• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Motivasi Dan Kemampuan Terhadap Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Tanjung Pura Langkat Sumatera Utara Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Motivasi Dan Kemampuan Terhadap Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Tanjung Pura Langkat Sumatera Utara Tahun 2012"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

Menurut Hasibuan (1996) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasaan kerja. Sedangkan Manulang (1980) mengatakan bahwa motivasi merupakan suatu faktor yang mendorong karyawan untuk melakukan tindakan tertentu yang mengarah pada suatu tujuan tertentu.

Motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkan sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan nonmoneter yang dapat memengaruhi hasil kinerja secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan (Winardi, 2007). Motivasi dapat memengaruhi dalam melakukan sesuatu yang diinginkan atau melaksanakan tugas sesuai aturannya (Martoyo, 2004).

(2)

keahlian dan kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya (Mc. Clelland dalam Gibson, dkk 1990).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan alat penggerak bagi seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam konteks pekerja atau karyawan motivasi berguna untuk menggerakkan seseorang agar sukarela melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal.

Proses timbulnya motivasi sendiri merupakan suatu keadaan dimana orang berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannnya yang tidak terpenuhi sehingga menyebabkan orang akan mencari jalan untuk mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh kekurangan-kekurangannya. (Suwarto, 1991). Seseorang termotivasi dalam pekerjaan apabila ada kerelaan untuk berusahan seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu (Robbins, dalam Hasibuan 1996).

2.1.2. Usaha-usaha untuk Membangkitkan Motif

Gibson (1997) menyatakan bahwa agar sesuatu usaha memberikan hasil yang efektif maka diperlukan adanya motif yang kuat. Beberapa usaha untuk membangkitkan dan memperkuat motivasi:

(3)

b. Pace maker, goal atau tujuan dari sesuatu perbuatan bermotif sering kali sangat jauh. Untuk mencapai tujuan yang jauh itu sering kali individu merasa malas atau kurang motivasi. Maka untuk membangkitkan motivasi, tujuan yang jauh tersebut perlu didekatkan dengan memperincinya menjadi tujuan sementara yang dekat. Tujuan-tujuan sementara ini merupakan “Pace Maker”.

c. Tujuan yang jelas, motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas suatu tujuan makin besar motifnya.

d. Minat yang besar, motif akan timbul bila individu mencapai minat yang besar. Makin besar minat makin kuat motif untuk mencapai tujuan.

e. Kesempatan untuk sukses, sukses dapat menimbulkan rasa puas, rasa senang dan kepercayaan kepada diri sendiri. Kegagalan dapat memberikan efek sebaliknya. Agar motif seseorang besar maka ia harus diberi kesempatan untuk sukses atau mengetahui sukses yang diperolehnya.

2.1.3. Model Motivasi

Model motivasi dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Model Tradisional

Menurut Fredyck Taylor, bahwa para manajer mendorong atau memotivasi para pekerja agar lebih banyak berproduksi dengan cara memberikan imbalan berupa upah atau gaji yang semakin meningkat.

2) Model Hubungan Manusia

(4)

3) Model Sumber Daya Manusia

Bahwa para pekerja termotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk berprestasi dan mendapat pekerjaan yang berarti.

2.1.4. Teori-teori Motivasi

Teori-teori motivasi antara lain: 1) Teori Kepuasan

Teori ini berdasarkan pendekatan pada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasaan individu yang mendorong seseorang dalam bertingkah laku. Mereka mencoba untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan spesifik yang memotivasi orang. Teori ini memusatkan diri pada kebutuhan individu didalam menjelaskan kepuasan kerja, perilaku kerja dan sistem imbalan. Teori ini menyatakan, bahwa defisiensi kebutuhan di dalam diri individu memacu suatu respon perilaku.

Beberapa teori kepuasaan (content theory) yang terkenal antara lain : a. Teori motivasi klasik oleh F.W. Taylor

Teori motivasi klasik atau teori kebutuhan tunggal yang dikemukakan oleh F.W Taylor beranggapan bahwa seorang pekerja termotivasi hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis disini diartikan sebagai kebutuhan yang diperlukan untuk keberlangsungan hidup seseorang.

b. Teori hirarki Maslow

(5)

suatu kepuasaan. Kebutuhan tersebut antara lain, kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, afiliasi dan penerimaan, harga diri, dan yang terakhir kebutuhan aktualisasi diri.

c. Teori motivasi dua faktor Herzberg

Hezberg mengemukakan ada dua faktor yang memengaruhi seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yaitu, hygienes factors dan motivation factors. Hygienes faktor adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh kepuasaan jasmani. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus. Faktor-faktor pemeliharaan kesehatan ini meliputi gaji, kondisi kerja, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, dan lain sebagainya. Hilangnya faktor-faktor ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasaan dan absennya karyawan bahkan berhenti bekerja.

Sedangkan motivator factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi secara langsung yang berkaitan dengan pekerjaan.

Antara faktor pemuas (motivation factors) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing

orang dengan faktor pemeliharaan kesehatan (hygienes factors) yang disebut juga dissatisfiers atau ekstrinsic motivation yaitu daya dorong yang datang dari luar diri

(6)

Seorang pekerja yang terdorong secara intrinsic akan menyenangi pekerjaannya dan memaksimalkan penggunaan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Sebaliknya, pekerja yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dalam organisasi (Siagian, 2003).

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik atau dissatisfiers tidak berkaitan dengan minat pekerja dalam performa kerja tetapi dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik atau satisfiers merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi (Hasibuan, 1996). d. Teori kebutuhan Mc Cleland

Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan yang memotivasi seseorang. Ketiga hal tersebut adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kekuasaan (need for power), dan kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation). Kebutuhan akan prestasi diartikan sebagai daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang dalam mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energy yang dimiliki guna mencapai prestasi kerja yang maksimal. Dengan prestasi yang tinggi maka seseorang dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

(7)

menjadi nilai daya gerak yang sangat besar. Yang terakhir adalah kebutuhan akan afiliasi yaitu daya gerak yang mendorong seseorang untuk diakui atau diterima oleh orang lain serta perasaan dihormati.

2) Teori Motivasi Proses

Teori ini mengacu kepada bagaimana pimpinan dapat memotivasi pekerjanya agar mau melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi. Beberapa teori motivasi proses antara lain:

a. Teori Harapan (expectancy theory)

Dikemukan pertama sekali oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi manusia untuk bekerja giat dalam pekerjaannya tergantung hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan. Motivasi terbentuk karena adanya harapan, nilai dan instrument. b. Teori Keadilan (equity theory)

Keadilan merupakan daya penggerak seseorang karena semua individu mendambakan keadilan. Dalam hal pekerjaan, karyawan menuntut adanya keadilan di segala bidang. Misalnya gaji yang diterima dengan beban pekerjaan. Apabila karyawan telah mendapatkan keadilan dalam bekerja maka mereka akan meningkatkan produktivitas kerjanya.

(8)

karyawan ikut serta dalam meningkatkan perusahaan dan tentunya perusahaan akan berusaha memberikan atau memenuhi kebutuhan para karyawan yang ikut serta memajukan perusahaan.

Berdasarkan pemaparan tentang berbagai teori motivasi maka diketahui bahwa motivasi merupakan daya penggerak seseorang dalam mencapai suatu tujuan. Dalam penelitian ini mengacu kepada teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun alasan dipilihnya teori Herzberg berdasarkan dari beberapa penelitian terdahulu yang menghubungkan motivasi dengan kinerja karyawan. Selain itu teori ini berlaku mikro untuk seluruh pekerja yang berhubungan dengan kebutuhan dengan performa pekerjaan.

2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi

Ada dua faktor yang memengaruhi motivasi yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik disebut juga motivasi subjektif yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri dengan pekerjaannya. Faktor ini sering juga disebut job content factor meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh

pengakuan, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar, dan memperoleh kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana hal tersebut dapat dipenuhi secara positif maka sejauh itu pula motivasi yang timbul dari diri individu.

(9)

1. Tanggung jawab (responsibility)

Yaitu perasaan seseorang untuk diakui sebagai orang yang berpotensi. Pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar

2. Prestasi yang diraih (achievement)

Setiap individu menginginkan keberhasilan dalam setiap aktivitas yang dijalani. Pencapaian keberhasilan dalam pekerjaan akan menggerakkan setiap orang untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.

3. Pengakuan orang lain (recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan daya dorong yang cukup ampuh, bahkan melebihi kepuasaan yang didapat dari kompensasi.

4. Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pekerja untuk performa tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, menarik, menantang akan memberikan motivasi yang tinggi bagi pekerja untuk berforma baik.

5. Kemungkinan pengembangan (the possibility of growth)

(10)

6. Kemajuan (advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pegawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi kuat bagi pekerja untuk bekerja lebih baik.

Sedangkan faktor ekstrinsik atau disebut juga faktor objektif. Faktor ini memengaruhi motivasi karena adanya harapan-harapan dari luar diri individu. Dalam teori Herzberg faktor ekstrinsik ini berhubungan dengan dissatisfiers antara lain:

1. Gaji

Kompensasi atau gaji merupakan suatu kekuatan bagi pekerja untuk meningkatkan produktivitas. Kompensasi yang realistis akan memotivasi pegawai dengan baik.

2. Keamanan dan keselamatan kerja

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja. 3. Kondisi kerja

(11)

4. Hubungan kerja

Untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dengan bawahan.

5. Prosedur perusahaan

Keadilan dan kebijaksanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja.

6. Status

Yaitu posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain. Status pekerja memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja ditentukan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan status sosialnya.

2.1.6. Prinsip-prinsip dalam Motivasi Kerja Pegawai

Mangkunegara (2002) berpendapat bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai yaitu:

(12)

b. Prinsip Komunikasi, pimpinan mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

c. Prinsip mengakui andil bawahan, pimpinan mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

d. Prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pimpinan.

e. Prinsip memberi perhatian, pimpinan memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahannya, dan bawahannya akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan pimpinan.

2.2. Kemampuan

2.2.1. Definisi Kemampuan

(13)

dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. Sementara itu, Robbin (2007) kemampuan berarti kapasitas seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan kerja sendiri didefinisikan sebagai kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan (Muchlas, 2008).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan (Ability) adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang. Semakin baik kemampuan individu dalam bidang pekerjaannya maka akan berdampak positif terhadap hasil kinerjanya.

2.2.2. Klasifikasi Kemampuan

Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Lebih lanjut Robbins (2007), mengatakan kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa.

(14)

mental. Kemampuan ini dapat diketahui dengan tes IQ. IQ (kecerdasan) yang tinggi bukan syarat untuk semua jenis pekerjaan. Pada kenyataannya banyak jenis pekerjaan yang tidak memerlukan persyaratan perilaku khusus, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang rutin. Dan IQ yang tinggi tidak berhubungan dengan prestasi kerja.

Kemampuan emosional merupakan kemampuan seorang karyawan dalam mengelola perasaan emosinya sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan orang bekerja sama dengan lancer menuju tujuan bersama. Dari hasil penelitian menunjukkan IQ menempati posisi kedua setelah kecerdasan emosi dalam menetukan peraihan prestasi puncak (Goleman dalam Muchlas 2008). Instrument untuk mengukur kecerdasan emosional harus memberi perhatian pada kualitas pribadi seperti inisiatif, empati, adaptabilitas, dan kemampuan persuasi.

Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang berkaitan dengan stamina tubuh, koordinasi atau keseimbangan tubuh, kekuatan, kecepatan, kelenturan atau fleksibilitas tubuh dalam menyelesaikan aktivitas pekerjaan. Kemampuan fisik ini terutama penting pada pekerjaan-pekerjaan rutin.

2.2.3. Kesesuaian Antara Kemampuan dan Pekerjaan

(15)

Oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan karyawan baik intelektual, emosional maupun fisik perlu diperjelas sehingga karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. Ketiga faktor tersebut perlu diperhatikan oleh setiap manajer. Kemampuan kerja yang baik dapat meningkatkan kinerja karyawan yang berdampak positif bagi institusi.

2.3. Kinerja

2.3.1. Definisi Kinerja

Menurut Ilyas (2002) kinerja adalah penampilan karya personal baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personal. Menurut Mangkunegoro (2002) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya.

Kinerja perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungawabnya masing-masing,tidak melanggar hukum,aturan serta moral dan etika, dimana kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Yacobales,1997).

2.4. Model Teori Kinerja

(16)

a. Variabel individu, dikelompokkan pada sub variabel kemampuan, latar belakang dan geografis. Sub variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja. Sedangkan variabel geografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

b. Variabel psikologis, terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel geografis. Variabel psikologis merupakan variabel yang komplek dan sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan karena seseorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang dan ketrampilan berbeda satu dengan lainnya.

c. Varibel organisasi, berefek tidak langsung terhadap perilaku kinerja individu yang digolongkan dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Sub variabel imbalan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu.

(17)

2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegoro (2002) menyebutkan faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110 -120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pelajaran sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

b. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan, dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptkan situasi kerja.

(18)

kekerasan (the strong approach) yaitu pemimpin memberikan wewenangnya untuk menekan bawahan. 3) Perundingan implisit (implicit bergaining) melalui perundingan antara bawahan dan atasan terhadap hasil kerja yang dicapai sesuai dengan imbalan yang akan diberikan. 4) Kompetisi (competition) yaitu diberikan kesempatan pada seseorang untuk melakukan pekerjaannya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya. 5) Internalisasi (internalized motivation) yaitu pertimbangan terhadap ketrampilan, kebebasan, perhatian dan percaya diri yang dimiliki.

Menurut Handoko (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kinerja karyawan adalah motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompetisi, desain pekerjaan,dan aspek ekonomi. Di tambah lagi supervisi dan kapasitas pekerjaan atau beban kerja juga dapat memengaruhi kinerja karyawan. Menurut Suyanto (2008), Supervisi merupakan segala bantuan dari pimpinan/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan. Selain itu,perawat pelaksana akan mendapat dorongan positif sehingga mau belajar dan meningkatkan kemampuan profesionalnya. Dengan kemauan belajar, secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja perawat. sedangkan kapasitas pekerjaaan adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu (Irwandy, 2007 dalam Wirnata, 2009).

(19)

a. Umur

Umur adalah usia perawat yang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya(Berg,1996), dengan semakin banyaknya umur maka dalam menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggungjawab dan berpengalaman.

b. Pendidikan

Perawat sebagai bagian penting rumah sakit dituntut memberikan perilaku yang baik dalam rangka membantu pasien mencapai kesembuhan. Pendidikan seorang perawat yang tinggi akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Pengembangan pendidikan formal keperawatan saat ini terutama ditujukan untuk menumbuhkan serta membina sikap dan tingkah laku professional serta membutuhkan dan membina landasan etik keperawatan yang kokoh dan mantap (Ma’rifin,dalam Hamid, 1995).

c. Masa kerja

Masa kerja merupakan lama kerja seorang perawat yang bekerja dirumah sakit dari mulai awal bekerja sampai dengan seorang perawat berhenti bekerja (Ismani, 2001).

2.6. Penilaian Kinerja

(20)

menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian kinerja:

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu (a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

(21)

(c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

(d) Metode Peristiwa Kritis

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para professional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale = BARS )

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

(22)

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

(23)

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

Sedangkan Wether dan Davis (1996), perlu dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian kinerja atau prestasi kerja sebagai berikut:

1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.

2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan

jabatan.

3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang mendukung peningkatan prestasi kerja.

4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan

2.7. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

a. Tujuan Evaluasi

(24)

b. Tujuan Pengembangan

Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.8. Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

2.9. Kinerja Perawat Pelaksana

(25)

a. Otonomi dalam bekerja

b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat c. Pengambilan keputusan yang mandiri d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain e. Pemberian Pembelaan (advocacy) f. Memfasilitasi kepentingan pasien

Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi keperawataanya (Nursalam, 2007).

2.10. Asuhan Keperawatan

2.10.1. Pengertian Asuhan Keperawatan

(26)

2.10.2. Tahap-tahap Asuhan Keperawatan

Menurut Nursam (2007) dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien (klien), digunakan standart praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standart praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang

mengacu pada tahapan proses keperawatan,yang meliputi : a. Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan (Gaffar,1999)Data di kumpulkan dan diorganisir secara sistematis,serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien, Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam 2007):

1). Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnese,observasi,pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

2). Sumber data adalah klien,keluarga,atau orang yang terkait, tim kesehatan,rekam medik,dan catatan lain.

3). Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: i. Status kesehatan klien masa lalu.

ii. Status kesehatan klien saat ini.

(27)

iv. Respon terhadap terapi.

v. Harapan terhadap tingkat kesehatan. vi. Risiko-risiko tinggi masalah.

4). Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (Lengkap, Akurat, Relevan dan Baru).

b. Diagnosa Asuhan Keperawatan

Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar 1999). Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan. Untuk merumuskan Diagnosa Keperawatan maka perawat menganalisis data pengkajian (Nursalam 2007).

Kriteria Proses meliputi:

1) Proses diagnosa terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan.

2) Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

3) Bekerja sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

(28)

c. Rencana Asuhan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilagkan, dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar 1999)

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam 2007) Kriteria proses meliputi: 1) Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan dan rencana

tindakan keperawatan.

2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. 3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. 4) Mendokumentasikan rencana keperawatan.

d. Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan.

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam 2007) kriteria proses meliputi :

1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan . 2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan, asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

(29)

e. Evaluasi Asuhan Keperawata.

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan yaitu: terhadap asuhan keperawatan yang di berikan. Hal-hal yang di evaluasi adalah kekuatan, kelengkapan, kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien dan pencapaian mutu serta kecepatan intervesi keperawatan(Gaffar 1999)

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanan (Nursalam 2007).

Kriteria proses mellputi :

1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensip, tepat waktu dan teru menerus.

2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan,

3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

4) Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodivikasi rencana asuhan keperawatan

5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

2.11. Landasan Teori

(30)

Herzberg dalam Gibson (1997) mengklasifikasikan motivasi terdiri atas: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena timbul dalam diri individu tersebut, sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, atau disebut juga dengan satisfiers yang meliputi tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan dan kemajuan yang didapat dalam bekerja. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari luar diri individu atau disebut juga dissatisfiers atau diartikan sebagai ketidakpuasaan. Ketidakpuasan tersebut meliputi gaji, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, hubungan kerja prosedur perusahaan dan status. Hal tersebut menjadi motivasi di luar diri pekerja untuk memenuhinya.

Sedangkan kemampuan adalah kapasitas individu untuk melakukan beragam tugas dalam pekerjaannya sebagai perawat. Kemampuan perawat dilihat dari tiga aspek yaitu kemampuan intelektual, kemampuan emosional dan kemampuan fisik (Robbins, 2006).

(31)

pribadi yang dapat dikembangkan. Penggunaan teori ini lebih relevan dengan kondisi rumah sakit. Kinerja perawat dalam penelitian ini mengacu kepada asuhan keperawatan sesuai dengan tupoksi perawat.

Adapun landasan teori dirangkum seperti berikut :

Gambar 2.1. Landasan Teori

Sumber : Modifikasi Herzberg, Robbin (2007), Muchlas (2008), Nursalam (2007) Motivasi :

1. Kepuasaan

a. Tanggung jawab b. Prestasi yang diraih c. Pengakuan orang lain d. Pekerjaan itu sendiri e. Kemungkinan

1. Intelektual (IQ atau kecerdasan)

2. Emosional (inisiatif, empati, adaptabilitas, persuasi)

Kinerja perawat dalam

melakukan asuhan keperawatan 1. Pengkajian

2. Diagnosi

3. Rencana tindakan 4. Pelaksanaan Tindakan

Keperawatan 5. Evaluasi Tindakan

(32)

2.12. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka digambarkan kerangka konsep seperti pada gambar 2.2 berikut :

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Motivasi (X1)

Kemampuan (X2)

Gambar

Gambar 2.1. Landasan Teori
Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

TDNdiket: Jumlah TDN yang terdapat dalam tabel kebutuhan nutrisi kambing PropCamp2: Hasil pengurangan antara Pro dengan TDNCamp2 dan hasilnya harus selalu

Dokumen administrasi, penawaran teknis dan penawaran biaya yang diajukan oleh penyedia jasa dialamatkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen masing-masing sebanyak 3

• Penyebaran skor dari suatu kelompok standar yang dirancang sebagai acuan untuk mengevaluasi atau menginterpretasi skor yang diperoleh individu dalam suatu pengukuran.. • Patokan

Hal ini dapat dibuktikan dari data rekapitulasi kinerja pegawai dengan 75,0% responden menganggap bahwa kinerja pegawai yang ada di Sekretariat Badan Penanggulangan Bencana

Setelah itu sampel dibawa ke Laboratorium Penguji Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Tahuna untuk dilakukan identifikasi dan yang menjadi

Kesimpulan lain dari aplikasi After Closure Analysis di lapangan Tanjung adalah bahwa penggunaan fluida injeksi (crosslinked gel) yang sifatnya berbeda jauh dengan fluida

The results of the study depicts that there were five types of presupposition in WEEKENDER magazine’s advertisements, namely existential presupposition, factive

Berdasarkan kebutuhan tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui umur bantalan ( bearing) pada carrier idler belt conveyor sehingga bisa