• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Korporasi PT. PP. LONSUM Indoneseia, Tbk di Kantor Divisi Sei Merah Estate, Tanjung Morawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Budaya Korporasi PT. PP. LONSUM Indoneseia, Tbk di Kantor Divisi Sei Merah Estate, Tanjung Morawa"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PT. PP. LONSUM INDONESIA, Tbk.

KANTOR DIVISI SEI MERAH ESTATETANJUNG MORAWA, SUMATERA UTARA

2. 1. Mengenal Kecamatan Tanjung Morawa dan Desa Sei Merah

Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di

belahan barat dan memiliki banyak keberagaman di dalamnya. Suku, ras maupun

agama sangatlah beragam dijumpai di provinsi ini. Deli Serdang merupakan salah

satu kabupaten yang memiliki cakupan teritorial yang cukup luas. Desa Tanjung

Morawa sendiri merupakan suatu kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang

tersebut. Sei Merah yang merupakan lokasi penelitian pun adalah suatu desa yang

terdapat di Kecamatan Tanjung Morawa.

Saat ini Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh Pelaksana Tugas Gubernur

Tengku Ery, setelah gubernur sebelumnya terjerat kasus korupsi. Bupati Deli Serdang

sendiri dipimpin oleh Drs. Ashari Tambunan sampai saat ini. Kecamatan Tanjung

Morawa dipimpin oleh T. M. Zaki Aufa, S. Sos, M. AP. Mereka merupakan pejabat

pemerintahan yang saat ini sedang menjabat pada teritorial kepolitikannya.

Tanjung Morawa merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Deli

Serdang, Sumatera Utara. Mengingat keberadaan lokasinya yang dekat dengan Kota

Medan menjadikan Tanjung Morawa menjadi salah satu sentra industri penting d i

(2)

ditemui disini, diantaranya PT. Kedaung Medan, PT. Indofood Sukses Makmur Tbk,

PT. Siantara Top, PT. Olaga Food, dan banyak lagi industri lainnya. Saat ini,

mayoritas penduduk Tanjung Morawa, yaitu masyarakat bersuku Karo, Jawa, Batak,

Mandailing, Melayu, Tionghoa, dan juga Banten.

Pada tahun 1953 Pemerintah RI Karesidenan Sumatera Timur merencanakan

untuk mencetak sawah percontohan di bekas areal perkebunan tembakau di desa

Perdamaian, Tanjung Morawa. Akan tetapi areal perkebunan itu sudah ditempati oleh

penggarap liar. Di antara mereka terdapat beberapa imigran gelap Cina.

Usaha pemerintah untuk memindahkan para penggarap dengan memberi ganti rugi

dan menyediakan lahan pertanian, dihalang – halangi oleh Barisan Tani

Indonesia (BTI), organisasi massa PKI. Oleh karena cara musyawarah gagal, maka

pada tanggal 16 Maret 1953 pemerintah terpaksa mentraktor areal tersebut dengan

dikawal oleh sepasukan polisi. Untuk menggagalkan usaha pentraktoran, BTI

mengerahkan massa yang sudah mereka pengaruhi dari berbagai tempat di sekitar

Tanjung Morawa. Mereka bertindak brutal. Polisi melepaskan tembakan peringatan

ke atas, tetapi tidak dihiraukan, bahkan mereka berusaha merebut senjata polisi.

Dalam suasana kacau, jatuh korban meninggal dan luka – luka.

Dalam perkembangannya hingga saat ini, Kecamatan Tanjung Morawa

memiliki 1 kelurahan dan 25 desa. Dengan luas wilayah 13.175 Ha atau 131,75 kilo

meter persegi. Pada masa kolonial, Belanda memanfaatkan kawasan Tanjung Morawa

sebagai kawasan perkebunan dan pengolahan hasil pertanian sepert i tembakau dan

karet. Asal – usul nama Tanjung Morawa sendiri menurut beberapa versi berasal dari

Bahasa Karo, yaitu Tanjong Merawa. Arti merawa yaitu marah yang diwujudkan

(3)

Karo yang menyebabkan revolusi fisik melawan penjajah Belanda. Masa itu daerah

Tanjung Morawa merupakan wilayah perjuangan Medan Area Selatan. Selain itu,

menurut buku Kumpulan Cerita Rakyat Terpopuler yang dikarang oleh Lia Nuralia

dan Imanudin, kata Tanjung Morawa juga berasal dari bahasa Karo, dimana

diceritakan bahwa di kampung Tanjung pada zaman dahulu kala banyak terdapat

tumbuh pohon jelatang nyiru dengan keberadaan daun yang sangat gatal.

Mengingat keberadaan dedaunan pohon jelatang atau dalam bahasa Karo

disebut pohon lateng dapat membuat kulit terasa sangat gatal bahkan meninggalkan

bekas luka, sehingga keberadaan pohon tersebut disebut dengan istilah pohon merawa

(pohon marah) oleh orang – orang Karo yang tinggal di sekitar Tanjung tersebut.

Berdasarkan keberadaan merawanya pepohonan jelatang disekitar Tanjung, akhirnya

orang – orang Karo menambahkan kata Tanjung dengan kata Merawa, sehingga

lambat laun nama kampung tersebut kemudian berubah menjadi Tanjung Merawa.

Kata merawa tersebut akhirnya berubah menjadi moraaw, sesuai dengan ucapan

orang Belanda di masa kolonial. Sejak kedatangan kolonial Belanda hingga sekarang.

II. 2. Sejarah Perkembangan Perkebunan

Sejarah perkebunan adalah sejarah kepedihan. Bangsa Indonesia dijajah

karena komoditas perkebunan. Nilainya yang tinggi di masa lalu menyebabkan

hampir semua bangsa tergiur untuk menguasainya. Sejarah mencatat bagaimana

keuntungan besar diraih jaringan niaga Verenidge Oostindische Compagnie (VOC). Kemudian tanam paksa yang memberikan Belanda uang sekitar 830 juta gulden.

Agrarisch Wet 1870 merupakan cikal bakal perusahaan perkebunan besar

(4)

struktur ekonomi dualistik. Dalam struktur ini kehidupan perusahaan besar yang

dicirikan oleh manajemen dan organisasi modern berdampingan dengan perkebunan

rakyat yang dilaksanakan oleh para pekebun kecil yang sederhana dan "tradisional".

Sekitar 100 tahun setelah Agrarisch Wet 1870, yaitu tahun 1970-an, pemerintah mulai

mengembangkan perkebunan besar badan usaha milik negara (BUMN) dengan

menggunakan pinjaman luar negeri. Pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan

(PIR-BUN) dikembangkan. Pada 1980 – 1990-an awal perusahaan besar swasta mulai

masuk perkebunan, didukung oleh Program Perkebunan Besar Swasta Nasional

(PBSN).

Peran pemerintah dalam mendorong perkebunan besar ini, baik BUMN

maupun swasta, sangat besar, sebagaimana dapat dilihat dalam perkembangan luas

areal. Luas areal kelapa sawit milik BUMN dan swasta pada 1968 masing- masing

hanyalah 79 ribu dan 41 ribu hektar. Tahun 2002 luas areal perkebunan milik BUMN

dan swasta masing – masing menjadi 545 ribu dan 2,3 juta hektar. Dengan

berakhirnya dukungan pembiayaan untuk investasi di bidang perkebunan, percepatan

investasi terlihat menurun. Peran pemerintah dalam mendorong perkebunan rakyat

dapat dikatakan relatif kecil sebagaimana yang dapat dilihat dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun perbankan kurang bersahabat

dengan petani, dan sering dikatakan bahwa petani itu tidak layak dapat kredit bank

(bankable). Namun, pada kenyataannya perkebunan rakyat merupakan tulang

(5)

Pelajaran utama dari pola pengembangan perkebunan yang masih

mengandung nilai sejarah lama kita rasakan setelah krisis ekonomi terjadi hingga

sekarang. Perkebunan bukan menjadi tempat kebanggaan, kebersatuan, kebersamaan,

persaudaraan, dan persahabatan di antara kita semua. Namun, perkebunan menjadi

ajang konflik sosial yang merugikan semua pihak. Inilah salah satu tantangan kita

dalam merumuskan UUP. Kita tidak boleh mendaur ulang sejarah yang memilukan

bangsa kita.(www.unisosdem.org/article_detail. Selasa, 09/02/2016 Pukul 15.35 WIB)

Perusahaan perkebunan tersebut terdiri dari berbagai jenis seperti perusahaan

perkebunan karet, coklat, ataupun kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah

berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi juga

perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat

mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan

perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%).

Minyak sawit adalah satu – satunya komoditi non migas Indonesia yang

menempati posisi strategis dalam percaturan minyak nabati dunia, mengingat

Indonesia adalah penghasil terbesar komoditas ini. Produksi minyak sawit masih

memegang peranan penting dalam kontribusi minyak nabati dunia. Pada tahun 2001,

produksi minyak sawit Indonesia meningkat menjadi 8 juta ton lebih. Dari total

produksi nasional yang mencapai 8 juta ton CPO tersebut, Sumatera memiliki

kontribusi produksi lebih dari 6,9 juta ton CPO per tahun. Propinsi Sumatera Utara

merupakan salah satu penghasil utama komoditi kelapa sawit dengan areal

perkebunan di Sumatera Utara tahun 2002, seluas lebih dar i 650 ribu hektar, total

(6)

II. 3. Sejarah PT. PP. LONSUM Indonesia, Tbk.

Sejalan dengan perkembangan sejarah bangsa Indonesia mulai dari masa

penjajahan Belanda, Jepang sampai pada masa kemerdekaan reformasi hingga masa

pembangunan sekarang, perusahaan di Indonesia khususnya di kawasan Sumatera

Utara mengalami perkembangan. Perusahaan yang berkembang umumnya adalah

perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan yang mengalami kesempatan untuk

memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Sumatera Utara.

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Horrison & Crossfield Ltd yang berdiri

sejak tahun 1884 di London dan beroperasi di Indonesia pada tahun 1906. Mulanya

perusahaan ini bekas hak Concessie (hak konsensi) berdasarkan perjanjian antara Zelfbestuur Deli dengan beberapa perusahaan Rubber Company Ltd, yang disahkan

Resident Sumatra Timur dalam rangka Konferensi Undang-Undang pokok Agraria

tanggal 1 Maret 1962 No. Ka. 13/7/1. Pada tahun 1962 perusahaan ini memperluas

bidang usahanya dengan mengadakan penggabungan diantara perusahaan perkebunan

Inggris yang memiliki beberapa kebun di Sumatera Utara. Dengan adanya

penggabungan ini di bentuklah PT. PP. London Sumatra Indonesia Tbk.

PT. PP. London Sumatra Indonesia Tbk didirikan dengan akte pendirian No.

93 tanggal 18 Desember 1962 di hadapan notaris Raden Kardiman di Jakarta dengan

naskah No. 20 tanggal 9 September 1963 yang dibuat di hadapan notaris yang sama.

Situasi negara yang saat itu mengalami pergolakan dengan Inggris turut menimbulkan

dampak pada perusahaan. Pemerintah Indonesia berniat mengambil alih pengurusan

perusahaan dan menyerahkannya kepada bangsa Indonesia. Pengambil alihan ini

segera dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 1964 yang pengurusannya berada dalam

(7)

Pengawasan Perkebunan Asing Republik Indonesia (BPPARI) dan perkebunan ini

diganti namanya menjadi PT. PP Dwikora I & II.

Gambar 1. Bagan Sejarah PT. PP . LONSUM Indonesia, Tbk.

Seiring perjalanannya pada tahun 1967 diadakanlah suatu perjanjian antara

pemerintah Republik Indonesia dengan Horrison & Crossfield Ltd dan anak

perusahaannya berdasarkan ketetapan Presiden No. 6 tahun 1967. Persetujuan

perjanjian ini berlaku mulai tanggal 20 Maret 1968. maksud dan tujuan dari

persetujuan ini adalah :

a) Pengembangan hak milik penguasaan dari pemerintah Republik Indonesia

(8)

b) Melakukan kerjasama untuk kepentingan bersama dalam hal perkebunan

karet dan kelapa sawit dan proyek – proyek pangan yang mungkin dilaksanakan oleh

perusahaan.

c) Terwujudnya perjanjian ini juga didasarkan atas pertimbangan.

d) Instruksi Presiden Kabinet No. 28/U/1996 tertanggal 12 Desember 1996

dan semua pengaturan lain yang bertalian dengan pengembalian

perusahaan – perusahaan asing di Indonesia.

e) Undang – undang No.1 tahun 1967 mengenai penanaman modal asing dan

semua peraturan lain mengenai penanaman modal asing di Indonesia.

Dengan hadirnya perjanjian ini maka kepemilikan dan penguasaan perusahaan

tersebut oleh pemerintah Indonesia dikembalikan kepada pemiliknya semula yaitu

Horrison & Crossfield Ltd pada tanggal 1 April 1968 dan terjadi penggantian nama

menjadi PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk.

Pada tanggal 21 November 1991, PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk

melakukan merger dengan beberapa perusahaan di bawah ini:

a) PT. Nagadong Plantation Company

b) PT. Seibulan Plantation Company

c) PT. Perusahaan Perkebunan Bajue Kidoel

d) PT. Perusahaan Perkebunan Sulawesi

Keempat perusahaan ini menggabungkan diri dan menamakannya menjadi PT.

PP London Sumatra Indonesia Tbk. Perusahaan ini adalah jenis perusahaan

Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan surat Ketua Badan Penanaman Modal

tanggal 12 November 1991 No.794/III/PMA/1991. Pada tanggal 27 Juli 1994,

(9)

Sumatra Plantations (PPLS), yang membawa Lonsum go public melalui pencatatan saham di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya pada tahun 1996. Pada bulan Oktober

2007, Indofood Agri Resources Ltd, anak perusahan PT Indofood Sukses Makmur

Tbk, menjadi pemegang saham mayoritas Perseroan melalui anak perusahaannya di

Indonesia, yaitu PT Salim Ivomas Pratama. Jumlah kepemilikan saham PT. PP

London Sumatra Indonesia Tbk pada saat itu adalah dengan komposisi saham sebesar

47, 23 % Commerzbank (SEA) Ltd. Singapura sebesar 5, 83 % dan sisanya sebesar

46, 94 % dimiliki oleh masyarakat.

Di awal berdirinya, perusahaan mendiversifikasikan tanamannya menjadi

tanaman karet, teh dan kakao. Di awal Indonesia merdeka Lonsum lebih

memfokuskan usahanya kepada tanaman karet, yang kemudian dirubah menjadi

kelapa sawit di era 1980. Pada akhir dekade ini, kelapa sawit menggantikan karet

sebagai komoditas utama Perseroan.

II. 3. 1. Bidang Bisnis LONSUM

Dimulai pada 1906 dengan sebuah perkebunan kecil tembakau dan kopi dekat

Medan. Terus berkembang menjadi salah satu perusahaan agribisnis terkemuka,

memiliki lebih kurang 100.000 hektar perkebunan kelapa sawit, karet, teh dan kakao

yang tertanam di empat pulau terbesar di Indonesia.

Bidang bisnis Lonsum mencakup pemuliaan tanaman, penanaman,

pemanenan, pengolahan, pemprosesan dan penjualan produk – produk kelapa sawit,

karet, kakao, teh dan bibit. Lonsum memiliki banyak kebun, pabrik dan juga berfokus

pada penelitian dan pengembangan tanaman yang menjadi andalan Lonsum dalam

(10)

a. Kelapa Sawit

Perkebunan kelapa sawit Lonsum tersebar di tiga lokasi, yaitu Sumatera Utara,

Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur. Luas total perkebunan kelapa sawit di

Sumatera Utara adalah 35.623 hektar, dan terdapat 4 pabrik pengolah minyak sawit.

Perseroan memproduksi minyak ini sawit dan prosuk inti sawit dalam jumlah terbatas

di Sumatera Utara. Sedangkan Sumatera Selatan memiliki perkebunan kelapa sawit

plasma menghasilkan seluas 31.726 hektar. Jumlah pabrik pengolah minyak sawit di

daerah ini ada enam. Kalimantan Timur memiliki 5.100 hektar perkebunan kelapa

sawit inti. Sebuah pabrik pengolah sawit baru sedang dibangun di daerah ini siap

beroperasi pada bulan Juli 2009.

b. Karet

Lonsum memiliki tujuh pabrik yang memproduksi sheet rubber dan crumb rubber untuk penjualan domestic maupun ekspor. Saat ini Lonsm memiliki lahan perkebunan karet seluas 17.394 hektar, yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera

Selatan dan Sulawesi Selatan, yang terdiri dari perkebunan inti dan plasma.

c. Kakao

Lonsum telah mengurangi kawasan tanam kakao hingga lebih dari 40%

selama beberapa tahun terakhir dan memiliki kawasan tanam seluas 2.748 hektar.

Perkebunan kakao terdapat di daerah Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi

Utara. Teh dihasilkan di perkebunan Kertasarie, Jawa Barat, yang luasnya sekitar 569

hektar.

d. Teh

Teh dihasilkan di perkebunan Kertasarie, Jawa Barat, yang luasnya sekitar 569

(11)

e. Bibit

Bibit yang diproduksi Lonsum sebagian besar dijual ke pihak luar, dan sisanya

digunakan untuk perkebunan sendiri serta ditanam di kebun pembibitan untuk dijual

sebagai bibit siap tanam.

II. 3. 2. Kebun-Kebun Perusahaan

Lonsum memiliki Lonsum memiliki 38 perkebunan inti dan 14 perkebunan

plasma di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Pengelolaan kebun dilakukan

dengan menerapkan kemajuan penelitian dan pengembangan, keahlian di bidang

agro-manajemen dan tenaga kerja yang terampil serta professional. Perseroan saat ini

memiliki 20 pabrik pengolahan yang sudah beroperasi di Sumatera, Jawa dan

Sulawesi. Dalam dunia industri perkebunan Lonsum dikenal sebagai produsen bibit

kelapa sawit dan kakao yang berkualitas ba ik. Bisnis berteknologi canggih tersebut

adalah kunci utama pertumbuhan Perseroan.

Kebun plasma adalah kebun yang dibangun dan dikembangkan oleh

perusahaan perkebunan serta ditanami dengan tanaman perkebunan. Kebun plasma ini

sejak penanamannya dipelihara dan dikelola oleh kebun inti hingga berproduksi.

Setelah tanaman mulai berproduksi, penguasaan dan pengelolaannya diserahkan

kepada petani rakyat (dikonversikan). Petani menjual hasil kebunnya kepada kebun

inti dengan harga pasar dikurangi cicilan atau angsuran pembayaran hutang kepada

kebun inti berupa modal yang dikeluarkan kebun inti membangun kebun plasma

(12)

II. 3. 3. Pabrik – Pabrik Perusahaan

Untuk memaksimalkan sumber daya alam yang di miliki oleh perusahaan

baik itu berupa kelapa sawit, kokoa, karet maupun teh, Lonsum memiliki

beberapa unit pabrik yang akan mempermudah proses produksi dari bahan mentah

ke setengah jadi hingga menjadi bahan jadi. Perseroan saat ini memiliki 21 pabrik

pengolahan yang sudah beroperasi di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Dalam dunia

industri perkebunan Lonsum dikenal sebagai produsen bibit kelapa sawit dan

kakao yang berkualitas baik. Bisnis berteknologi canggih tersebut adalah kunci

utama pertumbuhan Perseroan.

II. 4. Simbol PT. PP. LONSUM Indonesia, Tbk.

Simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk – bentuk tertulis

yang diberi makna oleh manusia (Saifuddin, 2005: 289). Suatu simbol membawa

suatu pesan yang mendorong pemikiran atau tindakan. Simbol memberikan landasan

bagi tindakan dan perilaku selain gagasan dan nilai – nilai. Lonsum sebagai sebuah

perusahaan agribisnis memiliki simbol yang didominasi warna hijau yang identik

dengan alam.

(13)

Warna Hijau dalam simbol Lonsum mencerminkan bahwa perusahaan ini

bergerak dalam bidang perkebunan dan turut bertujuan untuk menghijaukan

wilayah Indonesia. Gambar daun sawit melambangkan daun sawit yang sedang

berkembang di mana perusahaan ini sedang giat – giatnya untuk terus

menggunakan sawit sebagai komiditi perusahaan walaupun perusahaan juga

menanam pohon lain seperti karet, coklat dan juga teh.

2. 5. Kategori Karyawan

Perusahaan ini dikenal memiliki beberapa tahapan dalam pengklasifikasian

orang yang bekerja didalamnya. Tahap pertama adalah orang yang bekerja jika

sedang banyak dibutuhkan tenaga kerja. Orang ini biasa disebut dengan istilah buruh

harian lepas, namun Lonsum sendiri menyebutnya PW (P iece Work). Pekerja jenis ini sering ditemukan dikebun dan Pabrik Lonsum yang biasanya masa kerjanya tidak

sampai tiga bulan. Sering terjadi juga pekerja yang berawal dari PW kemudian naik

pangkat menjadi DRP. Mereka umumnya digunakan saat pemupukan maupun masa

tanam ulang bibit sawit. Buruh harian lepas (PW) ini akan digaji hitung harian dia

bekerja, jadi jika selama masa kontrak sementara ada hari dia tidak hadir maka gaji

pun tidak ada. Peneliti melihat bahwa banyak PW tersebut melibatkan keluarganya

(14)

2. 6. Sei Merah Estate

Kebun Sei Merah Estate berbatasan langsung dengan Desa Lengau Seprang,

Desa Naga Timbul, Desa Tanjung Morawa A, Desa Tanjung Mulia (Penara), Desa

Nogo Rejo, Desa Punden Rejo, Desa Bangun Rejo, dan Desa Tanjung Baru. SK HGU

( Surat Keterangan Hak Guna Usaha) atas Kebun Sei Merah Estate dikeluarkan oleh

Menteri dalam Negeri No. 65 HGU BPN 97 seluas 1854.46 Ha pada tanggal 10 Juli

1997 dan akan berakhir pada 31 Desember 2017 dengan No Sertifikat

02.0402.07.200002.

(15)

2. 7. Struktur Organisasi Sei Merah Estate dan Divisi Sei Merah.

Seperti yang dikatakan peneliti di bab sebelumnya, bahwa kantor Divisi

adalah tempat di mana semua data menta h berawal, baik itu laporan jadwal

pemupukan, penanaman, maupun manen buah. Di sub bab ini peneliti akan

menjabarkan struktur organisasi di kantor Divisi tersebut sesuai dengan data yang

didapat selama di lapangan. Adapun Struktur Organisasi Sei Merah Estate, sebagai

berikut :

Gambar 4. Struktur Kantor Sei Merah Estate/Kategori Staf 4 Sep 1995 / 15 Jul 2011 14 Apr 2010 / 2 Jun 2014 5 Des 2011 / 20 Okt 2014

Doddy KP Karewur S.st

FA. Sei Merah KASIE FA. Kali Tawang

905.21 HA Office 786.16 HA

Eddy Syahputra Manager 1691.37 HA 1 Jun 1995 / 2 Jun 2014

(16)

Photo Photo Photo Photo Photo

General Finance General GODOWN

Administrasi Clerk Administrasi MASTER Bella Popo Hilda May Indra S Diar Putra B.S.

STORE

(17)

Gambar

Gambar 1. Bagan Sejarah PT. PP . LONSUM Indonesia, Tbk.
Gambar 2. Simbol Perusahaan
Gambar 3: Peta Sei Merah Estate (Sumber: Internal Perkebunan)
Gambar 4. Struktur Kantor  Sei Merah Estate/Kategori Staf
+3

Referensi

Dokumen terkait