• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Kemandirian dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran TIK (Studi Kasus pada Kelas IX SMP Pangudi Luhur Salatiga) T1 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Kemandirian dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran TIK (Studi Kasus pada Kelas IX SMP Pangudi Luhur Salatiga) T1 BAB IV"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas hasil uji coba instrumen, hasil penelitian, analisis

data dan pembahasan. Data yang diolah adalah hasil angket kemandirian siswa dan

rubik berpikir kritis . Penelitian dilakukan terhadap dua kelas, yaitu kelompok

eksperimen (kelas IX C) dengan jumlah siswa 22 orang yang menggunakan metode

inkuiri sebagai metode pembelajaran. Sedangkan kelompok kontrol (kelas IX A)

adalah kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional dimana

menggunakan metode demonstrasi dan ceramah.

Penelitian terhadap sampel dilakukan selama masing-masing tiga kali pertemuan

dengan materi Pengantar jaringan, pokok bahasan Komunikasi Data. Data hasil

penelitian yang digunakan adalah berbentuk presentase kemandirian siswa dan

presentase kemamuan berikir kritis, baik siswa yang menggunakan metode inkuiri

ataupun siswa yang menggunakan metode pembelajaran konvensional.

4.1.Analisis Validitas Uji Coba Instrumen Angket

Untuk memperoleh instrumen penelitian yang baik, maka angket perlu

diujicobakan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Dari tes uji coba yang dilakukan terhadap 19 siswa kelas IXB, hasil

analisisnya adalah sebagai berikut:

Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan microsoft excel 2007, dapat

diketahui analisis tiap butir soal seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Tabel perbandingan rHitung dan rTabel masing masing item

butir

(2)

5 0,527861 0,456 VALID

6 0,194468 0,456 TIDAK VALID 7 -0,06442 0,456 TIDAK VALID 8 0,229337 0,456 TIDAK VALID 9 0,380659 0,456 TIDAK VALID 10 0,490043 0,456 VALID

11 0,129867 0,456 TIDAK VALID 12 -0,03382 0,456 TIDAK VALID 13 0,155912 0,456 TIDAK VALID 14 -0,06818 0,456 TIDAK VALID 15 0,199189 0,456 TIDAK VALID 16 0,70189 0,456 VALID

17 0,635759 0,456 VALID

18 0,234763 0,456 TIDAK VALID 19 0,282649 0,456 TIDAK VALID 20 0,384915 0,456 TIDAK VALID 21 0,806476 0,456 VALID

22 0,372711 0,456 TIDAK VALID 23 0,364956 0,456 TIDAK VALID 24 0,335483 0,456 TIDAK VALID 25 0,656085 0,456 VALID

26 0,543543 0,456 VALID

27 0,412915 0,456 TIDAK VALID 28 0,440758 0,456 TIDAK VALID 29 0,25686 0,456 TIDAK VALID 30 0,413649 0,456 TIDAK VALID

Setelah menghitung korelasi hitung dari masing masing item (terlampir), akan

didapat nilai r hitung untuk masing-masing butir dari butir 1-30. Setelah mendapatkan

nilai r hitung, kita akan membandingkan nilai r hitung tersebut dengan nilai r

tabel-nya . Karena pada penelitian ini adalah r tabel dengan jumlah sampel (N) sebatabel-nyak 19

dan dengan taraf signifikaksi 5% dan diperoleh angka 0,456 (lihat tabel r-terlampir).

Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai r hitung lebih besar dari r tabel, maka item

tersebut VALID. Sebaliknya, jika nilai r hitung lebih kecil dari r tabel, maka item

(3)

4.2.Analisis Data dan Pembahasan Hasil Penelitian

Pada pertemuan pertama sebelum dilakukan treatment, pembelajaran di kelas

TIK yang diampu oleh guru mata pelajaran menggunakan metode demonstrasi.

Kemampuan berpikir kritis siswa tidak terlihat sehingga nilai kemampuan berpikir

kritis mereka pada lembar observasi juga rendah. Siswa sangat pasif di kelas. Saat

guru memberikan pertanyaan, tidak ada siswa yang berani menjawab secara

langsung. Nilai kemampuan berpikir kritis pertemuan pertama secara keseluruhan

hanya 26,52 %.

Gambar 4.1. Perbandingan kemampuan berpikir kritis pada pertemuan 1

Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan pertama sebelum

dilakukan treatment yang disajikan pada gambar 4.1, sebanding dengan rendahnya

kemandirian siswa. Berdasarkan angket kemandirian siswa yang diisi pada pertemuan

pertama sebelum delakukan treatment. Kemandirian siswa sebesar 49,57%, yang bisa

kita lihat pada gambar4. 2.

Gambar 4.2. Perbandingan kemandirian pada pertemuan 1

26,52

27,27

26 26,5 27 27,5

Pertemuan 1

Eksperimen Kontrol

49,57

53,69

45 50 55

Pertemuan 1

(4)

Nilai pada semua indikator kemandirian siswa kelas eksperimen lebih rendah

dari siswa kelas kontrol. Dengan harapan meningkatkan kemandirian dan

kemampuan berpikir kritis pada kelas yang memiliki nilai kemandirian dan

kemampuan berpikir kritis rendah, maka kelas IX C sebagai kelas eksperimen akan

diberikan treatment berupa penerapan metode inkuiri pada pembelajaran berikutnya.

Pada pertemuan kedua dilakukan treatment di kelas eksperimen. Pembelajaran di

kelas eksperimen disusun menurut tahapan tahapan inkuiri tahap orientasi,

merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji

hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Sebagai manager guru menyiapkan lembar

kerja, internet, membantu penyusunan kelompok kerja, membuka, dan mengakhiri

pembelajaran.

Tahapan orientasi dilaksanakan pada awal pelajaran, dengan memberikan sedikit

pengertian tentang apa itu komunikasi data, kegiatan ini dilakukan oleh siswa

difasilitasi guru. Guru meminta siswa untuk membacakan orientasi kepada seluruh isi

kelas, tahap ini guru memotivasi siswa lebih aktif dikelas, ini merupakan peran guru

sebagai motivator.

Pada tahap merumuskan masalah, guru menyajikan kejadian-kejadian atau

fenomena yang memungkinkan siswa menemukan masalah dan sebagai pengarah

guru mengarahkan siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan

fenomena yang disajikannya. Siswa mencari dan menemukan pokok permasalahan

dari masalah yang disajikan serta mencari dan menemukan penyebab pokok

permasalahan.

Pada tahap merumuskan hipotesis, siswa menyusun jawaban sementara dari

permasalahan yang sudah dirumuskan pada tahap sebelumnya. Guru sebagai penanya

dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat

merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan

(5)

Sebelum melakukan percobaan untuk menguji apakah hipotesisnya salah atau

benar, siswa mencari dan menemukan data data yang berkaitan dengan pemecahan

masalah baik melalui buku paket ataupun internet. Ini adalah tahap mengumpulkan

data dimana siswa dibebaskan melakukan pencarian data melalui buku ataupun

internet. Hal inilah yang menumbuhkan kemandirian siswa pada indikator kesadaran

siswa untuk belajar mandiri. Semua data yang berhasil ditemukan harus ditulis oleh

siswa pada lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa bukan untuk membatasi sampai

mana siswa melakukan eksplorasi, melainkan hanya menjadi panduan untuk

melaksanakan eksperimen secara sistematis, logis, dan kritis. Siswa bebas

menyelesaikan masalah yang dihadapi dan mengatur cara belajarnya. Guru bertindak

aktif sebagai motivator yang selalu memberikan motivasi kepada siswa supaya setiap

siswa aktif mencari data, dan juga aktif berkontribusi terhadap yang lainnya. Dalam

pencarian data, adakalanya siswa mengalami kekeliruan, dalam kesempatan ini guru

berperan sebagai penanya untuk menyadarkan kekeliruan siswa.

Tahap berikutnya adalah tahap menguji hipotesis. Data yang sudah ditemukan

dianalisis dan diujicobakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan sekaligus

menguji hipotesis. Guru berperan ganda sebagai motivator dan sebagai rewarder, saat

siswa belum menyelesaikan masalah dengan tuntas, guru memberi semangat karena

sudah berhasil sampai pada tahap itu, tapi harus lebih cepat lagi supaya lebih cepat

selesai. Guru juga berperan sebagai fasilitator yang membantu menemukan jalan

keluar jika siswa mengalami kendala dalam proses pembelajaran. Ketika ada siswa

yang menemukan jalan buntu seperti belum mampu menyelesaikan permasalahan

yang disajikan secara utuh, tapi sudah tidak tahu apalagi yang harus dilakukan, guru

membantu sebagai fasilitator. Setelah siswa melaksanakan setiap tahapan secara baik

dan mandiri, diharapkan siswa mampu menyelesaikan jaringan yang bermasalah,

mengerti dan memahami komunikasi data, serta mengerti dan memahami proses

komunikasi data diantara dua komputer dalam jaringan. Sebagai pengarah, guru

mengingatkan siswa, bahwa di buku tidak tercantum semua informasi yang ada di

(6)

Kegiatan konfirmasi pada tahap merumuskan masalah di akhir pembelajaran,

siswa mengemukakan kesimpulan yang sudah dirumuskan bersama kelompok sesuai

hasil observasinya. Guru melakukan perannya sebagai penanya, bertanya jawab

meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan. Siswa

yakin dapat menyelesaikan tugas yang sulit dengan baik karena siswa mampu

menyelesaikan tugas dari guru yang siswa anggap sulit. Pembelajaran berkelompok

menyadarkan siswa agar berani bersaing suportif untuk memenangkan suatu

kompetisi. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujun belajar pada pertemuan ini adalah

tanggungjawab guru sebagai administrator.

Proses pembelajaran pada pertemuan kedua setelah dilakukan treatment berhasil

meningkatkan kemandirian siswa dan kemampuan berpikir kritis siswa pada beberapa

indikator. Indikator kemandirian siswa meningkat pada pernyataan satu, lima, enam,

tujuh, dan delapan. Beberapa siswa membaca materi terlebih dahulu sebelum guru

menjelaskan materi tersebut, mengatur cara belajar dengan membuat target belajar

yang harus dicapai. Beberapa siswa juga yakin dapat menyelesaikan tugas yang sulit

dengan baik, selain itu siswa pun berani bersaing suportif untuk memenangkan suatu

kompetisi dan siswa menyadari mengapa hasil belajarnya kurang memuaskan.

Peningkatan kemandirian pada pertemuan pertama sebelum dilakukan treatment dan

setelah dilakukan treatment pertama disajikan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Perbandingan kemandirian pada pertemuan 1 dan 2

49,57

67,9

53,69

65,48

0 20 40 60 80

Pertemuan 1 Pertemuan 2

(7)

Kemandirian siswa pada kedua kelas meningkat. Kenaikan pada setiap indikator

dipengaruhi beberapa hal. Beberapa siswa mengaku membaca materi terlebih dahulu

sebelum guru menjelaskan materi tersebut. Hal ini terjadi di kelas eksperimen, karena

guru tidak menerangkan materi, maka siswalah yang mencari data sendiri di buku

ataupun internet. Alasan yang sama juga menjawab naiknya indikator target belajar.

Dengan kebebasan belajar yang diterapkan pada pembelajaran inkuiri, siswa

mengatur cara belajarnya sendiri dengan membuat target belajar yang harus

dicapainya. Target belajar pada pertemuan ini adalah menyelesaikan jaringan

bermasalah. Siswa kelas eksperimen mampu menyelesaikan tugas yang mereka

anggap sulit di pertemuan ini. Hal ini membuat nilai kemandirian meningkat di

indikator tujuan belajar. Pada kelas kontrol juga mampu menyelesaikan tugas sulit

yang diberikan, maka nilai pada indikator tujuan belajar naik. Sedangkan rendahnya

kemandirian siswa karena siswa tidak mempelajari materi terlebih dahulu sebelum

guru menerangkan.

Perubahan tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan pertama

sebelum dilakukan treatment dan pertemuan kedua setelah dilakukan treatment

disajikan pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Perbandingan kemampuan berpikir kritis pada pertemuan 1 dan 2

26,52

43,94

27,27

58,96

0 10 20 30 40 50 60 70

Pertemuan 1 Pertemuan 2

(8)

Nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan kedua naik menjadi

43,94%. Sekalipun nilai tersebut masuk dalam kategori kurang kritis, namun siswa

sudah mengalami peningkatan pada indikator pertama yaitu mengemukakan

hipotesis. Mereka dapat mengemukakan hipotesis, dan hal ini tidak terlepas dari

peran guru sebagai fasilitator. Beberapa siswa ada yang belum mengerti tentang apa

itu hipotesis, maka guru sebagai fasilitator dan pengarah mengarahkan siswa, bahwa

banyak hal yang tidak diketahui dijelaskan di internet. Sebagian besar siswa akhirnya

menemukan dari internet bahwa hipotesis adalah jawaban sementara. Dari hasil yang

mereka dapat, siswa mencoba menyusun hipotesis itu sendiri.

Pada pertemuan kedua ini, kemampuan berpikir kritis siswa mengalami

peningkatan, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Namun kelas kontrol

mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen. Dari hasil

pengamatan pada pembelajaran di kelas, siswa kelas eksperimen harus mencari

sendiri data yang dibutuhkan di internet atau buku untuk menemukan materi baru.

Beberapa siswa mengalami kesulitan melakukan pencarian di internet. Hal ini

menghabiskan waktu yang cukup banyak. Sedangkan kelas kontrol tidak perlu

melakukan hal itu karena materi diberikan oleh guru. Lamanya waktu yang

digunakan siswa pada kelas eksperimen untuk mencari data mengurangi waktunya

untuk melaporkan hasil observasi tertulis. Hal ini terlihat dari lembar jawaban siswa.

Jawaban siswa pada kesimpulan atau pada bagian akhir lembar kerja terkesan tidak

sistematis, dan susah dipahami. Siswa juga tidak mampu mengemukakan

contoh-contoh dan memberikan penjelasan sederhana. Walaupun mereka berhasil

menyelesaikan jaringan yang bermasalah, namun belum menuliskan semua hal yang

mereka temukan. Hal ini membuat nilai pada indikator berpikir kritis rendah.

Sedangkan siswa pada kelas kontrol mampu menuliskan hasil observasi, kesimpulan,

bahkan ada yang menuliskan langkah langkah menyelesaikan jaringan yang

(9)

Pada treatment berikutnya, di pertemuan yang ketiga, kemandirian dan

kemampuan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen diharapkan meningkat.

Pembelajaran yang dilakukan masih mengimplementasikan tahap pembelajaran

inkuiri. Guru sebagai manager guru menyiapkan lembar kerja, internet, membantu

penyusunan kelompok kerja, membuka, dan mengakhiri pembelajaran.

Pada tahap orientasi, guru sebagai administrator membina suasana atau iklim

pembelajaran yang kondusif. Guru memberitahukan kepada siswa bahwa metode

belajar yang digunakan adalah metode inkuiri, metode yang digunakan pada

pertemuan yang sebelumnya. Guru berperan sebagai pengarah. Penjelasan ini akan

mengarahkan siswa untuk membayangkan apa yang terjadi di minggu yang lalu, dan

apa yang akan terjadi pada pertemuan ini. Guru memberikan lembar kerja siswa

pertemuan ini dan menjelaskan kepada siswa bahwa nanti siswa diharapkan bisa

menyusun langkah langkah kerja sendiri, maka dari itu bagian cara kerja di lembar

kerja siswa dikosongkan.

Pada tahap merumuskan masalah, guru sebagai manajer menyajikan masalah di

dalam lembar kerja. Masalah pokok yang diberikan oleh guru adalah bagaimana

proses enkapsulasi pada TCP/IP. Siswa menemukan sub masalah pada pokok yang

diberikan, yaitu apakah itu enkapsulasi, dan apakah itu TCP/IP. Masalah lain yang

ditemui siswa adalah cara kerja yang kosong. Jadi pada tahap ini, siswa harus mulai

menyusun langkah apa yang akan siswa lakukan hingga menemukan jawaban. Guru

bertindak aktif sebagai motivator yang selalu memberikan motivasi kepada siswa

supaya setiap siswa aktif, terutama pada saat penyusunan cara kerja.

Sebelum siswa melaksanakan cara kerja yang telah disusun, siswa merumuskan

hipotesis. Guru sebagai penanya dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat

mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat

merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang

(10)

Cara kerja yang disusun siswa mengarahkan siswa untuk menggali informasi

dengan membaca informasi baik di buku ataupun di internet di tahap mengumpulkan

data ini. Siswa berdikusi dengan teman sekelompok tentang informasi yang

didapatkan dari pencarian. Siswa mendiskusikan dan memilih data data yang

berkaitan dengan pemecahan masalah untuk selanjutnya dilakukan analisa untuk

memecahkan masalah. Guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap

kegiatan pembelajaran. Sebagai motivator, guru memotivasi terjadinya interaksi antar

peserta didik, dan peserta didik dengan sumber belajar. Guru mengawasi proses

pembelajaran. Ketika dibutuhkan, guru berperan menjadi penanya untuk

menyadarkan siswa bila terjadi kekeliruan ataupun sebagai fasilitator membuka jalan

keluar bila siswa mengalami kebuntuan.

Setelah proses pencarian informasi dan berdiskusi, pada tahap menguji hipotesis

siswa berdiskusi dengan teman sekelompoknya menentukan apakah hipotesis yang di

susun pada tahap merumuskan hipotesis bisa diterima atau salah. Pada pembelajaran

ini siswa diharapkan mengerti dan memahami tingkatan layer pada TCP/IP,

memahami proses enkapsulasi pada TCP/IP, menyebutkan protokol lain selain

TCP/IP, dan memahami kelebihan protokol TCP/IP daripada protokol yang lainnya.

Guru berperan menjadi penanya untuk menyadarkan siswa bila terjadi kekeliruan

ataupun sebagai fasilitator membuka jalan keluar bila siswa mengalami kebuntuan.

Hasil penemuan siswa dilaporkan secara tertulis pada tahap merumuskan

kesimpulan ini. Melakukan perannya sebagai motivator dan sebagai rewarder, guru

memberikan umpan balik positif melalui penghargaan kepada kelompok yang sudah

bertindak lebih jauh dan menjadikan kelompok tersebut sebagai contoh untuk

memotivasi kelompok lainnya. Guru sebagai manajer menciptakan suasana

kompetitif supaya siswa mampu bersaing suportif. Sebagai pengarah, guru

mengingatkan siswa, bahwa dibuku tidak tercantum semua informasi yang ada di

(11)

Pada kegiatan konfirmasi di akhir pembelajaran, siswa mengemukakan

kesimpulan yang sudah dirumuskan bersama kelompok sesuai hasil observasinya.

Guru melakukan perannya sebagai penanya bersama siswa bertanya jawab

meluruskan kesalahan pemahaman dengan memberi acuan agar peserta didik

melakukan pengecekan hasil ekplorasi, memberikan penguatan dengan memberi

konfirmasi melalui berbagai sumber terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi dan

penyimpulan.

Pada treatment pertemuan ketiga, secara keseluruhan nilai indikator kemandirian

kelas eksperimen ini sudah lebih tinggi daripada kelas kontrol, bahkan tiga nilai kelas

eksperimen yang lebih rendah dari kelas kontrol pun nilainya meningkat. Materi

tentang internet sub-bahasan komunikasi data merupakan pelajaran yang baru untuk

siswa kelas IX SMP, ada sebagian yang tertarik, ada sebagian yang menganggap

sulit. Hal ini membuat mereka mempelajari kembali apa yang sudah guru jelaskan

sebelumnya. Pertemuan ketiga, mempelajari tentang enkapsulasi pada protokol

TCP/IP. Pada lembar kerja yang disiapkan guru, siswa harus beberapa kali membuat

skema yang berkaitan dengan enkapsulasi TCP/IP. Ada siswa yang menyusun sendiri,

ada juga yang menggambar sama persis dengan apa yang ada di internet.

Proses pembelajaran pada treatment pertemuan ketiga berhasil meningkatkan

kemandirian siswa dan kemampuan berpikir kritis siswa. Secara keseluruhan tingkat

kemandirian kelas kontrol dan kelas eksperimen pada keadaan awal dan setelah

treatment diberlakukan pada kelas eksperimen, dapat dibandingkan pada gambar 4.5

(12)

Gambar 4.5. Perbandingan kemandirian pada pertemuan 1, 2 dan 3

Tabel 4.2. Tingkat Kemandirian Siswa (%)

Pernyataan

Keterangan : KE = kelas eksperimen, KK = kelas kontrol

Kemandirian kelas eksperimen naik di pertemuan ketiga karena siswa semakin

aktif belajar sendiri di pertemuan ini. Mereka mampu belajar sendiri, menyelesaikan 49,57

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Eksperimen

(13)

tugas dengan baik, membaca materi terlebih dahulu, dan membaca materi setelah

guru menjelaskan. Hal ini menaikkan nilai di semua indikator. Turunnya kemandirian

siswa kelas kontrol karena melemahnya indikator tanggung jawab belajar dan percaya

diri. Sebagian besar siswa pada pertemuan ini merasa bahwa dirinya tidak mampu

menyelesaikan tugas sulit yang diberikan guru. Hal ini sebanding dengan lembar

kerja siswa yang lebih banyak kosong daripada terisi.

Pengaruh penerapan metode inkuiri pada kemandirian rata rata meningkatkan

17,05% pada setiap pertemuannya, sedangkan tanpa diterapkannya metode inkuiri

kemandirian meningkat 5,82%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi

peningkatan kemandirian belajar siswa setelah menggunakan metode inkuiri dalam

pembelajaran TIK sebesar 17,05%.

Secara keseluruhan tingkat kemampuan berpikir kritis kelas kontrol dan kelas

eksperimen pada keadaan awal dan setelah treatment diberlakukan pada kelas

eksperimen, dapat dibandingkan pada gambar 4.6 dan tabel 4.3.

Gambar 4.6. Perbandingan kemampuan berpikir kritis pada pertemuan 1, 2 dan 3

26,52

43,94

63,76

27,27

58,96

35,1

0 10 20 30 40 50 60 70

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Eksperimen

(14)

Tabel 4.3. Tingkat Berpikir Kritis Siswa (%)

Indik ator

Pertemuan Pertama Pertemuan

Kedua Pertemuan Ketiga Rata Rata

Peningkatan

Keterangan : KE = kelas eksperimen, KK = kelas kontrol

Pada pertemuan ketiga ini, siswa dimotivasi untuk lebih berpikir kritis. Pada

pembelajaran, siswa dibantu oleh lembar kerja siswa tanpa diberikan langkah langkah

kerja yang harus dilakukan. Walaupun tidak terlalu ilmiah, siswa mencoba menyusun

langkah langkah kerja secara urut. Ini membuat nilai merancang eksperimen mereka

menjadi 73,86%. Karena fokus dengan merancang eksperimen, beberapa kelompok

lupa menuliskan hipotesis terlebih dahulu yang menyebabkan angka kemampuan

berpikir kritis dari indikator merumuskan hipotesis menurun.

Indikator ke empat, lima, tujuh, dan delapan pada pertemuan ini meningkat

banyak. Kemampuan siswa mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat,

memberikan penjelasan sederhana, mempertanggung jawabkan hasil observasi, dan

melaporkan hasil observasi masuk pada kategori kritis. Dengan menyusun langkah

(15)

dipakai atau tidak, prosedur mana yang harus dilakukan terlebih dahulu atau

berikutnya ini menaikkan kemampuan berpikir kritisnya pada indikator

mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat. Semua siswa mengisi bagian

pada lembar kerja yang disediakan untuk memberikan penjelasan ada yang

menjelaskan singkat sesuai yang dipertanyakan, ada juga yang memberikan

penjelasan panjang. Mempertanggungjawabkan hasil observasi dan melaporkan hasil

observasi dapat terlihat dari lembar kerja siswa yang sudah berisi hasil observsinya.

Ketika guru menanyakan beberapa bagian pada lembar kerja yang mereka buat, siswa

mampu menjelaskan secara singkat. Kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator

yang kesembilan yaitu strategi membuat definisi dengan bertindak memberikan

penjelasan lanjut belum mampu mencapai kategori kritis. Ini disebabkan karena guru

kurang memotivasi siswa untuk mencoba membuat definisi dalam penjelasan lanjut.

Naiknya tingkat berpikir kritis siswa pada keseluruhan pertemuan ketiga disebabkan

karena siswa sudah pernah belajar menggunakan metode ini pada pertemuan

sebelumnya, sehingga tidak terlalu banyak tanya, siswa langsung melakukan

observasi seperti yang diminta. Pengalaman penggunaan metode inkuiri pada

pertemuan sebelumnya juga menjadi pengetahuan tambahan pada tahap orientasi

pada pembelajaran inkuiri di pertemuan ini. Ini membuat siswa mampu menyusun

cara kerja sekaligus mengatur waktu pada setiap tahap, sampai mampu

menyelesaikan laporan observasinya. Dengan begitu siswa langsung menaikkan

semua indikator kemampuan berpikir kritis sekaligus. Kemampuan berpikir kritis

siswa kelas kontrol menurun karena metode pembelajaran yang dilakukan tidak

diarahkan untuk memotivasi siswa berpikir kritis. Siswa tidak diminta membuat cara

kerja, maka merekapun tidak membuatnya. Dari pertanyaan yang diberikan, siswa

kelas kontrol juga tidak mampu menjawab dengan baik.

Hasil pengukuran berpikir kritis siswa dari tiga kali pertemuan adalah 26,52%

untuk pertemuan pertama, meningkat di pertemuan kedua menjadi 43,94%, dan pada

(16)

rata rata peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setiap pertemuan adalah

18,62,%.

Meningkatnya kemandirian dan kemampuan berpikir kritis dipengaruhi oleh peran

guru dan siswa dalam tahap metode inkuiri pada setiap treatment. Peran guru dan siswa

dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Perilaku guru dan siswa pada tahap pembelajaran inkuiri Tahap

•Motivator, meminta siswa untuk membacakan orientasi kepada seluruh isi kelas, memotivasi siswa lebih aktif dikelas,

•Administrator, membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif.

•Pengarah, mengarahkan siswa untuk membayangkan apa yang terjadi di minggu yang lalu, dan apa yang akan terjadi pada pertemuan ini.

•Manajer, menyajikan masalah di dalam lembar kerja,

(17)

Tahap setiap siswa aktif mencari data, dan juga aktif berkontribusi dalam kelompok.

memotivasi terjadinya interaksi antar peserta didik, dan peserta didik dengan sumber belajar,

•Motivator dan sebagai rewarder, memberi semangat karena sudah berhasil sampai pada tahap tertentu, tapi harus lebih cepat lagi supaya lebih cepat selesai.

•Motivator dan sebagai

(18)

yang sudah bertindak lebih jauh dan menjadikan kelompok tersebut sebagai contoh untuk memotivasi kelompok lainnya.

•Manajer, menciptakan suasana kompetitif supaya siswa mampu bersaing suportif,

Gambar

Tabel 4.1 Tabel perbandingan rHitung dan rTabel masing masing item
Gambar 4.1. Perbandingan kemampuan berpikir kritis pada pertemuan 1
Gambar 4.3. Perbandingan kemandirian pada pertemuan 1 dan 2
Gambar 4.4. Perbandingan kemampuan berpikir kritis pada pertemuan 1 dan 2
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ketika arrival rate dari pengguna primer mendekati nol maka kemungkinan kanal tidak sedang digunakan oleh pengguna primer saat pengguna sekunder datang mendekati satu

Bagi masyarakat yang tidak menyadari akan penindasan ini maka akan merasakan bahwa kehadiran produk Samsung, Asus, LG, Iphone, dan sebagainya memang telah mempermudah

People mostly question whether such a role in political activity done by the monks is justified within Buddhism itself, especially considering the traditional

Pada saat undang undang ini berlaku, Pajak dan Retribusi yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah mengenai jenis Pajak Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

 …….. ABGH merupakan bidang diagonal pada balok ABCD.EFGH. Temukan dan tuliskan bidang diagonal yang lain pada balok

(Dependence) Misalkan adalah suatu vektor dengan komponen variabel acak yang memiliki distribusi gabungan dan fungsi distribusi marginal maka komponen dari dikatakan

Posttest dilaksanakan pada akhir pelajaran setelah pengajaran dengan menggunakan eksperimen nyata maupun dengan eksperimen simulasi, dengan tujuan untuk mengetahui

dirumuskan masalah yang akan dikaji adalah apakah LKS yang dikembangkan dengan menggunakan metode guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis