• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file IMPLEMENTASI METODE STORYTELLING (BERCERITA) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDIALOG PADA SISWA SEKOLAH DASAR | Matsuri | Jurnal Didaktika Dwija Indria (SOLO) 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file IMPLEMENTASI METODE STORYTELLING (BERCERITA) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDIALOG PADA SISWA SEKOLAH DASAR | Matsuri | Jurnal Didaktika Dwija Indria (SOLO) 1 PB"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI METODE STORYTELLING (BERCERITA) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDIALOG PADA SISWA SEKOLAH DASAR

Arinta Ika Prasiwi 1) , Retno Winarni 2) , Matsuri 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi 449 Surakarta

e-mail:

1) arintaprasiwi75@gmail.com 2) winarniuns@yahoo.com 3) matsuri@fkip.uns.ac.id

Abstract: The purpose of this study is to improve the quality of learning process of dialogue skills and to know

the process of increasing the skills of dialogue in the fourth grade students of SD Djama'atul Ichwan Surakarta in the academic year 2016/2017.The form of this research is Classroom Action Research (PTK) which is implemented in two cycles. Each cycle consists of four stages, namely planning, action, observation, and reflection. The subjects of the study were the teacher and students of grade IV C SD Djama'atul Ichwan Surakarta. Source of data comes from students of class IV C, grade IV C teacher, and document data. Data collection techniques used were interviews, observation, documentation and test methods. The data validity test used is source triangulation, technique triangulation, and content validity test. Data analysis techniques used are data reduction, data presentation, and data verification. The results of this study shows the incresing of in the value of skill dialogue from pre-cycle, cycle I, and cycle II. The classical completeness level on pre-cycle is 9 students or 30,03%. In the first cycle classical completeness of 11 students or 37.93%, and classical completeness cycle II as many as 26 students or 89.65%. Moreover, the increase also occurred in the quality of learning process of dialogue skills. The application of Storytelling method (Storytelling) creates a fun learning process for students, making students participate in learning, so that students are directly involved in the learning process. Students become not silent and begin to grow confidence in dialogue or express opinions. Based on the results of research that has been implemented, it can be concluded that the use of Storytelling method (Storytelling) can improve the skills of dialogue in grade 4 students C SD Djama'atul Ichwan Surakarta academic year 2016/2017.

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan berdialog dan untuk mengetahui proses meningkatnya keterampilan berdialog pada siswa kelas IV C SD Djama’atul Ichwan Surakarta tahun ajaran 2016/2017.Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus.Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas IV C SD Djama’atul Ichwan Surakarta.Sumber data berasal dari siswa kelas IV C, guru kelas IV C, dan data dokumen.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi/pengamatan, dokumentasi dan metode tes.Uji validitas data yang digunakan adalah triangulasi sumber, triangulasi teknik dan uji validitas isi.Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan nilai keterampilan berdialog dari pratindakan, siklus I, dan siklus II. Tingkat ketuntasan klasikal pada pratindakan sebanyak 9 siswa atau sebesar 30,03%. Pada siklus I ketuntasan klasikal sebanyak 11 siswa atau 37,93%, dan tingkat ketuntasan klasikal siklus II sebanyak 26 siswa atau 89,65%. Selian itu, peningkatan juga terjadi pada kualitas proses pembelajaran keterampilan berdialog. Penerapan metode Storytelling (Bercerita) menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, membuat siswa berpartisipasi terhadap pembelajaran, sehingga siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Siswa menjadi tidak berdiam diri dan mulai tumbuh rasa percaya diri dalam berdialog atau mengemukakan pendapat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode Storytelling (Bercerita) dapat meningkatkan keterampilan berdialog pada siswa kelas IV C SD Djama’atul Ichwan Surakarta tahun ajaran 2016/2017.

Kata Kunci: keterampilan berdialog, metode Storytelling (Bercerita), siswa IV C

Keterampilan berdialog merupakansu-atu keterampilan bahasa lisan yang sangat penting peranannya di dalam kehidupan ber-interaksi sehari-hari, karena berdialog meru-pakan bahasa lisan sebagai alat yang diguna-kan untuk melakudiguna-kan interaksi dengan berko-munikasi, menyampaikan suatu isi dari sebu-ah pesan, informasi, serta ide dan suatu gaga-san tertentu kepada orang lain sebagaimana tujuan utama dari berbicara.

Ekspresi-ekspr-esi lisan yang jelas, runtut, dan lancar juga penting untuk kegiatan-kegiatan di sekolah. Siswa yang cakap dalam berbicara atau berd-ialog akan mendapatkan sebuah pengakuan dari tema dan gurunya, sangat cakap untuk menanggapi suatu rangsang suara serta men-dapatkan nilai yang bagus dibandingkan te-man lain. Siswa yang menguasai keteram-pilan berdialog, peserta didik akan mampu bercakap-cakap, dapat mengekspresikan

piki-1) Masiswa Program Studi PGSD FKIP UNS Didaktika Dwija Indria

(2)

ran dan perasaannyasecara cerdas seusai de-ngan konteks dan situasi pada saat peserta di-dik tersebut sedang berdialog.

Keterampilan berdialog ini juga akan mampu membentuk generasi muda masa de-pan yang sangat kreatif sehingga mampu me-lahirkansebuah tuturan ataupun ujaran baha-sa yang baha-sangat komunikatif, jelas, dan mudah dipahami oleh orang lain yang mendengar. Selain itu, keterampilan berdialog ini juga a-kan mampu melahira-kan generasi muda masa depan yang sangat kritis karena mereka itu memiliki kemampuan untuk ingin selalu me-ngekspresikan tentang gagasan, pikiran, atau pun perasaannya kepada orang lain secara ru-ntut dan sistematis. Oleh karena itu, kema-mpuan berdialog ini sangat efektif dalam ber-bagai situasi dan untuk berber-bagai keperluan salah satunya berbicara merupakan tujuan da-sar dari suatu pengajaran bahasa yang ada di SD.

Nurgiyantoro (2014:399) yang berpen-dapat bahwa: Berbicara adalah aktivitas ber-bahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa/kata) yang telah didengarnya itu, barulah kemudian ma-nusia belajar untuk mengucapkan dan akhi-rnya mampu untuk berbicara atau berdialog. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa s-ecara baik, pembicara harus menguasai sua-tu lafal, struksua-tur, dan kosa-kata yang bersa-ngkutan. Di samping dari itu, juga diperlukan suatu penguasaan dari masalah dan atau ga-gasan yang akan disampaikan, serta kemam-puan untuk memahami bahasa dari lawan bi-cara atau pendengarnya.

Keterampilan berdialog yang merupa-kan bagian dari suatu keterampilan berbicara ini, juga akan mampu melahirkan generasi muda masa depan yang berbudaya karena su-dah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat dia sedang berdialog. Keterampilan berdialog yang termasuk bagi-an dari suatu keterampilbagi-an berbicara juga sa-ngat penting peranannya, karena dengan seri-ngnya berdialog seseorang itu akan terampil dalam berkomunikasi.

Namun, kenyataannya saat ini, ketera-mpilan berdialog di kalangan siswa SD mas-ih terbilang sangat rendah yang seharusnya

pada masa emas anak inilah keterampilan itu terus diasah. Hal ini sangat terbukti pada

ka-langan siswa Kelas IV C SD Djama’atul Ich

-wan Surakarta, belum seperti yang diharap-kan. Kondisi ini tidak lepas dari kurang ber-hasilnya proses pembelajaran yang dilakukan atau belum digunakannya metode yang tepat oleh guru untuk melatih keterampilan berdi-alog anak dalam wacana bentuk diberdi-alog atau yang disebut dengan berdialog agar anak te-rampil dalam berkomunikasi dengan orang

l-ain. Nurgiyantoro berpendapat bahwa “Wa

-cana bentuk dialog adalah wa-cana yang beisi percakapan. Ia dapat berupa percakapan dlam berbagai kosteks termasuk telepon, namun sebaiknya dipilih percakapan formal atau

se-tidaknya semiformal” (2014: 374).

Berdasarkan hasil observasi yang di-lakukan pada hari Jumat 6 Januari 2017, da-pat disimpulkan bahwa keterampilan

ber-dialog siswa Kelas IV C SD Djama’atul Ich

-wan Surakarta terbilang sangat rendah, ini terlihat pada saat proses pembelajaran berlan-gsung. Kondisi yang terjadi ketika guru men-gajar di depankelas, siswa hanya berdiam di-ri atau pasif dalam merespon pembelajaran dari guru. Siswa yang cakap berdialog, aktif menanggapi pertanyaan, dan berani mengem-ukakan pendapatnya hanya sekitar 30,03% a-tau sekitar 9 siswa dari 29 siswa. Pada saat guru melontarkan pertanyaan, hanya ada be-berapa siswa saja yang menjawab serta ke-tika guru meminta siswa maju ke depan kelas untuk berbicara, siswa ada yang mau dan ada yang tidak mau maju ke depan kelas. Padahal dalam pelajaran berbicara Bahasa Indonesia batas Kriteria Kentuntasan Minimal (KKM) adalah 70. Ini juga terlihat dari kinerja guru yang belum menggunakan metode pembe-lajaran sehingga anak sangat bosan dan jenuh dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil dari wawancara de-ngan beberapa siswa di kelas IV C, hal ter-sebut terjadi dengan alasan siswa takut sa-lah, siswa malu, dan tidak memiliki rasa ber-ani, serta pada saat ada siswa yang maju kedepan juga tidak dapat berbicara dengan lancar atau terbata-bata dan siswa terlihat malu-malu. Selain itu, menurut hasil dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan

guru di kelas IV C SD Djama’atul Ichwan

(3)

kemampuan berbicara siswa sangat rendah dikarenakan siswa takut berbicara di depan orang banyak, siswa malu, kurang percaya d-iri dan sulit dalam merangkai kata untuk be-rbicara.

Oleh karena itu, dengan keadaan yang seperti ini, guru mengalami kesulitan untuk mengetahui siswa tersebut sudah jelas den-gan pelajaran yang diberikan atau belum. Karena timbul masalah tersebut, guru termo-tivasi untuk mengubah metode mengajarnya. Apabila keadaan tersebut tidak segera diatasi, maka dampak yang terjadi pada masa yang a-kan datang adalah siswa aa-kan sulit berkomu-nikasi secara lancar dengan lawan bicaranya, siswa jadi tidak dapat menyampaikan suatu gagasan atau idenya secara jelas dan runtut, siswa sulit mengemukakan pendapat, siswa menjadi pendiam terhadap rangsang suara di sekitarnya, serta siswa menjadi tidak akan te-rampil di dalam berdialog dengan orang lain. Sebagai salah satu solusi, seorang gu-ru hagu-rus dituntut kemampuannya untuk men-ggunakan metode pembelajaran secara tepat. Metode di dalam suatu pembelajaran mem-ang smem-angat banyak dan baik, tetapi tidak sem-ua metode dapat tepat untuk digunakan dal-am pencapaian tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan serangkaian cara a-tau perangkat dalam pembelajaran yang da-pat digunakan oleh seorang guru secara ber-variasi sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Seorang guru harus dapat memilih metode pembelajaran yang tepat sesuai kebu-tuhan tujuan pembelajaran untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan sis-wa sehingga dapat mendorong proses belajar. Maka kegiatan belajar mengajar di dalam ke-las diperlukan menggunakan metode pembe-lajaran yang tepat agar tercipta kondisi pem-belajaran yang menyenangkan bagi siswa dan materi tersampaikan secara efektif, sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal. Salah satu bentuk dari metode yang dapat diterapkan secara te-pat dan melibatkan siswa aktif untuk date-pat meningkatkan keterampilan berdialog pada

siswa SD adalah metode Storytelling

(berce-rita).

Guru dapat mengambil langkah untuk mengajar dengan menggunakan sebuah

met-ode yang disebut dengan metmet-ode Storytelling

(bercerita). Metode Storytelling (bercerita)

d-apat diartikan sebagai suatu metode yang be-rtujuan untuk melatih kemampuan berbicara seseorang disertai dengan sebuah ekspresi se-rta menyampaikan pesan moral dari isi cerita. Menggunakan metode bercerita tersebut, gur-u mengharapkan agar siswa terampil dalam berbicara atau berdialog pada saat mengikuti pelajaran. Siswa diharapkan aktif di dalam k-elas, artinya siswa mampu untuk mengung-kapkan pendapatnya dan dapat berdialog de-ngan lawan bicaranya. Dede-ngan demikian, pr-oses pembelajaran di dalam kelas dapat men-yenangkan dan perhatian siswa akan terfokus pada pelajaran.

Pengertian Storytelling (bercerita)

di-ungkapkan pula oleh Samantaray pada

Inter-national Journal of Language & Linguistics.

Volume I, No. I Juni 2014 hal. 40)bahwa

metode Storrytelling (bercerita) adalah seni

yang menceritakan sebuah cerita/kisah lebih dari membacakan cerita dan merupakan salah satu seni tertua dari semua bentuk seni yang

ada. Storytelling (bercerita) adalah bentuk

as-li dari pengajaran dan memias-liki potensi untuk membina kecerdasan emosional dan mem-bantu anak memperoleh wawasan tentang perilaku manusia (2014: 40). Selain hal

terse-but, Storytelling (bercerita) dapat

mening-katkan motivasi siswa dan dapat mengurangi kebosanan dalam pembelajaran bahasa. Hal

yang menarik dari penerapan metode

Story-telling (bercerita) ini, dalam pelaksanannya

dapat menggunakan media yang variatif un-tuk menunjang proses pembelajaran itu. Me-dia yang dapat digunakan dalam

imple-mentasi metode Storytelling (bercerita) ini

s-eperti telepon, boneka tangan, papan panel, dan ilustrasi gambar.

Penyajian pembelajaran yang menye-nangkan, maka tidak akan mudah

menim-bulkan kebosanan bagi siswa. Metode

Story-telling (bercerita) yang disajikan ini berbeda

dengan metode Storytelling (bercerita) pada

umumnya. Perbedaannya adalah pada

pen-elitian ini metode Storytelling (bercerita)

tid-ak diltid-aksantid-akan oleh guru, tetapi diltid-aksana- dilaksana-kan oleh siswa. Guru hanya berperan untuk

menerapkan atau sebagai penerap langkah

(4)

menye-babkan siswa akan lebih berpartisipasi aktif karena siswa yang bercerita, bukan guru.

Metode Storytelling (bercerita) ini

ak-an menarik minat dak-an perhatiak-an siswa dalam pelaksanaannya sehingga siswa akan tertarik untuk mengasah keterampilan berdialog me-reka dengan sebuah metode yang dapat disaj-ikan seperti ini oleh guru. Berdasarkan uraian diatas, untuk meningkatkan keterampilan

be-rdialog siswa dengan metode Storytelling

(b-ercerita) maka diadakan penelitian tindakan

kelas pada siswa kelas IV C SD Djama’atul

Ichwan Surakarta, dengan judul penelitian

Implementasi Metode Storytelling

(Berceri-ta) untuk Meningkatkan Keterampilan

Berdi-alog pada Siswa Kelas IV C SD Djama’atul Ichwan Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017”.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di kelas

IV C SD Djama’atul Ichwan Surakarta pada

tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini dilaks-anakan selama 7 bulan yakni dari bulan Jan-uari sampai dengan Juli 2017. Subjek pada penelitian ini adalah guru kelas IV C dan si-swa kelas IV C yang berjumlah 29 sisi-swa, terdiri dari 18 laki-laki, 11.

Penelitian tindakan kelas ini dila-kukan selama dua siklus setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yakni: perencanaan, tindakan, o-bservasi, dan refleksi. Sumber data berasal dari siswa kelas IV C, guru kelas, dan data dokumen.Teknik pengumpulan data yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah wawan-cara, observasi/pengamatan, dokumentasi d-an metode tes. Uji Validitas data yd-ang digu-nakan adalah triangulasi sumber, triangulasi teknik dan uji validitas isi.Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.

HASIL

Berdasarkan hasil wawancara guru dan siswa, observasi yang dilaksanakan pada

jum’at tanggal 06 Januari 2017, serta

di-kuatkan dengan uji pratindakan pada kelas I-V C dapat diketahui bahwa pada siswa kelas

IV C SD Djama’atul Ichwan Surakarta

ters-ebut mempunyai keterampilan berdialog ya-ng saya-ngat rendah. Hal ini dibuktikan dari ni-lai hasil pratindakan yang dilakukan yaitu dengan guru memberikan siswa

pembela-jaran keterampilan berdialog pada mata pe-lajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV C yang berjumlah 29, hanya terdapat 9

si-swa (30,03%) yang mencapai nilai KKM ≥

70 dan nilai rata-rata keterampilan berdialog kelas hanya 50,9. Artinya lebih dari 50% sis-wa di kelas IV C belum dapat memenuhi KKM keterampilan berdialog yaitu 70. Dapat dilihat daftar distribusi frekuensi nilai ketera-mpilan berdialog pada siswa kelas IV C se-belum pelaksanaan tindakan dan sese-belum di-terapkannya pembelajaran dengan

menggu-nakan metode Storytelling (Bercerita) pada

pembelajaran dalam pelajaran Bahasa Indon-esia yaitu pada tabel 1 berikut ini.

Tabel1. Data Distribusi Frekuensi Nilai

Keterampilan Berdialog Siswa Kelas IV C Pratindakan

N

Ketuntasan Klasikal 30,03 % Nilai Rata-rata Kelas 50,9

Nilai Tertinggi 90

sama dengan ≥70 sisanya sejumlah 20 siswa

(69,97%) yang mendapat nilai di bawah 70. Untuk memperbaiki keterampilan

ber-dialog siswa kelas IV C SD Djama’atul Ich

-wan Surakarta tersebut, maka peneliti berko-laborasi dengan wali kelas IV C menaga-dakan tinmenaga-dakan. Pada siklus I disusun Renca-na PelaksaRenca-naan Pembelajaran dengan tujuan agar siswa terampil dalam berdialog dengan Kompetensi Dasar berdialog melalui telepon dengan media telepon sebagai penunjang pe-mbelajaran. Pembelajaran dilakukan tinda-kan pada siklus I dengan

mengimplemen-tasikan metode Storytelling (Bercerita) untuk

(5)

ke-terampilan berdialog pada siswa kelas IV C

SD Djama’atul Ichwan Surakarta dan

menun-jang kualitas proses pembelajaran. Maka dis-tribusi frekuensi nilai rata-rata keterampilan

berdialog siswakelas IV C SD Djama’atul

Ichwan Suarakarta hasilnya dapat dilihat dan disajikan pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Nilai Rata-rata

Keterampilan Berdialog Siklus I

N

Ketuntasan Klasikal 37,93 % Nilai di Bawah KKM 62,07% Nilai Rata-rata Kelas 62,1

Nilai Tertinggi 97,5 Nilai Terendah 35

Berdasarkan tabel distribusi skor rata-rata keterampilan berdialog siswa di atas, m-enunjukkan bahwa nilai rata-rata pada siklus I mencapai 62,1 dengan 37,93% atau sejum-lah 11 siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 70 sisanya sejumlah 18 sis-wa atau 62,07% masih mendapat nilai diba-wah 70.

Berdasarkan hasil pada siklus I yang masih belum mencapai indikator kinerja yang ditentukan yakni 80% siswa yang mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 70, maka d-ilakukan tindakan pada siklus II untuk men-capai nilai ketuntasan yang telah ditentukan dan memperbaiki tindakan pada siklus II se-suai dengan refleksi pada siklus I.

Berdasarkan data yang diperoleh da-ri pelaksaan siklus II pertemuan I dan II ma-ka dilakuma-kan ma-kalkulasi nilai rata-rata hasil ni-lai keterampilan berdialog siswa kelas IV C

SD Djama’atul Ichwan Surakarta. Tujuannya

untuk mengetahui apakah indikator kinerja pada keterampilan berdialog siswa telah ter-capai atau masih kurang. Apabila indikator kinerja sudah tercapai maka siklus dapat dihentikan. Distribusi nilai hasil Rata-rata Keterampilan Berdialog siswa pada siklus II

dapat dilihat serta disajikan pada ta-bel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Nilai Rata-rata

Keterampilan Berdialog Siklus II

N

Ketuntasan Klasikal 89,65 % Nilai di Bawah KKM 10,35% Nilai Rata-rata Kelas 87,9

Nilai Tertinggi 100 Nilai Terendah 65

Berdasarkan tabel distribusi nilai pada keterampilan berdialog siswa di atas tersebut, menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada sik-lus II mencapai 87,9 dengan 89,65% atau se-jumlah 26 siswa yang mendapat nilai lebih

dari atau sama dengan ≥70 sisanya sejumlah

3 siswa atau 10,35% masih mendapat nilai dibawah 70.

Karena pada siklus II ketuntasan in-dikator kinerja telah mencapai 80% dari jum-lah siswa yang memperoleh nilai lebih atau sama dengan 70, maka penelitian dihentikan pada siklus II.

PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian di atas, maka dap-at dilihdap-at hasil nilai keterampilan berdialog siswa dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I dan siklus II. Dari hasil pengamatan dan an-alisis data dapat diketahui bahwa secara um-umpelaksanaan kegiatan pada pembelajaran

dengan mengimplementasikan metode

Story-telling (Bercerita) sudah jadi baik dan

terda-pat peningkatan keterampilan berdialog sis-wa.

Keterampilan berdialog siswa kelas

IV C SD Djama’atul Ichwan Surakarta saat

(6)

Pada siklus I, ketuntasan keterampilan berdialog siswa meningkat menjadi 37,93%. Siswa dengan nilai tuntas sejumlah 11 siswa dan 62,07% atau sejumlah 18 siswa belum t-untas KKM. Hal tersebut menunjukkan ada-nya peningkatan apabila dibandingkan deng-an hasil pratindakdeng-an.

Pada siklus II terjadi peningkatan ya-ng signifikan dari siklus I. Data yaya-ng diper-oleh pada siklus II mengenai keterampilan berdialog siswa yaitu, siswa yang telah men-capai nilai tuntas sejumlah 26 siswa (89-,65%). Berikut ini disajikan dalam perbandi-ngan nilai keterampilan berdailog siswa dari pratindakan, siklus I, dan siklus II pada tabel 4:

Tabel 4. Perbandingan Peningkatan Hasil

Keterampilan Berdialog

Peningkatan yang terajdi pada siklus I dan II ini terjadi dikarenakan diterapkannya

sebuah metode Storytelling (bercerita)

den-gan cara yang bervariatif, denden-gan berdialog langsung di depan kelas secara berkelompok, dengan penunjang media yang sangat va-riatif, dan penyajian pembelajaran yang le-bih menyenangkan. Hal tersebut, siswa ter-libat langsung untuk berkomunikasi secara antusias, menerapkan media dalam

mela-ksanakan metode Storytelling (bercerita)

me-lalui berdialog dapat meningkatkan minat dan ketertarikan siswa. Dengan adanya vari-asi ini suasana belajar menjadi lebih menyen-angkan dan dapat menarik minat serta perha-tian siswa, sehingga siswa lebih antusis dal-am berdialog di depan kelas dengan teman sekelompoknya.

Metode Storytelling (Bercerita)

da-pat mengembangkan bahasa lisan anak yang pada masa emas anak hal ini harus lebih diperhatikan. Hal tersebut juga didukung

de-ngan adanya pendapat Tomkins (1991: 15-2)

bahwa Storytelling (bercerita) merupakan

se-buah seni kuno yang merupakan alat ins-truksional yang berharga. Bercerita itu meng-hibur dan merangsang imajinasi anak-anak. Kegiatan ini memperluas kemampuan bahasa mereka dan membantu mereka menginter-nalisasi karakteristik dari cerita. Meningkat-nya nilai keterampilan berdialog siswa,

men-andakan bahwa tujuan dari metode

Story-telling (bercerita) yaitu memperluas

kemam-puan berbahasa anak dapat tercapai melalui metode ini.Sejalan dengan hal ini, Dhieni,

dkk (2005: 6.8-6.9) bahwa metode

Story-telling (bercerita) bermanfaat bagi

perkemba-ngan bahasa anak yaitu membantu dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien serta menumbuhkan daya imajinasi anak, dan mel-atih daya serap dan daya pikir anak.

Berdasarkan tabel distribusi nilai ratrata keterampilan berdialog siswa di a-tas, menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada siklus II mencapai 87,9 dengan 89,65% atau sejumlah 26 siswa yang mendapat nilai lebih

dari atau sama dengan ≥70 sisanya sejumlah

3 siswa atau 10,35% yang masih mendapat nilai dibawah 70.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil pe-nelitian yang telah dilaksanakan dalam dua siklus ini, dapat membuktikan bahwa ket-erampilan berdialog dapat meningkat melalui

suatu pengimplementasian metode

Story-telling (Bercerita) pada siswa kelas IV C SD

Djama’atul Ichwan Surakarta tahun ajaran

(7)

seba-nyak 11 siswa sudah mencapai indikator ke-tuntasan yang telah ditetapkan yaitu lebih at-au sama dengan 70.

Pada siklus II, terjadi peningkatan secara signifikan nilai hasil rata-rata keteram-pilan berdialog siswa berkembang atau naik secara signifikan yaitu sebesar 25,8 dari 62,1 menjadi 87,9 dengan nilai terendah 65 dan

nilai yang tertinggi sebesar 100 dan ketuntasan klasikal mencapai 89,65% atau 26 siswa sudah mencapai menggunakan metode

Storytelling (Bercerita) berhasil dengan

ke-tuntasan siswa mencapai 89,65%. Keke-tuntasan ini telah mencapai indikator yang telah dite-tapkan yaitu 80%, maka penelitian berhenti pada siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

Nurbiana, Dhieni, dkk. 2005. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta : Universitas Terbuka.

Nurgiyantoro, Burhan. 20014. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.Yogyakarta :

BPFE.

Samantaray. 2014. “Use of Story Telling Method to Develop Spoken English Skill”.

International Journal of Language & Linguistics.Volume I, No. I:

Tomkins, Gail. E, Knneth Hoskisson. 1991. Language Arts: content and teaching stategies.

Gambar

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Nilai Rata-rata Keterampilan Berdialog Siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka dibuat rumusan masalah umum dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hasil diagnosis level miskonsepsi siswa

Berikut ini merupakan data hasil pengujian Impact dari pengecoran lost foam pada parameter model sistem saluran, ditunjukkan pada tabel-5 dan parameter variasi

Secara umum bentuk kurva dari LMO 0,5;0,8 dan 1 yang mengalami proses acid treatment ialah sama, perbedaan yang terjadi ialah pergeseran kea rah kanan atau

 Pilihlah jenis garis sesuai dengan pilihan yang telah disediakan  Pilih warna jika ingin memakai warna lain (automatic = hitam)  Untuk membuat border, klik pilihan border

Hal ini dapat menyebabkan menurunnya konduktifitas ionik seiring bertambahnya kadar % karbon yang dikarenakan aglomerasi dan meningkatnya ukuran besar partikel,

Adsorpsi dilakukan dengan mencelupkan Lithium Mangan Oksida Spinel yang telah disintesis kedalam Lumpur Sidoarjo.Pengujian ICP dilakukan untuk mengetahui kandungan

[r]

Permainan yang terbatas akan memiliki minimal satu keseimbangan nash yang mungkin melibatkan pengembangan campuran strategi.. • Menentukan keseimbangan nash