BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas hasil uji coba instrumen, hasil penelitian, analisis
data dan pembahasan. Data yang diolah adalah hasil angket kemandirian siswa dan
rubik berpikir kritis . Penelitian dilakukan terhadap dua kelas, yaitu kelompok
eksperimen (kelas IX C) dengan jumlah siswa 22 orang yang menggunakan metode
inkuiri sebagai metode pembelajaran. Sedangkan kelompok kontrol (kelas IX A)
adalah kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional dimana
menggunakan metode demonstrasi dan ceramah.
Penelitian terhadap sampel dilakukan selama masing-masing tiga kali pertemuan
dengan materi Pengantar jaringan, pokok bahasan Komunikasi Data. Data hasil
penelitian yang digunakan adalah berbentuk presentase kemandirian siswa dan
presentase kemamuan berikir kritis, baik siswa yang menggunakan metode inkuiri
ataupun siswa yang menggunakan metode pembelajaran konvensional.
4.1.Analisis Validitas Uji Coba Instrumen Angket
Untuk memperoleh instrumen penelitian yang baik, maka angket perlu
diujicobakan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Dari tes uji coba yang dilakukan terhadap 19 siswa kelas IXB, hasil
analisisnya adalah sebagai berikut:
Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan microsoft excel 2007, dapat
diketahui analisis tiap butir soal seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Tabel perbandingan rHitung dan rTabel masing masing item
butir
5 0,527861 0,456 VALID
6 0,194468 0,456 TIDAK VALID 7 -0,06442 0,456 TIDAK VALID 8 0,229337 0,456 TIDAK VALID 9 0,380659 0,456 TIDAK VALID 10 0,490043 0,456 VALID
11 0,129867 0,456 TIDAK VALID 12 -0,03382 0,456 TIDAK VALID 13 0,155912 0,456 TIDAK VALID 14 -0,06818 0,456 TIDAK VALID 15 0,199189 0,456 TIDAK VALID 16 0,70189 0,456 VALID
17 0,635759 0,456 VALID
18 0,234763 0,456 TIDAK VALID 19 0,282649 0,456 TIDAK VALID 20 0,384915 0,456 TIDAK VALID 21 0,806476 0,456 VALID
22 0,372711 0,456 TIDAK VALID 23 0,364956 0,456 TIDAK VALID 24 0,335483 0,456 TIDAK VALID 25 0,656085 0,456 VALID
26 0,543543 0,456 VALID
27 0,412915 0,456 TIDAK VALID 28 0,440758 0,456 TIDAK VALID 29 0,25686 0,456 TIDAK VALID 30 0,413649 0,456 TIDAK VALID
Setelah menghitung korelasi hitung dari masing masing item (terlampir), akan
didapat nilai r hitung untuk masing-masing butir dari butir 1-30. Setelah mendapatkan
nilai r hitung, kita akan membandingkan nilai r hitung tersebut dengan nilai r
tabel-nya . Karena pada penelitian ini adalah r tabel dengan jumlah sampel (N) sebatabel-nyak 19
dan dengan taraf signifikaksi 5% dan diperoleh angka 0,456 (lihat tabel r-terlampir).
Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai r hitung lebih besar dari r tabel, maka item
tersebut VALID. Sebaliknya, jika nilai r hitung lebih kecil dari r tabel, maka item
4.2.Analisis Data dan Pembahasan Hasil Penelitian
Pada pertemuan pertama sebelum dilakukan treatment, pembelajaran di kelas
TIK yang diampu oleh guru mata pelajaran menggunakan metode demonstrasi.
Kemampuan berpikir kritis siswa tidak terlihat sehingga nilai kemampuan berpikir
kritis mereka pada lembar observasi juga rendah. Siswa sangat pasif di kelas. Saat
guru memberikan pertanyaan, tidak ada siswa yang berani menjawab secara
langsung. Nilai kemampuan berpikir kritis pertemuan pertama secara keseluruhan
hanya 26,52 %.
Gambar 4.1. Perbandingan kemampuan berpikir kritis pada pertemuan 1
Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan pertama sebelum
dilakukan treatment yang disajikan pada gambar 4.1, sebanding dengan rendahnya
kemandirian siswa. Berdasarkan angket kemandirian siswa yang diisi pada pertemuan
pertama sebelum delakukan treatment. Kemandirian siswa sebesar 49,57%, yang bisa
kita lihat pada gambar4. 2.
Gambar 4.2. Perbandingan kemandirian pada pertemuan 1
26,52
27,27
26 26,5 27 27,5
Pertemuan 1
Eksperimen Kontrol
49,57
53,69
45 50 55
Pertemuan 1
Nilai pada semua indikator kemandirian siswa kelas eksperimen lebih rendah
dari siswa kelas kontrol. Dengan harapan meningkatkan kemandirian dan
kemampuan berpikir kritis pada kelas yang memiliki nilai kemandirian dan
kemampuan berpikir kritis rendah, maka kelas IX C sebagai kelas eksperimen akan
diberikan treatment berupa penerapan metode inkuiri pada pembelajaran berikutnya.
Pada pertemuan kedua dilakukan treatment di kelas eksperimen. Pembelajaran di
kelas eksperimen disusun menurut tahapan tahapan inkuiri tahap orientasi,
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Sebagai manager guru menyiapkan lembar
kerja, internet, membantu penyusunan kelompok kerja, membuka, dan mengakhiri
pembelajaran.
Tahapan orientasi dilaksanakan pada awal pelajaran, dengan memberikan sedikit
pengertian tentang apa itu komunikasi data, kegiatan ini dilakukan oleh siswa
difasilitasi guru. Guru meminta siswa untuk membacakan orientasi kepada seluruh isi
kelas, tahap ini guru memotivasi siswa lebih aktif dikelas, ini merupakan peran guru
sebagai motivator.
Pada tahap merumuskan masalah, guru menyajikan kejadian-kejadian atau
fenomena yang memungkinkan siswa menemukan masalah dan sebagai pengarah
guru mengarahkan siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan
fenomena yang disajikannya. Siswa mencari dan menemukan pokok permasalahan
dari masalah yang disajikan serta mencari dan menemukan penyebab pokok
permasalahan.
Pada tahap merumuskan hipotesis, siswa menyusun jawaban sementara dari
permasalahan yang sudah dirumuskan pada tahap sebelumnya. Guru sebagai penanya
dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan
Sebelum melakukan percobaan untuk menguji apakah hipotesisnya salah atau
benar, siswa mencari dan menemukan data data yang berkaitan dengan pemecahan
masalah baik melalui buku paket ataupun internet. Ini adalah tahap mengumpulkan
data dimana siswa dibebaskan melakukan pencarian data melalui buku ataupun
internet. Hal inilah yang menumbuhkan kemandirian siswa pada indikator kesadaran
siswa untuk belajar mandiri. Semua data yang berhasil ditemukan harus ditulis oleh
siswa pada lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa bukan untuk membatasi sampai
mana siswa melakukan eksplorasi, melainkan hanya menjadi panduan untuk
melaksanakan eksperimen secara sistematis, logis, dan kritis. Siswa bebas
menyelesaikan masalah yang dihadapi dan mengatur cara belajarnya. Guru bertindak
aktif sebagai motivator yang selalu memberikan motivasi kepada siswa supaya setiap
siswa aktif mencari data, dan juga aktif berkontribusi terhadap yang lainnya. Dalam
pencarian data, adakalanya siswa mengalami kekeliruan, dalam kesempatan ini guru
berperan sebagai penanya untuk menyadarkan kekeliruan siswa.
Tahap berikutnya adalah tahap menguji hipotesis. Data yang sudah ditemukan
dianalisis dan diujicobakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan sekaligus
menguji hipotesis. Guru berperan ganda sebagai motivator dan sebagai rewarder, saat
siswa belum menyelesaikan masalah dengan tuntas, guru memberi semangat karena
sudah berhasil sampai pada tahap itu, tapi harus lebih cepat lagi supaya lebih cepat
selesai. Guru juga berperan sebagai fasilitator yang membantu menemukan jalan
keluar jika siswa mengalami kendala dalam proses pembelajaran. Ketika ada siswa
yang menemukan jalan buntu seperti belum mampu menyelesaikan permasalahan
yang disajikan secara utuh, tapi sudah tidak tahu apalagi yang harus dilakukan, guru
membantu sebagai fasilitator. Setelah siswa melaksanakan setiap tahapan secara baik
dan mandiri, diharapkan siswa mampu menyelesaikan jaringan yang bermasalah,
mengerti dan memahami komunikasi data, serta mengerti dan memahami proses
komunikasi data diantara dua komputer dalam jaringan. Sebagai pengarah, guru
mengingatkan siswa, bahwa di buku tidak tercantum semua informasi yang ada di
Kegiatan konfirmasi pada tahap merumuskan masalah di akhir pembelajaran,
siswa mengemukakan kesimpulan yang sudah dirumuskan bersama kelompok sesuai
hasil observasinya. Guru melakukan perannya sebagai penanya, bertanya jawab
meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan. Siswa
yakin dapat menyelesaikan tugas yang sulit dengan baik karena siswa mampu
menyelesaikan tugas dari guru yang siswa anggap sulit. Pembelajaran berkelompok
menyadarkan siswa agar berani bersaing suportif untuk memenangkan suatu
kompetisi. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujun belajar pada pertemuan ini adalah
tanggungjawab guru sebagai administrator.
Proses pembelajaran pada pertemuan kedua setelah dilakukan treatment berhasil
meningkatkan kemandirian siswa dan kemampuan berpikir kritis siswa pada beberapa
indikator. Indikator kemandirian siswa meningkat pada pernyataan satu, lima, enam,
tujuh, dan delapan. Beberapa siswa membaca materi terlebih dahulu sebelum guru
menjelaskan materi tersebut, mengatur cara belajar dengan membuat target belajar
yang harus dicapai. Beberapa siswa juga yakin dapat menyelesaikan tugas yang sulit
dengan baik, selain itu siswa pun berani bersaing suportif untuk memenangkan suatu
kompetisi dan siswa menyadari mengapa hasil belajarnya kurang memuaskan.
Peningkatan kemandirian pada pertemuan pertama sebelum dilakukan treatment dan
setelah dilakukan treatment pertama disajikan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Perbandingan kemandirian pada pertemuan 1 dan 2
49,57
67,9
53,69
65,48
0 20 40 60 80
Pertemuan 1 Pertemuan 2
Kemandirian siswa pada kedua kelas meningkat. Kenaikan pada setiap indikator
dipengaruhi beberapa hal. Beberapa siswa mengaku membaca materi terlebih dahulu
sebelum guru menjelaskan materi tersebut. Hal ini terjadi di kelas eksperimen, karena
guru tidak menerangkan materi, maka siswalah yang mencari data sendiri di buku
ataupun internet. Alasan yang sama juga menjawab naiknya indikator target belajar.
Dengan kebebasan belajar yang diterapkan pada pembelajaran inkuiri, siswa
mengatur cara belajarnya sendiri dengan membuat target belajar yang harus
dicapainya. Target belajar pada pertemuan ini adalah menyelesaikan jaringan
bermasalah. Siswa kelas eksperimen mampu menyelesaikan tugas yang mereka
anggap sulit di pertemuan ini. Hal ini membuat nilai kemandirian meningkat di
indikator tujuan belajar. Pada kelas kontrol juga mampu menyelesaikan tugas sulit
yang diberikan, maka nilai pada indikator tujuan belajar naik. Sedangkan rendahnya
kemandirian siswa karena siswa tidak mempelajari materi terlebih dahulu sebelum
guru menerangkan.
Perubahan tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan pertama
sebelum dilakukan treatment dan pertemuan kedua setelah dilakukan treatment
disajikan pada gambar 4.4.
Gambar 4.4. Perbandingan kemampuan berpikir kritis pada pertemuan 1 dan 2
26,52
43,94
27,27
58,96
0 10 20 30 40 50 60 70
Pertemuan 1 Pertemuan 2
Nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan kedua naik menjadi
43,94%. Sekalipun nilai tersebut masuk dalam kategori kurang kritis, namun siswa
sudah mengalami peningkatan pada indikator pertama yaitu mengemukakan
hipotesis. Mereka dapat mengemukakan hipotesis, dan hal ini tidak terlepas dari
peran guru sebagai fasilitator. Beberapa siswa ada yang belum mengerti tentang apa
itu hipotesis, maka guru sebagai fasilitator dan pengarah mengarahkan siswa, bahwa
banyak hal yang tidak diketahui dijelaskan di internet. Sebagian besar siswa akhirnya
menemukan dari internet bahwa hipotesis adalah jawaban sementara. Dari hasil yang
mereka dapat, siswa mencoba menyusun hipotesis itu sendiri.
Pada pertemuan kedua ini, kemampuan berpikir kritis siswa mengalami
peningkatan, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Namun kelas kontrol
mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen. Dari hasil
pengamatan pada pembelajaran di kelas, siswa kelas eksperimen harus mencari
sendiri data yang dibutuhkan di internet atau buku untuk menemukan materi baru.
Beberapa siswa mengalami kesulitan melakukan pencarian di internet. Hal ini
menghabiskan waktu yang cukup banyak. Sedangkan kelas kontrol tidak perlu
melakukan hal itu karena materi diberikan oleh guru. Lamanya waktu yang
digunakan siswa pada kelas eksperimen untuk mencari data mengurangi waktunya
untuk melaporkan hasil observasi tertulis. Hal ini terlihat dari lembar jawaban siswa.
Jawaban siswa pada kesimpulan atau pada bagian akhir lembar kerja terkesan tidak
sistematis, dan susah dipahami. Siswa juga tidak mampu mengemukakan
contoh-contoh dan memberikan penjelasan sederhana. Walaupun mereka berhasil
menyelesaikan jaringan yang bermasalah, namun belum menuliskan semua hal yang
mereka temukan. Hal ini membuat nilai pada indikator berpikir kritis rendah.
Sedangkan siswa pada kelas kontrol mampu menuliskan hasil observasi, kesimpulan,
bahkan ada yang menuliskan langkah langkah menyelesaikan jaringan yang
Pada treatment berikutnya, di pertemuan yang ketiga, kemandirian dan
kemampuan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen diharapkan meningkat.
Pembelajaran yang dilakukan masih mengimplementasikan tahap pembelajaran
inkuiri. Guru sebagai manager guru menyiapkan lembar kerja, internet, membantu
penyusunan kelompok kerja, membuka, dan mengakhiri pembelajaran.
Pada tahap orientasi, guru sebagai administrator membina suasana atau iklim
pembelajaran yang kondusif. Guru memberitahukan kepada siswa bahwa metode
belajar yang digunakan adalah metode inkuiri, metode yang digunakan pada
pertemuan yang sebelumnya. Guru berperan sebagai pengarah. Penjelasan ini akan
mengarahkan siswa untuk membayangkan apa yang terjadi di minggu yang lalu, dan
apa yang akan terjadi pada pertemuan ini. Guru memberikan lembar kerja siswa
pertemuan ini dan menjelaskan kepada siswa bahwa nanti siswa diharapkan bisa
menyusun langkah langkah kerja sendiri, maka dari itu bagian cara kerja di lembar
kerja siswa dikosongkan.
Pada tahap merumuskan masalah, guru sebagai manajer menyajikan masalah di
dalam lembar kerja. Masalah pokok yang diberikan oleh guru adalah bagaimana
proses enkapsulasi pada TCP/IP. Siswa menemukan sub masalah pada pokok yang
diberikan, yaitu apakah itu enkapsulasi, dan apakah itu TCP/IP. Masalah lain yang
ditemui siswa adalah cara kerja yang kosong. Jadi pada tahap ini, siswa harus mulai
menyusun langkah apa yang akan siswa lakukan hingga menemukan jawaban. Guru
bertindak aktif sebagai motivator yang selalu memberikan motivasi kepada siswa
supaya setiap siswa aktif, terutama pada saat penyusunan cara kerja.
Sebelum siswa melaksanakan cara kerja yang telah disusun, siswa merumuskan
hipotesis. Guru sebagai penanya dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat
mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat
merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang
Cara kerja yang disusun siswa mengarahkan siswa untuk menggali informasi
dengan membaca informasi baik di buku ataupun di internet di tahap mengumpulkan
data ini. Siswa berdikusi dengan teman sekelompok tentang informasi yang
didapatkan dari pencarian. Siswa mendiskusikan dan memilih data data yang
berkaitan dengan pemecahan masalah untuk selanjutnya dilakukan analisa untuk
memecahkan masalah. Guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran. Sebagai motivator, guru memotivasi terjadinya interaksi antar
peserta didik, dan peserta didik dengan sumber belajar. Guru mengawasi proses
pembelajaran. Ketika dibutuhkan, guru berperan menjadi penanya untuk
menyadarkan siswa bila terjadi kekeliruan ataupun sebagai fasilitator membuka jalan
keluar bila siswa mengalami kebuntuan.
Setelah proses pencarian informasi dan berdiskusi, pada tahap menguji hipotesis
siswa berdiskusi dengan teman sekelompoknya menentukan apakah hipotesis yang di
susun pada tahap merumuskan hipotesis bisa diterima atau salah. Pada pembelajaran
ini siswa diharapkan mengerti dan memahami tingkatan layer pada TCP/IP,
memahami proses enkapsulasi pada TCP/IP, menyebutkan protokol lain selain
TCP/IP, dan memahami kelebihan protokol TCP/IP daripada protokol yang lainnya.
Guru berperan menjadi penanya untuk menyadarkan siswa bila terjadi kekeliruan
ataupun sebagai fasilitator membuka jalan keluar bila siswa mengalami kebuntuan.
Hasil penemuan siswa dilaporkan secara tertulis pada tahap merumuskan
kesimpulan ini. Melakukan perannya sebagai motivator dan sebagai rewarder, guru
memberikan umpan balik positif melalui penghargaan kepada kelompok yang sudah
bertindak lebih jauh dan menjadikan kelompok tersebut sebagai contoh untuk
memotivasi kelompok lainnya. Guru sebagai manajer menciptakan suasana
kompetitif supaya siswa mampu bersaing suportif. Sebagai pengarah, guru
mengingatkan siswa, bahwa dibuku tidak tercantum semua informasi yang ada di
Pada kegiatan konfirmasi di akhir pembelajaran, siswa mengemukakan
kesimpulan yang sudah dirumuskan bersama kelompok sesuai hasil observasinya.
Guru melakukan perannya sebagai penanya bersama siswa bertanya jawab
meluruskan kesalahan pemahaman dengan memberi acuan agar peserta didik
melakukan pengecekan hasil ekplorasi, memberikan penguatan dengan memberi
konfirmasi melalui berbagai sumber terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi dan
penyimpulan.
Pada treatment pertemuan ketiga, secara keseluruhan nilai indikator kemandirian
kelas eksperimen ini sudah lebih tinggi daripada kelas kontrol, bahkan tiga nilai kelas
eksperimen yang lebih rendah dari kelas kontrol pun nilainya meningkat. Materi
tentang internet sub-bahasan komunikasi data merupakan pelajaran yang baru untuk
siswa kelas IX SMP, ada sebagian yang tertarik, ada sebagian yang menganggap
sulit. Hal ini membuat mereka mempelajari kembali apa yang sudah guru jelaskan
sebelumnya. Pertemuan ketiga, mempelajari tentang enkapsulasi pada protokol
TCP/IP. Pada lembar kerja yang disiapkan guru, siswa harus beberapa kali membuat
skema yang berkaitan dengan enkapsulasi TCP/IP. Ada siswa yang menyusun sendiri,
ada juga yang menggambar sama persis dengan apa yang ada di internet.
Proses pembelajaran pada treatment pertemuan ketiga berhasil meningkatkan
kemandirian siswa dan kemampuan berpikir kritis siswa. Secara keseluruhan tingkat
kemandirian kelas kontrol dan kelas eksperimen pada keadaan awal dan setelah
treatment diberlakukan pada kelas eksperimen, dapat dibandingkan pada gambar 4.5
Gambar 4.5. Perbandingan kemandirian pada pertemuan 1, 2 dan 3
Tabel 4.2. Tingkat Kemandirian Siswa (%)
Pernyataan
Keterangan : KE = kelas eksperimen, KK = kelas kontrol
Kemandirian kelas eksperimen naik di pertemuan ketiga karena siswa semakin
aktif belajar sendiri di pertemuan ini. Mereka mampu belajar sendiri, menyelesaikan 49,57
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3
Eksperimen
tugas dengan baik, membaca materi terlebih dahulu, dan membaca materi setelah
guru menjelaskan. Hal ini menaikkan nilai di semua indikator. Turunnya kemandirian
siswa kelas kontrol karena melemahnya indikator tanggung jawab belajar dan percaya
diri. Sebagian besar siswa pada pertemuan ini merasa bahwa dirinya tidak mampu
menyelesaikan tugas sulit yang diberikan guru. Hal ini sebanding dengan lembar
kerja siswa yang lebih banyak kosong daripada terisi.
Pengaruh penerapan metode inkuiri pada kemandirian rata rata meningkatkan
17,05% pada setiap pertemuannya, sedangkan tanpa diterapkannya metode inkuiri
kemandirian meningkat 5,82%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan kemandirian belajar siswa setelah menggunakan metode inkuiri dalam
pembelajaran TIK sebesar 17,05%.
Secara keseluruhan tingkat kemampuan berpikir kritis kelas kontrol dan kelas
eksperimen pada keadaan awal dan setelah treatment diberlakukan pada kelas
eksperimen, dapat dibandingkan pada gambar 4.6 dan tabel 4.3.
Gambar 4.6. Perbandingan kemampuan berpikir kritis pada pertemuan 1, 2 dan 3
26,52
43,94
63,76
27,27
58,96
35,1
0 10 20 30 40 50 60 70
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3
Eksperimen
Tabel 4.3. Tingkat Berpikir Kritis Siswa (%)
Indik ator
Pertemuan Pertama Pertemuan
Kedua Pertemuan Ketiga Rata Rata
Peningkatan
Keterangan : KE = kelas eksperimen, KK = kelas kontrol
Pada pertemuan ketiga ini, siswa dimotivasi untuk lebih berpikir kritis. Pada
pembelajaran, siswa dibantu oleh lembar kerja siswa tanpa diberikan langkah langkah
kerja yang harus dilakukan. Walaupun tidak terlalu ilmiah, siswa mencoba menyusun
langkah langkah kerja secara urut. Ini membuat nilai merancang eksperimen mereka
menjadi 73,86%. Karena fokus dengan merancang eksperimen, beberapa kelompok
lupa menuliskan hipotesis terlebih dahulu yang menyebabkan angka kemampuan
berpikir kritis dari indikator merumuskan hipotesis menurun.
Indikator ke empat, lima, tujuh, dan delapan pada pertemuan ini meningkat
banyak. Kemampuan siswa mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat,
memberikan penjelasan sederhana, mempertanggung jawabkan hasil observasi, dan
melaporkan hasil observasi masuk pada kategori kritis. Dengan menyusun langkah
dipakai atau tidak, prosedur mana yang harus dilakukan terlebih dahulu atau
berikutnya ini menaikkan kemampuan berpikir kritisnya pada indikator
mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat. Semua siswa mengisi bagian
pada lembar kerja yang disediakan untuk memberikan penjelasan ada yang
menjelaskan singkat sesuai yang dipertanyakan, ada juga yang memberikan
penjelasan panjang. Mempertanggungjawabkan hasil observasi dan melaporkan hasil
observasi dapat terlihat dari lembar kerja siswa yang sudah berisi hasil observsinya.
Ketika guru menanyakan beberapa bagian pada lembar kerja yang mereka buat, siswa
mampu menjelaskan secara singkat. Kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator
yang kesembilan yaitu strategi membuat definisi dengan bertindak memberikan
penjelasan lanjut belum mampu mencapai kategori kritis. Ini disebabkan karena guru
kurang memotivasi siswa untuk mencoba membuat definisi dalam penjelasan lanjut.
Naiknya tingkat berpikir kritis siswa pada keseluruhan pertemuan ketiga disebabkan
karena siswa sudah pernah belajar menggunakan metode ini pada pertemuan
sebelumnya, sehingga tidak terlalu banyak tanya, siswa langsung melakukan
observasi seperti yang diminta. Pengalaman penggunaan metode inkuiri pada
pertemuan sebelumnya juga menjadi pengetahuan tambahan pada tahap orientasi
pada pembelajaran inkuiri di pertemuan ini. Ini membuat siswa mampu menyusun
cara kerja sekaligus mengatur waktu pada setiap tahap, sampai mampu
menyelesaikan laporan observasinya. Dengan begitu siswa langsung menaikkan
semua indikator kemampuan berpikir kritis sekaligus. Kemampuan berpikir kritis
siswa kelas kontrol menurun karena metode pembelajaran yang dilakukan tidak
diarahkan untuk memotivasi siswa berpikir kritis. Siswa tidak diminta membuat cara
kerja, maka merekapun tidak membuatnya. Dari pertanyaan yang diberikan, siswa
kelas kontrol juga tidak mampu menjawab dengan baik.
Hasil pengukuran berpikir kritis siswa dari tiga kali pertemuan adalah 26,52%
untuk pertemuan pertama, meningkat di pertemuan kedua menjadi 43,94%, dan pada
rata rata peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setiap pertemuan adalah
18,62,%.
Meningkatnya kemandirian dan kemampuan berpikir kritis dipengaruhi oleh peran
guru dan siswa dalam tahap metode inkuiri pada setiap treatment. Peran guru dan siswa
dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Perilaku guru dan siswa pada tahap pembelajaran inkuiri Tahap
•Motivator, meminta siswa untuk membacakan orientasi kepada seluruh isi kelas, memotivasi siswa lebih aktif dikelas,
•Administrator, membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif.
•Pengarah, mengarahkan siswa untuk membayangkan apa yang terjadi di minggu yang lalu, dan apa yang akan terjadi pada pertemuan ini.
•Manajer, menyajikan masalah di dalam lembar kerja,
Tahap setiap siswa aktif mencari data, dan juga aktif berkontribusi dalam kelompok.
memotivasi terjadinya interaksi antar peserta didik, dan peserta didik dengan sumber belajar,
•Motivator dan sebagai rewarder, memberi semangat karena sudah berhasil sampai pada tahap tertentu, tapi harus lebih cepat lagi supaya lebih cepat selesai.
•Motivator dan sebagai
yang sudah bertindak lebih jauh dan menjadikan kelompok tersebut sebagai contoh untuk memotivasi kelompok lainnya.
•Manajer, menciptakan suasana kompetitif supaya siswa mampu bersaing suportif,