• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memudarnya Masyarakat Pengrajin Tenun Dalam Mempertahankan Eksistensi Ulos Batak Di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Memudarnya Masyarakat Pengrajin Tenun Dalam Mempertahankan Eksistensi Ulos Batak Di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara Chapter III V"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Widodo disambut dengan ulos juga. Begitu juga dengan kasus-kasus lainnya seperti kampanye politik untuk legislatif, kampanye pemilihan presiden, dan lain-lainnya.

Selain dari guna ulos seperti diuraikan tersebut, ulos juga mempunyai fungsi sosio-budaya. Diantaranya adalah berfungsi untuk memperkuat identitas suku. Melalui ulos ini suku-suku Karo, Toba, Dairi, Mandailing-Angkola, dan Simalungun memperkuat identitas atau jati diri kebudayaan nya. Selain itu juga berfungsi sebagai simbol kebudayaan, dimana terdapat didalamnya makna dalam bentuk indeks, ikon, dan lambang kebudayaaan. Ulos juga berfungsi untuk meneruskan nilai-nilai dari satu masa ke masa berikutnya. Ulos juga berfungsi menentukan stratifikasi sosial masyarakat batak, ulos juga berfungsi untuk mengekspresikan nilai-nilai estetika masyarakat Batak. Ulos juga berfungsi untuk menjaga integrasi sosial. Ulos juga berfungsi untuk mengabsahkan upacara-upacara.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

(2)

digunakan untuk melihat dan memahami apa yang dialami oleh subjek peneliti secara langsung. Dengan menggunakan penelitian kualitatif maka peneliti akan memperolehinformasi dan data. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data kualitatif dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian. Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk menggambarkan perubahan perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun dalam mempertahankan eksistensi ulos batak di Pasar Tarutung, Kab.Tapanuli Utara. Perubahan yang dimaksud adalaheksistensi ulos di masa lampau dan masa sekarang. Perbedaan cara menenun dahulu dan sekarang dan bagaimana strategi para penenun menghadapi industri kain lainnya yang ada di masyarakat dan apa penyebab sulitnya regenerasi penenun saat ini.

Penelitian kualitatif dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, maupun fenomena tertentu (Bungin, 2008:68).

(3)

hal itu uraian itu dijadikan titik tolak untuk memahami lebih lanjut tentang perubahan apa yang terjadi dan yang terkandung di dalam nya. Jadi adapun analisis nya adalah mencari hubungan tentang realita fenomena yang terjadi di masa lampau dan realita yang terjadi di masa sekarang.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Tarutung, Kab.Tapanuli Utara. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian di atas adalah:

1. Tarutung adalah salah satu daerah penghasil tenun ulos batak di Indonesia yang menghasilkan pengrajin-pengrajin tenun dari masa ke masa.

2. Pasar Tarutung adalah tempat dimana para pengrajin tenun melakukan proses jual beli ulos batak.

3. Peneliti dapat memanfaatkan waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak terlalu banyak karena penelitijuga berasal dari daerah yang sama dengan lokasi penelitian.

3.3 Unit Analisis Dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitan. Dalam pengertian lain, unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus komponen yang diteliti. Unit analisis dilakukan agar validitas dan reabilitas penelitian dapat terjaga. Unit analisis suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi, benda, wilayah dan waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahannya. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah:

(4)

3. Masyarakat pengguna ulos. 4. Pemilik gallery

5. Penjual benang

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara, informan adalah orang yang diperkirkan menguasai dan memahami data, informasi atau apapun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin,2008:68). Pemilihan informan tidak selalu wakil dari seluruh objek penelitian, tetapi yang penting informan memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan bagaimana keadaan yang sebenarnya tentang pengrajin tenun. Jika kemampuan informan terbatas dalam menjelaskan perubahan pengrajin tenun maka informasi tentu yang didapat akan terbatas.

Informan penelitian diperoleh melalui key person karena peneliti sudah memahami informasi awal tentang objek penelitian maupun informan penelitian, sehingga hanya membutuhkan key person untuk melakukan wawancara atau observasi. Kriteria-kriteria informan yang diambil adalah:

1. Pengrajin tenun

(5)

Utara. Para Pengrajin atau disebut partonun ini diantaranya adalah Seriati Panggabean, Lasma hutabarat, Sari panggabean, dan Bintang Lumbantobing.

2. Tokeh ulos

Informan ini adalah seorang yang menjadi distributor ulos. Distributor ini akan menunjukkan bagaimana hal ekonomi di pasar terjadi. Pekerjaan dari Informan ini adalah menampung dan menyalurkan ataupun menjual ulos tenun tersebut dari pengrajin. Informan ini memiliki dan mengetahui tentang jenis- jenis ulos. Peranan pemasaran ulos ada di informan ini. Informan ini tidak hanya berada di pasar Tarutung namun di berbagai pasar dalam lingkup Sumatera Utara dan bahkan sampai ke Jawa. Informan ini memiliki banyak relasi antar sesama tokeh ataupun dengan penenun. Tokeh ini memiliki peranan yang tak kalah penting dalam mempertahankan eksistensi ulos tersebut. Tokeh yang menjadi informan peneliti dalam penelitian ini adalah Seriati Pangabean. Informan ini sudah berada di industri tenun ulos kurang lebih selama 35 tahun dan diawali dengan menjadi seorang penenun dan akhirnya menjadi tokeh.

3. Konsumen

(6)

Informan ini memiliki peran yang hampir sama dengan tokeh. perbedaan nya adalah informan ini lebih memiliki modal yang lebih besar, pemasaran yang lebih luas dan banyak melakukan modifikasi terhadap ulos ataupun cara dalam memasarkan. Informan ini banyak menggunakan media sosial sebagai wadah untuk berjualan. Informan ini juga tetap berhubungan dengan penenun namun sudah memiliki gallery sendiri. Informan peneliti adalah Vera Sinaga.

3..4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1.Data primer

(7)

dimana informan mengetahui kehadiran pewawancara sebagai peneliti yang bertugas guna melakukan wawancara di lokasi penelitian. Wawancara terbuka dilakukan agar informan tidak memiliki kecurigaan dan ketakutan saat wawancara dilaksanakan.

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung pada objek penelitian, teknik ini dilakukan guna mendapatkan berbagai informasi, data serta memahami kondisi di lokasi objek penelitian. Dalam menentukan hal-hal yang hendak diamati,peneliti mengamati kembali kepada masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Untuk meningkatkan validitas hasil peneliti menggunakan alat bantu dalam pengamatan seperti kamera, atau alat perekam,alat ini juga membantu peneliti mengingat apa yang seharusnya didengar pada saat observasi berlangsung. Alat bantu digunakan jika situasi memungkinkanapabila alat bantu memungkinkan bisa mengubah sikap atau tingkah laku objek maka penggunaan alat bantu terpaksa tidak dilakukan. Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan data penelitian apabila memiliki kriteria:

1. Pengamatan dilakukan dalam penelitian yang telah direncanakan. 2. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang ditetapkan. 3. Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan

proporsi umum dan bukan di paparkan sebagai suatu yang menarik perhatian.

1.Data sekunder a. Studi kepustakaan

(8)

untuk menyusun konsep penelitian. Data yang diperoleh didapat secara tidak langsung dari objek dan lokasi penelitian (diperoleh dari sumber data kedua atau sumber yang lain) yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Teknik ini dilakukan untuk melihat dan menelaah berbagai teori yang penting untuk penelitian dan menggali berbagai informasi yang actual dan terkait dengan masalah yang dijadikan objek penelitian yaitu perubahan perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun dalam mempertahankan eksitensi ulos batak.

3.5 Interpretasi data

Merupakan metode penganalisaan data dengan cara menyusun data, mengelompokkannya dan menginterpretasikan data. Analisa data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran yang diperoleh dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun catatan di lapangan. sehingga diperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai perubahan perilaku ekonomi masyarakat. Data kualitatif dapat berupa gejala-gejala, dan peristiwa yang kemudian dianalisis dalam berbagai bentuk kategori (sarwono, 2006:209).

Bab IV

Temuan Dan Interpretasi Data Penelitian

4.1 Kondisi Geografis Dan Demografis

(9)

karena kebanyakan masyarakatnya mempunyai keterampilan menenun yang baik. Menenun ulos batak dan sejarah industri tenun ulos di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara adalah merupakan salah satu sentra industri tenun ulos, dan sudah menjadi kegiatan sehari-hari warga Tarutung khususnya para ibu rumah tangga untuk menambah pemasukan ekonomi, memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membantu suami mencari nafkah untuk kelangsungan kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka tulang punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara didominasi oleh sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan dan perkebunan rakyat, menyusul sektor perdagangan, pemerintah, perindustrian dan pariwisata. Pada era informasi dan globalisasi peranan pemerintah/swasta semakin nyata dalam meningkatkan pertumbuhann ekonomi daerah diberbagai sektor/bidang sehingga pendapatan masyarakat semakin meningkat.

Kecamatan Tarutung terletak pada bagian tengah dataran tinggi propinsi sumatera utara dan masih termasuk dalam kawasan dataran tinggi bukit barisan. Secara geografis, kecamatan tarutung terletak di antara koordinat 1o54 sampai dengan 2o

07 lintang utara dan 98o

52’ sampai dengan 99o

04’ bujur timur. Secara administrasi badan pusat statistik kecamatan Tarutung berbatasan dengan:

- Sebelah Utara : Kecamatan Sipoholon - Sebelah Timur : Kecamatan Pahae Jae - Sebelah Selatan : Kecamatan Adiankoting

- Sebelah Barat : Kecamatan Siatas Barita Dan Sipahutar

(10)

banyak terdapat pada tahun 2012 sebanyak 33.923 jiwa yang menurun dari tahun sebelumnya tahun 2011 sebanyak 34.674 jiwa.

Peta 1. Wilayah Kecamatan Tarutung

Sumber. Bps Kecamatan Tarutung

Jumlah rumah tangga yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara adalah sebanyak 26.144 Rumah Tangga (Kepala Keluarga).Jika dibandingkan antara jumlah rumah tangga dengan jumlah penduduk, maka rata-rata jumlah anggota keluarga pada setiap rumah tangga sebanyak 5 orang. Jumlah rumah tangga yang terbanyak terdapat di Kecamatan Tarutung dengan jumlah rumah tangga sebanyak 2.636 rumahtangga, sedangakan yang terkecil terdapat di Kecamatan Purbatua dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.044 rumah tangga.

Populasi usaha indusri/ kerajinan yang ada di kecamatan tarutung tahun 2014 belum cukup banyak. Bila dilihat dari golongan nya jumlah usaha industri yang paling banyak adalah industri/kerajinan rumah tangga ada sebanyak 1239, disusul industri kecil sebanyak 6 industri, sedangkan industri sedang dan industri besar tidak ada.

(11)

sebanyak 13 unit serta paling sedikit adalah industri kerajinan anyaman sebanyak 10 unit.

Penduduk yang mendiami wilayah Tarutung adalah suku Batak Toba. Sangat jarang ditemukan suku lain yang mendiami wilayah desa tersebut. Setiap dusun atau desa di daerah Kecamatan Tarutung biasanya selalu dihuni oleh satu kelompok marga. Dengan kondisi alam yang berada pada wilayah pegunungan, mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan tulang punggung perekonomian daerah pada umumnya sebagai penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan atau penyedia lapangan pekerjaan sebagai besar penduduk. Pentingnya sektor pertanian Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut. Misalnya bahasa Batak Toba dipergunakan oleh Batak Toba. Bahasa yang umum digunakan yaitu Bahasa Indonesia dan Batak Toba. Dalam percakapan sehari-hari karena sudah terbiasa dan turun temurun bahasa yang digunakan adalah Bahasa Batak Toba. Sementara Bahasa Indonesia digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah dan di dalam kegiatan yang bersifat formal dalam urusan administrasi pemerintahan meskipun sebenarnya karena terbiasa pada saat percakapan berlangsung juga menggunakan Bahasa Batak Toba.

(12)

Pada jaman dahulu sebelum orang batak mengenal tekstil buatan luar, ulos adalah pakaian sehari-hari. Bila dipakai laki-laki bagian atasnya disebut “hande-hande” sedang bagian bawah disebut “singkot” kemudian bagian penutup kepala

disebut “tali-tali” atau “detar”. Bia dipakai perempuan, bagian bawah hingga batas dada disebut “haen”, untuk penutup pungung disebut “hoba-hoba” dan bila dipakai berupa selendang disebut “ampe-ampe” dan yang dipakai sebagai penutup kepala disebut “saong”. Apabila seorang wanita sedang menggendong anak, penutup punggung disebut “hohop-hohop” sedang alat untuk menggendong disebut’“parompa”(Takari:2009).

Sampai sekarang tradisi berpakaian cara ini masih bisa kita lihat didaerah pedalaman Tapanuli. Tidak semua ulos Batak dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ulos jugia, ragi hidup, ragi hotang dan runjat. Biasanya adalah simpanan dan hanya dipakai pada waktu tertentu saja.

Perkembangan industri tenun ulos di Kecamatan Tarutung dimulai pada tahun 1995.Banyak masyarakat yang mulai memilih menjadi pengusaha industri tenun ulos di rumah mereka masing-masing. Semakin berkembangnya industri tenun ulos di Kecamatan Tarutung maka banyak kaum perempuan yang menjadi penenun. Kebanyakan pelaku industri tersebut adalah ibu-ibu rumah tangga. pengaruhnya sangat pesat bagi masyarakat khususnya untuk ibu-ibu rumah tangga, banyak ibu ibu rumah tangga lainnya tertarik mempelajari keterampilan membuat ulos dan membuka usaha tersebut di rumah mereka masing-masing yang menjadi sumber penghasilan bagi keluarga mereka.

(13)

yang dipelajari dari orang tua. Karena mengenyam pendidikan bukanlah hal yang sangat mudah didapatkan pada waktu itu. Para ibu megajari para anak gadisnya untuk bertenun agar bisa mendapat sedikit penghasilan tambahan. Namun, dalam industri tenun tidak semua hasil tenun yang dibuat para penenun disukai oleh para tokeh, oleh karena itu para penenun ulos takut membuat ulos karya mereka sendiri karena takut tidak laku padahal telah mengeluarkan waktu, tenaga dan modal untuk membeli benang. Hal itu membuat para penenun tidak bersemangat menciptakan kain ulos. Mengatasi hal tersebut para penenun kebanyakan bekerja bertani ataupun berdagang pada waktu itu. Penenun akan bekerja jika seorang tokeh datang menemuinya dan memberikan pesanan ulos untuk dibuatkan sesuai dengan permintaan tokeh baik itu warna, motif, pernak –pernik. Jika tokeh memesan maka penenun akan mulai bekerja dan meminta uang muka untuk membeli bahan dalam pembuatan ulos. Setelah ulos selesai dibuat maka tokeh akan datang menjemput ulos tersebut.

Kegiatan industri tenun ulos di Kecamatan Tarutung banyak dijalankan oleh masyarakat dan menjadi sentra industri tenun ulos di Tapanuli Utara.Kebanyakan industrinya di dominasi oleh industri rumahan karena pada awalnya masyarakatnya lebih tertarik menjalankan usaha sendiri dibandingkan mereka bekerja di industri lainnya.

(14)

ini diakibatkan munculnya industri-industri kain dari luar yang lebih global seperti kain songket dari Palembang dan juga kain batik. Keadaan ini memaksa para penenun dari Tarutung untuk ikut bersaing, baik dari segi modal, tenaga kerja, dan hasil tenunan. Harga kain tenun yang datang memberi harga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga ulos yang menggunakan alat tradisional. Bukan hanya melawan produk asing, sekarang para penenun harus melawan produk buatan sendiri namun dengan ciptaan alat tenun bukan mesin (ATBM) dan alat tenun mesin (ATM) yang menawarkan ulos dengan harga yang lebih murah dan diproduksi dalam waktu yang singkat.

Untuk mendirikan usaha industri tenun diperlukan modal yang cukup besar, baik itu menjadi tokeh ataupun menjadi penenun. karena bahan yang dibutuhkan untuk membuat ulos juga mahal di pasaran. Benang adalah inti dari pembuatan ulos. Akan tetapi industri tenun ulos tersebut tetap kegiatan ekonomi favorit bagi masyarakat khususnya bagi ibu ibu rumah tangga di Pasar Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara.

4.3 Proses Produksi Ulos Batak

(15)

alam sebagai bahan dasar mewarnai seperti ciri khas dahulu kala, yaitu dengan menggunakan tumbuhan perdu atau kayu jabi-jabi karena industri tekstil benang sudah menyediakan berbagai macam benang dengan ragam warna dan lebih mudah didapatkan di pasaran. Teknik pembuatan ulos dengan pewarna alami sudah ketinggalan zaman dan terlalu memakan banyak waktu.

Dalam proses produksi ulos melewati 3 tahap yaitu persiapan bahan baku (benang), proses menenun dengan alat tenun bukan mesin (ATBM), proses penyempuranaan (tahap akhir). Dari ke tiga tahap-tahap di atas akan di dijelaskan sebagai berikut:

1. Persiapan bahan baku

Tahap pertama dalam menenun ulos perlunya dipersiapakan benang seperti benang putar, benang 100, benang sutra, dan singer. Setelah semua bahan baku disiapkan kemudian benang biasa “dihani” atau digulung dalam sebuah lalatan (bom tenun). Fungsi dari proses tersebut berfungsi untuk menentukan

(16)

Selanjutnya adalah pewarnaan dalam pembuatan benang ulos. Dahulu Pewarnaan merupakan suatu proses paling rumit. Pewarnaan masih menggunakan bahan-bahan alami sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama. Kegiatan ini membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan. Untuk mendapatkan warna merah disebut manubar, untuk mendapatkan warna hitam disebut manosop. Sedangkan untuk orang yang melakukan pewarnaan benang disebut parsigira. Benang yang sudah disiapakan diberi warna dasar dan dimasukkan kedalam sebuah periuk tanah yang telah diisi air. Fungsinya adalah untuk merendam tumbuhan untuk mendapatkan getah. Proses ini dilakukan selama berhari-hari untuk mendapatkan cairan berwarna. Setelah cairan didapat benang dimasukkan kedalam larutan pewarna. Kemudian kain benang yang telah berwarna tersebut disepuh dengan air lumpur yang dicampur dengan air abu. Setelah itu ikatan benang dibuka agar menjadi kuat. Benang tersebut kemudian dijemur di bawah terik matahari. Proses yang sedemikian tidak lagi digunakan untuk saat ini. Benang ulos dan jenis ulos yang hendak dibuat sudah ditentukan. Proses pembuatan ulos dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat. Kapas dan benang dapat dibeli dipasaran dengan mudah. Warna benang sudah beragam. Benang yang di beli dari pasar hanya membutuhkan tepung kanji agar benang tidak mudah kusut. Setelah benang diberi tepung kemudian dijemur dibawah terik matahari. Jika cuaca cukup panas maka benang akan selesai dalam sehari. Setelah dijemur benang tersebut akan diani(diuntai). Untuk mempermudah benang terlebih dahulu digulung berbentuk bola. Setelah diuntai benang ulos dapat segera diproses menjadi kain ulos. Proses ini disebut tonun (tenun).

(17)
(18)

Gambar 1. Proses martonun (bertenun) 3. Proses Penyempurnaan (Tahap Akhir)

(19)

Proses terakhir ini sama dengan membuat rambu ulos (bagian kaki pada kain ulos). Proses ini dilakukan dengan memanfaatkan benang-benang yang tersisa. Pada penyempurnaan biasanya yang dilakukan adalah pembuatan seperti manik-manik, slogan atau kata-kata yang bermakna, membuat rambu-rambu ulos dan pembuatan bordir pada ulos dan sebagainya. Slogan yang biasanya dibuat dalam ulos adalah kata Horas. Slogan ini dibuat seperti bordiran. Setelah selesai ditenun ulos tersebut masih mentah. Artinya adalah sebelum diberikan kepada pemesan dan penjual ulos penenun memberikan ulos yang mentah tersebut kepada pihak ketiga.

Gambar 2. Ornamen yang dibuat pada ulos

Dalam mengerjakan satu lembar ulos terdapat beberapa ornamen yang dikerjakan penenun. Ornamen yang terkandung dalam ulos merupakan standarisasi ulos itu sendiri. Pada umumnya membuat ulos jenis apapun selalu menggunakan ornamen yang sama. Walaupun terdapat beberapa penambahan ataupun modifikasi dari penenun. Diantaranya adalah:

1. Titik: Motif ulos ini ada dibuat hampir di seluruh badan ulos.

(20)

3. Bidang: Membuat unsur segitiga agar motif ulos bepola.

4. Warna: Merah melambangkan berani, putih melambangkan kesucian, hitam melambangkan kebijaksanaan.

4.4Pemasaran Hasil Produksi Ulos

Pemasaran hasil tenun ulos dipasar Tarutung masih sangat sederhana. Hasil produksi tidak mempunyai cakupan yang sangat luas. Hal ini diakibatkan para pengrajin tenun belum cukup paham bagaimana strategi pemasaran. Segala informasi tentang harga ulos di pasaran diperoleh hanya dari sesama teman- teman pengrajin ulos. Adapun yang dilakukan dalam pemasaran ulos yaitu :

1. Penenun

(21)

ataupun langganan tetap sebagai penampung. Pengrajin hanya tinggal menunggu pesanan dari tokeh ataupun pelanggan dan berapa lembar ulos yang akan dibeli. Pengrajin tenun ulos di Pasar Tarutung belum sepenuhnya mendapatkan pembelajaran bagaimana menggunakan strategi pemasaran yang baik. Ulos batak dari daerah Tarutung sudah mempunyai nama dan sejarah yang cukup panjang.

2. Tokeh

Pada umumnya penjualan ulos dilakukan setiap hari sabtu. Hal ini diakibatkan karena Pasar Tarutung melakukan pekan terbesar pada hari sabtu. Selain itu tokeh juga biasanya berjualan di kecamatan lain. Dalam kawasan kabupaten Tapanuli Utara, pada hari senin tokeh berangkat ke kecamatan Sipahutar. Pada hari rabu tokeh berangkat ke kecamatan Pangaribuan. Pada hari jumat berangkat ke kecamatan Pangaribuan. Dan ntuk hari kosong para tokeh bisa dijumpai dan berjualan dirumah masing-masing.

(22)

langganan. Pengrajin bekerja sama dengan tokeh untuk menjual hasil tenunannya. Tokeh lebih mempunyai banyak relasi ataupun kenalan penjualan ulos. Pemasaran seperti ini memang lebih konusif dan praktis. Penenun tidak repot karena tokeh dapat menjual hasil tenunan mereka dalam waktu yang singkat. Ulos batak yang berasal dari para penenun dapat sampai keluar kota berkat kinerja dan peran para tokeh.

3. Konsumen

Ulos batak didapatkan oleh konsumen dari 3 pihak yaitu penenun, tokeh, dan juga dari gallery. Kebanyakan para konsumen mendapatkan ulos dari tokeh. Konsumen memilih ulos tergantung motif yang dihasilkan. Konsumen membeli ulos dipasar karena dapat menemui banyak tokeh dan banyak jenis ulos. Konsumen membeli ulos untuk acara adat batak, kado, dan sebagai hadiah. Untuk membeli ulos penenun secara langsung bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Kendalanya adalah stock barang tidak selalu tersedia. Oleh karena itu konsumen harus menunggu untuk 4- 5 hari/lembar tergantung jenis ulos. Jika ulos yang di pesan motifnya rumit akan semakin lama. Tidak semua konsumen hanya membutuhkan satu lembar ulos. Konsumen yang ingin membeli ulos dalam jumlah banyak hanya bisa menemui tokeh atau pemiik gallery.

4. Gallery ulos

(23)

dan melakukan banyak modifikasi. Pemasaran pihak gallery tidak hanya dalam bentuk ulos, namun berbagai bentuk seperti pakaian wanita, jas ataupun tas dari bahan ulos dan banyak melakukan penjualan online dengan memanfaatkan media sosial seperti facebook dan blackberry messenger. Gallery akan memposting gambar ulos yang akan dijual di media sosial dan menetapkan harga. Harga yang ditentukan diluar ongkos kirim dengan menggunakan jasa pengiriman. Pengiriman ulos akan dilakukan setelah uang dikirim ke rekening milik gallery. Pemasaran gallery tidak hanya dalam lingkup Sumatera Utara melainkan Jakarta bahkan Kalimantan.

5. Peranan pemerintah

Peranan pemerintah dalam memfasilitasi pemasaran hasil tenun sangat minim. Seminar tentang ulos, karnaval ulos atau festival yang berhubungan dengan ulos sangat jarang dilakukan. Adapun pengenalan dan pemasaran ulos batak di kecamatan Tarutung hanya dilakukan sekali dalam setahun. Pada hari jadi kabupaten Tapanuli Utara setiap tanggal 5 oktober di kecamatan Tarutung di bentuk pameran. Pameran ini bertujuan untuk memasarkan ulos dan fungsi ulos di kehidupan orang batak. Pameran ini dijalankan oleh pihak perorangan dengan meminta izin kepada pihak yang mengadakan. Pameran ini dilakukan setiap tahun. Namun pameran ulos tidak banyak menarik minat masyarakat. Masyarakat lebih tertarik kepada pameran yang menjual pakaian, makanan, dan acara musik.

(24)

a. Mengangkat derajat dan motivasi penenun melalui karya seninya sehingga ulos bisa diminati para pecinta busana di semua kalangan usia.

b. Membuat ulos di kenal di dunia internasional.

c. Mengajak para designer untuk berkolaborasi untuk memgembangkan fashion bernuansa ulos batak.

Dekranasda kabupaten Tapanuli Utara menjual berbagai jenis ulos dengan berbagai macam harga yang dapat dibeli situs www.dekranasdataput.com. Jenis-jenis ulos yang dijual seperti ulos pucca seharga Rp.1.000.000, ulos bintang maratur seharga Rp.3.000.000, ulos mangiring Rp.250.000. tidak hanya menjual ulos, lembaga ini juga menjual dress/pakaian wanita dengan motif ulos dengan harga Rp.7.500.000.

4.5 Strategi Nafkah Rumah Tangga Pengrajin Tenun

Industri ulos di Pasar Tarutung merupakan bagian dari industri kecil dan industri rumah tangga. Tenaga kerja yang digunakan di dalam industri ulos ada 2 yaitu tenaga kerja dari luar dan tenaga kerja dari dalam keluarga. Usaha ini dapat membantu penyerapan tenaga kerja yang terdapat di sekitar daerah produksi ulos. Adapun yang membedakan tenaga kerja dari dalam dan tenaga kerja dari luar adalah:

(25)

yang didapatkan tenaga kerja ini tergantung berapa lembar ulos yang dibagikan penenun untuk dikerjakan dalam waktu yang sudah ditentukan.

2. Tenaga kerja dari dalam berasal dari keluarga itu sendiri. Umumnya tenaga kerja ini berasal dari anak penenun ataupun dari sesama kerabat dekat. Tenaga kerja ini kebanyakan dari lulusan SMA.Ekonomi yang tidak mampu membuat anak menjadi penenun. Tidak ingin melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi juga menjadikan mereka menjadi penenun.

Pendapatan total rumah tangga pekerja industri kecil tenun ulos terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan yang diperoleh dari dalam industri dan pendapatan yang diperoleh dari luar industri.

1. Pendapatan yang diperoleh dari dari dalam industri meliputi pendapatan yang diperoleh dari usaha bekerja di industri ulos yaitu bertenun. Hasil dari pendapatan ini tidak menentu tergantung jenis ulos yang ditenun. Jika jenis ulosnya adalah sadum yang memiliki ukuran paling kecil harganya Rp.30.000 dan dapat memperoleh keuntungan kisaran Rp.8000 – Rp.15.000 dan jika penenun mengerjakan ulos jenis sadum merah seharga Rp.315.000 maka dapat memperoleh keuntungan kisaran Rp.50.000 – 80.000 dan itu diluar menutupi biaya produksi. 2. Pendapatan yang diperoleh dari luar industri meliputi hasil dari

(26)

sendiri. Jika menjadi pekerja untuk orang lain bisa mendapatkan gaji harian sebesar Rp.80.000. Jika membuka warung didepan rumah ataupun berdagang bisa mendapatkan kurang lebih Rp.250.000 perminggu nya.

Di dalam industri tenun di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara hampir seluruh usaha ini dikerjakan oleh perempuan. Para penenun berasal dari bermacam usia. Perempuan penenun dipelajari ketika sang anak tamat SMU. Bagi kalangan penenun usaha menenun merupakan kegiatan sampingan. Usaha ini bertujuan untuk menambah pendapatan di dalam rumah tangga. Selain itu usaha ini dapat membantu pendapatan seorang suami. Bagi perempuan yang memiliki bayak waktu luang usaha menenun sangat membantu ekonomi keluarga.

Hal lain yang dilakukan penenun untuk mendapatkan penghasilan adalah pembuatan bordir ulos (manirat). Manirat adalah tahap akhir pembuatan ulos namun dengan menggunakan pihak ketiga yaitu orang yang membordir ulos tersebut (panirat). Harga yang dipatok dalam menirat ulos sebesar Rp.10.000 – Rp.25.000 dan tidak tergantuk jenis ulos tetapi tergantung pemesan memilih jenis bordirnya dan motif. Dan hasil yang didapatkan dari manirat ini bervariasi mulai dari harga Rp.5000 sampai Rp.7000 per ulosnya. Namun bordir ulos sangat terbatas karena motif bordir dari panirat termasuk mahal dan jarang ada penenun ulos yang mau memasang bordir karena takut tidak balik modal. Tidak semua ulos membutuhkan panirat. Ulos yang dibuat penenun sampai jadi kadang tidak memiliki manik-manik.

(27)

Peranan ulos dalam adat Batak sangatlah mempengaruhi. Setiap orang yang menyelenggarakan pesta adat haruslah mengeluarkan dana yang tak sedikit untuk membeli ulos. Itu sebabnya kebutuhan akan ulos sering ditentukan dalam pesta. Artinya semakin banyak pesta perkawinan akan semakin banyak ulos yang di butuhkan. Namun kondisi ini tidak membuat para penenun bekerja dengan lancar. Para penenun banyak mengalami kesulitan. Adapun kendala yang dihadapi para penenun saat ini adalah:

1. Alat tenun mesin dan alat tenun bukan mesin.

Munculnya penenun lain yang berbentuk pabrik sungguh meresahkan bagi para penenun tradisional. Pembuatan ulos di pasar Tarutung pada umumnya masih menggunakan alat yang tradisional. Ulos yang dibuat dengan menggunakan alat tenun bukan mesin datang dari kota Balige dan Pematang Siantar. Ulos yang dibuat dengan menggunakan mesin berasal dari kota Medan. Daerah ini lah yang menjadi saingan para penenun dari pasar Tarutung yang masih menggunakan alat tenun tradisional. Ulos yang dihasilkan mesin sangat identik dengan hasil tenunan tangan. Namun ulos ini tetap saja memiliki perbedaan. Perbedaan ulos mesin dan buatan tangan sangat terlihat di bagian pinggir ulos. Ulos buatan mesin menghasilkan warna yang telalu mengkilap dan pinggirnya tak pernah rapi. Ulos buatan tangan akan menghasilkan bolongan motif dan pinggir yang rapi. Hasil benang yang lebih halus membuat serpihan benang jarang terlihat pada bordiran. Kualitas ulos yang dibuat secara tradisional jauh lebih baik dari ulos buatan mesin.

(28)

motor dan listrik sebagai penggerak. Kendala lain bagi penenun dari alat ini adalah fungsi lain dari alat-alat tersebut. Contohnya, alat tenun tradisional yang digunakan para penenun dari pasar Tarutung hanya bisa untuk menghasilkan ulos saja. Alat tenun bukan mesin yang berasal dari Balige bisa menghasilkan ulos dan bisa menghasilkan sarung. Keadaan ini membuat daerah Balige juga terkenal dengan sarungnya di Sumatera Utara. Alat tenun mesin tidak hanya bisa membuat ulos dan sarung. Alat ini dapat menghasilkan kain lain seperti taplak meja, dan hiasan dinding.

(29)

Gambar 3. Penenun Yang Masih Menggunakan Alat Tenun Tradisional Dan Alat Tenun Bukan Mesin.

Gambar 4. Penenun Yang Tidak Berkerja Di Rumah Sendiri Melainkan Di Pabrik.

(30)

penenun yang saat ini tidak beregenerasi. Cara bertenun sudah sangat diajarkan pada anak-anak muda di pasar Tarutung.

2. Bahan baku benang.

Benang adalah bagian yang paling vital dalam pembuatan ulos. Benang adalah bahan baku yang paling banyak digunakan dalam membuat satu lembar ulos. Kendala yang dihadapi para penenun adalah harga dan kelangkaan benang. Harga benang di pasar Tarutung kadang tidak stabil. Harga benang yang naik sering membuat produksi ulos berhenti. Penenun akan menunggu kembali jika harga benang sudah turun. Penenun tidak mampu membeli benang ketika harga sedang naik. Jika harga benang sedang naik maka untung yang di dapat akan semakin sedikit.

Produksi ulos dengan kondisi ini bisa membuat para penenun rugi dan modal tidak kembali. Kendala seperti ini sering terjadi dalam produksi ulos. Kenaikan harga benang sering terjadi dalam durasi waktu 1-2 minggu. Penenun akan kewalahan ketika harga bahan naik namun harga ulos tetap. Para tokeh ulos tidak berani menaikkan harga ulos saat itu juga karena takut ulos tidak laku. Ulos yang biasanya dapat terjual sebanyak 20 lembar maka yang laku hanya 10 lembar per minggunya.

Benang yang di dapatkan di pasar Tarutung ada berbagai macam jenis dan bermacam harga. Benang-benang ini lah yang paling penting dan dibutuhkan para penenun untuk bekerja. Jika benang tidak didapatkan para penenun maka bertenun akan ditinggalkan. Benang- benang tersebut adalah:

(31)

Benang ini terbuat dari katun. Benang ini sangat sering digunakan karena tidak akan mudah luntur. Untuk membuat 1 lembar ulos dibutuhkan sekitar 8 ons benang 100. Benang ini berkisaran harga Rp.180.000/kg. Benang ini sangat dibutuhkan dalam pembuatan sarung ulos.

Gambar 5. Benang 100

b. Benang putar

(32)

Gambar 6. Benang putar

c. Benang sutra

Benang ini paling umum digunakan untuk membuat ulos Tarutung asli. Harga bahan baku sekitar Rp.400.000/kg. Benang ini merupakan yang sangat sulit dibeli di pasar. Faktor harga yang mahal membuat para penenun tidak membelinya kecuali dibutuhkan. Benang ini juga tidak digunakan setiap ada ulos yang hendak ditenun.

Gambar 7. Benang sutra d. Singer

Singer adalah benang- benang kecil tambahan dalam pembuatan motif ulos. Benang ini memiliki berbagai macam warna. Harga benang sekitar Rp.40.000 /buah

(33)

Kendala lain yang dihadapi para penenun adalah susahnya mendapatkan jenis benang tertentu. Kelangkaan bahan baku ini kerap terjadi di pasar Tarutung. Kondisi ini membuat para penenun harus sabar menunggu sampai stok bahan baku ada kembali dari para penjual benang. Penenun ulos membutuhkan jenis benang tertentu dalam membuat satu jenis ulos. Jika benang untuk ulos ini tidak ada makan produksi akan berhenti. Para penenun hanya berani membeli bahan sesuai dengan berapa banyak ulos yang harus di kerjakan. Penenun tidak memiliki banyak stok benang di rumah. Mereka hanya dapat membeli sesuai kemampuan modal mereka.

Kelangkaan benang sering terjadi karena stok bahan baku tidak berasal dari daerah terdekat seperti Pematang Siantar. Para penjual benang mendapatkan benang dari Bandung. Jika pesanan dari Bandung mengalami kendala maka benang tidak akan sampai ke Tarutung. Para penenun harus bersabar menunggu benang permintaan mereka tersedia kembali. Bahan baku tersebut hanya diperoleh melalui pengiriman. Pihak yang yang meminta atau konsumen akan menghubungi pihak yang ada di Bandung. Kemudian benang akan dikirimkan. Banyak benang yang berasal dari sana adalah benang berwarna putih. Kemudian benang tersebut diolah sendiri menjadi benang berwarna- warni dengan memberikan zat pewarna. Alat-alat pewarna sering dibeli dari pihak khusus yang membuat alat tersebut. Setelah diberi warna maka benang sudah siap untuk dijual.

3. Modal usaha

(34)

penjualan ulos tidak cukup untuk membiayai kebutuhan rumah tangga. Banyak biaya yang harus di tutupi setiap bulannya. Memenuhi kebutuhan dapur, biaya sekolah anak, biaya untuk mengikuti pesta, dan lain-lain. semua nya sangat sulit di penuhi jika hanya dengan bertenun. Para penenun banyak yang tidak bekerja karena tidak memiliki modal untuk membeli bahan baku. Para penenun sering meminjam kepada para tokeh ketika ada pesanan. Cara mengatasi masalah modal yaitu dengan meminjam kepada BPR (bank perkreditan rakyat). Uang dari hasil ini digunakan untuk membeli bahan. Penenun meminjam kepada BPR sebanyak Rp.500.000 di bayar per hari selama sebulan. Penagih akan datang setiap hari sabtu sampai jumat. Penenun akan membayar tagihan Rp.20.000 per harinya. Cara lainnya yaitu memilih pegadaian. Terkadang penenun memberikan jaminan barang berharga walaupun cukup beresiko. Penenun menempuh jalan ini untuk membantu mengatasi permasalahan modal.

4. Munculnya kain songket

Songket adalah kain tenun yang berasal dari Palembang. Di indonesia dikenal dengan songket palembang. Banyak persamaan mengenai pembuatan ulos dengan pembuatan songket Palembang. Diantaranya adalah:

(35)

Gambar 9. Salah satu jenis songket Palembang.

Gambar 10. Salah satu hasil tenun songket Tarutung.

(36)

mencapai Rp.5.000.000. Ulos Tarutung termurah ada di kisaran harga Rp.30.000. Kondisi ini membuat para penenun ulos beralih menjadi penenun songket.

5. Cuaca dan musim panen

Bertenun juga ditentukan oleh baik- buruknya musim. Penenun di pasar Tarutung tidak dapat bekerja jika musim penghujan. Benang yang dibeli para penenun dari pasar harus dikanji dulu. Proses “mangkanji” adalah proses memberi lem terhadap ulos. Air panas diaduk dengan tepung kanji hingga menjadi lem. Kemudian benang akan dijemur selama 2-3 jam sampai benang terasa keras. Jika hujan sering turun maka benang tak akan bisa dijemur. Masalah lainnya adalah kebanyakan penenun bekerja sebagai petani juga. Di bulan desember para pengrajin akan mulai menanam padi. Di bulan juni musim panen akan tiba. Di waktu tersebut para pengrajin akan kebanyakan di sawah dibandingkan di rumah.

6. Modifikasi Ulos

(37)

yang ada dalam ulos. Pihak gallery beranggapan bahwa cara ini akan membuat eksistensi ulos akan bertahan.

Pihak gallery beranggapan saat ini ulos bukan hanya digunakan pada acara adat atau keluarga saja. Seiring perkembangannya, busana tradisional sudah biasa digunakan dalam berbagai kesempatan. Dengan demikian Kain ulos untuk saaat ini harus mengalami berbagai modifikasi. Dari segi benang, para pemilik gallery ingin memilih bahan lain seperti katun, sutra, untuk digunakan oleh para penenun agar kain ulos tersebut nyaman digunakan. selain bahan, warna juga mengalami berbagai modifikasi sesuai perkembangan zaman.

Seiring dengan berkembangnya zaman globalisasi dan teknologi masyarakat indonesia terutama generasi muda, teknologi semakin diandalkan dan dianggap lebih menarik. Seiring perkembangan zaman globalisasi dan teknologi masyarakat indonesia terutama generasi muda, semakin mengandalkan teknologi dan menganggap hal itu lebih menarik dibandingkan dengan mengenal dan melestarikan kebudayaan daerahnya sendiri.

(38)

Ulos yang awalnya merupakan budaya dimana individu mempunyai kebebasan dan kreatifitas individu berubah menjadi industri budaya. Dalam industri budaya teknologi pada gilirannya mendorong kecenderungan untuk lebih memperlakukan manusia sebagai sarana menjadi suatu komoditas daripada tujuan (mangihut:2017). Setelah ulos diproduksi secara massal, komoditi ini menjadi sebuah industri kreatif. Fungsi ulos yang awalnya sebagai penghangat, berubah menjadi suatu hadiah pemberian, kemudian menjadi suatu industri kreatif yang mempuyai banyak fungsi seperti ulos berubah baju, jas, tas, sepatu dan lain -lain. 4.7 Alat Tenun Tradisional

Alat tenun yang digunakan para pengrajin saat ini adalah alat yang masih tradisional. Alat ini digunakan dari dulu hingga sekarang. Alat ini terdiri dari beberapa bagian. Semua alat terbuat dari kayu. Adapun bagian-bagian yang terpenting dalam pembuatan ulos adalah:

1. Hulhulan

Alat ini berfungsi sebagai tempat merentangkan benang secara vertikal dan melintang. Bahan terbuat dari kayu.

(39)

Alat ini terbuat dari kayu, papan, dan besi atau bisa juga menggunakan kawat. Digunakan untuk memintal benang dari kapas. Roda pemintal digerakkan dengan menggunakan tangan.

3. Sorha pat

Ini adalah motif lain dari sorha. Banyak digunakan pada jaman kependudukan tentara Jepang di Tapanuli Utara.

4. Kelonan

(40)

5. Anian

Bahan dari kayu dan pakko. Digunakan untuk merakit benang sebelum ditenun.

6. Turak

Bahanya terbuat dari bambudan dipakai untuk menghantar benang sirat kain tenunan.

7. Lili

(41)

8. Tundalan

Digunakan sebagai sandaran pinggul di saat bertenun.

9. Hapulotan

Digunakan untuk mengatur benang tenun supaya tidak simpang siur.

10. Pamapan

(42)

11. Panggugasan.

Dibuat dari bambu. Fungsinya untuk menegangkan benang. Diolesi dengan air tajin.

12. Sitadaoan

Bahan dari kayu, digunakan untuk landasan kaki waktu bertenun.

4.8 Pemilik Modal Industri Tenun Ulos

Modal sangat penting dan menjadi syarat utama dalam menjalankan dan mendirikan suatu usaha. Sebuah unit usaha maupun perusahaan membutuhkan modal yang memadai. Pada umumnya modal penenun dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

(43)

Modal pribadi adalah modal yang berasal dari penenun itu sendiri. Modal ini di dapat dari hasil bertani, berdagang dan juga tabungan sendiri. Modal ini lah yang dibuat untuk membeli bahan baku untuk pembuatan ulos.

2. Penyandang dana

Penenun yang tidak memiliki modal untuk bekerja biasanya ditanggung oleh tokeh. hubungan ini seperti layaknya kontrak kerja yan menggunakan sistem upah. Contohnya adalah penenun akan diberikan pekerjaan untuk membuat satu lembar ulos dalam kurun waktu dalam sebulan. Modal awal yang diberikan tokeh untuk membeli bahan baku sebanyak Rp.500.000. Ulos yang telah selesai akan dikembalikan kepada tokeh yang memberi modal dan penenun akan diberi upah kurang lebih Rp. 1.300.000. Upah dari menenun inilah yang didapat penenun selama sebulan tersebut.

(44)

Dari awal berkembangnya industri tenun ulos di pasar tarutung yaitu sekitar awal 90-an hingga tahun 2000 tidak ada program yang pernah membentuk kelompok usaha kecil untuk membantu para penenun yang ingin usahanya tetap berlanjut, karena kurangnya peran dan bantuan dari pemerintah sebab para pengusaha tenun tersebut tidak bisa diajak bekerja sama untuk mempertanggung jawabkan apakah industri tersebut bisa berkembang dan tetap berjalan, pemerintah beranggapan para pengusaha tersebut hanya ingin uang modal usaha dari pemerintah tanpa hasil yang memuaskan sebab pemerintah menginginkan adanya timbal balik antar pengusaha dengan Pemerintah. Permasalahan dan memberikan bantuan modal usaha dengan membentuk kelompok usaha, tetapi kenyataannya pemerintah setempat tidak pernah melakukan sosialisasi dan cuek dalam hal ini, yang menyebabkan terkadang para pelaku industri sering mengahapi masalah utama yaitu modal usaha dan tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah setempat, kondisi ini sudah menjadi kendala para penenun dari tahun ke tahun dalam perkembangan industrui tenun ulos di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara.

4.9 Hubungan Tokeh Dan Penenun

(45)

hanya bekerja dirumah tempat tinggal mereka sedangkan tokeh membawa hasil tenunan mereka keberbagai daerah. Tokeh pada umumnya memiliki cadangan ulos yang banyak, sehingga apabila seorang konsumen memesan kepada penenun untuk membuatkan ulos dalam jumlah yang banyak maka penenun tidak akan sanggup. Karena dalam pembuatan satu lembar ulos diperlukan waktu 2 Miinggu hingga 1 bulan. Oleh sebab itu itu penenun akan menyuruh konsumen untuk menjumpai para tokeh. Seorang tokeh awalnya berawal dari penenun, namun karena permintaan konsumen meningkat maka penenun sering meminta penenun lain untuk membuat pesananannya dikerjakan. Para tokeh sangat mengenal para penenun-penenun nya karena sudah sering jumpa dan jarak tidak lah jauh. Zaman sekarang sudah ada telepon, jadi untuk menghubungi penenun ataupun tokeh sudah lah sangat mudah, jauh jika dibandingkan dulu yang harus pergi kerumah tokeh ataupun penenun secara langsung itupun jika orang nya ada di rumah kadang harus menunggu hari sabtu untuk bertemu di pasar tradisional Tarutung.

(46)

Bab V

Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan

U

los bukan sekedar warisan budaya, namum menenun ulos bagian dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan membutuhkan keahlian. Perkembangan industri tenun di Pasar Tarutung Kecamatan Tapanuli Utara banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah:

1. Telah terjadinya perubahan yang signifikan terhadap ulos itu sendiri dan begitu juga kepada para penenunnya. Dalam perkembangannya, akhirnya ulos mengalami perubahan fungsi, awalnya sebagai penghangat, berubah menjadi suatu hadiah pemberian, dan kemudian menjadi industri kreatif. 2. Banyak nya pengrajin yang meninggalkan kegiatan bertenun, sementara

(47)

memproduksi ulos secara massal yang kemudian memunculkan alat tenun bukan mesin dan alat tenun mesin. Ulos mulai dibuat dengan alat yang tidak tradisional. Hal ini akan lebih memudahkan cara produksi, menghemat waktu dan diharapkan laku dipasaran.

3. Akulturasi dengan budaya lain menyebabkan ulos hasil tenunan karya pengrajin banyak mengalami perubahan motif yang mengakibatkan sedikit pergeseran, sehingga secara perlahan makna ulos pun mulai berkurang. Perubahan itu terasa dan dapat dilihat dengan menampilkan banyak warna dan ragam hias yang semata-mata lebih menampilkan segi estetisnya. 4. Modifikasi ulos yang dilakukan oleh pihak gallery dengan penenun

memunculkan inovasi baru dalam industri tekstil tradisional ulos ini. Yakni dengan menggunakan bahan dasar benang yang lebih halus dan lebih lembut. Ulos yang selama ini sifatnya kaku dan tebal maka sekarang tampilan nya dimaksimalkan sehingga terjadi revitalisasi ulos oleh para penenun.

5. Keterbatasan pemasaran kain ulos oleh penenun dipandang sebagai salah satu kendala untuk memasarkan kain ulos sampai keluar daerah ataupun keluar negeri. Kurangnya peran organisasi sosial yang juga berfungsi untuk memperluas jaringan pemasaran pedagang kerajinan tenun ulos. Jaringan sosial yang ada seandainya bisa secara langsung memperluas pemasaran melalui informasi.

(48)

lanjut usia. Hal ini mengakibatkan desain yang dikembangkan saat ini semakin meluas meskipun desain yang dikembangkan merupakan hasil penggalian terdahulu yang diekspresikan dengan rancangan baru.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian di lapangan peneliti berharap agar ulos tetap diperrtahankan eksistensinya. Modernisasi harus dimanfaatkan sebagai suatu hal yang membuat ulos itu maju dan dapat bersaing dengan kain tenun di seluruh indonesia. Suku batak tanpa ulos sama saja menghilangkan suku batak itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin.1990. Sociology: Sixth Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga.

BPS Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan Tarutung Dalam Angka 2011, Tidak Diterbitkan.

BPS Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan Tarurutung Dalam Angka 2013, Tidak Diterbitkan.

BPS Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan Tarutung Dalam Angka 2014, Tidak Diterbitkan.

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hutasoit, Bontor Arifin.2006. Hubungan Subkontrak Antara Partonun Dengan Toke. Jurnal Studi Pembangunan Vol I. Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Gambar 1. Proses martonun (bertenun)
Gambar 2. Ornamen yang dibuat pada ulos
Gambar 3. Penenun Yang Masih Menggunakan Alat Tenun Tradisional Dan  Alat Tenun   Bukan   Mesin
Gambar 5. Benang 100
+3

Referensi

Dokumen terkait

a) Kurangnya lapangan pekerjaan, menjadi faktor untuk membuka industri tenun ulos karena mereka karena kalau ada pun lapangan pekerjaan upah dengan jam