matematika yang sudah ada untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Padahal seharusnya penggunaan bahan ajar harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu, pengembangan bahan ajar terutama LKS yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik dianggap perlu dilakukan.

(38)

38

peserta didik agar peserta didik dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada tingkat SMP, perbandingan merupakan salah satu materi yang wajib dikuasai karena termuat dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran matematika. Berdasarkan data hasil daya serap peserta didik pada ujian nasional matematika tingkat SMP/MTS tahun pelajaran 2011/2012 sampai 2013/2014 kabupaten Bantul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan di tingkat nasional, penguasaan materi perbandingan oleh peserta didik pada tahun pelajaran 2013/2014 mengalami penurunan yang mecapai 20%. Penurunan penguasaan peserta didik terhadap materi perbandingan ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam proses pembelajaran. Padahal materi perbandingan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Banyak contoh permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan perbandingan. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut agar penguasaan materi peserta didik terhadap materi perbandingan kembali meningkat agar peserta didik dapat menerapkannya dalam permasalahan sehari-hari.

(39)

39

dalam memecahkan masalah. Dengan membiasakan peserta didik dalam kegiatan penemuan terbimbing ini, diharapkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan berbagai kegiatan pemecahan masalah akan meningkat.

(40)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Produk yang dihasilkan pada penelitian ini berupa lembar kegiatan siswa (LKS) dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah materi perbandingan kelas VIII SMP.

B. Desain Penelitian

Pengembangan LKS dalam penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE (Benny A. Pribadi, 2012: 183) dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Tahap Pengembangan Model ADDIE

A

Analysis

Analisis yang dilakukan adalah analisis kebutuhan, kurikulum, dan karakteristik peserta didik.

D

Design

Menentukan pendekatan pembelajaran, menyusun kerangka LKS, peta kebutuhan LKS, serta menyusun lembar penilaian.

D

Development

Menyusun LKS sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang dipilih dan melakukan validasi sebelum diujicobakan.

I

Implementation

Mengujicobakan LKS, melaksanakan tes, dan membagikan angket respon.

E

Evaluation

(41)

41

Berikut merupakan penjelasan dari tiap-tiap tahapan pengembangan dengan menggunakan model ADDIE.

1. Tahap Analisis (Analysis)

Tahap analisis merupakan tahap di mana peneliti menganalisis perlunya suatu pengembangan dan kelayakan syarat-syarat pengembangan. Tahap analisis meliputi analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis karakteristik peserta didik.

Analisis kebutuhan dilakukan terlebih dahulu dengan menganalisis keadaan bahan ajar sebagai informasi utama dalam pembelajaran serta ketersediaan bahan ajar yang mendukung terlaksananya suatu pembelajaran. Pada tahap inilah akan ditentukan bahan ajar yang perlu dikembangkan untuk membantu peserta didik belajar.

Analisis yang selanjutnya adalah analisis kurikulum. Analisis kurikulum dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kurikulum yang sedang digunakan dalam suatu sekolah. Hal ini dimaksudkan agar pengembangan yang dilakukan dapat sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.

Tahap analisis yang terakhir adalah analisis karakter peserta didik. Analisis ini dilakukan untuk melihat sikap, minat, motivasi, serta kemampuan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran matematika. 2. Tahap Perancangan (Design)

(42)

42

dikembangkan sesuai hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya. Selanjutnya, tahap perancangan dilakukan dengan menentukan unsur-unsur yang diperlukan dalam LKS seperti penyusunan peta kebutuhan dan kerangka LKS. Selain itu, pengumpulan referensi yang akan digunakan dalam penyusunan dan pengembangan materi dalam bahan ajar LKS.

Pada tahap ini, disusun instrumen yang akan digunakan untuk menilai LKS yang dikembangkan. Instrumen disusun dengan memperhatikan syarat kelayakan penilaian LKS yaitu kesesuaian LKS dengan pendekatan penemuan terbimbing, orientasi LKS pada kemampuan pemecahan masalah, kualitas isi materi LKS, kesesuaian dengan syarat didaktik, kesesuaian LKS dengan syarat konstuksi, dan kesesuaian LKS dengan syarat teknis. Instrumen yang disusun berupa lembar penilaian LKS dan angket respon. Selanjutnya, instrumen yang disusun akan divalidasi untuk mendapatkan instrumen penilaian yang valid.

3. Tahap Pengembangan (Development)

(43)

43

LKS, kesesuaian dengan syarat didaktik, kesesuaian LKS dengan syarat konstuksi, dan kesesuaian LKS dengan syarat teknis. Pada proses validasi ini, validator menggunakan instrumen yang sudah disusun pada tahap perancangan. Validator memberikan penilaian terhadap LKS yang dikembangkan berdasarkan butir aspek kelayakan LKS serta memberikan saran dan komentar berkaitan dengan isi LKS yang nantinya digunakan sebagai patokan revisi dan penyempurnaan LKS. Validasi dilakukan hingga LKS dinyatakan layak untuk diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran.

4. Tahap Implementasi (Implementation)

Tahap keempat dalam model pengembangan ADDIE adalah implementasi. Implementasi dilakukan secara terbatas pada sekolah yang dipilih sebagai tempat penelitian. Setelah proses pembelajaran, dilakukan tes kemampuan pemecahan masalah sesuai dengan soal yang telah disusun peneliti untuk menilai keefektifan penggunaan LKS.

5. Tahap Evaluasi (Evaluation)

(44)

44

didik terhadap penggunaan LKS dalam proses pembelajaran. Sementara analisis keefektifan LKS berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik terhadap KKM. Pada tahap ini juga dilakukan revisi yang terakhir terhadap LKS yang dikembangkan. Hal ini bertujuan agar LKS yang dikembangkan dapat digunakan lebih luas lagi.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada pengembangan LKS dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah materi perbandingan kelas VIII SMP ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Piyungan dengan mengambil salah satu kelas untuk uji coba. Pemilihan subjek penelitian ini dilakukan secara acak dari enam sekolah uji coba kurikulum 2013 di kabupaten Bantul.

D. Jenis dan Sumber Data

(45)

45

kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari masukan, tanggapan, kritik, saran, dan perbaikan dari validator, guru, dan peserta didik.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen sebagai lembar penilaian produk digunakan untuk mendapatkan data tentang kualitas LKS dengan hasil pengembangan mencakup semua aspek yang mendukung serta minat peserta didik terhadap produk yang dikembangkan. Instrumen-instrumen tersebut diperuntukkan bagi ahli materi, ahli media, guru dan peserta didik. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut.

1. Lembar Penilaian LKS

Lembar penilaian LKS adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur kevalidan LKS yang telah dikembangkan. Lembar penilaian LKS disusun berdasarkan syarat-syarat didaktik, konstruksi, dan teknis menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1993: 41-45) dan kesesuaian pendekatan penemuan terbimbing, orientasi LKS pada kemampuan pemecahan masalah, serta kualitas isi materi LKS. Syarat-syarat tersebut kemudian diuraikan menjadi beberapa indikator menurut Hermawan (Endang Widjajanti, 2010: 5-6).

(46)

46

VIII SMP adalah metode angket pada lembar penilaian produk untuk

menilai kevalidan. Validator memberikan tanda (√) pada pilihan jawaban

yang sesuai dengan pendapatnya atas pernyataan yang diajukan dalam lembar penilaian tersebut. Skor yang digunakan yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 untuk penilaian sangat kurang baik, kurang baik, cukup, baik, dan sangat baik. Validator diharapkan memberikan saran dan kritik pada lembar penilaian sebagai bahan revisi produk.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas rasional yaitu validitas yang diperoleh dari hasil berpikir secara logis (Anas Sudijono, 2007:164). Validitas diestimasi melalui pengujian terhadap isi dengan analisis rasional atau melalui professional judgement yaitu 2 dosen yang berkompeten dalam bidang ini dan juga seorang guru matematika.

2. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

(47)

47 3. Angket Respon

Angket respon terdiri dari angket respon guru dan angket respon peserta didik. Angket respon adalah instrumen yang digunakan untuk melihat kepraktisan perangkat pembelajaran berdasarkan respon dari guru dan peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran menggunakan LKS yang telah dikembangkan. Angket respon guru disusun berdasarkan aspek kemudahan, keterbantuan, dan kesesuaian. Sedangkan untuk angket respon peserta didik disusun berdasarkan aspek kemudahan dan keterbantuan.

Kepraktisan produk oleh guru dan peserta didik dinilai menggunakan metode angket. Angket berisi pernyataan-pernyataan yang memungkinkan

peserta didik memilih dengan memberikan tanda (√) pada pilihan jawaban

yang sesuai dengan pendapatnya dan kondisi guru maupun peserta didik. Terdapat lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

4. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

(48)

48

Indikator pemecahan masalah pada tes kemampuan pemecahan masalah disesuaikan dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yang meliputi memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah, dan mengecek kembali. Memahami masalah dalam indikator meliputi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Merencanakan penyelesaian dapat ditulis dalam perkataan langkah-langkah yang dilakukan atau menuliskan rumus-rumus apa saja yang digunakan. Menyelesaikan masalah disesuaikan dengan perencanaan. Sedangkan mengecek kembali dilakukan untuk mengecek jawaban dan menuliskan kesimpulan.

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Kuantitatif

a. Analisis Data Hasil Angket Penilaian Ahli

Penilaian ahli menggunakan skala likert 1-5 disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Skala Penilaian Ahli

Skala Penilaian Kriteria

5 Sangat Baik

4 Baik

3 Cukup

2 Kurang baik

1 Sangat kurang baik

Kemudian hasil angket validasi dianalisis dengan beberapa langkah yaitu sebagai berikut.

(49)

49

LKS pada kemampuan pemecahan masalah, kualitas isi materi LKS, kesesuaian dengan syarat didaktik, kesesuaian dengan syarat konstruksi, dan kesesuaian dengan syarat teknis dengan rumus:

Keterangan:

= rata-rata perolehan skor

= banyaknya skor yang diperoleh tiap aspek

= banyaknya butir pertanyaan tiap aspek

2) Mendeskripsikan rata-rata skor tiap aspek yang diperoleh menjadi data kualitatif menurut kriteria penilaian S. Eko Putro Widoyoko (2009:238) seperti pada tabel 4.

Tabel 4. Konversi Skor Kualitatif

Rentang Skor Kriteria

Mi + 1,8 Sbi Sangat baik Mi + 0,6 Sbi < Mi + 1,8 Sbi Baik

Mi - 0,6 Sbi < Mi + 0,6 Sbi Cukup Mi – 1,8 Sbi < Mi -0,6 Sbi Kurang baik

Mi – 1,8 Sbi Sangat kurang baik Keterangan:

Mi = rerata ideal = ½ (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) Sbi = simpangan baku = 1/6 (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) Skor minimal ideal = skor tertinggi

Skor minimal ideal = skor terendah

(50)

50

Tabel 5. Rentang Skor Penilaian LKS Rentang Skor Kriteria

Pada penelitian ini, LKS dinyatakan valid apabila memenuhi kriteria minimal baik dari penilaian oleh ahli materi dan ahli media.

b. Analisis Data Hasil Angket Respon

Angket atau kuosioner respon guru dan peserta didik bertujuan untuk mengetahui tanggapan mereka sekaligus sebagai dasar untuk mengetahui kepraktisan LKS yang telah dikembangkan. Angket ini terdiri atas lima pilihan jawaban dengan kategori penilaian pada tabel 6.

Tabel 6. Skala Penilaian Angket Respon Kategori dinyatakan praktis apabila memenuhi kriteria minimal baik dari hasil angket respon guru dan peserta didik.

c. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

(51)

51

kesukaran item soal. Penilaian hasil tes didasarkan pada rubrik penilaian yang telah ditentukan. Pada penelitian ini rubrik yang digunakan sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah.

Pengolahan skor hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan pada Penilaian Acuan Patokan (PAP) yaitu, nilai telah ditentukan sebagai acuan tercapainya ketuntasan (Anas Sudijono, 2007: 312). Ketuntasan pada penelitian ini didasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang tetapkan oleh sekolah yaitu 78 untuk mata pelajaran matematika. Berikut langkah penentuan keefektifan LKS berdasarkan tes kemampuan pemecahan masalah.

1) Menghitung skor yang didapat oleh setiap peserta didik.

2) Menentukan nilai yang dicapai setiap peserta didik dengan rumus sebagai berikut.

3) Menghitung banyaknya peserta didik yang lulus KKM atau mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 78.

4) Menghitung persentase ketuntasan klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

persentase ketuntasan klasikal

(52)

52

banyaknya peserta didik

5) Persentase ketuntasan kemudian dapat dikategorikan menurut kriteria penilaian oleh S. Eko Putro Widoyoko (2009: 242) pada tabel 7.

Tabel 7. Kriteria Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Persentase Ketuntasan Kriteria

Sangat baik

Baik

Cukup

Kurang baik

Sangat kurang baik Keterangan:

= persentase ketuntasan klasikal

LKS dinyatakan efektif apabila persentase ketuntasan peserta didik berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah memenuhi kriteria minimal baik.

2. Analisis Data Kualitatif

(53)

103

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anas Sudijono. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Benny A. Pribadi. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Chomsin S. Widodo dan Jasmadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kompas Gramedia.

Depdiknas. (2006). Pedoman Memilih Menyusun Bahan Ajar dan Teks Mata Pelajaran. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia.

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia.

Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Endang Widjajanti. (2008). Kualitas Lembar Kerja Siswa. Makalah. Disampaikan pada Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat di Ruang Sidang Kimia FMIPA UNY, 22 Agustus 2008

Erman Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA – Universitas Pendidikan (UPI).

Hendro Darmodjo & Jenny R.E. Kaligis. (1992). Pendidikan IPA II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Herman Hudojo. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Herman Hudojo. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press.

Leo Adhar Effendi. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan UPI. Hlm. 1-12.

Made Wena. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

(54)

104

Max A. Sobel dan Evan M. Maletsky. (2004). Mengajar Matematika. (Alih bahasa: Dr. Suyono, M.Sc.). Jakarta: Erlangga.

Nana Sudjana. (1989). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

National Council for Teachers of Mathematics. Principles and Standards for

School Mathematics. Diakses dari

http://www.nctm.org/uploadedFiles/Math_Standards/12752_exec_pssm.pdf pada tanggal 06 Juni 2014, pukul 16:22 WIB.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A tentang Implementasi Kurikulum.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.

Rochmad. (2012). Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika. Jurnal Kreano. Volume 3, nomor 1. Diakses dari

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/view/2613 pada

tanggal 31 Mei 2015.

Siti Nurrochmah Dani. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Transformasi Kelas VII SMP. Skripsi. FMIPA UNY.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Gambar

Tabel 1. Daya Serap Ujian Nasional Matematika SMP/MTS
Gambar 1. Skema Interaksi dalam Pendekatan Penemuan Terbimbing
Tabel 2. Deskripsi KI dan KD Materi Perbandingan Kompetensi Dasar (KD) 3.12 Memahami konsep
Gambar 2.  Tahap Pengembangan Model ADDIE
+5

Referensi

Dokumen terkait

Karena keterbatasan kemampuan penulis, waktu penelitian, dan biaya penelitian, maka penelitian ini dibatasi pada pengembangan bahan ajar berupa LKS pada pembelajaran

(Perancangan), yaitu menyusun perangkat pembelajaran, Development (Pengembangan) yaitu memvalidasi perangkat pembelajaran, Implementation (Implementasi) yaitu melakukan

Menjelaskan kualitas (kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan) perangkat pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) matematika menggunakan pendekatan kontekstual

Puji syukur alhamdulilah atas limpahan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbantuan

1) Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah dalam menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi orang lain. 2) Perangkat pembelajaran adalah suatu pedoman yang

Analisis yang dilakukan terhadap kurikulum matematika untuk kelas VIII SMP adalah mengenai kesesuaian materi dengan pendekatan pembelajaran berbasis penemuan terbimbing..

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bangun Ruang Menggunakan Model Pembelajaran Guded Inquiry di SMP untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Kolaborasi

Jurnal Pendidikan Tambusai 10429 Pengembangan Lembar Kerja Siswa LKS Berbasis Pendekatan Penemuan Terbimbing Berbantuan Geogebra Untuk Membelajarkan Materi Trigonometri Pada Siswa