• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seni Puisi dan Kekuasaan pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Seni Puisi dan Kekuasaan pdf"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 1 SENI, PUISI, DAN KEKUASAAN

Runtuhnya rezim gereja abad pertengahan di Eropa, yang dilatar belakangi semangat

pencerahan,menyisakan ilmu pengetahuan (postivisme) sebagai satu-satunya epistemologi yang absah. Kepercayaan pada pengetahuan yang empiris dan rasional menjadi semangat jaman. Janji manis modernitas yang berniat memberi waktu luang yang lebih besar pada manusia dengan jalan melakukan industrialisasi kehidupan, terbukti menemukan jalan buntu. Bukan waktu luang yang didapat, justru dehumanisasi manusia yang terjadi. Demi efisiensi dan efektivitas, pabrik-pabrik memperkerjakan

perempuan dan anak-anak melebihi kemapuan mereka untuk bekerja.

Marx adalah orang pertama yang memprotes kondisi tersebut, ia menuduh kapitalisme sebagai penyebab keterasingan manusia dari kemanusiaannya. Menurut Marx, pembagian kerja yang subtil dalam industri, yang di kenal dengan istilah Fordisme, telah membuat manusia terasing dari apa yang dikerjakannya. Seorang buruh pabrik pasta gigi, terkadang hanya mengerjakan tutup pasta gigi saja, yang lainnya menempelkan merk, atau sekedar memasukan pasta gigi ke dalam kemasan. Kerja yang dipelajari Marx dari Hegel sebagai cara manusia mencerap dunia, patah oleh kenyataan cara kerja

ekonomi kapital yang menjadikan kerja sebatas pencipta nilai bagi komoditi.

Kerja di jaman modern tidak lagi membutuhkan perenungan mendalam, seperti para mpu pembuat keris di jaman Sriwijaya atau Majapahit. Kemampuan pekerja tidak lagi dinilai dari kualitas produk yang diciptakannya, melainkan dari berapa banyak ia mampu membuat produk dalam waktu yang singkat. Akibatnya manusia kehilangan spiritualitas, kerja bukan lagi kegiatan yang dapat mengantarkan manusia pada Tuhan, sebaliknya kerja di jaman Industri adalah pengingkaran terhadapNYA. Target yang serba

pasti dan prediksi yang mendahului takdir adalah tanda dari matinya Tuhan dalam kerja di jaman modern.

͞Agama͟ Baru

Di tengah krisis kemanusiaan yang membelenggu, kemana manusia mencari harapan? agama mungkin adalah pilihan yang paling tepat, jika saja reformasi gereja masih menyisakan sesuatu untuk dipercaya dalam agama dan agama tidak keburu jatuh dalam formalisme. Jika bukan agama, maka tinggal senilah satu-satunya jawaban yang mungkin. Mengapa? Seni satu-satunya ruang yang masih membutuhkan

perenungan dalam proses penciptaannya, dan seniman mungkin satu-satunya manusia yang tidak terasing dengan apa yang diciptakannya.

Seni adalah dunia yang merayakan kemungkinan, hanya dalam puisi kata-kata memiliki sayap, dan hanya dalam lukisan manusia berkepala kuda. Dalam seni dan melalui para seniman, manusia yang di belenggu kapitalisme menitipkan utopia dan harapan akan dunia yang lebih baik. inilah mengapa di awal jaman

(2)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 2 Namun, kenyataan seni sebagai ruang perayaan kemungkinan bukan satu-satunya alasan yang menjadikan seni sesuatu yang adiluhung, lebih dari itu, ada kekuasaan yang mendefinisikannya demikian. Setiap karya yang dilahirkan dari perenungan, memerlukan perenungan untuk mencernanya,

sedangkan tidak setiap orang memiliki waktu untuk merenung. Mereka yang punya waktu merenung dalam terminology Marx disebut sebagai kaum borjuis, yaitu mereka yang tidak perlu bekerja untuk menghasilkan nilai ekonomi.

Dengan demikian, penobatan seni sebagai sesuatu yang adiluhung juga disebabkan oleh para penikmatnya yang mendefinisikannya demikian, karena kebanyakan dari mereka adalah kelompok dominan. Jika meminjam model pembacaan Lacan, situasi tersebuat dapat digambarkan sebagai diskursus budak tuan. Lacan percaya setiap tuan (kelompok dominan) akan selalu berusaha

menonjolkan apa yang tidak mampu dimiliki oleh para budak (kelompok minor), sedangkan budak akan sekuat tenaga mengerahkan seluruh potensinya untuk menjadi tuan, agar bisa mengakses sumber penikmatan.

Seni di tempatkan sebagai sesuatu yang luhur dan ekslusif, karena ia dinikmati para tua . U tuk menjaga agar akses pada seni tetap ekslusif, mereka menghargai seni dengan nilai ekonomi yang tinggi.

Ini sesuai dengan teori Marx tentang kerja sebagai pencipta nilai komoditi, lama kerja yang dibutuhkan seniman dan kerumitan pekerjaannya, menjadi faktor yang menentukan nilai ekonomi dari seni . Namun, faktanya hanya seni lukis yang bisa demikian, karena lukisan adalah satu-satunya produk seni yang tidak bisa di produksi secara masal.

Awalnya teater juga, namun begitu teknologi motion picture di perkenalkan, teater kehilangan spiritualitasnya (nilai perenunganya). Ini lah yang merisaukan Walter Benjamin, Benjamin mengatakan seni yang telah di produksi se ara asal aka kehila ga apa ya g dise ut ya se agai aura . Puisi misalnya, apabila di bukukan dan kemudian di reproduksi secara massal pada akhirnya hanya akan menjadi komoditi belaka. Pada titik ini, seni sekalipun tidak dapat membebaskan manusia dari rasio i stru e tal . Mereka yang mencetak buku kumpulan puisi mungkin saja tidak pernah membaca puisi yang di cetaknya. Atas nama seni manusia di pekerjakan dalam industri.

Sampai pada saat meninggalnya, Walter Benjamin tidak pernah menemukan jawaban untuk

menghindari jatuhnya seni pada kondisi postauratik. Pertanyaan yang di tinggalkannya, akhirnya di jawab oleh generasi filsuf setelahnya. Adalah Foucault yang lantang meriakkan tidak adanya yang esensial dalam setiap bentuk pengetahuan, tidak terlepas seni. Jika meminjam pisau analisis Foucault, maka kegagalan Walter Benjamin, telah dimulai dari titik pangkal pemikirannya yang ingin menemukan sesuatu yang esensial (aura) dari seni. Bagi Foucault, pandangan esensialisme dalam melihat seni tidak lain hanya bagian dari formasi kekuasaan, yang di dalamnya ada kurator, pengusaha, seniman, juga para

penikmat seni dan banyak lainnya.

(3)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 3 pandangan Marxian yang di wakili Mazhab Frankfurt, mereka yang bukan seniman, seperti penerbit, kurator, dan penikmat seni sebagai bagian yang tidak penting, bahkan dilihat sebagai alat, maka Foucault melihatnya sebagai subjek kuasa.

Untuk menjadikan seni sebagai jalan penyelamatan, maka yang pertama kali harus dilakukan adalah

menyelamatkan seni dari ekslusifitas dan elitisme. Baik dari segi bahasa maupun cara pandang terhadapnya, untuk kemudian mengembalikannya pada setiap orang. Inilah nada protes yang pertama kali di lontarkan kaum pasca strukturalisme di Eropa pada tahun 1970 dan masih berlangsung hingga kini. Meski mungkin bukan di latarbelakangi oleh pandangan pascastrukturalis dalam melihat seni, nada protes yang sama terdengar di ta ah air, le at geraka puisi e Beli g ya g di ga a gi oleh )eiha , Remy Silado, dkk juga pada tahun 1970.

Yang Bukan Penyair Tidak Ambil Bagian

ya g uka pe yair, tidak a il agia de ikia u gkap Chairil A ar dala salah satu wawancaranya dengan radio Belanda. Kalimat chairil tersebut mengantarkan pada pemahaman

mengenai bagaimana seni di maknai di tanah air. Nada protes terhadap kalimat tersebut tumbuh subur di penghujung tahun 1971, yang di tandai oleh munculnya perkemahan kaum urakan yang dikomandani Rendra dan gerakan puisi emBeling yang di komandani Zeihan dan Remy Silado .

Seni di Indonesia memang bukan agama baru, karena Indonesia tidak pernah mengalami guncangan epistemologi sebagaimana Eropa mengalaminya. Berbeda dengan di Eropa, agama di Indonesia justru menjadi bahan bakar perlawanan terhadap kolonialisasi, sehingga sampai sekarang agama memiliki posisi yang signifikan dalam masyarakat. Kendati demikian, nada sakralisasi dan ekslusiftas seni begitu

terasa dalam kalimat chairil tersebut.

Dalam kalimatnya Chairil dengan tegas membagi antara yang penyair dan bukan penyair. Bagi Chairil, hanya penyairlah yang punya hak membuat syair. Sehingga jelas penyair memiliki posisi yang luhur, karena hanya penyair yang boleh merenung (ambil bagian) dan melahirkan puisi atau sajak. Dengannya puisi ataupun sajak menjadi sesuatu yang luhur pula, sebab ia buah karya seorang penyair. Pernyataan

inilah yang di tolak Zeihan dengan gerakan puisi emBeling. Dalam percakapannya dengan Farid Sony Maula a, )eiha e gataka , De ga tegas saya kataka , ya g uka pe yair oleh ikut a il agia . Ini artinya setiap orang boleh menulis puisi, boleh main-main dengan puisi. Gembira ria dengan puisi Mata e Beli g, : .

Pernyataan Zeihan adalah tantangan terhadap kemapanan jamannya. Tantangan itu disampaikan dengan cara yang elegan, langsung dialamatkan pada episentrum kekuasaan ketika itu, yaitu majalah

(4)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 4 Di penghujung tahun 1971 puisi embeling pertama kali di publikasikan di majalah aktuil. Pemilihan majalah Aktuil sebagai media publikasinya adalah pesan pertama pemberontakan puisi emBeling. Majalah Aktuil di kenal sebagai majalah remaja populer, berbeda dengan majalah Horison yang dikenal

majalah bermuatan serius. Dengan menaruh puisi di majalah Aktuil, sama dengan menurunkan derajat kemuliaan puisi. Namun, memang itulah yang dihendaki gerakan puisi emBeling, seperti yang terungkap dalam mukadimah puisi embeling.

Sadjak ja sadjak

Djedjak ja djedjak

Sadjak tjari djedjak

Djedjak tjari sadjak

Biarkan

Jang di djedjak, djedjak

Jang sadjak, sadjak

(Mata emBeling jeihan, 2000: 11)

Seni adalah apa yang harus diletakkan di telapak kaki, begitulah filosofi gerakan puisi emBeling yang disampaikan juru bicaranya, Remy Silado. Pesan untuk membumikan seni terasa dalam kalimat tersebut. Puisi adalah denyut kehidupan, maka puisi haruslah lahir dari keseharian bukan pertapaan. Puisi bukanlah sesuatu yang yang luhur dan sulit di capai. Akan tetapi sesuatu yang dapat hidup di mana pun dan untuk siapa pun, karenanya puisi emBeling, sebagaimana yang dikatakan Zeihan, tidak berhasrat

menyembunyikan makna dalam keindahan bahasa. Tidak perlu intelektualitas untuk mencerap puisi emBeling, puisi emBeling telanjang dengan sendirinya. Makna pesan dalam puisi bagi zeihan adalah seperti puisi di bawah ini:

1 mie baso

1 es jeruk

Cepat!

(5)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 5 Lugu, tidak berlumur metafora, dan apa adanya, itulah semangat puisi emBeling, seperti yang dapat dilihat melalui sajak pesan karya Zeihan di atas. Puisi emBeling adalah ikhtiar mengembalikan puisi sebagai ruang emasipasi. Tanpa menempatkan estetika dan teknologi bahasa sebagai yang utama, puisi

emBeling menembus batas-batas puisi itu sendiri. Begitu pula halnya dengan batas antara seniman dan bukan seniman. Mereka yang membaca puisi emBeling seolah diajak untuk merefleksikan keseharian menjadi sajak.

Kehidupan adalah lautan makna, dimana setiap hari manusia mengarunginya, siapa saja belajar dari hidup sesungguhnya adalah penyair. Persoalan kecanggihan bahasa adalah persoalan modalitas sosial dan simbolik, tidak ada yang esensial kendati itu selera. Menurut Boerdieau, selera tidak terlepas dengan kelas sosial, kemampuan untuk membuat puisi yang indah dalam perspektif kemapanan, hanya

mungkin bagi mereka yang lahir dalam kelas sosial tertentu. Kelas yang memiliki gaya hidup, pendidikan, dan kemampuan ekonomi yang memadai. Puisi Sapardi Djoko Damono misalnya, tidak mungkin dinikmati oleh seorang tukang becak, karena tukang becak tidak memiliki pengalaman hidup dalam kelas sosial dimana Sapardi Djoko Damono dilahirkan.

Kendati demikian, kelas sosial bukanlah harga mati, dimana manusia akan tetap di dalamnya hingga ia

mati. Bagi Boerdieau, modal ekonomi ataupun simbolik, dapat di perebutkan dalam ranah sosial. Siapa punya modal yang kuat, ia akan mampu mendefinisikan kebenaran menurut versinya. Puisi embeling adalah usaha menawarkan alternatif konvensi bahasa yang lain dalam membangun puisi, bahasa yang lebih memungkinkan kelas sosial yang tidak dominan untuk ikut menikmati puisi.

Hanya saja perlu di pahami, para aktor yang melahirkan puisi emBeling adalah juga mereka yang tergolong dalam kelas sosial yang mapan. Remy Silado dan Zeihan adalah orang-orang yang pernah mengecap pendidikan di perguruan tinggi. Posisi Remy Silado di majalah Aktuil jugalah yang

memungkinkan publikasi puisi embeling di majalah ini pertama kali. Usaha resistensi yang dilakukan puisi emBeling, tidak lain adalah bentuk kuasa itu sendiri. Meskipun demikian, kuasa itu produktif.

Melalui pemberontakan puisi emBeling, khazanah sejarah sastra Indonesia berkesempatan untuk menambah perspektifnya dalam melihat seni. Puisi emBeling mungkin tidak mampu merubah formasi kekuasaan yang telah lama berakar, tapi setidaknya menawarkan alternatif pemaknaan yang segar atas

puisi. Kini pun,entah karena alasan apa, puisi emBeling tidak lagi mewarnai khazanah kesusatraan nasional. Namun barang siapa menjiarahi sejarah sastra tanah air, niscaya tidak akan dapat mengingkari jejaknya.

Humor, Parodi, dan Jalan Ilahi

Konsekuensi dari menyakini kuasa sebagai sesuatu yang produktif, membebani tulisan ini untuk menjawab pertanyaan mengenai hikmah apa yang bisa di pelajari dari kehadiran puisi embeling?

(6)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 6 Namun, dalam rangka tulisan ini, perlu diambil abstraksi atas makna yang berserak dalam puisi emBeling. Sebagai sebuah gerakan, puisi emBeling menambahkan dua hal dalam puisi yang sebelumnya nyaris tidak pernah di explorasi, yaitu humor dan parodi. Humor yang awalnya di anggap sebagai noda,

diangkat dalam puisi-puisi yang di tulis dengan gaya emBeling.

Humor dalam puisi emBeling merupakan tanda ke insafan diri, yang merupakan usaha menertawakan diri sendiri (manusia). lewat humor dan parodi puisi emBeling menertawakan kelemahan manusia, yang sampai detik ini tidak mampu menjelaskan ruang yang tersisa dalam deret bilangan, mendeteksi gempa, ataupun mengukur gerak atom. Ketimbang bersembunyi dalam arogansi pengetahuan positivisme, puisi emBeling mengajak manusia melihat betapa kecilnya dirinya di hadapan Yang Maha Esa . Dengan kata lain, puisi embeling mengingatkan manusia bahwa hanya Tuhan lah yang pasti. Seperti tampak pada

puisi Nelayan karya Zeihan di bawah ini.

di tengah laut

seorang nelayan berseru

Tuhan bikin laut

beta bikin perahu

Tuhan bikin angin

beta bikin layar

tiba-tiba perahunya terguling

akh,

beta main-main

Tuhan sungguh-sungguh

(mata emBeling Jeihan, 2000: 71)

Humor dalam sajak Zeihan di atas bukan untuk menertawakan kekuasaan Tuhan, melainkan bagian untuk menginsafinya dengan lega hati dan terus terang. Parodi dalam hal ini adalah bagian dari kesadaran penulisnya yang terkadang masih juga lupa bahwasannya hanya Tuhan yang pasti. Penulis adalah nelayan yang berangkat dengan segala kepercayaan diri, namun kembali dengan kenyataan

(7)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 7 ciptakan. Gemerlap dunia terkadang memalingkan manusia dari kenyataan bahwa hidup yang kompleks tidak mungkin hanya di jelaskan oleh hukum sebab akibat.

Tidak serta merta dengan adanya angin setiap layar pasti terkembang atau setiap hujan mesti di dahului dengan langit mendung. Setiap gerak atau peristiwa adalah kehendak Ilahi, dan Tuhan tidak mesti

mengikuti rumus matematika, ataupun hukum alam yang manapun. Pesan ini jugalah yang menjadi pere u ga )eiha dala puisi ya ya g erjudul Buat Kau D. “udia a

0123456789

bulan kehilangan magis

ABCDEFGHI

JKLMNOPQR

STUVWXYZ

Manusia kehilangan diri

Hitam-putih hitam – putih Dunia kehilangan warna

Mata e Beli g )eiha , :

frase ula kehila ga agis adalah iro i dari ati ya ke u gki a dala aroga si pe getahua positi is e ya g di la a gka elalui a gka . Perlu di ketahui, Zeihan menulis puisi ini pada tahun 1969, tahun yang sama dengan keberhasilan Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan. Sebelum peristiwa keberhasilan manusia ke bulan, bulan adalah ruang tempat yang gaib, ruang yang

selalu mengingatkan manusia bahwa ada kekuatan diluar dirinya, yang tidak mampu di capai manusia. Namun, ini berubah sejak Neil Amstrong mengabarkan pada manusia bahwa tidak ada sesuatu apapun di bulan, tidak itu Tuhan, setan, atau mitos apapun yang selama ini meliputi cerita-cerita mengenai bulan.

Puisi Buat Kau D.“udia a e a gkap se a gat ja a ya g erayaka dunia yang hitam putih. Dunia yang tidak lagi mengizinkan segala yang tidak dapat di ukur, seolah semua yang terjadi di dunia mesti

(8)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 8 Suatu hari Mullah Nashruddin tengah berjalan di sebuah gang ketika seorang jatuh dari atap rumah dan menimpa tubuhnya. Orang yang jatuh tersebut tidak terluka tetapi justru Mullah

Nashruddin yang di dibawa ke rumah sakit.

ajaran apakah yang bisa Tuan ambil dari peristiwa ini, Guru? Ta ya salah satu urid ya

Hi dari keper ayaa pada kepastia atau sesuatu ya g tidak isa di hi dari. Meskipun hukum sebab akibat nampak tidak bisa di tolak! Ajukan pertanyaan-perta yaa teoritis seperti: jika seseora g jatuh dari atap apakah leher ya ya g aka patah? Ia ya g jatuh – tetapi justru leherku ya g patah! (Mahkota Sufi, Idries Shah: 67).

Inilah modus spritualitas yang di tawarkan puisi Zeihan. Lewat humor dan parody Zeihan mengajak

manusia untuk menyelami agama melampaui prosedur atau ritual. Apa gunanya berangkat setiap hari ke masjid, gereja, ataupun wihara, akan tetapi seseharinya membunuh Tuhan melalui prediksi dan ilmu pasti. Ini sama saja dengan menjadikan gereja, wihara, ataupun masjid sebagai nisan Tuhan. Agama adalah totalitas keyakinan dan gerak, seseorang baru dikatakan beriman apabila telah mengamalkan

keyakinannya.

Hakikatnya agama adalah jalan bagi manusia untuk menemukan Tuhannya dan Tuhan tidak akan ditemukan hanya dengan ritual semata. Seorang salik(murid sufi) bertanya pada gurunya, uka kah alkohol itu haram, lalu kenapa guru i u a ggur? , ja a sa g guru, uka apa ya g masuk, tapi apa ya g keluar dari ulut, itu ya g hara .

Sudah menjadi prosedur agama Islam untuk melarang umatnya untuk meminum segala hal yang memabukkan. Orang yang terpaku pada prosedur akan memaknainya sekedar tidak meminum alkohol, namun di saat yang bersamaan ia menghujat ataupun memfitnah orang lain, lalu apa gunanya ia

menahan diri dari alkohol namun tidak menahan diri dari fitnah dan gibah(bergosip) . Intinya, guru sufi tersebut sedang mengajari muridnya untuk tidak terpaku pada bentuk, namun melihat makna dari larangan tersebut. Seorang muslim dilarang untuk minum alkohol untuk menghindari ia dari dosa-dosa yang lebih besar, dalam kondisi hilang kesadaran manusia dapat saja berkata bohong, menghina orang lain ataupun membunuh. Makna inilah yang sering kali luput dipahami ketika manusia hanya taat pada

prosedur, namun melupakan hakikat perintah tersebut.

Kecenderungan modus beragama yang prosedural juga dapat membawa manusia pada sekulerisme. Seolah-olah dunia terpisah dengan akhirat dan rumah ibadah terpisah oleh kantor. Sehabis beribadah tanpa rasa bersalah melakukan jinna. Modus beragam semacam ini, kini semakin sering terjadi, terutama di kota-kota besar, dimana gejala masyarakat pascamodern dapat dilihat dengan jelas. Padahal agama adalah soal keyakinan, ia tidak bisa di simpan jika bosan, atau di taruh sementara selama

(9)

Essay ini diterbitkan dalam Buku DzAura Zeihandz, 2010 Page 9 Menghindari jatuhnya agama pada formalisme adalah salah satu nilai emansipasi yang ingin di sampaikan puisi emBeling Zeihan. Parodi dalam puisi emBeling berarti kerendahan hati penulisnya, artinya ia tidak melihat kesalahan hanya ada pada orang lain. Namun juga menyadari bahwasannya

kesalahan yang sama juga menjangkiti dirinya. Dengan kata lain, penulis tidak tampil sebagai guru agung, melainkan sebagaimana pembacanya, penulis juga adalah murid kebenaran.

Bukan tidak mungkin modus religiusitas yang di tawarkan puisi embeling Zeihan bisa jadi alternatif cara beragama, yang dapat menghindari umat beragama jatuh pada formalisme. Meski sejenak, melalui puisi embeling, pembacanya dapat saja mengalami apa yang disebut Heideger sebagai moment eksistensial, yaitu o e t ya g e utus a usia dari keseharia ya, u tuk sesaat ere u gka ada .

Namun, perlu disadari puisi adalah perayaan kemungkinan, sehingga tidak pernah ada yang satu menyoal puisi. Begitu pula tafsir puisi emBeling dalam tulisan ini, tidak lain hanya satu kemungkinan kebenaran. Semoga setelah membaca tulisan ini, pembaca yang terhormat menjadi terangsang untuk menziarahi puisi emBeling dan mengambil makna anda sendiri atasnya. Jika itu yang terjadi, maka sebagai sebuah bentuk kuasa yang lain, tulisan ini baru bisa dikatakan produktif. Wassalam

Daftar bacaan

Sukmantoro, Jeihan. Mata emBeling Jeihan. Jakarata. Grasindo, 2000

Dua, Mikhael. Filsafat Ekonomi: Upaya Mencapai kesejahteraan Bersama. Yogyakarta. Kanisius,2008. Kendall, Gavin dan Wickham, Gary. Using Foucault Method. London. Sage Publication, 1999.

Hardiman, F. Budi. Heideger dan Mistik Keseharian. Jakarta. KPG, 2003.

Jones, Pip. Pengantar Teori-teori Sosial: Dari Fungsionalisme Sampai Post-modernisme. Jakarta. Yayasan

Obor, 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Organisasi yang didirikan oleh komunitas pemulung yakni Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Jawa Timur berperan sebagai katup penyelamat dalam konflik yang terjadi antara

Menurut peneliti terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dengan penggunaan alat pelindung diri karena motivasi akan menimbulkan dorongan untuk melakukan

(Studi Deskriptif Korelasional Skor TKKB dan Skor IST terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XII di SMKN 4 Sukabumi, SMKN 1 Sukabumi, SMAN 4 Cimahi,. dan SMAN 5 Bandung Tahun

Jadwal Pelaksanaan Pembagian Deviden Interim atas Efek MITRA PINASTHIKA MUSTIKA Tbk (MPMX).. Tanggal Cum Dividen di Pasar Reguler & Pasar Negosiasi 2 November 2017 Tanggal

Memahami Alur Sertifikasi Dinamika'Industri' mendatangkan' Tantangan'dan'Peluang' Industri'membutuhkan' SDM'yang'Kompeten' Asosiasi'Industri'dan'

Penentuan dimensi besaran-besaran turunan akan lebih mudah dilakukan jika kita telah mengetahui dan memahami apa saja dimensi dari setiap besaran pokok.. Dimensi

Is the volatility of Mumbai’s real estate market during the past decade, then, an example of the kind of economic destabilization of local and national markets caused by the entry

Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya tanpa adanya kepercayaan perbankan terhadap masyarakat maka kegiatan perbankan tidak akan