• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan ekpresi imunositokimia Thyroid Transcription Factor-1 (TTF-1) pada non small cell carcinoma dari sikatan bronkus kanker paru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan ekpresi imunositokimia Thyroid Transcription Factor-1 (TTF-1) pada non small cell carcinoma dari sikatan bronkus kanker paru"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Paru

Sistem pernafasan tumbuh dari dinding depan foregut, dan epitel laring, trakea, bronkus dan

alveoli berasal dari endoderm. Komponen tulang rawan, otot dan jaringan konektif berasal dari

mesoderm. Setelah fase pseudoglandular (5-16 minggu) dan kanalikular (16-26 minggu), sel

epitel kubus yang melapisi bronkiolus berubah menjadi tipis berupa sel gepeng yang disebut sel

epitel alveolar tipe I, yang langsung berhubungan dengan kapiler pembuluh darah dan limfe.

Sebelum bayi lahir, paru akan terisi cairan dengan sedikit protein, mukus dan surfaktan yang

dihasilkan oleh sel epitel alveolar tipe II. Cairan akan teresorbsi sesaat setelah pernafasan

dimulai kecuali surfaktan yang menjaga alveoli tidak kolaps.11

Gambar 2.1 . Histologi paru tikus pada tahap perkembangan embrional. Perkembangan mulai dari fase pseudoglandular (A) berlanjut ke fase canalicular (B) dan

akhirnya fase terminal sac (C dan D). Selanjutnya terjadi alveolarisasi dengan terbentuk banyak

septa-septa (E). Akhirnya terbentuk struktur mirip sarang lebah yang matur dengan alveoli

disekeliling saluran alveolar seperti yang terlihat pada struktur paru dewasa (F) 12 D

C B

A

(2)

Bronkus utama kanan lebih lebar, lebih pendek dan lebih vertikal dibandingkan yang kiri,

dengan ukuran panjang sekitar 1 inchi (2,5cm), berjalan langsung ke akar paru setinggi T5.

Sebelum bergabung dengan paru melalui hilus, bronkus utama kanan memberikan cabang ke

lobus atas paru. Bronkus utama kiri mempunyai panjang hampir 2 inchi (5cm), berbeda dengan

yang kanan, saluran ini tidak memberikan cabang sampai memasuki hilus paru setinggi T6.

Kedua paru masing-masing mempunyai bentuk seperti kerucut dengan apeks yang tumpul

kira-kira setinggi sternum dan iga pertama, sedangkan dasar yang konkaf berada di atas diafragma.

Paru kanan sedikit lebih besar daripada paru kiri, terbagi atas tiga lobus, yaitu atas, tengah dan

bawah, yang dipisahkan oleh fissura obliqua dan horizontal. Paru kiri hanya terdiri dari dua buah

lobus yang dipisahkan oleh fissura obliqua.13

Gambar 2.2. Anatomi paru14

Tiap lobus masing-masing paru terbagi atas sejumlah segmen bronkopulmonar, yang disuplai

(3)

dengan bagian puncak berada di hilus dan basis pada permukaan paru. Penamaan tiap segmen

bronkopulmonar berasal dari bronkus segmental yang mensuplainya. Mengetahui dengan baik

struktur anatomi bronchial tree, merupakan pengetahuan dasar yang harus dimiliki dalam

radiologi paru dan sangat membantu dalam interpretasi bronkoskopi maupun tindakan reseksi

segmen paru.13

(4)

2.2. Kanker paru

2.2.1. Epidemiologi

Kanker paru merupakan keganasan yang paling banyak terdiagnosa di Amerika Serikat pada

tahun 2010. Tercatat 222.520 kasus terdiagnosa pada tahun tersebut. Kematian akibat penyakit

ini juga cukup tinggi, sekitar 157.300 kematian pada tahun 2010. Umur rata-rata saat

terdiagnosis adalah 71 tahun dan ketahanan hidup lima tahun adalah 16,4%. Menurut data SEER

17, insidensi kanker paru dan bronkus adalah 62,5 per 100.000 orang pertahun dari 2003-2007.1

Sedangkan menurut data Kementerian Kesehatan RI berdasarkan data Sistem Informasi Rumah

Sakit (SIRS) tahun 2007 kasus kanker bronchus dan paru pada pasien rawat inap sebesar 5,8%

dari seluruh jenis kanker.16

Data yang didapatkan antara tahun 2003 dan 2007, diperkirakan 14% kasus kanker paru

merupakan small cell carcinoma, dan setelah dilakukan konfirmasi ulang pada pemeriksaan

histologis didapati 85% merupakan non small cell carcinoma.1

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

1) Asap rokok.

Faktor risiko terpenting pada kanker paru adalah merokok tembakau, yang telah lama

dikemukakan melalui penelitian di berbagai institusi oleh berbagai kelompok peneliti. Terdapat

hubungan yang bermakna antara risiko kanker paru dengan durasi merokok, banyaknya rokok

yang dihisap perhari, derajat inhalasi dan umur awal merokok. 1,17,18 Tipe dari rokok juga turut

(5)

Lingkungan asap rokok yang terbentuk akibat ekshalasi asap rokok para perokok serta asap yang

berasal dari hasil pembakaran tembakau juga menjadi faktor risiko penting. Asap yang berasal

dari hasil pembakaran tembakau diketahui mempunyai komposisi karsinogenik yang lebih tinggi

dibandingkan asap hasil ekshalasi. Penelitian membuktikan bahwa perokok pasif meningkatkan

risiko untuk mendapatkan kanker paru. 1,17

Kecenderungan umur muda dalam menderita kanker paru juga cukup mendapat perhatian, selain

berperannya faktor genetik, hal lain adalah adanya paparan yang berlangsung dini dan

bertahun-tahun terhadap seorang anak, dapat berupa paparan asap rokok, bahan kimia tertentu dan

lain-lain. Penelitian membuktikan bahwa perokok pasif meningkatkan risiko untuk mendapatkan

kanker paru. 1,17 Isu lain yang saat ini marak dibicarakan adalah thirdhand smoke (THS), yaitu

risiko pada orang yang tidak merokok, terutama pada anak-anak yang selalu kontak dengan

permukaan benda-benda yang terkontaminasi dengan residu dan partikel asap rokok. Zat yang

terhirup berupa reaksi di atmosfer oleh O3, nitrous acid (HONO), NOx dengan residu asap rokok

yang melekat pada permukaan perabot, dinding, kulit, pakaian; keseluruhan merupakan sumber

polutan yang terhirup selama bertahun-tahun. 19

2)Paparan di tempat kerja

Beberapa paparan bahan tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan diduga juga menjadi faktor

risiko untuk kanker paru, yaitu paparan terhadap asbestos, beberapa logam (nikel, arsenik,

cadmium, timah hitam), silika, dan radiasi terionisasi.17

Beberapa paparan bahan yang jarang didapati juga meningkatkan risiko kanker paru antara lain

(6)

3)Radon

Radon (222Rn) suatu gas radioaktif tidak bewarna, tidak berbau, terbentuk akibat pengrusakan

uranium alami yang didapati pada bebatuan dan tanah sekitar pemukiman dan pertambangan

bawah tanah. Diperkirakan bahwa paparan akibat Radon menjadi penyebab kanker paru nomor

dua terbanyak pada negara maju.17,18

4)Diet

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara berbagai

macam diet makanan dengan risiko terjadinya kanker paru. Penelitian menemukan bahwa tidak

dijumpai hubungan antara risiko kanker paru dengan asupan lemak dan kolesterol. Asupan buah

dan sayuran telah lama diyakini dapat mengurangi risiko kanker paru, tetapi penelitian

menunjukkan bahwa efek proteksi dari buah dan sayuran belum terbukti secara bermakna.

Demikian juga dengan hubungan antara kanker paru dan konsumsi alkohol, hingga kini belum

ada hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.17

Adanya sinergisme yang terjadi pada paparan dua atau lebih agen secara simultan, akan lebih

meningkatkan terjadinya risiko kanker paru yang lebih besar. Merokok dengan bahan tembakau

akan menjadi faktor risiko kanker paru jika berada dalam lingkungan yang juga mendukung

terjadinya interaksi dengan agen eksogen lain, misalnya asbestos, radiasi terioniasasi, arsenik,

silika dan faktor makanan.17

5) Status sosioekonomi

Sejumlah kecil penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara kanker paru dengan

(7)

tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan turut mempengaruhi risiko terjadinya kanker paru.

Demikian juga hasil penelitian di Kanada terhadap responden pria menunjukkan hasil yang

sama. Terlihat perbedaan mendasar pada status merokok pada dua kelompok masyarakat, yaitu

pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah dan status pekerjaan tanpa keahlian

yang cukup maka cenderung lebih sering merokok dibandingkan dengan kelompok masyarakat

dengan kelas sosial dan pendidikan lebih tinggi.17

6)Mutasi gen p53 supresor tumor

Penelitian menunjukkan bahwa mutasi gen p53 supresor tumor ditemukan secara bermakna pada

tumor dari subyek yang terpapar asap rokok tembakau dibanding subyek yang tidak terpapar.17

7)Jenis kelamin dan ras

Sementara penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa terdapat perbedaan antara risiko

kanker paru antara pria dan wanita perokok, maka beberapa penelitian terkini justru tidak

mendukung hasil sebelumnya, yaitu efek karsinogenik rokok pada paru didapati sama pada pria

dan wanita.1

Kanker paru dijumpai meningkat pada etnis kulit hitam dibandingkan dengan etnuis lainnya di

Amerika Serikat, dan hal ini disebabkan tingginya konsumsi tembakau pada etnis tersebut. Tidak

ada bukti yang kuat mengenai perbedaan etnis dengan kecenderungan untuk karsinogenesis paru

akibat tembakau. 1

8)Virus

Virus juga terbukti memainkan peran penting dalam proses timbulnya kanker paru. Large cell

(8)

mempunyai hubungan dengan perkembangan kanker paru. Terdapat perbedaan geografis untuk

keterlibatan virus ini, di Jerman virus HPV terdeteksi sebanyak 4,2%, sedangkan di daerah

tertentu di Asia didapati sebanyak 80%.18

Tabel 2.1. Agen-agen di tempat kerja yang diakui sebagai karsinogen paru oleh International Agency for Research on Cancer (IARC)1

Agents, mixture, circumstance Main industry, use

Arsenic and arsenic compounds Glass, metals, pesticides

Asbestos Insulation, filters, textiles

Beryllium and beryllium compounds Aerospace Bis (chloromethyl) ether and

Chloromethyl methyl ether Chemical intermediate

Cadmium and cadmium compounds Dye/pigment

Chromium[VI] compounds Metal plating, dye/pigment

Dioxin (TCDD) Chemical industry

Nickel compounds Metallurgy, alloy, catalyst

Plutonium-239 Nuclear

Radon-222 and its decay products Mining

Silica, crystalline Stone cutting, mining, glass, paper Talc containing asbestiform fibers Paper, paints

X- and gamma-radiation Medical, nuclear

Coal-tar pitches Construction, electrodes

Haematite mining (underground) with exposure to radon Iron and steel founding

(9)

2.2.3. Biologi Molekuler Kanker Paru

Saat ini telah diketahui bahwa proses karsinogenesis paru merupakan proses tahapan multipel

yang melibatkan perubahan genetik yang saling berkesinambungan, terjadi pada sel epitel

bronkus hingga mencapai transformasi menjadi sel kanker. Beberapa pembuktian penelitian juga

menunjukkan bahwa abnormalitas genetik juga telah dijumpai pada tampilan sel-sel bronkus

normal, tidak hanya penderita kanker paru, tetapi pada individu tanpa penyakit kronis dan

mantan perokok, sebagai akibat efek genotoksis asap rokok tembakau.20

Tabel 2.2. Frekuensi perubahan molekuler pada kanker paru20

Alteration Small cell lung cancer Non small cell lung cancer

Receptor tyrosine kinases c-kit 70% EGFR overexpression: 90% (SCC); 50% (ADC) HER2/neu: 30% (ADC) MET point mutations (rare) MET overexpression: 25%

RAS point mutations - 10–30% (ADC)

MYC family amplification 65% high level 50% low level

p53 inactivation 75–100% 50%

Rb inactivation 90% 15–30%

p16INK4A inactivation 0–10% 30–40%

FHIT inactivation 80% 50–70%

3p, 9p, 13q, 17p allelic loss 90% 70%

Bcl2 overexpression 75–90% 30%

SCC=squamous cell carcinoma; ADC=adenocarcinoma;

EGFR=epidermal growth factor receptor; Rb=retinoblastoma gene; FHIT=Fragile histidine triad.

Berdasarkan asal histologinya, diketahui ketiga tipe kanker paru yaitu small cell carcinoma,

(10)

selanjutnya berkemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel silia dan sel mukus, yang dapat

tumbuh menjadi adenocarcinoma sentral, dan kemungkinan besar juga menjadi sel

neuroendokrin pada bronkiolus terminal. Unit respirasi terminal yang terdiri dari kompartemen

perifer bronkiolus dan alveolus, tumbuh menjadi adenocarcinoma perifer, dan berasal dari sel

puncaputatif yang berkemampuan untuk memperbaharui diri dan berproliferasi, yaitu sel punca

bronkoalveolar, lebih dikenal sebagai Clara cell (mengekspresikan CC10) dan type-II

pneumonocytes (mengekspresikan surfaktan dan TTF-1). Kanker paru pada non perokok tumbuh dari kompartemen perifer oleh suatu karsinogen eksogenus yang belum dapat diidentifikasi,

seperti yang ditemukan pada perokok pasif.21

2.2.4. Klasifikasi Kanker Paru

Menurut klasifikasi WHO 2004, secara histologi kanker paru terbaggi atas tumor epitel ganas,

tumor mesenkim, tumor limfoproliferatif, dan tumor lainnya.22

Klasifikasi ini merupakan sistem standar dalam mengklasifikasikan morfologi kanker paru

sekaligus yang pertama mempertimbangkan parameter genetik dalam mengkarakteristikkan

setiap subtipe. Beberapa entiti campuran menjadi lebih jelas, seperti combined small cell

carcinoma yang mempunyai proporsi non-small cells; adeno squamous carcinoma (adenocarcinoma dan squamous cell carcinoma); atau carcinosarcoma. Demikian juga

adenocarcinoma yang juga mempunyai tipe campuran berdasarkan pola pertumbuhannya. Keragaman dari kanker paru menimbulkan masalah dalam evaluasi diagnostik. Entiti campuran,

heterogenitas tumor dan terjadinya transisi fenotip pada subtipe tumor menunjukkan

ketidakstabilan genetik yang meningkat, yang juga bertanggungjawab atas meningkatnya

(11)

Tabel 2.3. Klasifikasi WHO 2004 untuk tumor epitel paru malignan1

Klasifikasi ini selanjutnya sangat berperan dalam konsistensi terapi, karena berdasarkan pada

penelitian epidemiologi dan biologi. Berdasarkan hal tersebut pula maka kanker paru dapat

dikatagorikan atas empat katagori besar, yaitu: Squamous cell carcinoma (25% - 40%),

(12)

Klasifikasi kanker paru melalui pemeriksaan sitologi diatas dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

Tabel 2.4. Klasifikasi Sitologi Kanker Paru Primer dan Tumor Lainnya24

Squamous carcinoma

Solid carcinoma with mucin formation Papillary carcinoma

Atypical carcinoid (well-differentiated neuroendocrine carcinoma) Large-cell carcinoma with endocrine differentiation

Rare carcinomas

Secara sitologi, klasifikasi kanker paru dikelompokkan pada 5 kelompok utama sebagai berikut:

1) Karsinoma dengan tampilan dominan diferensiasi skuamus, dikelompokkan pada squamous

(13)

bronkus atau alveoli, diklasifikasikan sebagai adenocarcinoma bronkogenik dengan berbagai

tipe atau sebagai bronchoalveolar carcinoma; 3) Karsinoma yang terdiri atas sel-sel kecil tidak

terdiferensiasi, menyerupai sel basal dari epitel bronkus, termasuk dalam kelompok small cell

carcinoma atau squamous cell carcinoma; 4) Karsinoma yang terdiri dari sel-sel besar yang tidak berdiferensiasi atau berdiferensiasi buruk, beberapa dapat menunjukkan diferensiasi

kelenjar atau skuamus atau bahkan gambaran endokrin; 5) Karsinoma tipe yang jarang, termasuk

tumor dengan gambaran endokrin. 2

Hal terpenting dalam penegakan diagnosis kanker paru dengan sediaan sitologi adalah

menegakkan diagnosa yang akurat antara small cell carcinoma dan diferensiasinya dengan tumor

lainnya yaitu NSCC. Pembedaan ini penting karena berhubungan dengan penatalaksanaan terapi;

small cell carcinoma sangat responsif terhadap iradiasi dan kemoterapi yang merupakan pilihan terapinya; sedangkan kanker paru lainnya (kecuali limfoma malignan) terbaik diterapi dengan

pembedahan.24

Para pakar molekuler, radiologi, histomorfologi dan klinisi telah merumuskan klasifikasi baru

interdisiplin untuk adenocarcinoma paru melalui suatu konsensus dari International Agency for

the Study of Lung Cancer (IASLC) dan American Thoracic Society (ATS), serta European Respiratory Society (ERS) pada tahun 2011. Klasifikasi baru ini didasarkan pada prinsip pembedaan histomorfologi tidak hanya antara subtipe dengan prognosis yang berbeda, tetapi

juga defek genetik dan respon terapi. Pada klasifikasi ini, preinvasive lesions (atypical

(14)

Tabel 2.5. Klasifikasi multidisiplin dari karsinoma paru oleh International Association for the Study of Lung Cancer, American Thoracic Society and European

Respiratory Society 201125

2.2.4.1. Small Cell Carcinoma

Small cell carcinoma merupakan tumor epitel ganas dengan agresifitas yang tinggi, pertumbuhan yang cepat dan metastasis luas sehingga sangat jarang diterapi dengan pembedahan. Tumor ini

dapat menginduksi endocrine paraneoplastic syndromes karena dapat memproduksi secara aktif

berbagai variasi yang luas dari hormon-hormon polipeptida, termasuk adrenocorticotropin

(ACTH), antidiuretic hormone, parathormone, calcitonin, dan gonadotropins. Sindroma klinis yang ditimbulkan termasuk, Cushing's syndrome, retensi air, hipo dan hiperkalsemia,

(15)

dan serebelar. Hal ini menjadi perhatian penting saat pasien menunjukkan gejala endocrine

paraneoplastic syndromes, maka perlu dipikirkan adanya tumor ganas, dan sitologi memegang peran penting untuk mengevaluasi hal tersebut. Berkaitan dengan hal diatas, maka diyakini

bahwa small cell carcinoma merupakan bagian dari tumor-tumor neuroendokrin.24

Klasifikasi sebelumnya memberikan terminologi tumor ini sebagai oat cell carcinoma, small cell

anaplastic carcinoma, undifferentiated small cell carcinoma, intermediate cell type, dan mixed small cell/large cell carcinom, dan selanjutnya terminologi ini tidak digunakan lagi.22

Gambaran klinis. Tumor ini hampir keseluruhan diderita oleh perokok, dengan proporsi perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, dijumpai hampir lebih dari setengah kasus. Secara

umum SCLC respon terhadap kemoterapi sehingga harus benar-benar dibedakan dengan jenis

non small cell lung carcinoma.26

Staging tumor. Pengelompokan staging tumor pada SCLC lebih sering memakai limited disease dan extensive disease dibandingkan dengan sistem TNM, walaupun penyesuaian data pada

sistem TNM telah dilakukan, dikarenakan SCLC merupakan tumor high-grade dengan

penyebaran yang cepat. Pada limited disease (30%-40% pasien), tumor terbatas pada ipsilateral

hemithorax dan dalam port radioterapi tunggal (sesuai sebagian untuk TNM stadium sampai I

hingga IIIB). Sedangkan pada extensive disease (60%-70% pasien), ditemukan bukti metastasis

diluar dari ipsilateral hemithorax.26

Makroskopis tumor. Tumor mempunyai gambaran tipikal berupa masa di perihilar bewarna putih kecoklatan, lunak, gembur dan menunjukkan nekrosis yang ekstensif dan sering melibatkan

(16)

dan membentuk gambaran melingkar serta sering melibatkan limfatik. Sebanyak hampir 5%

small cell carcinoma tampak berupa lesi koin di perifer.22,26

Sitologi. Gambaran sitologi menunjukkan kelompokan sel dengan kohesi rendah, tidak teratur atau tersebar, juga tampak sel-sel individual tumor tersusun dalam pola linier.22 Pada pembesaran

rendah, sel-sel tumor sering dimisinterpretasikan dengan limfosit.24 Pada kelompokan sel dengan

kohesifitas lebih erat tampak gambaran nuclear moulding. Mitosis sangat mudah dijumpai.

Masing- masing sel tumor mempunyai rasio inti/ sitoplasma yang meningkat dengan pinggiran

inti tidak teratur. Pada sediaan sitologi yang baik akan tampak sebaran halus kromatin inti yang

memberikan gambaran klasik berupa “salt and pepper”, sedangkan pada sediaan yang jelek

tampak gambaran inti berkromatin biru gelap tanpa struktur yang jelas. Penonjolan anak inti

jarang bahkan tidak dijumpai. Gambaran serpihan-serpihan kromatin inti sering dijumpai pada

sediaan hapus disebabkan kerapuhan inti sel kanker, terutama pada biopsi aspirasi dan sikatan

bronkus. Latar belakang hapusan biasanya mengandung badan-badan apoptotik dan sebaran

debris nekrotik. 22,24

Histopatologi. Ukuran sel tumor biasanya lebih kecil dari ukuran tiga buah limfosit. Sel tumor mempunyai bentuk inti bulat, oval, atau spindel, kromatin inti bergranul halus dengan sitoplasma

sedikit. Batas sel biasanya tidak jelas, dan inti molding merupakan gambaran yang lazim

dijumpai. Gambaran lain yang penting untuk penegakkan diagnosa adalah tidak dijumpainya

anak inti, walaupun pada sel-sel tumor berukuran besar dapat juga dijumpai anak inti yang

menonjol. Mitosis sangat mudah dijumpai, rata-rata sekitar 60 mitosis persepuluh lapangan

(17)

neuroendokrin dapat dijumpai, yaitu berupa pola sarang, trabekula, palisading perifer dan

formasi roset, walaupun pola lembaran yang sama sekali tidak menyerupai pola tumor

neuroendokrin sering juga dijumpai. Kombinasi SCLC dijumpai kurang dari 3%, biasanya

berupa squamous cell, adenocarcinoma, or large cell carcinoma; dapat ditemukan walaupun

jarang berupa spindle cell atau giant cell carcinoma.24,26

Pewarnaan khusus dan imunohistokimia. Secara umum SCLC terwarnai dengan sitokeratin (termasuk CK7) dan EMA. Sekitar 90% SCLC mengekspresikan TTF-1, dan 90% SCLC juga

mengekspresikan positif untuk satu atau lebih penanda neuroendokrin,, serta kurang dari 10%

dari SCLC mengekspresikan negatif penanda neuroendokrin.26

Diagnosis molekuler. Delesi dari kromosom 3p merupakan temuan konsisten pada SCLC dan daerah ini mencakup rapuhnya fragile histidine triad gene (FHIT) yang berlokasi di 3p14.2.

Sekitar 20% SCLC menunjukkan mutasi pada gen Rb, dan sekitar 70%-95% SCLC

menunjukkan ekspresi positif Bcl-2. Selain itu SCLC menunjukkan mutasi p53 yang paling

tinggi dari seluruh kanker paru, sehingga tampilan pewarnaan p53 yang kuat pada inti di hampir

10%-20% sel tumor mengindikasikan adanya suatu mutasi dari p53.26

Small cell carcinoma terkadang sulit dibedakan dari SCC varian small cell atau adenocarcinoma yang mempunyai ukuran sel yang relatif kecil-kecil. Gambaran yang paling membantu untuk

membedakannya adalah tekstur kromatin yang halus,, anak inti tidak menonjol, nuclear

(18)

Gambar 2.4. Small cell carcinoma

Gambaran sitologi (A) dan histopatologi (B dan C) tampak sel-sel dengan sitoplasma sedikit, inti

moulding dengan kromatin bergranul halus tanpa anak inti. Mitosis sering dijumpai.21 Pada gambar C tampak sel-sel tumor yang mirip dengan limfosit, tetapi mempunyai ukuran 2 kali

besar limfosit.24

2.2.4.2. Non Small Cell Carcinoma (NSCC)

Terminologi NSCC secara umum diberikan pada berbagai tipe karsinoma bronkogenik, yaitu

tumor yang berasal dari epitel pelapis bronkus, yang meliputi adenocarcinoma, SCC dan large

cell carcinoma tidak terdeferensiasi. Pemisahan antara small cell carcinoma dan NSCC didasarkan pada perbedaan terapi penanganan pada keduanya.27

1) Adenocarcinoma

Adenocarcinoma paru merupakan tumor ganas epitel dengan diferensiasi kelenjar atau produksi musin, menunjukkan struktur asiner, papiler, bronkoalveolar atau solid dengan gambaran

produksi musin atau campuran dari keseluruhan struktur.28

Makroskopis tumor. Tumor berupa masa tunggal atau nodular dengan berbagai ukuran, timbul pada sentra hilus ataupun perihilus di bronkus. Tumor bewarna coklat keabu-abuan, padat

dengan beberapa area nekrosis. Tumor dapat bertumbuh dengan salahsatu dari enam pola

(19)

pertumbuhan, meliputi pola: 1) Perifer, terjadi retraksi desmoplastik dari pleura diatasnya

menimbulkan gambaran pengkerutan tanpa jaringan parut; 2) Endobronchial adenocarcinoma;

3) Pneumonia-like consolidation, berhubungan dengan pola papillary; 4) Visceral pleural-based,

pseudomesotheliomatous carcinoma; 5) Adenokarsinoma yang tumbuh di latarbelakang yang mendasari fibrosis dan 6) Diffuse bilateral lung disease. Penetrasi pleura menyebabkan

penyebaran ke arah rongga pleura, efusi pleura dan kadang-kadang invasi pada dinding dada.26

Gambar 2.5. Pola pertumbuhan makroskopik adenocarcinoma28

Pola 1: tipe tersering: adenocarcinoma perifer dengan pembentukan fibrosis desmoplastik meretraksi pleura diatasnya. Pola 2: adenocarcinoma sentral atau endobronkial. Pola 3: diffuse

pneumonia-like, terjadi konsolidasi yang sering berhubungan dengan pertumbuhan bronkoalveolar atau papiler. Pola 4: penebalan pleura yang difus, terjadi pada

pseudomesotheliomatous carcinoma.

Sitologi. Diagnosa adenocarcinoma pada sitologi didasarkan pada kombinasi dari ciri individual sel serta pola kelompokan sel. Sel-sel adenocarcinoma dapat terlihat tunggal atau berupa

gambaran morula tiga dimensi, berstruktur asiner, pseudopapiler, papiler sejati dengan

(20)

jelas satu sama lain. Gambaran sitoplasma bervariasi tapi biasanya dijumpai dalam jumlah

banyak dengan tipikal bewarna kebiruan dan lebih translusen jika dibandingkan dengan

squamous cell carcinoma. Umumnya sitoplasma bewarna homogen atau bergranul halus dan beberapa tampak adanya vakuola kecil-kecil yang samar dalam jumlah banyak. Pada beberapa

kasus dapat dijumpai vakuola berisi musin pada sitoplasma sehingga mendesak inti ke pinggir

menunjukkan gambaran signet-ring cell. Inti biasanya berbentuk bulat hingga oval, tunggal,

eksentrik dan relatif berkontur licin, dengan kromatin bergranul halus dan tersebar merata pada

tumor dengan diferensiasi baik, selanjutnya akan tampak kasar dan bergumpal serta

hiperkromatik pada yang berdiferensiasi buruk. Anak inti umumnya menonjol dengan

karakteristik tunggal, besar, dengan kontur bervariasi mulai dari bulat dan licin hingga ireguler.

Beberapa studi menunjukkan keterkaitan antara pleomorfisme pada gambaran sitologi dengan

grading histologi tumor , dan sebagian dengan besarnya tumor. Morishita et al menyimpulkan

bahwa sel-sel bronchoalveolar carcinoma mempunyai diameter kurang dari 2cm serta relatif

kecil dan bulat hingga oval jika dibandingkan dengan sel-sel adenocarcinoma (yang invasif )

berukuran kecil.28,29

Sediaan dari sikatan bronkus mempunyai nilai penting dalam mendapatkan sampel kecil dari

adenocarcinoma. Pada sediaan yang adekuat, sel-sel tumor ditemukan lebih banyak dibandingkan dari aspirat atau bilasan bronkus. Sel-sel umumnya tampak berupa kelompokan

papiler, atau lembaran yang terdiri dari sel-sel besar berbentuk bulat atau poligonal. Pada

adenocarcinoma yang memproduksi mukus, tampak vakuola mukus yang besar menekan inti, memberikan gambaran seperti sel goblet. Beberapa sel tumor menyerupai sel bronkus bersilia

(21)

menonjol dan sering multipel, dan yang paling terpenting adalah ketiadaan silia. Kanker bersilia

sangat jarang dijumpai.24

Gambar 2.6. Sitologi adenocarcinoma24

A. Inti sel ganas berbentuk oval dengan membran inti licin, terkadang tampak kromatin yang

tersebar dengan anak inti kecil dan pseudoinklusi inti yang besar. B. Sekelompok sel tumor dari

sputum penderita karsinoma bronkoalveolar tipe musinos. Sel mempunyai inti relatif kecil dan

samar dengan pinggir licin, kromatin halus dan anak inti tidak menonjol. Rasio inti-sitoplasma

rendah dengan vakuola musin menempati hampir keseluruhan sitoplasma.(pewarnaan

Papanicolaou). C. Sekelompok sel-sel tumor yang saling bertumpangtindih, dengan sitoplasma pucat dan sedikit, inti relatif besar, kromatin halus dan anak inti menonjol. D. Sel kanker dengan

sitoplasma banyak dan bervakuola mirip dengan histiosit, tetapi dapat dibedakan berdasarkan

abnormalitas inti termasuk anak inti yang menonjol.

Histopatologi. Sejak sistem klasifikasi adenokarsinoma yang baru diberlakukan oleh International Association for the Study of Lung Cancer, American Thoracic Society, dan

A B

(22)

European Respiratory Society (IASLC/ATS/ERS), komponen micropapillary ditetapkan sebagai

subtipe baru, ditambahkan dengan subtipe lainnya yaitu lepidic, acinar, papillary, dan solid

yang sebelumnya telah ditetapkan oleh klasifikasi World Health Organization (WHO) 2004.30

Subtipe histolologi mayor berupa:

1) Subtipe acinar: asini dan tubulus dibentuk oleh sel-sel kuboid dan kolumnar menyerupai

kelenjar bronkus dengan produksi musin;26

2) Subtipe papillary: tumor soliter berbentuk papiler yang dibatasi sel-sel atipik, dengan inti

membesar, hiperkromatik, anak inti menonjol dan mitosis yang cukup mudah dijumpai. Papila

sering menunjukkan pola percabangan sekunder dan tersier menggantikan struktur paru.

Beberapa kasus menunjukkan adanya psammoma bodies, dan pada kasus yang sangat jarang

tampak psammoma bodies dikelilingi oleh sel-sel tumor. Pola pertumbuhan papiler harus

dibedakan dengan tumor lain yang bermetastasis;24,26,29

3) Subtipe micropapillary. Dikatakan suatu komponen mikropapiler adalah jika ditemukan

pertumbuhan sel tumor dengan pola papiler tetapi tanpa adanya fibrovascular cores, dan

terapung dalam ruangan alveolar. Gambaran ini sering disebut dengan aerogenous

micropapillary component (AMPC).Komponen mikropapiler yang ada pada karsinoma paru ini berbeda dengan komponen mikropapiler yang ada pada keganasan organ lain, misalnya payudara

atau kandung kemih, yaitu invasi komponen mikropapiler berada di dalam stroma, sehingga

sering disebut dengan stromal invasive micropapillary component (SMPC). Walau demikian

SMPC ini dapat juga ditemukan pada karsinoma paru walaupun jarang, dan diketahui adanya

(23)

4) Subtipe lepidic. Pada pola ini menunjukkan pertumbuhan sel tumor sepanjang struktur

alveolar tanpa dijumpai stroma, pembuluh darah atau invasi pleura. Pola pertumbuhan ini

dibedakan atas varian musinus dan non musinus. Pada varian non musinus tampak pelebaran

septa disertai sklerosis, juga ditandai dengan adanya sel Clara dan atau sel tipe II yang

mengalami diferensiasi. Sel Clara merupakan sel kolumnar dengan tonjolan sitoplasma bewarna

eosinofilik pucat. Sel tipe II merupakan sel kuboidal atau dome-shaped dengan sitoplasma

bervakuola halus, jernih hingga berbusa. Sel-sel tampak berupa gambaran seperti bola tanpa

moulding interseluler. Terkadang tampak gambaran struktur papiler. Inti bentuk bulat hingga oval dengan kromatin halus tersebar, dengan anak inti dapat dijumpai walau tidak menonjol.Sel

kadang-kadang menunjukkan vakuola berisi sekret. Varian musinus ditandai dengan sel-sel

kolumnar tinggi dengan inti di basal dan sitoplasma pucat, yang terkadang menyerupai sel

goblet, dengan banyaknya musin intrasitoplasma yang bervariasi. Gambaran khas adalah adanya

kolam musin disekeliling ruang alveolar.26,28,29

5) Subtipe solid. Pada pola ini tidak dijumpai papil, tubulus dan asini, hanya tampak lembaran

yang terdiri sel-sel poligonal dengan paling sedikit dijumpai lima sel positif musin pada setiap

dua lapangan pandang besar. Beberapa varian dapat dijumpai pada subtipe ini antara lain colloid,

fetal dan enteric. Fetal adenocarcinoma, disebut juga well differentiated fetal adenocarcinoma, pulmonary adenocarcinoma of fetal type, pulmonary endodermal tumour resembling fetal lung.

Tipe ini merupakan varian adenocarcinoma yang terdiri dari elemen kelenjar dengan tubulus

berisi glycogen-rich dengan sel-sel tak bersilia, mirip dengan tubulus pada paru fetus. Adanya

(24)

dijumpai gambaran morula berbentuk bulat yang terdiri dari sel-sel bentuk poligonal dengan

sitoplasma banyak bergranul halus eosinofilik. 26,28

Colloid (mucinous) adenocarcinoma, disebut demikian karena adanya kesamaan dengan saluran cerna, berupa kolam musin yang berisi pulau-pulau sel-sel epitel tumor, terkadang tampak

terapung dan beberapa dengan gambaran well differentiated.28

Pada varian enteric, termasuk di dalamnya signet ring adenocarcinoma paru, berupa gambaran

asiner yang fokal bercampur dengan subtipe histologis lain dari adenocarcinoma terdiri atas

sel-sel tumor dengan sitoplasma bervakuola yang banyak berisi musin dan inti terdorong ke pinggir.

Pemeriksaan yang cermat sangat penting dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

metastasis terutama dari saluran cerna.26,28

Varian lainnya adalah clear cell adenocarcinoma paru, berupa pola yang fokal dan sangat jarang

menjadi komponen mayor dari tumor paru. Pada kasus seperti ini penting untuk menyingkirkan

(25)

Gambar 2.7 Gambaran mikroskopis komponen mikropapiler pada adenokarsinoma paru31 A. Komponen mikropapiler berupa sel tumor yang terapung dalam ruang alveolar (AMPC). B.

Komponen mikropapiler dalam stroma (SMPC). A dan B pembesaran 100xx, C dan D

pembesaran 400x.(pewarnaan dengan hematoxyllin-eosin (HE))

Pewarnaan khusus dan imunohistokimia. Produksi musin dapat diketahui dengan pewarnaan mucicarmine, PAS, atau Alcian blue stains. Sel-sel tumor pssitif terwarnai dengan penanda

epitel CAM5.2, pancytokeratin AE1/AE3, epithelial membrane antigen (EMA),

carcinoembryonic antigen (CEA), Leu-M1, Ber-Ep4, dan B72.3/BRST-3/TAG-72.

Adenokarsinoma biasanya mengekspresikan CK7 lebih sering dibanding CK20. Penanda TTF-1

diekspresikan pada sekitar 75%--95% adenokarsinoma paru.7,26

(26)

Selanjutnya adanya komponen predominan mikropapiler pada adenokarsinoma paru

menunjukkan peningkatan insidensi metastasis kelenjar getah bening dan prognosis yang buruk.

Adanya komponen mikropapiler di stroma (stromal micropapillary component/ SMPC) pada

adenokarsinoma paru sangat jarang ditemui, dan dihubungkan dengan prognosis yang buruk. 31

Sistem grading yang menggabungkan antara persentase antara pola solid dengan derajat atipia

inti pada sitologi merupakan prediktor independen terhadap ketahanan hidup pasien penderita

adenokarsinoma paru.30,32

Gambar 2.8. Gambaran histopatologi subtipe adenokarsinoma paru33

A. Lepidic (non musinus). B. Lepidic (musinos). C. Acinar. D. Papillary. E. Micropapillary.

E. Solid (pewarnaan hematoxyllin-eosin, (HE) dengan pembesaran 100x)

Para pakar molekuler, radiologi, histomorfologi dan klinisi telah merumuskan klasifikasi baru

interdisiplin untuk adenocarcinoma paru melalui suatu konsensus dari International Agency for

(27)

Respiratory Society (ERS) pada tahun 2011. Klasifikasi baru ini didasarkan pada prinsip pembedaan histomorfologi tidak hanya antara subtipe dengan prognosis yang berbeda, tetapi

juga defek genetik dan respon terapi. Pada klasifikasi ini, preinvasive lesions (atypical

adenomatous hyperplasia, adenocarcinoma in situ (AIS), dan minimally invasive adenocarcinoma (MIA) mempunyai prognosis yang sangat baik.18

Penelitian sebelumnya meneliti penggunaan klasifikasi baru dari IASLC/ATS/ERS terhadap

pasien yang sebelumnya telah diketahui prognostiknya dan karakteristik tumor yang diderita

masing-masing pasien menunjukkan adanya korelasi dengan ketahan hidup 5 tahun. Klasifikasi

baru ini diyakini tidak hanya memberikan kepentingan terhadap perawatan pasien , tetapi juga

untuk seleksi dan pengelompokkan pasien yang lebih baik untuk penelitian klinis dan

molekuler.34

2) Squamous cell carcinoma (SCC)

Squamous cell carcinoma merupakan tumor epitel ganas yang menunjukkan keratinisasi dan atau jembatan interseluler yang berasal dari epitel bronkus.Tumor ini jugadikenal dengan karsinoma

epidermoid. Klasifikasi WHO membagi tumor ini atas Squamous cell carcinoma, Papillary

carcinoma, Clear cell carcinoma, Small cell carcinoma, dan Basaloid carcinoma.35

Lebih dari 90% SCC diderita oleh perokok,pada pria dan wanita diatas 50 tahun.Arsen juga

diketahui mempunyai hubungan dengan timbulnya SCC. Lokasi tumor ini didapati pada bagian

(28)

Diagnosis melalui pemeriksaan sitologi sputum atau sekresi bronkus dapat ditegakkan dengan

cepat dan akurat, walaupun tumor tidak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi. Sel kanker

skuamus tampak menyerupai epitel sel skuamus, tetapi berbeda pada beberapa gambaran, yaitu:

a) Sel kanker skuamus bervariasi dalam bentuk dan besar, yang ditemukan pada latarbelakang

peradangan dan nekrosis, bahkan dapat dijumpai gambaran bizzare. Sel kanker berbentuk spindel

dan tadpole cukup sering dijumpai dan hal ini menjadi karakteristik tumor ini.; b) Sitoplasma sel

tumor memproduksi keratin yang tampak berupa warna jingga terang atau kuning pada

pewarnaan Papanicolaou yang dapat terlihat pada pembesaran kecil. Pada sel yang mengalami

kariolisis maka warna jingga atau kuning tampak memudar, tampak berupa batas samar inti atau

bahkan inti tidak tampak sama sekali. Pada keadaan sel tanpa inti, keberadaan ghost cells ini

pada sputum atau spesimen bronkus mengindikasikan, walau tidak sepenuhnya, adanya

keganasan; c) Abnormalitas inti yang khas berupa hiperkromatik tidak selalu dijumpai pada

semua SCC. Beberapa sel kanker mempunyai inti yang pucat, terutama pada yang keratinizing

dan sel yang mengalami nekrotik dan selanjutnya kariolisis; d) Gambaran fagositosis sel kanker

oleh sel kanker, tampak berupa multinucleated squamous cancer yang jarang dijumpai, yaitu

(29)

Tabel 2.6. Perbedaan gambaran sitologi SCC pada spesimen sputum, sikatan bronkus dan aspirasi biopsi transbronkial24

Gambaran Sitologi Sputum Sikatan bronkus dan aspirasi biopsi transbronkial

Gambaran sel kanker

Gambaran sitologi non keratinizing SCC atau epidermoid berbeda dalam hal warna sitoplasma,

yaitu bewarna basofilik, atau amfofilik dan lebih transparan, dengan sitoplasma tidak sebanyak

keratinizing SCC. Inti hiperkromatik dengan kromatin kasar dan anak inti dapat terlihat.24

Gambaran sitologi SCC varian small cell berupa sel-sel berukuran kecil jika dibandingkan

dengan sel-sel yang biasa dijumpai pada SCC. Gambaran pada varian ini dapat dibedakan

dengan small cell carcinoma berdasarkan kromatin inti yang lebih kasar, anak inti yang lebih

menonjol dan batas sel yang jelas.2

Gambaran sitologi SCC varian basaloid, adalah berupa sel-sel yang membentuk palisading

(30)

Gambar 2.9. Sitologi SCC24

Sediaan sputum (A) dan bronkus (B) menunjukkan sel kanker dengan latar belakang peradangan.

Sel mempunyai bentuk dan besar bervariasi dengan sitoplasma eosinofilik padat, relatif

membesar, inti hiperkromatik. Tampak sel kanker berbentuk spindel dan elongasi pada (B), dan

sel tadpole pada (C). “Ghost” cells pada bilasan bronkus mengindikasikan suatu SCC (D)

.

Sebagian besar SCC dapat dibedakan dengan adenocarcinoma berdasarkan ciri masing-masing

tipe, yaitu adanya keratinisasi, musin ataupun struktur kelenjar, tetapi pembedaan ini menjadi

lebih sulit pada poorly differentiated SCC. Secara umum kromatin inti lebih bertekstur pada

adenocarcinoma, dan lebih kasar pada SCC. Sitoplasma lebih tipis dan bervakuola pada adenocarcinoma dan lebih padat pada SCC. Histokimia untuk mengenali musin (mucicarmine dan periodic acid-Schiff-D) dan imunohistokimia p63 dapat membantu membedakan hal

tersebut. Walaupun pada SCC terkadang didapati sebagian kecil musin intra sel, tetapi

A B

(31)

didapatinya musin dalam jumlah banyak akan mengarahkan pada diagnosa adenocarcinoma,

sedangkan p63 merupakan tipikal untuk SCC. Kemungkinan didapatinya kedua komponen ini

dapat dijumpai, misalnya pada adenosquamous carcinoma. Jika masih didapati kesulitan untuk

membedakan hal tersebut, maka interpretasi berupa “Non–small cell carcinoma” lebih

dianjurkan.2

3) Large Cell Carcinoma

Large cell carcinoma merupakan NSCC yang tidak terdiferensiasi, tanpa gambaran sitologi dan struktur dari small cell carcinoma dan kelenjar atau diferensiasi skuamus. Large cell carcinoma

sebelumnya dikenal dengan large cell anaplastic carcinoma dan large cell undifferentiated

carcinoma. Sedangkan terminologi large cell neuroendocrine carcinoma (LNEC) dideskripsikan pada tahun 1991, basaloid carcinoma pada tahun 1992, dan large cell carcinoma

serta LNEC dikenal sebagai dua entitas yang berbeda pada klasifikasi WHO di tahun 1999.36

Large cell carcinoma tidak mempunyai gambaran sitologi yang spesifik. Umumnya membentuk gambaran agregasi sel-sel yang cukup banyak, sangat sedikit dijumpai gambaran yang tersebar.

Pinggir membran sel umumnya tidak berbatas jelas, sehingga sel-sel tampak berpola sinsisium

yang berserakan. Inti sel bervariasi , mulai dari bulat hingga sangat ireguler, dengan sebaran

kromatin inti yang tidak teratur. Anak inti umumnya sangat menonjol. Sitoplasma bewarna

basofilik, biasanya sangat sedikit dengan rasio inti sitoplasma meningkat. Gambaran sitologi

LNEC menunjukkan palisade inti dan moulding, dan hal ini dapat dibedakan dengan small cell

(32)

sel-sel, dapat dijumpai gambaran palisade inti pada pinggir kelompokan. Gambaran sitologi

lymphoepithelioma-like carcinomas menunjukkan lembaran sel-sel berpola sinsisium dengan kohesifitas erat, dengan sel bentuk spindel, inti besar dan soliter dengan anak inti sangat besar,

bercampur dengan sejumlah besar limfosit.29,36

Gambar 2.10. Large cell carcinoma36

A. Spesimen dari sikatan bronkus, tampak sel-sel ganas denganstruktur berkelompok dengan

kohesifitas rendah. Inti mempunyai membran tebal dan ireguler, kromatin kasar dan

berkelompok serta anak inti ireguler dan menonjol. Pewarnaan Papanicolaou. B. Large cell

carcinoma perifer dengan fokus nekrosis di tengah bewarna putih kekuningan, jaringan ikat di tengah dan pigmentasi. C Histopatologi: sel tumor yang besar dengan sitoplasma banyak dan inti

membesar, kromatin vesikuler dan anak inti menonjol. Tidak dijumpai diferensiasi kelenjar dan

skuamus.

(33)

Gambaran histopatologi large cell carcinoma, sesuai dengan definisinya, menggambarkan

diferensiasi yang buruk. Diagnosis ini ditegakkan setelah menyingkirkan adanya gambaran SCC,

adenocarcinoma dan small cell carcinoma, yaitu berupa lembaran atau sarang-sarang yang berisi sel-sel besar berbentuk poligonal, dengan inti vesikuler dan anak inti menonjol dan sitoplasma

dalam jumlah sedang.36

2.2.5. Gejala dan Diagnostik Kanker Paru

Penderita kanker paru mengalami sesak nafas yang progresif, batuk, nyeri dada, suara serak atau

kehilangan suara, hemoptisis (terutama pada SCC). Pnemonia yang biasanya sering residif

merupakan profil umum yang dijumpai pada paseien kanker paru. Adenocarcinoma merupakan

lebih sering tanpa gejala jika dibanding dengan tipe NSCC lainnya, dan sering ditemukan

insidental pada saat dilakukan foto ronsen toraks. Penderita small cell carcinoma berbeda dalam

banyak hal dengan NSCC, berupa gejala yang timbul akibat metastasis jauh. Sekitar 10% pasien

small cell carcinoma menderita sindroma vena kava superior. Stridor dan hemoptisis jarang dijumpai pada penderita small cell carcinoma, sebaliknya gejala akibat meluasnya penyakit

sering ditemukan, seperti kehilangan berat badan, nyeri abdomen akibat keterlibatan hepar,

adrenal dan pankreas serta nyeri akibat metastase ke tulang. Metastasis ke otak dijumpai pada

(34)

Tabel 2.7. Penanda tumor pada serum penderita kanker paru (kiri) dan tehnik pencitraan dalam menentukan stadium kanker paru37

2.2.6. Stadium dan Tingkatan Kanker Paru

Penentuan stadium dan tingkatan tumor paru primer berdasarkan pada besar,lokasi dan jauhnya

invasi lokal. CT Scann lebih akurat dibandingkan foto toraks dalam mengevaluasi hal di atas, dan

biasanya digunakan sebagai pemeriksaan utama setelah seseorang didiagnosa menderita kanker

paru. CT Scann maupun MRI, keduanya bermanfaat dalam mengkonfirmasi invasi pada rongga

dada secara umum ataupun pada medistinum, tetapi tidak akurat untuk membedakan gambaran

anatomi secara lebih terperinci serta invasi halus.38

Stadium pada small cell carcinoma dapat dibedakan atas dua stadium, sebagai berikut:1) Limited

(35)

kontralateral, atau supraklavikular, (b) Penderita small cell carcinoma dengan metastasis ke

kelenjar getah bening mediastinum kontralateral dan supraklavikular dengann prognosis lebih

baik dibandingkan metastasis ke organ jauh, (c) Penderita small cell carcinoma dengan efusi

pleura ipsilateral (benigna ataupun maligna), 2) Extensive stage, yaitu seluruh penderita yang

tidak dapat dimasukkan dalam katagori limited stage.22

Tabel. 2.8. Stadium dan Tingkatan Kanker Paru1

Stadium pada NSCC pada tabel 2.8 diatas mengacu pada sistem TNM, yaitu

(36)

temuan laboratorium, radiologi sampel jaringan, sedangkan stadium histopatologi mencakup data

tumor yang telah direseksi seperti tingkatan histologi, batas tumor dan invasi limfovaskuler.37

Metastasis jauh (M1) dilaporkan terjadi sebesar 11-36% pada penderita NSCC.38

2.2.7. Penatalaksanaan Terapi

Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa penataksanaan terapi untuk small cell carcinoma

adalah terapi sistemik, disebabkan kecenderungan tumor ini untuk bermetastase, sehingga

penatalaksanaan terapi yang akan dibicarakan dibawah ini adalah untuk NSCC yang meliputi

beberapa standar terapi tergantung pada stadium tumor .

Terapi standar untuk NSCC stadium dini adalah pembedahan, umumnya berupa lobektomi atau

pnemonektomi. Mayoritas penderita yag memang telah mempunyai profil kesehatan yang buruk,

misalnya perokok berat, dengan berujung pada penyakit paru dan kardioveskular, menjadikan

operasi sebagai kontraindikasi, baik relatif maupun absolut. Berkenaan dengan hal tersebut

beberapa penelitian dilakukan untuk mencari alternatif terapi selain operasi pada

keadaan-keadaan seperti di atas, yaitu sebagai berikut: 1) Radiasi sinar eksternal dengan fraksionasi

konvensional atau terapi radiasi stereotaktik tubuh; 2) Brachytherapi; 3) Ablasi radioterapi; 4)

Krioterapi; 5) Elektrokauter; 6) Terapi laser; 7) Terapi fotodinamik.39

Penatalaksanaan terapi untuk NSCC dikelompokkan berdasarkan stadium tumor menganut pada

(37)

1)Stadium IA-IIB

Reseksi bedah merupakan terapi dengan peluang terbaik pada penderita stadium dini I-II

NSCC, berdasarkan bukti beberapa seri penelitian yang telah dilakukan. Penderita NSCC

stadium IIB(T3, N0), dengan adanya invasi dinding dada harus menjalani reseksi disusul

dengan kemoterapi. Pasien yang menjalani reseksi komplit satdium IIA dan IIB diterapi

dengan Cisplatin sebagai terapi ajuvandikombinasi dengan Vinorelbine atau Etoposide.40

2)Stadium IIIA

Pada stadium IIIA, jika didapati N2 sebelum operasi, maka terapi berupa kemoradioterapi

dengan regimen bertahap Cisplatin dan Vinblastine diikuti dengan radiasi, dan kemungkinan

reseksi operasi. Jika didapati N2 setelah operasi, maka terapi selanjutnya adalah kemoterapi

bertahap diikuti dengan radiasi. Pada (T4, N0-N1) dengan invasi langsung ke jantung,,

esofagus, pembuluh darah besar, nervus recurrent laryngeal, corpus vertebra atau karina,

maka diterapi dengan kemoradiasi secara bersamaan.40

3)Stadium IIIB

Reseksi tidak dapat dilakukan pada (T4, N2-3). Pada pasien dengan status performa baik,

maka direkomendasikan terapi radiasi bersamaan dengan Cisplatin, sedangkan pada status

performa yang buruk maka cukup terapi radiasi saja.40

4)Stadium IV

Pasien NSCC stadium IV yang diketahui sebelum operasi akan memiliki pilihan terapi yang

(38)

pleurodesis, catheter drainage, dan pericardial window disusul dengan terapi sistemik. Pasien

dengan metastasis ke otak yang terisolasi (M1b) menunjukkan perbaikan dengan reseksi dan

radiasi seluruh otak.40

Saat ini berbagai terapi target terus dikembangkan berdasarkan pada sifat biologi molekuler

tumor, seperti mutasi pada K-Ras, EGFR, dan ALK .40

2.2.8. Prognosis

Prognosis kanker paru meningkat tajam ketika kanker direseksi pada tahap dini.40 Pengamatan

rata-rata ketahanan hidup pasien penderita NSCC per stadium, menunjukkan SCC lebih baik

secara bermakna dibandingkan adenocarcinoma. Lebih dari 80% penderita SCC pada stadium

reseksi 1(T1 N0 M0) hidup selama lima tahun setelah didiagnosa, dibandingkan dengan

npenderita adenocarcinoma pada stadium yang sama hanya sebanyak 70%.35

2.3. Pemeriksaan Diagnostik dengan Bronkoskopi

2.3.1. Bronkoskopi

Bronkoskopi merupakan prosedur medis untuk memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru

untuk tujuan diagnostik dan terapetik. Alat yang digunakan dalam prosedur ini disebut

bronkoskop, yaitu sejenis endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam

(39)

yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan fiber optic bronchoscopy/ Bronkoskopi Serat Optik Lentur.

(BSOL). 41,42

Berbagai penelitian yang dilakukan menggunakan prosedur ini menunjukkan bahwa bronkoskopi

merupakan prosedur yang aman dengan tingkat kematian sangat rendah berkisar dari 0% hingga

1%. Saat ini bahkan bronkoskopi dapat dilakukan dengan aman pada pasien penderita infark

miokard dengan syarat pasien tidak mengelami iskemia pada selama prosedur berlangsung.

Walaupun demikian komplikasi dapat terjadi selama maupun sesudah prosedur dilakukan.43

A. Bronkoskopi rigid

Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan stainless steel.

Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya berukuran panjang 40

cm dan diameter berkisar 9-13,5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm. Tindakan ini

harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi dengan penderita di

bawah anestesi umum. Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran

nafas besar yang tidak memungkinkan untuk penggunaan FOB. Indikasi umum lainnya adalah:

1) Mengeluarkan benda asing dari saluran trakeobronkial; 2) Mengontrol dan penanganan batuk

darah masif; 3) Penanganan obstruksi saluran nafas akibat neoplasma; 4) Penanganan stenosis

(40)

Gambar 2.11. Bronkoskopi kaku (rigid)46

B. Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL)

BSOL pertama kali diperkenalkan oleh S. Ikeda pada tahun 1964. Sejak saat itu BSOL menjadi

alat diagnostik dan terapetik penting dalam penatalaksanaan penyakit di rongga dada dan

selanjutnya berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru.43 Saat ini BSOL diakui

sebagai standar emas dalam mendeteksi dan mendiagnosis kelainan pada trakeobronkial dengan

adanya visualisasi langsung pada lumen jalan nafas.47

Sejak bronkoskopi diperkenalkan lebih hampir 100 tahun yang lalu, pengembangan terus

dilakukan untuk melimitasi kemampuan dalam memastikan lokasi nodul, masa, infiltrat dari paru

maupun nodus limfatikus, untuk pengambilan jaringan yang tepat dan menghindari intervensi

bedah yang tidak perlu.48

Saat ini penggunaan bronkoskop telah dikembangkan dengan berbagai teknik pengambilan

spesimen dalam pemeriksaan sitologi maupun histopatologi, yaitu dengan bronchoalveolar

(41)

Tehnik pengambilan spesimen tersebut adalah berupa:

1) Bilasan bronkus (bronchial washing). Prosedur ini berupa tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada

bronkoskop. Bilasan bronkus dilakukan dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang

dialirkan melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai

kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang

beberapa kali. Sekret yang diperoleh dilakukanpemeriksaan sitologi cairan bronkus.4,50

2) Sikatan bronkus (bronchial brushing). Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum, sampel yang didapat selanjutnya diperiksa secara sitologi.4,50

3) Bronchoalveolar Lavage (BAL). BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak

pada ujung saluran nafas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope

bronkoskop kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel

100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus. Sampel yang didapat

selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi.4,50

4) Biopsi endobronkial. Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, yang terletak pada ujung bronkoskop dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat selanjutnya

akan dilakukan pemeriksaan histopatologi.4,50

5) Transbronchial Needle Aspiration (TBNA). Prosedur ini merupakan tindakan invasif

minimal yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan stage bronchogenik carcinoma

dengan cara mengambil sampel kelenjar limfe mediastinum dengan menggunakan jarum atau

forcep, yaitu dengan menembus trakeobronkus menggunakan jarum atau forcep menembus lesi/kelainan yang menekan trakeobronkial (trakea, bronkus utama, karina dan karina dua).

(42)

American Thoracic Society (ATS) membuat suatu sistem pemetaan untuk mengetahui lokasi kelenjar lymph.Untuk mengambil sampel pada tempat yang letaknya perifer, TBNA

dilakukan dengan panduan fluroskopi untuk menentukan lokasinya.50

6) Biopsi paru transbronkial. Prosedur ini merupakan cara yang paling aman untuk mendapatkan biopsi dari parenkim paru. Prosedur ini sangat membantu untuk menegakkan

diagnosis.50

Gambar 2.12. Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL)51

Tindakan umumnya dilakukan menggunakan sedasi atau dengan pembiusan lokal. Bronkoskop

dimasukkan melalui hidung, ke orofaring, melewati pita suara hingga ke trakea dan mencapai

bronkus segmentalis.

2.3.2. Pemeriksaan Sitologi dari Sikatan Bronkus

Penggunaan metode sitologi dalam menegakkan diagnosa keganasan pada saluran nafas telah

diakui sebagai salah satu aplikasi yang paling berhasil. Penggunaan BSOL menjadikan metode

(43)

populer, karena mempermudah pencapaian pada kelainan di saluran nafas, sehingga menjadikan

sitologi sebagai alat prosedur dan diagnostik lini pertama.3

Sikatan bronkus dilakukan untuk memperoleh spesimen analisa mikrobiologi atau untuk

mendiagnosa adanya keganasan. Konfirmasi diagnosis dalam menegakkan keganasan pada paru

dan penyakit endotrakeal adalah sekitar 50%-90%. Secara keseluruhan sensitifitas dilaporkan

sebesar 65% sedangkan spesifisitas sebesar 98%. Penelitian juga menunjukkan bahwa sikatan

bronkus lebih efektif dalam prosedur dan pembiayaan serta lebih aman jika dibandingkan dengan

prosedur bilasan atau biopsi. Sikatan bronkus distal atau sikatan transbronkial biasanya

dilakukan menggunakan panduan fluroskopi untuk menghindarkan perlukaan pleura uang dapat

berpotensi menimbulkan pneumotoraks.4

Beberapa penelitian dilakukan untuk melihat prosedur terbaik untuk mengklasifikasikan NSCC

pada biopsi halus dan sitologi, yang meliputi histopatologi biopsi, sitologi, imunohistokimia, dan

pemeriksaan mutasi EFGR. Hasilnya membuktikan bahwa sitologi merupakan modalitas terkuat

karena pada sejumlah besar kasus dapat menggambarkan klasifikasi yang lebih spesifik yang

tidak dimungkinkan pada pemeriksaan histopatologi atau imunohistokimia. Penelitian ini juga

menyimpulkan keuntungan pembuatan blok sediaan dari spesimen sitologi dari efusi pleura dan

biopsi aspirasi transbronkial, untuk selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan imunohistokimia

atau penelitian molekuler.52

Keterbatasan utama dari metode persiapan spesimen pada pemeriksaan sitologi adalah kualitas

sediaan yang bervariasi akibat adanya kontaminasi oleh darah, debris seluler dan mukus, yang

(44)

Beberapa penelitian memperoleh hasil bahwa sensitifitas diagnostik dari sediaan sitologi yang

berasal dari sikatan bronkus dilaporkan cukup bervariasi di berbagai institusi, yaitu antara

62-78%.53

Selain itu selularitas aspirat (dengan limfosit maupun sel epitel bronkial), keragaman entiti akibat

saling bertumpang tindihnya gambaran sitomorfologi dan kelangkaan material pada sediaan turut

mempengaruhi interpretasi pembacaan sediaan.54

Tehnik liquid-based Pap cytological test (LPT) yang digunakan telah dibuktikan bermanfaat dan

telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1999. Penelitian ini

membuktikan bahwa penggunaan kombinasi metode LPT dan Pap smear meningkatkan

sensitifitas dan spesifisitas dibandingkan dengan hanya metode Pap smear saja, sehingga

disimpulkan bahwa LPT merupakan tehnik yang mudah dan luas penggunaannya dalam

meningkatkan kemampuan diagnosis kanker paru. 53

Selain itu sikatan bronkus memungkinkan sel-sel epitel bronkus normal ikut terbawa pada saat

penyikatan, sehingga umumnya selularitas pada sediaan cukup banyak, tetapi memerlukan

(45)

Gambar 2.13. Perbandingan sitologi adenocarcinoma metode Pap dengan metode LPT53

A. Slaid yang menggunakan metode Pap smear. B. Slaid pada pasien yang sama dipreparasi

dengan metode LPT, menunjukkan latarbelakang yang lebih bersih. Kelompokan kecilsel

kanker tersusun dalam struktur asiner. (Pewarnaan Papanicolaou, 400x)

Pemeriksaan sitologi yang optimal pada berbagai tipe kanker paru adalah dengan menggunakan

metode pewarnaan Papanicolaou. Walau demikian air-dried, methanol-fixed smears, pewarnaan

dengan Diff-Quik atau pewarnaan hematologi lainnya lazim digunakan terutama pada sediaan

sitologi aspirasi perkutaneus. Pada metode pewarnaan ini, umumnya diagnosa kanker dapat

ditegakkan, tetapi perbedaan antara tipe tumor satu dengan lainnya kurang jelas terlihat.

Sitoplasma bewarna kebiruan yang akan mengaburkan evaluasi dari struktur inti; berbeda dengan

pewarnaan Papanicolaou yang sangat berkualitas dalam mewarnai sitoplasma keratin.24

2.3.3. Pemeriksaan Imunositokimia

Imunositokimia dapat dilakukan pada hampir seluruh sediaan sitologi, termasuk aspirasi jarum

halus, cairan serosa, Pap smears, serta sediaan sikatan dan bilasan. Jika sampel yang didapatkan

adekuat, maka dianjurkan untuk membuat cell block untuk sediaan ideal imunositokimia, tetapi

biasanya sampel yang didapati minimal, ataupun dari cytocentrifuge. Umumnya kebutuhan

melakukan imunositokimia timbul setelah melakukan pembacaan slaid yang diwarnai dengan

(46)

Papanicolaou. Preparasi dengan penyaringan tidak dianjurkan pada imunositokimia, karena filter dapat mengabsorbsi reagent imunologik dan kromogen, yang dapat menyebabkan tidak

munculnya pewarnaan. Fiksasi dengan 95% isopropyl alcohol, buffered formalin,

formol-acetone, atau campuran dari alkohol dan formalin memberikan hasil yang baik pada imunositokimia. Spesimen air-dried tidak dianjurkan pada imunositokimia penanda sitoplasma

dan inti. Seperti halnya sediaan jaringan, fiksasi sitologi yang terlalu lama dengan formalin;

minggu hingga bulan; dapat menimbulkan hilangnya antigenisitas sediaan, sebaliknya fiksasi

yang lama menggunakan alcohol-base fi xatives, tidak terlalu menimbulkan masalah.55

2.4. Thyroid Transcription Factor-1 (TTF-1)

Thyroid transcription factor-1 (TTF-1) merupakan 38-kDa homeodomain yang mengandung DNA-binding protein dari Nkx-2 gene family, yang diekspresikan pada tiroid, paru dan beberapa

area pada diencephalon. Pada masa embriogenesis, ekspresi lokal TTF-1 muncul dari endoderm

pada fase awal kehidupan. Pada penelitian eksperimental pada tikus, didapati TTF-1 tertampil

pada daerah dimana tiroid dan paru akan terbentuk, dan memainkan peran penting pada

diferensiasi sel dan morfogenesis tiroid dan paru.56,57

Terdapat tiga macam thyroid-specific transcription factor yaitu: 1) NKX2-1 (disebut juga TTF1,

TITF1, T/EBP, atau NKX2.1); 2) FOXE1 (disebut juga TTF2 atau TITF2); 3) PAX8.

Keseluruhannya merupakan anggota dari homeodomain, forkhead box, dan paired box family of

(47)

NKX2-1 juga diekspresikan pada paru primordial dan ventral forebrain, sedangkan PAX8 pada perkembangan ginjal,, dan FOXE1 ditampilkan pada dasar foregut dan ektoderm kraniofaringeal.

Pada tahap lanjut FOXE1 ditampilkan pada palatum sekunder, choana dan folikel rambut. Pada

tikus percobaan tanpa gen NKX2-1, terjadi defek berupa hipoplastik paru yang buruk, defek

hipotalamus dan agenesis pituitary. Tikus tanpa gen Foxe1 mengalami cleft plate. Variasi defek

dari gen NKX2-1 adalah Brain-Thyroid-Lung syndrome, dengan gambaran khas benign

hereditary chorea, congenital hypothyroidism, dan penyakit pernafasan. Mutasi gen FOXE1 bertanggungjawab terhadap sindroma kongenital berupa hypothyroidism dysgenesis, cleft plate,

dan rambut meruncing.57,58

Gambar 2.14. Regulator molekuler dalam morfogenesis paru57

TTF-1 diekspresikan pada primordia paru (lu) dan tiroid (th) pada embrio tikus 10 hari57

TTF-1 juga diketahui sebagai faktor transkripsi terpenting pada perkembangan jalan nafas perifer

(48)

adenocarcinoma perifer. Pada jaringan dewasa, distribusi TTF-1 sangat minimal, hanya pada jalan nafas perifer dan sel epitel tiroid.21

Penelitian yang dilakukan Abutaily dkk untuk menilai pewarnaan imunohistokimia dalam

membedakan malignant mesothelioma dan adenocarcinoma paru telah diuji secara berulang

dengan menggunakan beberapa antibodi, dengan tujuan meningkatkan sensitifitas dan

spesifisitas diagnostik serta menentukan panel antibodi yang efektif. Penelitian menyimpulkan

bahwa E-cadherin menunjukkan sensitifitas sebesar 100% untuk adenocarcinoma paru, dan

TTF-1 menunjukkan spesifisitas sebesar 100% untuk adenocarcinoma paru. Aplikasi kedua

antibodi ini cukup adekuat untuk menegakkan diagnosis adenocarcinoma paru sebesar 69% dan

diagnosa mesothelioma sebesar 78%. Tumor-tumor yang menunjukkan reaktifitas terhadap

kedua antibodi diatas, tidak satupun berasal dari mesotel, tetapi pada tumor primer paru

menunjukkkan suatu adenocarcinoma paru. Hal ini menunjukkan bahwa TTF-1 merupakan

penanda spesifik untuk tumor primer paru.59

Penelitian lain yang meneliti hubungan antara ekspresi dari TTF-1 pada histopatologi jaringan

paru dengan kelangsungan hidup pasien penderita adenocarcinoma paru primer, menunjukkan

TTF-1 terekspresi positif kuat dan berkorelasi dengan ketahanan hidup pasien penderita

adenocarcinoma paru primer.9

Penelitian oleh Myong mendapatkan bahwa tampilan TTF-1 meningkat bermakna pada wanita

dibanding pria, dan cenderung meningkat pada yang tidak merokok dibanding perokok. Hasil ini

tampaknya sesuai dengan epidemiologi yang tercatat selama ini bahwa prevalensi

(49)

Penelitian ini juga mendapatkan bahwa seluruh kasus SCC tidak imunoreaktif terhadap TTF-1,

sejalan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, yang membuktikan bahwa TTF-1 tidak

terlibat pada diferensiasi sel skuamus. 56

Gambar. 2.15. Tampilan TTF-1 pada Sitologi55

A.Sitologi dari aspirasi jarum halus dari tumor paru perifer menggunakan pewarnaan

Papanicolaou pada seorang wanita berumur 71 tahun, yang diduga sutau SCC. B. Inti sel tumor

posistif terwarnai denga TTF-1, sehingga diagnosa ditegakkan sebagai adenocarcinoma

Penelitian oleh Stenhouse dkk menyimpulkan bahwa pewarnaan positif dari TTF-1 berguna

dalam diagnosis diferensial adenocarcinoma paru jika sebelumnya telah menyingkirkan tumor

tiroid dan tumor neuroendokrin yang dapat mengekspresikan TTF-1. Penelitian juga

menyimpulkan bahwa TTF-1 dapat menjadi penanda keturunan untuk tumor yang timbul dari

saluran napas perifer atau epitel alveolar dan tidak memiliki relevansi prognostik. Penelitian ini

mendapatkan bahwa TTF-1 terwarnai positif pada adenocarcinoma sebanyak 75%, sesuai

dengan penelitian sebelumnya yaitu TTF-1 positif berkisar antara 72%-80%. Pewarnaan TTF-1

hampir seluruhnya tertampil negatif pada adenocarcinoma tipe mucinous, sedangkan pada

(50)

atypical adenomatous hyperplasia dan poorly differentiated pewarnaan dengan TTF-1 tertampil kuat.7

Gambar 2.16. Tampilan TTF-1 pada sediaan histopatologi7

(A).Gambaran invasif dari kelenjar pada adenocarcinoma menunjukkan TTF-1 terwarnai positif

kuat. (B). Pola solid pada adenocarcinoma yang berdiferensiasi buruk menunjukkan pewarnaan

positif dengan tingkatan lebih kuat. (C). Pewarnaan positif yang banyak pada non-mucinous

bronchioloalveolar carcinoma. (D). TTF-1 tertampil positif kuat pada adenomatous hyperplasia. (E) Alveolar pneumocytes dan epitel bronkiolar positif terwarnai dengan TTF-1. Pada

bronkiolus TTF-1 tertampil lebih kuat dibanding epitel. (F) TTF-1 tertampil negatif pada epitel

bronkial sentral.

A B

C D

Gambar

Gambar 2.1 . Histologi paru tikus pada tahap perkembangan embrional.
Gambar 2.2. Anatomi paru14
Gambar 2.3. Segmen bronkopulmonari pada paru15
Tabel 2.1.  Agen-agen di tempat kerja yang diakui sebagai karsinogen paru oleh International Agency for Research on Cancer (IARC)1
+7

Referensi

Dokumen terkait

TAPM yang berjudul pengaruh budaya organisasi dan kompetensi terhadap kinerja pegawai dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasional sebagai variabel intervening studi pada

Berdasarkan Gambar 1, mengenai hasil pengamatan pada Gel polyacrilamide hasil perwarnaan Silver Staining , terlihat bahwa pada populasi kerbau daerah Pacitan dengan primer

Kegiatan biodegradasi dilakukan dengan cara mengintroduksi bakteri indigen yang telah diseleksi dari proses isolasi dan memiliki potensi pendegradasi paling tinggi, kemudian dikultur

Praktikum ibadah sebagai mata kuliah wajib di semua program studi juga mempunyai konten yang sangat penting terkait dengan prosedur dan praksis peribadatan

Stres Kerja Dan Semangat Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Produksi (studi kasus pada CV Aneka Ilmu Semarang).. Jurnal Ekonomi

1). Dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi perusahaan lebih cepat dan lebih tepat; 2). Membuat keputusan terbaik dikarenakan interaksi kelompok mengumpulkan berbagai

Lebih tepatnya, jika x adalah titik pada bidang yang tidak di G , yaitu bukan simpul dari G atau titik di beberapa sisi G , maka didefinisikan muka G mengandung x yang

Karena itu, apabila saja Waḥdat al-Wujūd adalah ajaran yang sesat, maka berarti masyarakat Aceh selama ini telah berbangga dengan ajaran sesat. Setelah dilakukan analisa