BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Morse (dalam Denzin dkk, 2009: 279), menjelaskan bahwa perencanaan
penelitian mencakup banyak elemen (unsur), termasuk pemilihan lokasi.
Menentukan lokasi merupakan tahapan penting dalam penelitian, dan karena
biasanya melakukan negosiasi tempat menyita banyak waktu (sering kali
melibatkan para tetua dan pamong sebagai penilai apa saja dampaknya terhadap
institusi setempat).
Penelitian ini dilakukan di Vihara Maitreya Jalan Hang Tuah 16, Madras
Hulu, Medan. Merupakan salah satu Vihara dari golongan Mahayana yang hingga
saat ini masih menjadi tempat pelaksanaan ritual kong tek ( 德). Dengan suasana tradisional yang religius maka tentunya berpengaruh juga terhadap materi
keagamaan masyarakatnya dalam hal ini di khususkan untuk masyarakat etnik
Tionghoa golongan Mahayana. Disamping itu, Vihara ini juga berlokasi disebelah
sungai, dimana diakhir ritual ini diadakan acara bakar-bakaran yang di anjurkan
dilakukan di tepi sungai atau lautan.
Sebenarnya ritual kong tek ( 德) dilaksanakan setelah tujuh hari pasca kematian, namun dikarenakan ritual kong tek ( 德) dalam pelaksanaannya memakan biaya yang sangat besar maka ritual ini boleh dilakukan sampai
ini,peneliti melakukan analisis ritual kong tek ( 德) pada satu keluarga tionghoa yang mengadakan ritual ini setelah lima tahun kematiankerabatnya.
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen utama, yaitu
sebagai pelaksa, pengamat, dan sekaligus sebagai pengumpul data. Sebagai
pelaksana, peneliti melaksanakan penelitian ini di Vihara Maitreya Medan.
Peneliti berperan sebagai pengamat untuk mengamati bagaimana ritual kong tek
( 德)dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.
Kedudukan peneliti dalam penelitian kulitatif cukup rumit karena peneliti
harus meminta izin terlebih dahulu kepada keluarga Tionghoa yang melakukan
ritual kong tek ( 德). Perlu diketahui bahwa masyarakat etnik Tionghoa sangat berhati-hati dan cenderung tertutup dengan pribumi sehingga peneliti melakukan
penelitian dengan pendekatan individual dan secara kekeluargaan sampai akhirnya
informan dengan senang hati menceritakan ritual kong tek ( 德),bagaimana tata cara ritual kong tek ( 德)dilakukan, instrumen apa saja yang digunakan, bagaimana pemahaman masyarakat Tionghoa dikota medan mengenai tradisi (
德).
Dalam proses penelitian kualitatif peneliti secara intensif mengamati
kegiatan dan aktifitas sasaran dalam proses kegiatan yang dilakukan, sehingga
peneliti memperoleh informasi pengamatan dan wawancara yang diperlukan
mengenai kegiatan ritual kong tek( 德)yang dilakukan di Vihara Maitreya Medan. Hal ini sesuai dengan kutipan Mulyana dari Denzin yaitu ― pengamat
wawancara dengan responden dan informan, partisipasi dan observasi langsung
dan instropeksi‖.
3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor(1992: 21-22), penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati.
Menurut Denzin dan Lincoln (Moleong, 2000) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada dalam penelitian kualitatif, metode yang
biasa dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.
Dari kajian beberapa pendapat tersebut, Moleong menyimpulkan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Pada dasarnya penelitian ini adalah penelitian lapangan, yang
dilaksanakan di Vihara Maitreya Medan Sumatera Utara. Peneliti terlibat
langsung dalam proses penelitian mulai dari awal sampai akhir penelitian, yang
melibatkan seorang biksu sebagai pemimpin ritual dan beberapa tokoh masyarakat
mendukung penelitian ini diperlukan data-data yang berhubungan dengan situasi
umum kebudayaan tradisional etnik Tionghoa dalam hal ini dikhususkan pada
golongan Mahayana karena hanya golongan ini yang melakukan ritual kong tek
( 德).Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi secara langsung di lapangan.
3.3 Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dari
informan yang memaparkan bagaimana performansi, partisipasi dan
indeksikalitas ritual kong tek( 德). Penelitian ini menggunakan data primer yang memiliki fungsi dan kedudukan sebagai data utama (pokok) di dalam sumber
analisis.
Berkenaan dengan hal itu, yang dijadikan sumber data primer dalam
penelitian ini adalah sumber data lisan, yakni sumber data dari hasil wawancara
yang didapat langsung di lapangan yang dituturkan oleh informan. Data lisan
bersumber dari informan yang merupakan biksu danketua pembina masyarakat
Tionghoa Medan. Informan menjelaskan performansi, indeksikalitas, dan
partisipasi di dalam ritual kong tek( 德) . Data yang dikumpulkan tergolong valid dan reliabel dalam menunjang analisis yang dilakukan sebab disajikan oleh
informan yang dipilih dengan kriteria tertentu.
1. Nama : Bapak Ho Boen Boe / He Wen Bin Profesi : Guru
Usia : 56 tahun Agama : Islam
Alamat : Jl. Flores No.2B Pematangsiantar 2. Nama : Biksu Zheng Yuan
Profesi : Biksu Usia : 35 tahun Agama : Buddha Alamat : China 3. Nama : Erbin
Profesi : Ketua Pembina Masyarakat Tionghoa Medan Usia : 45 tahun
Agama : Buddha
Alamat : Jl. Hang Tuah Medan
Data tulis diperoleh dari mantera doa, foto-foto perlengkapan ritual, dan
wawancara dari informan. Mantera doadiperoleh dari buku doa yang dibagikan
saat upacara berlangsung.Mantera doa dalam ritual kong tek 德 menggabungkan budaya dan agama secara universal sedangkan dialog terhadap
arwah leluhur menggambarkan sikap masyarakat Tionghoa yang masih
mempercayai keterkaitan antara dunia dan alam gaib. Foto alat-alat primer dan
sekunder yang digunakan saat ritual kong tek( 德) diperoleh dari dokumentasi pribadi peneliti, dan data tulis dari hasil wawancara dari informan. Tujuannya
untuk melengkapi data dan data intuisi juga digunakan untuk menguji
3.4 Metode Pengumpulan Data
Tidak ada satu penelitian pun yang tidak melewati proses pengumpulan
data. Banyak metode yang dapat digunakan dan biasanya disesuaikan dengan
jenis penelitianya. Dalam penelitian ritual kong tek 德 sesuai dengan penelitian kualitatif, maka dalam penelitian ini mengumpulkan data dengan cara :
3.4.1 Metode Partisipatoris
Metode partisipatoris adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini.
Penelitian ini memerlukan kemampuan peneliti untuk terjun langsung ke lapangan
bergabung dengan masyarakat yang hendak diteliti, pada penelitian ini peneliti
langsung dan berbaur dengan masyarakat Tionghoa yang melakukan ritual kong
tek 德 .Peneliti mengalami kesulitan untuk berbaur dengan masyarakat Tionghoa asli karena sifat mereka yang menutup diri terhadap masyarakat pribumi.
Dengan pendekatan secara kekeluargaan akhirnya masyarakat Tionghoa dengan
sukacita memberikan informasi. Mereka menceritakan dari awal hingga akhir
tentang ritual kong tek 德 serta mengizinkan peneliti untuk menyaksikan prosesi ritual kong tek ( 德). Dalam hal ini peneliti berkedudukan sebagai audiens dalam ritual kong tek ( 德). Dengan demikian, peneliti dapat menggambarkan dan menemukan fenomena unik ritual kong tek 德 sehingga peneliti dapat mengambil data sesuai dengan kehidupan masyarakat
3.4.2 Metode Observasi
Menurut Arikunto (dalam Triswanto, 2010:32) menjelaskan bahwa
observasi disebut pengamatan atau peninjauan secara cermat. Pengamatan adalah
pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan semua
kemampuan pancaindra. Biasanya observasi dapat dilakukan dengan cara melihat,
mendengar, meraba, mencium, dan merasakan.
Sedangkan menurut Poerlvanto (dalam Triswanto, 2010:32) mengatakan,
observasi ialah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan
secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu
atau kelompok secara langsung. Data berupa informasi faktual secara cermat dan
terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan, dan situasi sosial sesuai dengan
konteks tempat kegiatan-kegiatan itu terjadi.
Observasi yaitu menatap kejadian, gerak dan proses. Metode ini sebagai
alat pengumpulan data dimaksud observasi yang dilakukan secara sistematis
bukan observasi secara kebetulan saja. Dalam hal ini peneliti mengamati
pelaksanaan ritual kong tek 德 di Vihara Maitreya Medan yaitu berupa proses kegiatan, sikap dan perilaku yang dilakukan oleh keluarga etnik
Tionghoa.Sehingga dengan menggunakan metode ini akan diperoleh data
mengenai ritual kong tek 德 , tempat upacara, alat-alat yang digunakan dan siapa saja yang terlibat dalam ritual kong tek 德 . Penelitian ini dianalisis dengan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai prosesi ritual kong tek
德 serta mengamati semua pola tingkah laku masyarakatetnik Tionghoa
3.4.3 Wawancara
Semula istilah wawancara diartikan sebagai tukar-menukar pandangan
antara dua orang atau lebih. Kemudian, istilah ini diartikan lebih lanjut, yaitu
sebagai metode pengumpulan data atau informasi dengan cara tanya jawab
sepihak, dikerjakan secara sistemik dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan.
Tujuan wawancara sendiri adalah mengumpulkan data atau informasi (keadaan,
gagasan/pendapat, sikap/tanggapan, keterangan dan sebagainya) dari suatu pihak
tertentu. (Subyantoro, dkk, 2006:97)
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam kepada
seorang biksu Mahayana, ketua pembina masyarakat Tionghoa, dan masyarakat
Tionghoa. Pada saat wawancara dilakukan, peneliti menanyakan segala hal
tentang ritual kong tek 德 dan tata cara pelaksanaannya (daftar pertanyaan terlampir). Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan tiga orang informan.
Informan ini berasal dari pembina, biksu, dan tokoh masyarakat.Biasanya mereka
adalah orang-orang yang memiliki hubungan langsung dengan ritual kong tek
德 dan menguasai tradisi dan budaya Tionghoa, dan informan yang dipilih memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Masyarakat asli Tionghoa.
2. Berusia antara 35-56 tahun.
3. Memahami dan mengerti tradisi Tionghoa terutama ritual kong tek
德 .
Wawancara dilakukan pada pagi hari pukul 09.00-17.00 pada hari Jumat,
Sabtu dan Minggu. Wawancara dilakukan di Vihara tempat dilaksanakannya ritual
kong tek 德 . Peneliti menanyakan dan mencatat semua hal yang berhubungan dengan ritual kong tek 德 . Peneliti melakukan percakapan dan tatap muka secara langsung dengan informan. Dalam hal ini peneliti memberikan
beberapa pertanyaan dan mengarahkan topik pembicaraan sesuai dengan
kepentingan untuk memperoleh data tentang tradisi kong tek ( 德).
3.4.4 Kajian Dokumen
Metode pengumpulan data selanjutnya pada penelitian ini adalah kajian
dokumen. Berbagai data baik fakta yang terkumpul yaitu (1) artikel dari
penelitian-penelitian terdahulu, (2) foto-foto peralatan yang di gunakan saat ritual
kong tek, foto-foto diperoleh dari dokumentasi pribadi peneliti, (3) buku doa yang
dibagikan oleh keluarga yang melaksanakan ritual kepada seluruh partisipan saat
ritual kong tek 德 berlangsung. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan yang terkait dengan permasalahan penelitian.
3.5 Teknik Analisis Data
Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai
dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas dalam analisis
meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta
1. Tahap Reduksi Data
Sejumlah langkah analisis selama pengumpulan data menurut Miles dan
Huberman adalah :
Pertama, meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan
situasi di lokasi penelitian. Pada langkah pertama ini termasuk pula memilih dan
meringkas dokumen yang relevan. Kedua, dalam analisis selama pengumpulan
data adalah pembuatan catatan obyektif.Peneliti perlu mencatat sekaligus
mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya,
faktual atau obyektif-deskriptif. Ketiga, membuat catatan reflektif. Menuliskan
apa yang terangan dan terfikir oleh peneliti dalam sangkut paut dengan catatan
obyektif tersebut diatas. Keempat, mencermati penjelasan di atas, seorang peneliti
dituntut memiliki kemampuan berfikir sensitif dengan kecerdasan, keluasan serta
kedalaman wawasan yang tertinggi.
Berdasarkan kemampuan tersebut peneliti dapat melakukan aktivitas
reduksi data secara mandiri untuk mendapatkan data yang mampu menjawab
pertanyaan penelitian. Proses reduksi data dilakukan dengan mendiskusikan pada
teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut diharapkan
wawasan peneliti akan berkembang dan data hasil reduksi lebih bermakna dalam
menjawab pertanyaan penelitian.
Reduksi data dalam penelitian ritual kong tek 德 :
a. Peneliti mengumpulkan semua data baik sekunder maupun primer yang
berhubungan dengan ritual kong tek 德 . Data primer berupa wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan. Sebelum melakukan
diberikan kepada ketua pembina masyarakat Tionghoa, peneliti datang ke
vihara untuk bertanya langsung tentang religi tradisional ini. Kemudian
sang informan menjelaskan secara keseluruhan tentang religi tradisional
Tionghoa ritual kong tek 德 .
b. Peneliti menerjemahkan data lisan dan tulisan dalam bahasa Mandarin
yang diucapkan penutur kedalam bahasa Indonesia untuk kemudian data
tersebut dianalisis maknanya. Data ini didapat dari teks doa dan tuturan
dari biksu dan keluarga Tionghoa ketika melakukan dialog dengan arwah
leluhur pada saat ritual dijalankan.
c. Peneliti menganalisis performansi, partisipasi, dan indeksikalitas ritual
kong tek 德 berdasarkanTeori Antropolinguistik. kong tek ( 德) adalah ritual duka yang dipercaya sebagai perjalanan arwah dari hidup
setelah mati. Dari awal hingga akhir penelitian, peneliti terus melakukan
pengamatan ritual kong tek ( 德). Peneliti menganalisis performansi dengan menggunakan Teori Antropolinguistik, dari performansi diperoleh
data ritual kong tek ( 德) yaitu bagaimana ritual ini dilakukan, melalui indeksikalitas ditemukan alat-alat yang digunakan pada ritual kong tek (
德), melalui partisipasi diketahuisiapa saja yang terlibat dalan ritual kong
tek ( 德). 1. Performansi
Prosesi ritual kong tek ( 德) Dimulai dari prosesi ritual, peralatan apa saja yang digunakan, dan siapa saja yang terlibat dalam ritual tradisional kong tek
dan mewah yang didalamnya terdapat berbagai macam barang elektronik, pakaian,
perabot rumah tangga dalam bentuk replika. Lengkap dengan mobil dan halaman
yang sangat indah. Di dalamnya terdapat patung dua belas pelayan dan dua
gunung perak dan emas yang diajaga oleh penjaga yang akan dianalisis fungsi dan
maknanya. Melalui performansi, peneliti akan menganalisis struktur ritual kong
tek 德 , bagaimana ritual berlangsung dari awal sampai akhir. 2. Partisipasi
Penelitian ini juga menganalisis siapa saja participant yang terlibat dalam
ritual kong tek 德 yaitu anggota keluarga Tionghoa, yakni adik, anak laki-laki, anak perempuan, beserta cucu. Selain itu yang menjadi partisipan di dalam
ritual kong tek 德 ialah para biksu yang memimpin ritual dan para audiens yang menyaksikan ritual dari awal sampai akhir.
3. Indeksikalitas
Dalam ritual kong tek 德 ditemukan pula peralatan-peralatan ritual kong tek 德 yang akan dianalisis menggunakan indeksikalitas dalam kajian antropolinguistik. Di dalam indeksikalitas ditemukan bentuk, tanda, dan simbol
yang akan diperoleh fungsi dan makna dari setiap peralatan sebagai berikut:
- Rumah Kertas
Kertas dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai rumah asli
ditambah pondasi bangunan dari bambu yang kokoh. Dengan design utama
berbahan kertas rumah dibuat dengan sangat megah di hiasi dengan lampu
berwarna-warni. Di depan rumah dibuat taman yang sangat indah. Menurut
tinggal leluhur di dalam baka. Rumah kertas dalam ritual kong tek ( 德) menyimbolkan strata sosial leluhur yang meninggal. Semakin besar dan megah
rumahnya menandakan semakin sukses dan berhasil anak dan keluarga yang
ditinggalkan. Di dalam rumah kertas ini terdapat barang-barang mewah seperti
perabotan rumah tangga, di dalamnya terdapat beberapa kamar tidur dan ruang
tamu. Di ruang tamu rumah kertas ini terdapat barang-barang elektronik seperti
figura, Televisi, DVD, sofa. Barang-barang ini berfungsi sebagai alat-alat yang
dipercaya akan membuat leluhur nyaman dan senang karena barang-barang ini
juga ada di rumah leluhur sebelum leluhurnya meninggal.
- Sesajian/Persembahan untuk leluhur
Sesajian yang yang terlihat dalam upacara ritual kong tek ( 德) yaitu tiga jenis hewan dari babi, ayam dan ikan bandeng, yang dikenal dengan sebutan Sam
Seng/San Sheng ( 牲)atau dari bunyi kata dapat diartikan sebagai Kehidupan Tiga (alam). Ketiga jenis hewan tersebut mewakili kehidupan di darat (babi),
kehidupan di air (ikan bandeng) dan kehidupan di udara (ayam, yang tergolong
unggas). Kehidupan di tiga alam menyiratkan agar di manapun berada seseorang
harus dapat menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya sehingga dia mampu
bertahan untuk melangsungkan kehidupannya. Selain makanan pokok,
persembahyangan dalam ritual kong tek ( 德) juga menggunakan buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang memiliki makna simbolik seperti. Kue Cang atau
Bacang, kue apem, buah pir, buah apel, buah pisang, jeruk dan air dalam cawan.
Apabila dikaji secara indesikalitas bermakna untuk menyampaikan harapan,
Berdasarkan penjelasan tersebut maka performansi, indeksikalitas dan
partisipasi dalam ritual kong tek 德 dikaji dengan menggunakan tiga parameter antropolinguistik yaitu , keterhubungan, kebernilaian, dan
keberlanjutan yang memperlihatkan keadaan objek yang diteliti yaitu bagaimana
pemahaman masyarakat Tionghoa kini tentang tradisi kong tek 德 serta bagaimana pewarisan tradisi ke generasi selanjutnya sebagai pelestarian terhadap
kebudayaan lampau.
d. Peneliti menganalisis dan mendeskripsikan fungsi, makna, nilai-nilai serta
kearifan lokal yang terdapat didalam ritual kong tek 德 . Terdapat nilai-nilai luhur dalam tradisi kong tek 德 yaitu nilai moral agar selalu berbakti kepada kedua orangtua serta kearifan lokal sebagai bentuk
solidaritas antar sesama keluarga, kearifan lokal tentang hubungannya
dengan manusia, alam, dan mahluk gaib yang memiliki keterkaitan dan
saling membutuhkan satu sama lain, serta kearifan lokal terhadap
kepercayaan dan kesejahteraan hidup.
2. Tahap Penyajian Data/ Analisis Data Setelah Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau
penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya,
mengingat bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks naratif. Display
adalah format yang menyajikan informasi secara tematik kepada pembaca.
Penelitian kualitatif biasanya difokuskan pada kata-kata, tindakan-
tindakan orang yang terjadi pada konteks tertentu. Konteks tersebut dapat dilihat
departemen, keluarga, agen, masyarakat lokal), sebagai ilustrasi dapat dibaca
Miles dan Huberman (1984:133).
Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisirkan, tersusun
dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami dan merencanakan kerja
penelitian selanjutnya. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang
yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki
makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan data,
membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi
dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapi tujuan penelitian. Penyajian
data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya analisis
kualitatif yang valid dan handal.
3.Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah selanjutnya adalah tahap penarikan kesimpulan berdasarkan
temuan dan melakukan verifikasi data. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti buat yang
mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Proses untuk mendapatkan
bukti-bukti inilah yang disebut sebagai verifikasi data. Apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang kuat dalam arti
konsisten dengan kondisi yang ditemukan saat peneliti kembali ke lapangan maka
kesimpulan yang diperoleh merupakan kesimpulan yang kredibel.
Langkah verifikasi yang dilakukan peneliti sebaiknya masih tetap terbuka
untuk menerima masukan data, walaupun data tersebut adalah data yang tergolong
tidak bermakna. Namun demikian peneliti pada tahap ini sebaiknya telah
diperlukan atau tidak bermakna. Data yang dapat diproses dalam analisis lebih
lanjut seperti absah, berbobot, dan kuat sedang data lain yang tidak menunjang,
lemah, dan menyimpang jauh dari kebiasaan harus dipisahkan.
Kualitas suatu data dapat dinilai melalui beberapa metode, yaitu :
- mengecek representativeness atau keterwakilan data
- mengecek data dari pengaruh peneliti
- mengecek melalui triangulasi
- melakukan pembobotan bukti dari sumber data-data yang dapat
dipercaya
- membuat perbandingan atau mengkontraskan data
- menggunakan kasus ekstrim yang direalisasi dengan memaknai
data negatif
Dengan mengkonfirmasi makna setiap data yang diperoleh dengan
menggunakan satu cara atau lebih, diharapkan peneliti memperoleh informasi
yang dapat digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Penarikan
kesimpulan penelitian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang belum
pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek
yang sebelumnya remang-remang atau gelap menjadi jelas setelah diteliti.
Temuan tersebut berupa hubungan kausal atau interaktif, bisa juga berupa
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendahuluan
Ritual kong tek 德 dipercaya sebagai perjalanan arwah dari hidup setelah mati. Keadaan arwah seperti ini perlu mendapat penghiburan, bimbingan
dan perlindungan agar arwah menjadi tenang dan pasrah menerima keadaannya.
Untuk itu dibutuhkan beberapa ritual duka yang sudah dikenal, sesuai dengan
aliran kepercayaan atau agama yang dianut oleh almarhum atau oleh keluarganya.
Banyak upacara ritual untuk arwah yang masih dilakukan oleh keluarga Tionghoa.
Seperti yang masih banyak dilakukan oleh ummat Konghucu dan Taois adalah
ritual kong tek 德 .
Gambar 1. Replika Rumah Kertas
Pada bab ini diuraikan secara luas mengenai ritual kong tek ( 德) pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Yang menjadi fokus utama dalam
penelitian iniadalah kajian antropolinguistik yang meliputi (1) performansi, (2)
Bab ini juga akan menganalisis dan membahas makna, fungsi, nilai-nilai dan
norma yang terdapat pada ritual kong tek ( 德),dan kearifan lokal yang terdapat di dalamnya.
4.2 Hasil Penelitian
Untuk memahami budaya masyarakat Tionghoa penulis berfokus pada
kajian antropolinguistik. Kandungan yang tersirat dalam mantra dan komunikasi
dengan arwah di dalam tradisi kong tek ( 德), memperlihatkan nilai-nilai yang rapi dan terstruktur dari budaya masyarakat Tionghoa. Ideologi mampu menerka
secara mendalam maksud yang terdapat di dalam tradisi kong tek ( 德), sistem nilai, dan sistem sosial masyarakat Tionghoa serta hubungan mereka dengan
masyarakat lain.
Mengetahui tradisi masyarakat Tionghoa ini, artinya mengetahui peristiwa
budaya yang berlaku dari pemikiran mereka. Setidaknya gambaran sedemikian
diungkapkan dengan meneruskan tradisi lama. Tradisi kong tek ( 德) juga mengandung medium interaksi dengan alam gaib yaitu alam arwah dan sang
pencipta. Adanya hubungan alam yang ditampilkan dari konteks budaya dan
konteks situasi mempunyai makna ideologi tersendiri. Secara tersirat tradisi kong
tek ( 德) mampu menyampaikan interpretasi seperti norma-norma masyarakat Tionghoa sebagai penanda identitas sosial dan solidaritas.
4.2.1 Performansi (Performance)
Performansi berhubungan dengan aktivitas yang sedang berlangsung dan
德).Ritual kong tek 德 biasanya dilakukan di kelenteng. Kelenteng atau
Vihara adalah rumah bagi orang-orang Tionghoa yang merupakan perkumpulan
klen dimana aggotanya adalah orang-orang Tionghoa yang berasal dari sub suku
bangsa mana saja asalkan mempunyai nama keluarga yang sama.
Sebelum dimulainya acara ritual ada prosesi yang dilakukan para biksu
maupun keluarga Tionghoa mempersiapkan segala kebutuhan yang akan
diperlukan selama ritual dilaksanakan. Adapun kegiatan yang dilakukan sebelum
upacara adalah: (1)sembahyang, (2)membakar dupa, (3) membakar lilin, (4)
membakar uang kertas, (5) memberikan persembahan/sesajian, (6) membaca
mantera, (7) membakar rumah replika, (8) berkomunikasi dengan arwah. Berikut
adalah pembahasan tentang tahapan-tahapan yang dilakukan dalam performansi
ritual kong tek sebagai berikut:
1. Sembahyang
Asal mula sembahyang leluhur orang Tionghoa berasal dari kepercayaan
masyarakat dahulu yang berpendapat bahwa setelah seseorang meninggal, arwah
orang tersebut dapat meninggalkan tubuhnya dan tetap terus hidup. Konsep
mengenai arwah ini menimbulkan ketakutan dalam diri mereka. Arwah yang telah
meninggalkan tubuh dapat lebih bebas untuk pergi kemanapun. Kemampuan
untuk mempengaruhi hal yang membahagiakan dan merugikan manusia lebih
besar dibandingkan sewaktu dia hidup. Oleh karena itu munculah
persembahyangan terhadap orang yang telah meninggal.
yang penting dan wajib untuk dilakukan. Kewajiban itu tampak bukan sekedar
sebagai penerusan tradisi masa lampau, tetapi lebih merupakan bagian dari
penghayatan dan pengamalan iman mereka.Adanya aturan-aturan yang ketat dan
harus diikuti dengan benar dalam melaksanakan kegiatan sembahyang untuk
leluhur, menunjukkan bahwa sembahyang untuk leluhur bukanlah suatu kegiatan
yang bisa dilakukan secara sembarangan, dan juga bukan suatu kegiatan yang
tidak memiliki makna. Ada ketentuan-ketentuan menyangkut tempat, waktu,
perlengkapan dan cara pelaksanaannya. Upacara ini dilaksanakan secara
perorangan dan bersama-sama.
2. Membakar Hio/Dupa (香炉)
Masyarakat Tionghoa sangat mementingkan kesinambungan sukunya,
mereka selalu mengingatkan agar tidak lupa membakar dupa dan menyediakan
persembahan untuk leluhurnya. Masyarakat Tionghoa juga percaya bahwa arwah
leluhur yang berada di akhirat bergantung pada sanak saudara dan sahabat mereka
di dunia ini, sehingga mereka dapat hidup dengan nyaman di alam baka.
Hio (Hokkian) atau Hsiang 香 Mandarin artinya adalah harum. Harum yang dimaksudkan disini adalah dupa, yaitu bahan pembakar yang dapat
mengeluarkan asap yang berbau sedap dan harum. Dupa berfungsi sebagai alat
untuk menentramkan pikiran, memudahkan konsentrasi dan meditasi. Makna yang
terdapat dalam budaya membakar dupa ialah untuk menyampaikan dan
mengirimkan doa melalui asap wewangian dalam segala arah. Dupa/hio yang
digunakan dalam ritual kong tek 德 berjumlah ganjil menggunakan satu atau tiga batang hio. Cara menggunakan hio yaitu dengan dibakar, tangan
mengepal lalu memberikan penghormatan untuk membalas jasa langit, bumi dan
orangtua yang telah meninggal.
3. Membakar Lilin
Lilin memiliki makna sebagai penerang dalam kegelapan. Lilin yang
dinyalakan ini adalah lambang dari kesucian, ketulusan, dan pengabdian. Dalam
kebudayaan Tionghoa selalu disebutkan ―bertindaklah sebagai lilin‖, yaitu rela
berkorban untuk menjadi penerang kepada seluruh alam dan manusia. Dalam
konteks yang lebih luas, diajarkan kepada orang Tionghoa agar selalu berlaku
dermawan dan sosial dengan cara menyantuni orang yang kurang mampu dan
semoga menjadi penerang kepada semua orang di dunia ini, bukan hanya sekedar
berguna kepada sesama agama atau religi tetapi kepada semua mahluk.
Pada saat menuju prosesi acara dalam ritual kong tek ( 德 , ada beberapa tahapan-tahapan ritual yang harus dilakukan yakni, 1) Membakar Uang
Kertas, 2)Memberikan Sesaji, 3)Membakar rumah replika untuk leluhur, 4)
Budaya yang dimiliki oleh masyarakat Tionghoa memiliki unsur magis
baik dari mulai pembuatan sampai kepada pelaksanaan ritualnya. Berikut
penjelasan tahapan budaya tradisi kong tek ( 德 :
1. Membakar UangKertas
Membakar uang kertasemas adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada
saat ritual dimulai. Keluarga yang melakukan ritual kong tek ( 德 membakar uang kertas emas dihalaman vihara. Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa
bahwa manusia setelah meninggal akan menuju ke alam baka. Namun bagi
manusia yang mempunyai jasa besar saat di dunia dapat pengecualian untuk
berdomisili di alam langit. Alam langit dipercaya mempunyai pemerintahan yang
mirip dengan alam manusia. Atas dasar kepercayaan inilah, uang emas dan uang
perak diciptakan. Uang emas diperuntukan kepada dewa-dewi di alam langit.
Uang perak diperuntukkan kepada roh manusia di alam baka. Uang perak juga
diperuntukan bagi roh manusia yang gentayangan di alam manusia (hantu).
Budaya bakar uang emas ini dilakukan atas kepercayaan bahwa dewa api
adalah penghubung antara tiga alam yaitu alam langit, alam baka, dan alam
manusia. Makna dari tradisi bakar-bakaran adalah semacam simbolisasi saja.
Yaitu, Simbolisasi atas penghormatan leluhur dan dewa-dewi. Dewa-dewi di
dalam kebudayaan Tionghoa adalah mahluk adikodrat yang dimanusiakan,
dianggap hidup dan bertindak seperti manusia.
Saat uang kertas dibakar keluarga tionghoa yang melakukan ritual kong
tek ( 德 mengucapkan doa kepada leluhur, doa ini merupakan doa pelimpahan jasa. Uang kertas adalah ‘uang akhirat’yang disediakan untuk digunakan oleh orang yang telah meninggal. Oleh karena itu, dalam sembahyang leluhur sering
ditemukan pembakaran uang kertas. Mereka percaya bahwa uang kertas adalah
uang yang digunakan orang yang telah meninggal di akhirat. Hal ini menandakan
bahwa mereka masih percaya kehidupan di akhirat menyerupai kehidupan yang
mereka jalani saat ini. Kehidupan di dunia membutuhkan uang, di akhirat pun
pasti juga membutuhkan uang. Oleh karena itu mereka berharap dengan
membakar uang kertas, leluhur dapat memiliki kehidupan yang baik.
Jenis uang kertas bukan hanya ada satu, tetapi ada tiga. Yang pertama
adalah daqian (打钱), yaitu menggunakan palu dan cetakan uang yang terbuat dari besi; cetakan uang tersebut diletakkan di atas kertas tanah lalu menggunakan
palu untuk memukulnya sehingga bentuk uang terbentuk di kertas tanah tersebut.
Yang kedua adalah jianqian (剪钱), yaitu kertas tanah yang dibentuk menjadi kotak lalu ditempel dengan kertas foil emas dan perak; juga dibentuk menjadi
Yang ketiga adalah yinqian (印钱), yaitu uang kertas yang menirukan uang zaman modern, terdapat cetakan tulisan ‘Bank Dunia Akhirat’ dan berbagai macam angka yang menandakan jumlah uang, layaknya seperti uang kertas yang ada di
dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, uang kertas modern menjadi cukup populer.
Sedangkan kemunculan ‗Kartu Kredit Dunia Akhirat‘ dan ‗Cek Dunia Akhirat‘
dapat mencerminkan perubahan zaman.
Meskipun demikian, sebagian dari mereka juga melihat kondisi mereka
sendiri untuk melakukan tradisi kebiasaan membakar uang kertas ini. Apalagi
harga uang kertas sekarang tergolong tidak murah yang terpenting adalah terus
melakukan sembahyang leluhur meski secara sederhana tetapi dengan hati yang
ikhlas.
2. Memberikan Persembahan/Sesaji
Gambar 4. Sesajian Leluhur
Memberikan persembahan yang ditujukan bagi leluhur dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persembahan yang dibakar dan tidak
dibakar. Persembahan tersebut berbentuk sajian makanan, minuman serta
berbagai jenis makanan dan minuman akan tetap utuh selama ritual berlangsung
dan pada akhir upacara akan menjadi santapan bagi seluruh keluarga.
Persembahan yang dibakar terdiri dari rumah tiruanbeserta isinya dan uang-uang
kertas tiruan. Kedua bentuk persembahan ini memiliki arti simbolis. Jika
ditelusuri menurut dasar pemikiran orang Tionghoa seperti yang telah diterangkan
sebelumnya, persembahan saji-sajian makanan dan minuman tersebut merupakan
tindakan pengucapan syukur yang ditujukan bagi Po (material soul) oleh karena
jenis persembahan ini tidak dibakar. Sedangkan jenis persembahan yang
menggunakan api (dibakar) ditujukan bagi qi (immaterial soul).
3. Membaca Mantra
Membacamantra dilakukan setelah semuanya sudah lengkap, biksu yang
memimpin ritual membakar kertas doa sambil bergerak dan
menggoyang-goyangkan kertas doa sambil mengucapkan mantra. Budaya membaca mantra ini
untuk memanggil roh leluhur dan dewa agar memberkati ritual tersebut. Mantra
yang diucapkan adalah mantera dari sutera yang di pakai untuk memanggil arwah
para dewa dan leluhur yang bertujuan untuk melenyapkan karma buruk pada
leluhur dari masa lampau. Mantera untuk menghilangkan karma buruk yang
diucapkan pada tradisi kong tek ( 德)adalah sebagai berikut:
觀世音菩薩◦
Guan Shi Yin Pu Sa ◦
Terpujilah Avalokiteshvara Bodhisattva. 南無佛◦
Na Mo Fo◦
南無法◦
Mantra ini diucapkan sebagai bentuk puji-pujian untuk memuji Buddha
agar sang Buddha Bodhissatva datang pada ritual kong tek( 德)untuk memberkati upacara serta arwah leluhur. Mantra ini memiliki ideologi keyakinan masyarakat
Tionghoa kepada Tuhan yang Maha Esa (Buddha) sebagai penolong mereka yang
mampu melenyapkan takdir-takdir buruk di dalam hidup.
佛國 緣, 佛法相因◦
Fo Guo You Yuan, Fo Fa Xiang Yin ◦
Bagi siapa yang ingin mencapai loka Buddha,maka Buddha Dharma akan menjadi penolongnya. 常樂 淨, 緣佛法◦
Chang Le Wo Jing, You Yuan Fo Fa ◦
Jika senantiasa senang berlaku suci dan bersih dari ―keakuan‖,pasti dapat membantu diperolehnya Buddha Dharma.
Mantera diatas memiliki ideologi apabila orang Tionghoa beriman kepada
Buddha Darma dan ingin mencapai keimanan tertinggi (loka Buddha), mereka
harus menerapkan hidup yang suci dan bersih serta tidak sombong dan tidak
memikirkan diri sendiri. Buddha akan selalu menjadi penolong di dalam hidup
mereka.
南無摩訶般 波羅蜜, 是大神咒◦
Na Mo Mo Ho Bo Re Bo Luo Mi Shi Da Shen Zhou ◦
Namo Maha Prajnaparamita adalah Mantra Yang Maha Agung.
Na Mo Mo He Bo Ruo Bo Luo Mi Shi Da Ming Zhou ◦
Namo Maha Prajnaparamita adalah Mantra Yang Sempurna Pengetahuannya.
南無摩訶般 波羅蜜, 是無 咒◦
Na Mo Mo He Bo Ruo Bo Luo Mi Shi Wu Shang Zhou ◦
Namo Maha Prajnaparamita adalah Mantra Yang Tertinggi.
南無摩訶般 波羅蜜, 是無等等咒◦
Na Mo Mo He Bo Ruo Bo Luo Mi Shi Wu Deng Deng Zhou ◦
Namo Maha Prajnaparamita adalah Mantra Yang Tiada Bandingnya.
藥師琉璃光王佛◦
Yao Shi Liu Li Guang Wang Fo ◦
Yao She Lui Li Kuang Wang Fo. 普光功德山王佛◦
Pu Guang Gong De Shan Wang Fo ◦
Phu Kuang Kung Te Shan Wang Fo. 善住功德寳王佛◦
方 佛 號◦
Liu Fang Liu Fo Ming Hao:
Enam Buddha dari enam penjuru, yakni:,
東方寳光 殿 妙尊音王佛◦
Dong Fang Bao Guang Yue Dian Yue Miao Zun Yin Wang Fo ◦
Buddha Pao Kuang Ye Tien Ye Miao Cun Yin Wang Fo dari Timur. 南方樹根華王佛◦
Nan Fang Shu Gen Hua Wang Fo ◦
Buddha Shu Ken Hua Wang Fo dari Selatan.
西方皂王神通燄花王佛◦
Xi Fang Zao Wang Shen Tong Yan Hua Wang Fo ◦
Buddha Cao Wang Shen Thung Yen Hua Wang Fo dari Barat. 方 殿情淨佛◦
Bei Fang Yue Dian Qing Jing Fo ◦
Buddha Ye Tien Ching Cing Fo dari Utara.
方無數精進寳首佛◦
Shang Fang Wu Shu Jing Jin Bao Shou Fo ◦ Buddha Wu Su Cing Cin Pao Sou Fo dari Atas.
方善寂 音王佛◦
Xia Fang Shan Ji Yue Yin Wang Fo ◦
彌勒佛◦
Mantera diatas memiliki ideologi sebagai puji-pujian terhadap Buddha,
mantera ini dituturkan untuk memanggil leluhur dan dewa agar berkumpul pada
ritual kong tek ( 德).Mantera ini dituturkan biksu dan pemuka agama untuk melenyapkan karma buruk. Agar karma buruk yang ada pada leluhur pada
kehidupan yang lampau dapat dihilangkan atau diringankan.Mantera tersebut juga
bermaksud agar membangkitkan tekad untuk tidak berbuat jahat, perbanyak
perbuatan baik, mensucikan hati dan pikiran agar tidak terbeban kepada
penderitaan. Tujuh Buddha, ribuan Buddha, seribu lima ratus Buddha bermaksud
sebagai pemujaan kepada Buddha untuk menghapus kesalahan agar lebih sukses
Yang berjalan di bumi maupun yang terang di angkasa.
慈憂於一切眾生◦
Ci You Yu Yi Qie Zhong Sheng ◦
Melimpahi belas kasih tak terbatas kepada semua makhluk. 各令安穩休息◦
Ge Ling An Wen Xiu Xi ◦
Menitahkan agar masing-masing diasuh dengan aman dan tenang, 晝夜修持◦
Zhou Ye Xiu Chi ◦
Setiap siang dan malam senantiasa membina diri 心常求誦此經◦
Xin Chang Qiu Song Ci Jing ◦
Dalam hati senantiasa melafalkan sutra ini. 能滅生死 , 消除諸毒害◦
Neng Mie Sheng Si Ku, Xiao Chu Zhu Du Hai ◦
Dengan berbuat demikian, dapat memadamkan api penderitaan dari kehidupan dan kematian, 南無大明觀世音◦
Avalokiteshvara Bodhisattva sebagai Pelindung Maha Agung Yang Cemerlang, 藥王菩薩◦
Yao Wang Pu Sa ◦
藥 菩薩◦
para Bodhisattva di Gunung Ching Liang Pao Shan, 念念誦此經◦七佛世尊, 即說咒曰◦
Nian Nian Song Ci Jing ◦
Isi teks mantra berarti mendatangkan karma yang baik yaitu bila seseorang
berhasil mencapai titik penyatuan tubuh, ucapan, dan pikiran sewaktu menuturkan
mantra atau membaca sutra. Menurut orang Tionghoa getaran dari pembacaan
sutra atau mantra itu berubah menjadi kilatan sinar putih yang berputar putar dan
memancar dari mulut, kepala, dan seluruh pori pori tubuh, semuanya bergabung
yang bersangkutan dengan mantra atau sutra yang dibaca, sang Buddha atau
Bodhisattva itu akan segera datang. Sinar putih yang berputar putar itu adalah
berputarnya roda Dharma. Seseorang yang melafal mantra atau membaca sutra
sampai pada titik terputarnya roda Dharma dapat dikatakan telah dapat
mengendalikan tubuhnya. Ia akan terlahir sebagai sekuntum teratai di surga
Sukhawati, mencapai keBudhaan atau suciwan, dan tidak perlu lagi mengalami
reinkarnasi.
Qi Fo Shi Zun, Ji Shou Zhou Yue:
離婆離婆帝, 求訶求訶帝, 羅尼帝, 你訶羅帝, 毗黎尼帝, 摩訶迦帝, 真陵乾帝, 梭哈 (7x)
Li Po Li Po Di, Qiu He Qiu He Di, Tuo Luo Ni Di, Ni He Luo Di, Pi Li Ni Di, Mo He Jia Di, Zhen Ling Qian Di, Suo Ha. (7x)
Terus-menerus melafalkan sutra ini, tujuh Buddha Lokadjyechtha melafal mantra ini: Li Pho Li Pho Ti, Ciu Ho Ciu Ho Ti, Thuo Lo Ni Ti, Ni Ho Lo Ti, Pi Li NI Ti, Mo Ho Chie Ti, Cen Ling Chien Ti, Svaha.
Dengan demikian dari struktural religi dan budaya, teks mantra ritual kong
tek ( 德) ini diambil dari ajaran Mahayana yaitu kitab Gao Huang Guan Shi Yin Jing (高皇觀世音經) . Dapatlah dikatakan bahwa orang-orang Tionghoa dalam ritual kong tek ( 德 )ini mencoba membumikan ajaran Buddha dalam kebudayaan mereka, tanpa harus menghapus unsur-unsur budaya yang ada.
Mereka mencoba meyatukan budaya dan agama secara universal.
Setelah syarat-syarat ritual kong tek ( 德)dirasa sudah cukup dilakukan ada tahapan yang harus dilakukan oleh biksu dan anggota keluarga Tionghoa
1. Membakar Rumah Replika
Menurut sejarah dari kebudayaan Tionghoa, budaya membakar rumah
replika dimulai pada zaman pemerintahan Kaisar Lie Sie Bien (Lie She Min) dari
Kerajaan Tang di Tiongkok. Lie Sie Bien adalah seorang kaisar yang adil dan
bijaksana serta pemeluk Agama Buddha yang taat sehingga beliau dicintai oleh
rakyatnya. Dalam pandangan Kaisar sendiri, beliau puas dengan kemakmuran
yang ada disekeliling beliau. Masyarakat dikota raja semuanya hidup bahagia,
tenteram dan damai.
Suatu ketika sang raja pergi keluar kota dan melihat keadaan
masyarakatnya yang sesungguhnya. Keadaan diluar kota sungguh menyedihkan.
Mereka hanya cukup untuk makan, namun mereka tidak punya apa-apa dan hidup
dalam kemiskinan. Yang ada hanyalah pohon-pohonan bambu saja dihalaman
rumah mereka.
Sekembalinya ke kota raja, sang kaisar murung dan terus berpikir keras
bagaimana caranya untuk menyeimbangkan kesejahteraan rakyatnya baik yang
dikota maupun diluar kota raja. Akhirnya kemudian dikisahkan sang raja
mendapatkan ide untuk berpura-pura mangkat, dengan demikian maka seluruh
orang kaya di kota raja akan berkumpul untuk melayat beliau. Disebarkan kabar
bahwa Kaisar menderita sakit yang cukup parah, mendengar kabar ini rakyat
menjadi sedih. Beberapa hari kemudian secara resmi keluar pengumuman dari
Kerajaan bahwa Kaisar Lie Sie Bien meninggal dunia. Rakyat benar benar
berduka- cita karena merasa kehilangan seorang Kaisar yang dicintai, sebagai
Sebagaimana tradisi pada waktu itu, jenazah Kaisar tidak langsung dikebumikan,
melainkan disemayamkan selama beberapa minggu untuk memberi kesempatan
pada para pejabat istana dan rakyat untuk memberikan penghormatan terakhir.
Alkisah, setelah beberapa hari kemudian Kaisar Lie Sie Bien hidup
kembali atau bangkit kembali dari kematiannya. Dan kemudian beliau bercerita
mengenai perjalanan panjangnya menuju alam neraka, yang dialaminya selama
saat kematiannya. Dimana salah satu cerita beliau, adalah ketika beliau dalam
perjalanan menuju alam neraka, sang Kaisar bertemu dengan ayah bunda, dan
sanak keluarga, serta teman-temannya yang telah lama meninggal dunia. Dimana
dikisahkan bahwa kebanyakan dari mereka berada dalam keadaan menderita
kelaparan, kehausan, dan serba kekurangan walaupun dulu semasa hidupnya
mereka hidup senang dan mewah.
Keadaan mereka sangat menyedihkan, walaupun saat ini anak-anak dan
keturunannya yang masih hidup berada dalam keadaan senang dan bahagia.
Makhluk-makhluk yang menderita ini berteriak memanggil Lie Sie Bien untuk
minta pertolongan dan bantuannya untuk mengurangi penderitaan mereka.
Menurut Kaisar mereka ini sangat mengharapkan bantuan dan pemberian dari
keturunan dan sanak-keluarganya yangmasih hidup. Lalu sang Kaisar
menghimbau dan menganjurkan agar keturunan dan sanakkeluarga yang masih
hidup jangan sampai melupakan leluhur dan keluarganya yang telah meninggal.
Bahwasannya yang masih hidup wajib mengingat dan memberikan bantuan
kepada mereka yang menderita di alam sana, sebagai balas budi kepada leluhur.
Untuk itu keluarga yang masih hidup dianjurkan untuk mengirimkan bantuan
adalah salah satunya berupa "Rumah- rumahan" dan uang-uangan untuk dibakar
yang terbuat dari bambu-bambu (yang juga merupakan bahan dasar pembuatan
kertas saat itu).
Rumah-rumahan ini yang kemudian dibakar dan akan menjelma menjadi
rumah beserta isinya di alam sana, sehingga dapat dipergunakan oleh ayah bunda,
leluhur, dan sanak keluarga yang berada di alam sana untuk meringankan
penderitaan mereka. Karena yang berkisah ini adalah seorang Kaisar yang sangat
dihormati dan dicintai segenap rakyatnya, maka tentu saja cerita ini dipercayai,
dan himbauan kaisar langsung mendapatkan tanggapan yang baik dari para
pejabat, bangsawan, dan seluruh rakyat kerajaan Tang. Dengan demikian maka
masyarakat kota raja akan berbondong-bondong membeli bambu untuk kebutuhan
rumah-rumahan yang akan dibakar serta pembuatan kertas kepada masyarakat luar
kota raja yang hidup dalam kemiskinan.
Gambar 5. Rumah Replika Akan Dibakar
Hingga saat ini sebagian masyarakat Tionghoa masih melakukan
pembakaran rumah-rumahan, ada yang melengkapi dengan fasilitas replika
dalam upacara duka. Konon agar yang meninggal dunia itu, ‗di alam baka‘
memiliki fasilitas seperti yang dimilikinya ketika masih berada di dunia.
Umat Khonghucu dan Tao-Is yang masih mengikuti kebudayaan
membakar replika rumah mengadakan upacara pengiriman "rumah " atau apa saja
yang sifatnya keduniawian kepada arwah keluarganya yang meninggal. Seperti
rumah beserta perlengkapannya, mobil, uang bahkan ada gunung emas dan
gunung perak. Semuanya terbuat dari kertas yang kemudian dibakar dengan suatu
upacara ritual agar benda-benda tersebut dapat berwujud dan memasuki dimensi
gaib kemudian dapat diterima oleh arwah almarhum.
Menurut pemahaman masyarakat Tionghoa yang masih melakukan ritual
kong tek ( 德), ritual ini memiliki manfaat untuk arwah yang masih berada di alam transisi atau alam arwah gentayangan. Dengan syarat bahwa upacara ritual
ini dilakukan oleh orang yang benar-benar mempunyai kemampuan untuk
keperluan tersebut, kalau tidak, maka semua yang dikirimkan itu tidak mampu
menembus alam transisi arwah, sehingga tidak sampai dan tidak dapat diterima
oleh arwah sehingga mereka melakukan pekerjaan yang mubazir.
Biasanya rumah-rumah yang di kirim untuk arwah sesuai dengan
perlengkapan yang disenangi keluarga di masa hidupnya. Ada taman, uang, mobil,
gunung emas, perabotan dan lain-lain. Rumah dengan semua perlengkapan ini
akan dikirimkan dan keluarga yang masih hidup menyalurkan kekuatan spiritual
kedalam rumah-rumahan untuk diwujudkan ke alam transisi arwah, sampai
keluar lagi. Dan mereka yakin bahwa arwah yang sudah meninggal merasa sangat
senang dengan rumah yang di kirimkan.
2. Berkomunikasi Dengan Arwah
Perjalanan arwah merupakan perjalanan dari hidup setelah mati. Walau
seseorang meninggal, butuh waktu beberapa jam sampai beberapa hari baru dia
tahu kalau sudah meninggal. Setelah dia mengetahui sudah meninggal, dia akan
panik, bigung, resah dan takut menghadapi kondisi dan situasi yang begitu asing
baginya. Dia tidak tahu harus berbuat apa dan harus bagaimana. Keadaan arwah
seperti ini perlu mendapat penghiburan, bimbingan dan perlindungan agar arwah
menjadi tenang dan pasrah menerima keadaannya. Untuk itu dibutuhkan beberapa
upacara ritual duka yang sudah dikenal, sesuai dengan aliran kepercayaan atau
agama yang dianut oleh almarhum atau oleh keluarganya.
Arwah orang yang baru meninggal biasanya masih berada dirumah
bersama keluarganya atau masih berada di alam kehidupan dunia untuk beberapa
lama, ada yang selama beberapa hari sampai beberapa tahun baru dapat "naik" ke
alam arwah. Arwah yang belum naik ini memang masih dapat gentayangan
kemana saja yang dia mau. Dia dapat gentayangan kemana saja dia berkunjung di
alam transisi atau alam peralihan dari alam dunia ke alam arwah, yang juga
disebut alam arwah gentayangan. Arwah yang belum dapat naik ini perlu ditolong
dan dibimbing untuk "dinaikkan" atau "diseberangkan" atau juga disebut
"disempurnakan".
Upacara ritual untuk arwah hanya bermanfaat untuk arwah yang belum
upacara "pengiriman rumah dan uang(kertas)" untuk arwah, yang dilakukan umat
Konghucu dan Taois. Kiriman rumah, uang dan macam-macam barang duniawi
ini hanya bermanfaat atau berguna bagi arwah yang belum naik. Setelah arwah
naik ke alam arwah dan mulai menempuh perjalanan arwah, semua kiriman sudah
tidak ada gunanya. Semuanya harus ditinggalkan, tidak ada yang dapat dibawa
masuk ke alam arwah.
Komunikasi di alam arwah mempergunakan batin atau yang lebih dikenal
dengan telepati. Komunikasi secara telepati ini hanya berlaku untuk arwah dengan
atasannya saja. Untuk menerima intruksi dari arwah atasannya. Jadi antara arwah
tidak dapat berkomunikasi atau tidak dapat berbicara. Hanya saling pandang
dengan expresi wajah yang berbeda-beda dan salam tanpa sentuh. Yang dapat
berkomunikasi dengan arwah adalah guru roh, yaitu orang yang dapat melihat
alam gaib dengan kasat mata.
Semua arwah yang masih ―terikat‖ di alam arwah gentayangan, dan sudah
waktunya untuk naik memasuki alam arwah perlu ditolong untuk menemukan
jalan agar dapat masuk ke alam arwah. Atau dalam istilah Budhis dikenal sebagai
―diseberangkan‖ atau ―menyeberangkan‖ arwah. Untuk ―menyeberangkan‖ arwah
perlu bantuan orang yang mempunyai kemampuan untuk keperluan tersebut.
Melalui guru roh setelah prosesi membakar rumah replika, keluarga
Tionghoa melakukan komunikasi kepada leluhurnya untuk mengetahui apakah
segala sesuatu yang telah dibakar tersebut sampai kepada leluhur atau tidak.
Adapun dialog komunikasi antara guru roh (A) dengan arwah leluhur keluarga
Dialog komunikasi dengan arwah:
jendela rumah maupun dari jembatan di taman rumahku, aku melihat 2 titik cahaya berkelip-kelip. Dalam hatiku timbul pertanyaan, apakah gerangan 2 titik cahaya kecil yang berkelip-kelip itu? Sampai suatu hari ada yang datang kepadaku dan bertanya, apakah kamu mau melihat dua titik cahaya itu? Mari kuantar ke bawah menuju dua titik cahaya kecil yang selalu berkelip-kelip itu. Ternyata setelah sampai, kutemukan kalian berdua.
(arwah leluhur menjawab pertanyaan anaknya yang masih hidup tentang bagaimana keadaan di alam arwah sehingga sang kakek sampai kerumah anaknya)
A: Kakek sekarang tinggal di tempat seperti apa?
(keluarga mempertanyakan kehidupan arwah leluhur setelah dilaksanakan tradisi kong tek)
B: Aku tinggal di sebuah rumah besar, aku dilayani oleh 12 pembantu, ada yang laki-laki dan perempuan.
(leluhur menjelaskan kehidupannya di alam baka, bahwa semua yang dipersembahkan anak cucunya telah sampai kepadanya)
A: Apa saja yang dikerjakan 12 pelayan Kakek?
(cucu menanyakan apa saja yang dilakukan pelayan tersebut untuk leluhurnya) B: Macam-macam, ada yang mengurus makanan, pakaian, kebersihan rumah, kebun dan tanaman, mengecat gedung, dan lain-lain.
(leluhur menjelaskan tugas-tugas yang dilakukan pelayan-pelayan di akhirat) A: Apakah Kakek yang mengatur dan memerintahkan mereka semua?
(cucu menanyakan apakah leluhurnya dapat memberikan perintah terhadap pelayan-pelayan yang dikirim anak cucu)
B: Tidak, ada yang mejadi kepalanya yang mengatur, mengawasi dan mencatat kegiatan mereka. Aku tidak tahu untuk apa itu. Yang aneh adalah kalau aku ingin makan sesuatu, tidak lama kemudian, ada yang datang membawakan makanan yang Kakek inginkan. Kalau aku ingin dipijit, tahu-tahu ada yang datang memijit kakek, dan lain-lain. Semua yang aku inginkan tidak selang lama sudah ada yang datang membawakan untukku. Jadi aku tidak pernah meminta atau memerintah, mereka sudah tahu dan datang menyediakan.
(arwah leluhur menjelaskan bahwa semua keinginannya terpenuhi, urusannya di akhirat menjadi sangat mudah)
A: Apa yang kakek kerjakan sehari-hari? Apa kakek tiap hari masih berdoa seperti waktu masih hidup dulu?
(cucu menanyakan apakah leluhurnya masih melakukan aktifitas yang sama seperti sebelum kematiannya)
B: Sehari-hari Kakek tidak bekerja apa-apa, semuanya sudah ada yang mengerjakan dan menyediakan kebutuhanku. Setiap hari aku masih berdoa , mendoakan anak cucuku dan buyutku.
(leluhur menjelaskan bahwa ia masih melakukan aktifitas seperti masih hidup didunia walau sudah ada yang menolongnya)
A: Kek, kakek sekarang sudah tidak perlu mendoakan anak cucu dan buyut. Mereka semua sudah punya garis hidup masing-masing. Mereka semua sudah ada yang mengatur, kakek tidak usah memikirkan mereka lagi. Yang kakek pikirkan adalah berdoa untuk diri kakek sendiri. Nanti setelah kakek pulang kakek mulai berdoa untuk diri kakek sendiri.
(cucu mengatakan bahwa leluhur tidak perlu risau memikirkan anak cucu yang masih hidup, sehingga leluhur dapat dengan tenang mendoakan dirinya sendiri)
(leluhur mengatakan bahwa semua yang dibutuhkannya telah ada sehingga ia tidak perlu mendoakan dirinya sendiri)
A: Walaupun Kakek sudah tidak butuh apa-apa lagi, dan semuanya sudah tersedia, tetapi Kakek perlu berdoa untuk diri Kakek sendiri.
(cucu mengatakan bahwa leluhur harus tetap berdoa untuk dirinya sendiri) B: Aku harus berdoa bagaimana?
(leluhur menjawab bagaimana seharusnya ia berdoa A: Apakah Kakek di rumah ada meja sembahyang (altar)?
(cucu leluhur menanyakan apakah diakhirat sang kakek memiliki altar sembahyang) B: Tidak ada. Meja sembahyang yang bagaimana?
(kakek mengatakan tidak ada)
A: Nanti kalau Kakek sampai di rumah, Kakek minta saja. Kakek menginginkan meja untuk sembahyang, dan minta juga guru untuk mengajari kakek sembahyang dan berdoa, supaya kakek dapat melanjutkan perjalanan kakek menuju tempat yang lebih tinggi.
(cucu memerintahkan kakek untuk sembahyang dan berdoa agar sang kakek dapat dengan lapang berjalan ke nirwana)
A: Oh … begitu. Baiklah, kakek akan meminta seperti yang kalian ajarkan. Sekarang
aku akan pulang dulu, nanti aku akan datang lagi untuk menceritakan apa yang kakek dapat kepada kalian.
(kemudian arwah sang kakek pergi) B: Selamat jalan kek.
Melalui komunikasi dengan arwah, dialog ini memiliki makna bahwa
semua yang dikirimkan anak cucu ke kakek (leluhur) ke alam gaib telah sampai.
Sehingga sang leluhur telah berhasil menembus alam nirwana atau alam dewa dan
telah lahir kembali sebagai jati diri baru. Ini ditandai dengan dialog yang berjalan
lancar bahwasannya tidak ada karma buruk yang terhutang. Karma buruknya
terbayar lunas dalam kehidupan ini. Oleh karena itu perjalanan arwah nenek
mulus, langsung mencapai tingkat tertinggi di alam arwah, yang juga disebut
sebagai sorga.
Pada saat ritual kong tek 德 berlangsungseluruh anggota klen tersebut berkumpul di kelenteng untuk melakukan upacara penghormatan leluhur
yaitu vihara harus berdekatan dengan sungai atau pantai dengan tujuan agar arwah
leluhur dapat pergi dengan damai.
Pada saat upacara ini berlangsung, hampir semua anggota keluarga
berusaha hadir kecuali memang benar-benar berhalangan. Pertemuan-pertemuan
semacam ini memiliki fungsi sosial yaitu tetap menjaga eratnya hubungan setiap
anggota dan juga menjaga solidaritas keluarga.
Diawal prosesi ritual kong tek ( 德) masyarakat Tionghoa melakukan pembakaran uang kertas di depan gerbang tempat ritual. Sejak zaman dulu
sebenarnya ada 2 jenis kertas yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu kertas yang
bagian tengahnya berwarna keemasan (Kim Cua) dan kertas yang bagian
tengahnya berwarna keperakan (Gin Cua). Menurut kebiasaan-nya Kim cua
(Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa,
sedangkan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para
leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.
Uang kertas dibakar didepan gerbang vihara oleh anggota keluarga.
Pembakaran kertas ini bertujuan untuk memanggil arwah serta merupakan pesan
yang disampaikan untuk roh leluhur. Tradisi bakar kertas ini menuai pro dan
kontra, apakah sesuai dengan ajaran agama Buddha atau tidak, bahkan ada juga
yang menentang sama sekali. Menurut pandangan masyarakat Tionghoa, agama
Buddha adalah agama yang penuh dengan toleransi, dalam arti agama Buddha
dapat menerima pengaruh tradisi atau budaya manapun selama hal itu tidak
bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Agama Buddha (Buddha Dharma) dan
bermanfaat, yaitu agar anak dan sanak keluarga yang masih hidup senantiasa ingat
pada leluhur/ keluarga yang telah mendahului sekaligus sebagai ungkapan balas
budi atas jasa dan kebaikan mereka, dan selalu berdoa serta mengharapkan
kebahagiaan mereka di alam sana.
Dahulu upacara "Bakar Kertas" itu selalu diiringi dengan doa dan harapan
untuk kebahagiaan para leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal, namun
saat ini makna ini sudah semakin kabur karena tidak banyak lagi orang yang tahu
asal mula tradisi ini, maksud dan tujuan yang sebenarnya dari tradisi "Bakar
Kertas" ini. Bahkan sekarang ada yang beranggapan bahwa semakin banyak
"kertas emas dan perak" ini dibakar adalah semakin baik, dan membuat leluhur
dan sanak keluarga semakin kaya dan semakin senang di alam sana.Ditambah lagi
dengan berbagai ide yang menurut mereka menyesatkan, seperti membuat uang
kertas "Hell Bank Note", peralatan-peralatan modern/ canggih dari kertas (seperti
pesawat televisi, hand phone, mobil mewah, televisi, parabola, dll) untuk dibakar
guna dikirimkan pada leluhur dan sanak keluarga di alam sana, tentunya akan
semakin mengaburkan maksud dan tujuan tradisi "Bakar Kertas" ini.
gambar 7. Miniatur Rumah Replika
Gambar 8. Koper Replika berisi baju
Gambar 10. Replika Gunung Perak
Gambar 11. Replika uang
Setelah prosesi pembakaran kertas, kemudian keluarga dan biksu
melakukan sembahyang didepan sesajian. Tiga orang biksu yang memimpin ritual
membunyikan suara dari alat musik yang dipegangnya berupa lonceng dan
gendang kecil yang terbuat dari bambu. Seluruh keluarga bersujud didepan
sesajian sambil bersoja tujuh kali dengan memegang dupa dan mengangkat dupa
Gambar 12. Sesajian untuk leluhur
Gambar 1.13 Sesajian untuk leluhur
Sesajian yang dipersembahkan dalam persembahyangan, merupakan
simbolis (sebagai lambang) yang mengandung nilai-nilai luhur atau petuah dari
leluhur. Sesajian yang dipersembahkan dalam persembahyangan dinilai sangat
bermanfaat dan menjadi perlakuan berbakti apabila sesajian itu disukai oleh
almarhum semasa hidupnya. Sesuai dengan petunjuk tentang makna sembahyang
maka persembahan bakti harus dilakukan dengan hati yang tulus, bukan dilihat
dari mewahnya yang disajikan. Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam
a. Sikap ketika bersembahyang adalah berdiri sempurna dengan
khidmat.
b. Bersoja atau bersujud dengan membungkukkan badan 45
derajat.
c. Menyesuaikan jumlah hio yang digunakan. Angka ganjil adalah
sifat Yang. Angka genap bersifat Yin.
Sembahyang terhadap leluhur tidak harus selalu Yin. Lewat periode 25
bulan setelah yang bersangkutan meninggal. Maka jumlah hio menjadi Yang atau
ganjil. Ritual sembahyang dalam ritual kong tek 德 memiliki filosofi dari kosmologi Tionghoa tentang sembahyang yaitu:
a. Hio yang berkualitas baik itu mahal dan setiap digunakan
asapnya tidak membuat mata perih.
b. Ketika bersembahyang ingatlah selalu harus tulus dan hormat.
c. Memegang hio memiliki aturan yaitu keluarga tionghoa yang
sedang bersembahyang memegang hio dengan posisi berdiri
tegap. Bara api hio harus berada ditingkat yang sejajar dengan
titik tengah di antara kedua alis mata. Hio dipegang tegak lurus,
badan tegak lurus dan membungkuk mendalam secara
sempurna.
d. Menancapkan hio dengan tangan kiri karena tangan kiri
perlambang Yang. Dengan tangan kiri sifat Yang, yang
sembahyang menghargai yang disembahyangi dengan
pemikiran positif.
e. menancapkan hio di bagian setengah mungkin. Hio
ditancapkan tegak lurus. Hio ditancapkan satu per satu.
f. Jarak antar batang hio pedomannya adalah 1 inchi. 2,5 cm.
g. tidak boleh menancapkan hio sekaligus dan menancapkan hio
secara sembarangan, ini bertujuan melatih diri agar tertib dan
membangun kebersamaan dan bukan egoisme. Orang
Tionghoa menganggap mereka yg kebiasaan menancapkan hio
sembarangan artinya sudah menanamkan pemikiran seenaknya
dan tidak perduli dengan orang lain.
h. mengucapkan doa dalam hati dengan menyebutkan nama yang
disembahyangi.
Setelah prosesi sembahyang untuk leluhur. Biksu sebagai pemimpin ritual,
membimbing keluarga almarhum menjalankan ritual kong tek ( 德). Mereka mengelilingi replika seperti tembok dengan membawa bendera yang diiringi
dengan musik dan lagu-lagu. Tembok dan jembatan replika dibuat sebagai simbol
perjalanan leluhur ketempat yang lebih penting. Jembatan dan tembok ini dilalui
sebanyak tujuh kali. Seluruh keluarga yang mengikuti ritual ini memakai baju
putih dari kain belacu sebagai simbol duka. Sambil mengelilingi tembok dan
jembatan tiruan. Biksu sebagai pemimpin ritual membacakan doa yang bersifat
Mantera Guan Shi Yin Pu Sa觀世音菩薩发愿偈 (Koan Si Im Po Sat – Hokkian) atau secara umum disebut Gaun Yin (Koan Im – Hokkian), mantera ini
diucapkan sebagai sumpah atau janji:
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera memahami dharma seutuhnya.
南無大悲觀世音愿 早得智慧眼
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ zǎo dé zhìhuì yǎn
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera memiliki pandangan kebijaksanaan.
南無大悲觀世音愿 速度一切众
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ sùdù yīqiè zhòng
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera menyeberangkan seluruh makhluk.
南無大悲觀世音愿 早得善方便
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ zǎo dé shàn fāngbiàn
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera memiliki kebiasaan (perilaku keseharian) yang baik dengan leluasana (berbuat baik tanpa dibebani konsep pahala-karma).
南無大悲觀世音愿 速乘般 船
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ sù chéng bōrě chuán
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera menaiki perahu kebijaksanaan.
南無大悲觀世音愿 早得越 海
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ zǎo dé yuè kǔhǎi
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera menyeberangi lautan penderitaan (samsara).
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ sù dé jièdìng dào
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk secepatnya mencapai pelaksanaan sila (pantangan), samadhi, dan Dao.
南無大悲觀世音愿 早登涅盘山
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ zǎo dēng niè pánshān
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera mendaki gunung nirvana.
南無大悲觀世音愿 速会无为舍
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ sù huì wúwéi shě
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera tinggal dalam Wu Wei (kebebasan dari pengkondisian).
南無大悲觀世音愿 早 法性身
Ná mó dàbēi guānshìyīn yuàn wǒ zǎo tóng fǎ xìng shēn
Terpujilah Guanshiyin yang Maha Pengasih, aku bersumpah untuk segera manunggal dengan Dharmakaya.
向刀山刀山自摧折
Wǒ ruò xiàng dāo shāndāo shān zì cuīzhé
Jika aku menghadapi gunung pedang, gunung pedang runtuh dengan sendirinya. 向火汤火汤自枯竭
Wǒ ruò xiàng huǒ tāng huǒ tāng zì kūjié
Jika aku menghadapi lautan api dan minyak mendidih, lautan api dan minyak mendidih padam dan mengering sendiri.
向地狱地狱自消灭
Wǒ ruò xiàng dìyù dìyù zì xiāomiè
Jika aku menghadapi neraka, neraka lenyap dengan sendirinya. 向饿鬼饿鬼自饱满
Wǒ ruò xiàng è guǐ è guǐ zì bǎomǎn
Jika aku menghadapi preta, preta kenyang terpuaskan dengan sendirinya. 向修罗恶心自调伏
Wǒ ruò xiàng xiūluō ěxīn zì diào fú