• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PTB TENTANG TEKNOLOGI PENGENDALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PTB TENTANG TEKNOLOGI PENGENDALI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PTB TENTANG

TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA ULAT API PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

OLEH KELOMPOK 3 : SRI RAHAYU (09-025) EKA YULIANTARI (09-019) NUNUNG YULIANTI (09-018) GUSTIAN ARIFIN HSB (09-009)

M. BIN HAES (09-002) WAHYUDI (09-003) JEDRY NASPA PERA (09-017)

DOSEN PEMBIMBING : Ir. Ardi Sardina Abdullah Msi.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PERKEBUNAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengendalian hama dan penyakit pada perkebunan kelapa sawit telah dapat menggunakan teknologi pengendalian yang ramah lingkungan. Teknologi tersebut antara lain adalah pengendalian dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, feromon, dan biofungisida. Hama yang umumnya sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat api. Pengendalian ulat api (Setothosea asigna) dengan menggunakan insektisida kimiawi merupakan cara yang umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit. Namun dalam praktek, penggunaan insektisida tersebut justru menimbulkan kerugian yang besar berupa pencemaran lingkungan akibat residu insektisida serta munculnya resistensi dan resurgensi hama. Semakin meningkatnya kesadaran akan pelestarian lingkungan, termasuk perlindungan terhadap musuh alami hama di dalam ekosistem kelapa sawit, telah mendorong para pengusaha perkebunan untuk menerapkan pengendalian hayati. Secara teknis, pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan pengendalian secara kimiawi, karena selain efektif dan efisien juga ramah lingkungan. Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikroorganisme entomopatogenik contohnya jamur Cordyceps militaris.

Serangan ulat api di perkebunan kelapa sawit mengakibatkan dampak yang sangat merugikan terutama pada sawit yang telah memasuki masa tanaman menghasilkan. Ulat api jenis Setora nitens dan Ploneta diducta pada sistem binomial termasuk dalam kelas Insecta, Ordo Lepidoptera dari famili Limacodidae. Hama ini mempunyai tahapan siklus hidup dimana fase yang merugikan bagi kelapa sawit adalah fase larva. Siklus hidup ulat pemakan daun kelapa sawit adalah sebagai berikut :

(3)

Pengendalian ulat api ditujukan untuk menghambat pertumbuhan populasi ulat sampai pada batas ambang ekonomi dengan prinsip memutuskan rantai siklus pada masing-masing stadia. Pada umumnya pengendalian dengan bahan kimia sering dipilih karena hasilnya mudah dilihat dan mudah aplikasinya, tetapi cara ini memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan pengaruh yang merugikan antara lain resistensi, resurgensi, munculnya hama kedua, terbunuhnya jasad bukan sasaran (parasit, predator, serangga berguna lainnya), residu insektisida dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu dicari alternatif cara pengendalian yang ramah lingkungan namun efektif untuk menekan populasi ulat api.

Di perkebunan Sungai Buaya pengendalian ulat api secara fisik dilakukan dengan kutib pupa dan light trap. Sedangkan pengendalian secara biologis dilakukan dengan cara penanaman berbagai jenis tanaman inang agensia pengendali hayati antara lain Casiatora dan Turnera subulata dan jamur Cordyceps militaris.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

a. Agar mahasiswa mengetahui tentang pengendalian ulat api dengan menggunakan agen hayati

(4)

BAB II PEMBAHASAN

Ulat api merupakan jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea vestusa, Thosea bisura, Susica pallida dan Birthamula chara (Norman dan Basri, 1992). Jenis ulat api yang paling merusak di Indonesia akhir-akhir ini adalah S. asigna, S. nitens dan D. trima.

Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup 106-138 hari (Hartley, 1979). Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur menetes 4-8 hari setelah diletakkan. Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain itu di bagian punggung juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-50,3 hari. Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama ± 39,7 hari. Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda.

Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2-3 ulat memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Untuk S. asigna, selama perkembangannya, ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm².

(5)

siang hari hinggap di pelepah-pelepah daun tua dengan posisi terbalik (kepala di bawah). Kokon dapat dijumpai menempel pada helaian daun, di ketiak pelepah daun atau di permukaan tanah sekitar pangkal batang dan piringan.

Serangan ulat api di perkebunan kelapa sawit mengakibatkan dampak yang sangat merugikan terutama pada sawit yang telah memasuki masa tanaman menghasilkan. Serangan berat akan menyebabkan kehilangan indeks luas daun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit sehingga produksi kelapa sawit akan megalami penurunan. Data SMARTRI menunjukkan bahwa tingkat kerusakan daun 70% penurunan produksi kelapa sawit dapat mencapai 45 %/ha pada tahun pertama setelah serangan

Upaya pengendalian ditujukan untuk memutuskan rantai siklus ulat api pada salah satu fase sehingga dengan demikian perkembangan ulat api dapat ditekan sampai pada ambang batas ekonomi. Pada umumnya pengendalian dengan bahan kimia sering dipilih karena hasilnya sepintas mudah dilihat hasilnya tetapi cara ini memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan pengaruh yang merugikan antara lain resistensi, resurgensi dan terbunuhnya jasad bukan sasaran seperti parasit, predator, serta serangga berguna yang sebenarnya sangat diperlukan di perkebunan kelapa sawit. Jamur Cordyceps militaris sebagai salah satu agensia pengendali hayati merupakan salah satu parasit pada hama ulat api yang perlu mendapat perhatian karena jamur tersebut berpotensi tinggi untuk mengendalikan populasi ulat api. Jamur ini menyerang ulat api dari fase akhir larva dan berkembang pada larva sampai dengan fase pupa. Ciri yang ditunjukkan akibat serangan jamur ini adalah terjadinya mumifikasi pada pupa sehingga pupa gagal berkembang menjadi imago. Dengan demikian siklus hidup ulat api terputus sampai dengan fase pupa.

Perlakuan penyemprotan ekstrak jamur yang telah dilakukan di perkebunan Sungai Buaya di divisi 3 dan divisi 1 dengan dosis 6 cc per pohon menunjukkan hasil yang memuaskan dimana tingkat infeksi dapat mencapai 90% dengan rata-rata infeksi mencapai 75%. Dibanding dengan jamur Cordyceps militaris yang menyerang pupa secara alami menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tingkat infeksi rata-rata 7.58 %.

(6)

mengembangbiakkan jamur tersebut secara masal dalam suatu media buatan sehingga jamur tersebut dapat dijadikan stok dan tersedia setiap saat diperlukan.

Hasil percobaan pembiakan jamur menunjukkan bahwa jamur Cordyceps militaris dapat tumbuh pada media padat jagung dan dedak. Pada pengamatan minggu I telah menunjukkan pertumbuhan miselia jamur yang berwarna putih di permukaan media. Umur hasil biakan yang siap dipanen mencapai 30-40 hari. Hasil pembiakan telah diidentifikasi di laboratorium SMARTRI dan menunjukkan bahwa jamur hasil pembiakan tersebut adalah Cordyceps militaris. Adanya perbedaan tingkat kerapatan miselium dan kematangan askokarp pada hasil pembiakan dikarenakan perbedaan nutrisi dengan media biakan standar (media agar). Pengujian hasil pembiakan terhadap daya infeksi pada pupa menunjukkan terjadinya penurunan daya infeksi sampai dengan 10% dibanding dengan ekstrak pupa. Namun demikian jamur hasil pembiakan tersebut masih cukup efektif untuk dipakai untuk pengendalian ulat api.

Jamur Cordyceps militaris

Jamur Cordyceps militaris merupakan jamur entomopatogen khususnya terhadap kelompok Limacodidae. Jamur ini menyerang kepompong yang menyebabkan kepompong menjadi keras karena proses mummifikasi. Secara umum dilapangan infeksi terjadi pada fase kepompong sedangkan pada fase pra kepompong sangat rendah (Wibowo dkk, 1994).

Menurut Holliday et al (2005), jamur Cordyceps militaris dapat diklasifikasikan

(7)

Pada awal ditemukannya, tampak struktur stromata yang timbul dari badan ulat api. Stromata merupakan jalinan hifa yang membentuk tangkai, dimana pada bagian fertile disebut perithecia yang mengandung askus dan askospora (Wibowo dkk, 1994). Ukuran stromata 8 – 70 × 1.5 – 6 mm, perithecium 500 – 720 × 300 – 480 μm, askus 300 – 510 × 3.5 – 5 μm, askospora 280 – 390 × 1 μm, askospora mempunyai banyak septa (Gambar 8), ukuran partspore 2 – 4.5 × 1 – 1.5 μm, dan warna koloni kuning keputih-putihan (Sung & Spatafora, 2004).

Stromata Cordyceps timbul dari endosklerotium dan biasanya muncul dari mulut atau anus dari serangga dan tumbuh ke arah sumber cahaya. Perithecia terbentuk pada bagian atas yang menghasilkan askospora. Badan buah berukuran sekitar 30 cm, bercabang dan berwarna kuning atau orange (Tanada & Kaya, 1993).

Askospora yang berada pada integument dari larva dan pupa melakukan penetrasi melalui pembuluh, dan mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa lapisan kitin dari larva maupun pupa tersebut. Setelah infeksi, muncul badan hifa berbentuk silindris pada haemocoel pupa, kemudian badan hifa meningkat dan menyebar pada tubuh serangga (Schgal & Sagar, 2006).

Kepompong yang terinfeksi menjadi keras (mummifikasi), berwarna krem sampai coklat muda, miselium berwarna putih membalut tubuh kepompong di dalam kokon. Miselium berkembang keluar dinding kokon dan terjadi diferensiasi membentuk rizomorf dengan beberapa cabang, berwarna merah muda. Ujung – ujung rizomorf berdiferensiasi membentuk badan buah berisi peritesia dengan askus dan askospora. Infeksi pertama terjadi pada saat larva tua akan berkepompong, tetapi lebih banyak pada fase kepompong. Pada kondisi lapangan, C. militaris tumbuh baik pada tempat-tempat lembab di sekitar piringan kelapa sawit dan di gawangan. Menurut hasil penelitian kepompong terinfeksi cukup tinggi dan bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan dan media terutama kelembapan (Purba dkk, 1986).

Percobaan Tiong (1979) di Serawak menunjukkan bahwa pertumbuhan terbaik C. militaris pada kepompong S. asigna yaitu pada kandungan air 53.7% dimana pertumbuhan rhizomorf rata-rata 32.0 mm, dan jamur ini lebih menyukai tanah berpasir dibandingkan dengan tanah berliat tinggi (Purba dkk, 1986). Pertumbuhan maksimum miselium C. militaris dalam padatan dan media cair masing-masing pada pH 7.5 dan pH 5.5 (Schgal & Sagar, 2006).

(8)

menentukan keefektifan jamur entomopatogen dalam mengendalikan serangga. Jamur entomopatogen membutuhkan media dengan kandungan gula yang tinggi di samping protein. Media dengan kadar gula yang tinggi akan meningkatkan virulensi jamur entomopatogen. Media dari jagung manis atau jagung lokal + gula 1% menghasilkan jumlah konidia dan persentase daya kecambah konidia yang lebih tinggi dibandingkan media yang lain (Prayogo dkk, 2005).

Kelebihan dan kekurangan jamur Cordyceps militaris

Pengendalian hayati ulat api Setothosea asigna dengan menggunakan jamur Cordyceps militaris memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan :

a. Pengendalian hayati tidak menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan karena tidak

menggunakan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan yang dapat menimbulkan residu bahan kimia.

b. Tidak mempengaruhi organisme lain, hanya menyerang oragnisme target sehingga

ekosistem tetap terjaga.

c. Apabila pengendalian sudah berhasil maka akan dapat menurunkan biaya pengendalian

hama. Biayanya lebih murah dibanding cara mekanis dan kimiawi. Kelemahan :

a. Pada tahap awal memerlukan biaya yang besar untuk penelitian, perkembangbiakan,

pengawasan, dll.

b. Memerlukan tenaga ahli dalam usaha pengembangan dan pengawasanya.

c. Untuk merasakan hasilnya butuh waktu yang lebih lama karena butuh adaptasi terhadap

lingkungan.

d.Hasilnya tidak dapat dipastikan karena berhubungan dengan makhluk hidup yang memiliki sifat dan karakteristik yang beragam.

Cara aplikasi Pembuatan Ekstraks

1. Pilih 100 butir pupa yang terserang jamur.

2. Siapkan Blender, penyaring, corong dan jirigen plastik.

3. Masukkan pupa kedalam blender dan ditambah air sebanyak 1 liter. 4. Blender pupa hingga halus.

5. Saring hasil blenderan dan masukkan ke dalam jirigen.

(9)

Pembiakan Jamur

Media pembiakan yang digunakan adalah media padat yang terbuat dari tepung jagung. Langkah kerja pembuatan media sebagai berikut:

Cara Basah

1. Menir jagung dibersihkan dan ditambahkan air secukupnya.

2. Sterilkan bahan dengan cara dikukus selama 15 menit atau sampai setengah matang. 3. Angkat media dan diangin-anginkan.

4. Setelah dingin media ditempatkan pada wadah.

5. Semprotkan ekstrak jamur ke media dan aduk hingga merata.

6. Tutup wadah dengan plastik dan simpan media pembiakan ditempat sejuk. Cara Kering

1. Menir jagung dicuci bersih dengan air

2. Kukus bahan selama 15 menit atau sampai setengah matang. 3. Angkat media dan dinginkan.

4. Tempatkan bahan di wadah/nampan plastik berpenutup. 5. Inokulasi media dengan spora jamur.

6. Tutup wadah dengan plastik dan ditempatkan di suhu ruang. Pembuatan ekstraks jamur hasil pembiakan

1. Ambil jamur dalam media pembiakan 2. Tambahkan air satu liter dalam blender 3. Blender jamur sampai halus

4. Saring ekstraks dan ditempatkan dalam jirigen Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap media pembiakan mulai satu minggu setelah aplikasi. Diamati keberhasilan pembiakan jamur yang ada dimedia dengan mengamati :

1. Miselia jamur pada media.

2. Pengamatan mikroskopis di laboratoium.

(10)

Aplikasi Ekstraks di Lapangan

Aplikasi ekstraks jamur Cordyceps militaris di lapangan dapat dilakukan dengan knapsack sprayer dimana saat yang tepat adalah setelah larva memasuki stadia akhir. Biasanya larva-larva tersbut akan mencari tempat yang sejuk untuk bermetamorfosis sehingga pupa tersebut dapat memasuki fase imago.

(11)

BAB III PENUTUP

Pengendalian ulat api yang umum dilakukan diperkebunan kelapa sawit yaitu dengan menggunakan bahan kimia karena hasilnya mudah dilihat dan mudah aplikasinya, tetapi cara ini memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan pengaruh yang merugikan antara lain resistensi, resurgensi, munculnya hama kedua, terbunuhnya jasad bukan sasaran (parasit, predator, serangga berguna lainnya), residu insektisida dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu dicari alternatif cara pengendalian yang ramah lingkungan namun efektif untuk menekan populasi ulat api.

Oleh karena itu para pengusaha perkebunan terdorong untuk menerapkan pengendalian hayati. Secara teknis, pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan pengendalian secara kimiawi, karena selain efektif dan efisien juga ramah lingkungan. Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikroorganisme entomopatogenik contohnya jamur Cordyceps militaris.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Suyono. 2012. http://ngasalnulis.blogspot.com/2012/07/pengendalian-hayati-ulat-api.html

Wahyu,A. 2012. Pengembangan Cordyceps militaris untuk pengendalian UPDKS. http://www.google.co.id/url?

url=http://dedidoank.files.wordpress.com/2008/07/pembiakan-cordycep-militaris-

aplikasi.doc&rct=j&sa=U&ei=a7y-UJ7aDMfVrQeqo4GwCw&ved=0CBIQFjAA&q=aplikasi+pengendalian+hama+ulat+a

Referensi

Dokumen terkait

Keunggulan kompetitif itu tidak hanya dalam menciptakan produk dengan desain yang unik, penggunaan teknologi, desain organisasi dan utilitas sumber daya manusia, tetapi

Untuk menguji hipotesis yang diaju- kan dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data kuantitatif dengan menguna- kan metode analisis regresi berganda tiga prediktor

2016, 'Efek asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat terhadap profil darah dan ginjal pada tikus wistar jantan sebagai pelengkap uji toksisitas subkronis', Skripsi

Berdasarkan hasil kuesioner terhadap elemen pendukung aktivitas yang terdapat pada open space tersebut, menunjukan bahwa taman Edu Park Universitas Muhammadiyah

Si., Psikolog, selaku Kepala Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta juga sebagai pembimbing utama yang telah memberikan

Sesuai dengan judul skripsi ini, maka ruang lingkup akan dibatasi pada permasalahan pengolahan data kegiatan belajar mengajar (KMB) pada kurikulum pembelajaran

Pemroduksi kapal ikan local mampu bersaing dengan kualitas yang baik, dengan adanya potensi ini penelitian ini dilakukan untuk menganalisa kelayakan usaha usaha kapal ikan di

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bahwa latihan ROM aktif ( cylindrical grip ) berpengaruh terhadap tingkat kekuatan otot ekstremitas atas