• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Struktur dan Morfologi Selulosa B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kajian Struktur dan Morfologi Selulosa B"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Struktur dan Morfologi Selulosa Bacterial

sebagai Bahan Dasar Material Artifisial

Tri Windarti, Parsaoran Siahaan

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Diponegoro

Abstrak

Untuk dapat digunakan sebagai bahan dasar material artifisial, struktur dan morfologi selulosa bacterial perlu dikaji secara mendalam. Pada penelitian ini selulosa bakterial disintesis dari fermentasi medium Hestrin-Schramm oleh bakteri Acetobacter Xylinum. Kajian struktur dan morfologi dilakukan dengan uji kekuatan mekanik menggunakan universal testing apparatus (tensilon), analisis gugus fungsi dengan FTIR, stuktur dan morfologi selulosa bacterial masing-masing dianalisis dengan XRD dan SEM-EDS. Selulosa bacterial yang dihasilkan berupa hidrogel berwarna putih, berat  300 gram, ketebalan 1 cm dan kadar air > 97%. Dari uji kekuatan mekanik diketahui selulosa bacterial memiliki kuat tarik 147,64 MPa, kuat putus 147,63 MPa, regangan putus 7,49% dan modulus young 2,29 GPa. Keseragaman grafik lima spesimen yang diuji menunjukkan bahwa kekuatan mekanik terdistribusi secara merata. Analisis dengan FTIR memperlihatkan adanya gugus-gugus spesifik milik selulosa yaitu puncak pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 (gugus –OH), 2924,09 cm-1 dan 2360,87 cm-1

(gugus C-H), dan gugus C-O muncul pada bilangan gelombang sekitar 1000 cm-1. Difraktogram selulosa bacterial menunjukkan adanya 3 puncak utama

pada 2 yaitu 14,31; 14,70 dan 22,44 yang merupakan bidang 1-10, 110, dan 020. Bidang 020 memiliki intensitas relatif tertinggi dengan jarak antar bidang sebesar 3,89 Å. Morfologi selulosa bacterial tersusun dari fibril-fibril dengan lebar 20 sampai 50 nm yang berada dalam berbagai arah. Panjang fibril 10m dengan percabangan tiga arah sehingga menghasilkan struktur jejaring (network structure). Diameter pori seragam sekitar 125 nm. Analisis dengan EDS diketahui selulosa bacterial mengandung beberapa unsur penyusun utama yaitu C (53,15%) dan O (40,03%) serta unsur-unsur lain yang terjerap di dalamnya seperti Na (4,44%), Cl (0,80%), K (1,36%) dan Zn (0,22%).

(2)

I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi kedokteran terus diikuti dengan penelitian-penelitian yang mendalam tentang material buatan yang dapat dimasukkan ke dalam tubuh manusia baik sebagai alat bantu maupun transplantasi organ atau jaringan artifisial. Masalah utama transplantasi adalah rejection

(penolakan) material buatan karena sistem imun tubuh yang kompleks. Material buatan yang sesuai dengan tubuh disebut material biokompatibel. Material biokompatibel adalah material yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan aslinya di dalam tubuh. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat bio-kimia dan bio-fisika. Karena jaringan tubuh tersusun atas molekul maka sifat-sifat fisiko-kimia yang perlu diketahui dari material biokompatibel diantaranya adalah struktur dan morfologi.[1,2]

Karbohidrat[3] merupakan salah satu komponen jaringan tubuh

manusia dengan demikian selulosa bacterial bisa menjadi salah satu bahan dasar material buatan biokompatibel. Pemanfaatan selulosa bacterial sebagai material artifisial dimulai dari kajian tentang struktur dan morfologinya. Dengan mengetahui struktur dan morfologi selulosa bacterial, material sintetik dapat didisain untuk memiliki sifat mekanik yang tepat, dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.[4]

Selulosa bacterial memiliki aktivitas permukaan yang tinggi karena terdiri atas serat-serat fibril[5], modulus youngnya dapat mencapai 16-18 GPa dan dapat

ditingkatkan sampai 30 GPa dengan pemurnian lebih lanjut[6]. Porositas

polimer selulosa bacterial memungkinkan untuk menjadi template bagi pembentukan suatu komposit.[7] Selulosa bacterial mengandung 99,3% air

(3)

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian sifat-sifat selulosa bacterial terutama struktur dan morfologinya. Kajian struktur dan morfologi menjadi sangat penting ketika memodifikasi sifat fisiko-kimia selulosa bacterial melalui perubahan susunan struktur fibrilar selulosa dengan menambahkan suatu zat selama masa sintesis. Uji kekuatan mekanik dan metode spektroskopi FTIR, XRD serta SEM-EDS digunakan untuk mengkaji struktur dan morfologi selulosa bacterial yang dihasilkan dari fermentasi media Hestrin and Schramm oleh bacteri Acetobacter Xylinum.

II. METODE PENELITIAN

Pembuatan selulosa bacterial tanpa dan dengan hidroksiapatit

Selulosa bacterial dibuat berdasarkan komposisi medium yang dikembangkan oleh Hestrin and Schramm[7] yaitu: Glukosa 2,0%, pepton

0,5%, yeast extract 0,5%, disodium fosfat 0,27% dan asam sitrat 0,11% (%, b/v). pH medium dibuat sama dengan 6.0 dengan menambahkan HCl atau NaOH. Berikutnya dilakukan penambahan starter Acetobacter xylinum, dan medium diinkubasi sampai diperoleh selulosa bacterial dengan ketebalan 1cm.

Kajian struktur dan dinamika

Struktur dan morfologi selulosa bacterial dianalisis dengan uji kekuatan mekanik, spektroskopi FTIR, XRD, dan SEM-EDS.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Selulosa bacterial yang diperoleh berupa hidrogel berwarna putih

kenyal dengan berat  300 gram, ketebalan 1 cm dan kadar air 99%.

Hidrogel selulosa bacterial terbentuk karena bakteri Acetobacter xylinum

(4)

selulosa perjamnya.[7] Salah satu sifat unik selulosa bacterial adalah

membran selulosanya sangat kuat dan dapat mengikat air sampai lebih dari 100 kali berat dirinya sendiri sehingga membentuk hidrogel. Kemampuan selulosa untuk mengikat air dalam jumlah besar adalah karena banyaknya gugus –OH yang dimiliki selulosa menyebabkan selulosa bersifat hidrofilik.

Selulosa bacterial kemudian dikeringkan secara isotropik. Pengeringan menyebabkan selulosa kehilangan molekul-molekul air yang terjerap sehingga terbentuk ikatan hidrogen baru yaitu ikatan hidrogen intermolekul, ikatan hidrogen intramolekul dan ikatan hidrogen antara –OH selulosa dengan air.

Gambar 1 Perubahan ikatan hidrogen antar rantai selulosa dari bentuk hidrogel sampai bentuk film,

(a) bentuk hidrogel (b) Basah (c) kering[8]

Uji kekuatan mekanik selulosa bacterial dilakukan dengan alat

Universal Testing Apparatus (Tensilon). Sampel yang berbentuk lembaran dipotong menggunakan dumbbell cutter dengan dimensi sesuai ISO 527-2-5A

sebanyak 5 spesimen per sampel. Alat dikondisikan pada temperatur 23 dan

(5)

Gambar 2 Grafik stress-strain selulosa bacterial

Pengukuran modulus young dilakukan pada daerah linier grafik stress-strain yang menandakan pada daerah ini selulosa bacterial yang diuji menunjukkan sifat elastisitasnya atau dapat kembali ke posisi awalnya setelah mendapatkan sejumlah gaya. Modulus young (E) dirumuskan sebagai:

 

E

Dimana

 = stress (MPa)

 = strain (%GL)

(6)

Gambar 3 Posisi putus spesimen uji kekuatan mekanik selulosa bacterial

Hasil scanning electron micrograph (SEM) selulosa bacterial diperlihatkan pada gambar 4 dan 5. Morphologi tersusun dari fibril-fibril dengan lebar 20 sampai 50 nm yang berada dalam berbagai arah sehingga menghasilkan struktur jejaring (network structure). Panjang fibril setidaknya

10m. Bila dicermati, fibril-fibril nampak tidak sepenuhnya linier tetapi

memiliki titik-titik percabangan tiga arah. Jenis percabangan inilah yang menyebabkan sifat unik selulosa bacterial. Lembaran selulosa bacterial memiliki diameter pori sekitar 125 nm. Pada image penampang terlihat selulosa bacterial tersusun dari lembaran-lembaran selulosa. Selulosa bacterial merupakan molekul besar dengan derajat polimerisasi 4000 – 6000.

(7)

Gambar 5 Image SEM penampang selulosa bacterial dengan 1000x perbesaran

Gambar 6 Spektra FTIR selulosa bacterial

Analisis dengan FTIR memperlihatkan adanya gugus-gugus spesifik milik selulosa yaitu puncak pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 (77,5%T)

yang menandakan adanya gugus –OH, puncak pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 (69,1%T) dan 2360,87 cm-1 (72,5%T) yang menandakan

adanya gugus C-H serta overtone C-H pada bilangan 5057,36 cm-1 (92,1%

T). Gugus C-O muncul pada bilangan gelombang sekitar 1000 cm-1. Bila

(8)

dapat terdeteksi karena ukurannya yang relatif kecil dibanding unsur-unsur yang lain.

Gambar 7 Hasil analisis EDS selulosa bacterial

Dari difraktogram XRD dapat ditentukan derajat kristalinitas selulosa bacterial yaitu sebesar 91,99%. Difraktogram selulosa bacterial menunjukkan

adanya 3 puncak utama pada 2 yaitu 14,31; 14,70; dan 22,44 dengan

intensitas relatif masing-masing 42,76 %, 42,44% dan 100%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Bohn et al[9], ketiga puncak tersebut

merupakan bidang 1-10, 110, dan 020. Bidang 020 memiliki intensitas paling tinggi dan memiliki basal spasing atau jarak antar bidang paling kecil yaitu 3.89 Å. Menurut Qin et al[10], selulosa ini memiliki rantai yang berkonformasi

(9)

Position [°2Theta]

Selulosa Suhu Kamar 0 Jam

Gambar 8 Difraktogram selulosa bacterial

Dengan demikian selulosa bacterial dapat digunakan sebagai bahan dasar material artifisial karena sifat biokompatibelnya didukung oleh kekuatan mekanik yang tinggi, kemurnian yang tinggi, banyaknya ikatan hidrogen baik intramolekul maupun intermolekul memungkinkan dilakukan modifikasi sehingga dapat memenuhi kriterial sifat material yang diinginkan. Struktur jejaring mengkontribusi pada kekuatan mekanik dan memungkinkan untuk dijadikan suatu matriks untuk menghasilkan komposit. Selulosa bacterial dikategorikan sebagai selulosa I dengan konformasi parallel yang dapat dimodifikasi menjadi selulosa II dengan konformasi antiparalel sehingga kekuatan mekaniknya meningkat. Diameter pori sekitar 125 nm memungkinkan terbentuknya senyawaan berukuran nano di dalam selulosa bacterial.

IV. KESIMPULAN

Selulosa bacterial yang dihasilkan berupa hidrogel berwarna putih,

(10)

147,64 MPa, kuat putus 147,63 MPa, regangan putus 7,49% dan modulus young 2,29 GPa. Dengan demikian selulosa bacterial dapat digunakan sebagai bahan dasar material artificial.

Pustaka Acuan

[1] Alaimo, M.H., Kumosinski, T.F., Langmuir, 13, 1997, 2007-2018. [2] Maler, L., Widmalm, G., Kowalewski, J., J. Phys. Chem., 100, 1996,

17103-17110.

[3] Dwek, R.A., Chem. Rev., 96, 1996, 683-720.

[4] Ratner, M., Ratner, D., 2003, Nanotechnology a gentle introduction to the next big idea, Prentice hall PTR, New Jersey.

[5] Yamane, C., Okajima, K., and Otsuka, M., 2004, Novel cellulose-type material, United States Patent 20040267006, Desember 30, 2004 [6] Yamanaka et al (J. Mat. Sci 24:3141-3145 1989)

[7] Brown, Jr., Production of a cellulose-synthetic polymer composite fiber,

United States Patent 4,378,431, March 29, 1983

[8] Fengel, D. dan Wegener, G., 1995, Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi, a.b. Hardjono Sastrohamidjojo, UGM Press, Yogyakarta [9] Bohn, A., Fink, H. P., ganster, J., Pinow, M., X-ray texture investigaton of

bacterial cellulose, Macromol. Chem.. Phys. 2000, 201, 1913-1921 [10] Qin, C., Soykeabkaew, N., Xiuyuan, N., Peijs, T., The effect of fibre

Gambar

Gambar 1 Perubahan ikatan hidrogen antar rantai selulosa dari bentuk hidrogel sampai bentuk film, (a) bentuk hidrogel (b) Basah (c) kering[8]
Gambar 2 Grafik stress-strain selulosa bacterial
Gambar 3 Posisi putus spesimen uji kekuatan mekanik selulosa bacterial
Gambar 6 Spektra FTIR selulosa bacterial
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kustodian Sentral Efek Indonesia announces ISIN codes for the following securities :..

In hearing loss caused by prolonged exposure to excessive noise, the high frequency cells wear out first. A person may not realize for some time that he is no

Merujuk pada pandangan di atas, terhadap penempatan pecandu narkotika di lembaga pemasyarakat umum bersama para pelaku kejahatan lainya menurut hemat penulis kurang tepat dan

Dari penelitian yang dilakukan pada lansia di Puskesmas Towuntu Timur, di dapatkan bahwa ada hubungan antara nyeri gout arthritis dengan kemandirian lansia, didapatkan

Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah melalui pajak. Pajak terbagi atas beberapa sektor, salah satunya adalah sektor hotel. PAD merupakan modal besar bagi

Bahasan perencanaan anggaran biaya m eliput i perencanaan w ork breakdow n st ruct ure , analisis volum e pekerjaan, Analisis Harga Sat uan Pekerjaan dan Basic Price, dan Rencana

Selanjutnya sebagai implementasi dari Visi dan Misi Pemerintah Kota Salatiga, sertadengan memperhatikan situasi, kondisi, kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangan

Pembibitan dari benih atau anakan/stolon dilakukan dengan cara yang sama, tetapi media tanam berupa campuran gabah padi dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1.. Setelah bibit