• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peramalan Kasus Hiv Di Kota Medan Tahun 2012-2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peramalan Kasus Hiv Di Kota Medan Tahun 2012-2016"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV

2.1.1 Pengertian HIV

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse trancriptase untuk dapat menginfeksi mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat (Zein, 2006).

Menurut Depkes RI (2003), HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama CD4 dan menimbulkan infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan rusaknya sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut.

2.1.2 Epidemiologi

(2)

dan pada tahun 1984, HIV didemonstrasikan sebagai penyebab dari penyakit HIV (Fauci dan Lane, 2005).

Kasus HIV yang pertama di Indonesia ditemukan pada bulan April 1987, ketika seorang turis Belanda pengidap HIV meninggal di Bali (Muninjaya, 1999). Sedangkan kasus HIV positif pertama kali ditemukan di Medan pada tahun 1992, ketika dilakukan sero survei (Zein, 2006).

2.1.3 Gejala HIV

Menurut MFMER (Mayo Foundation for Medical Education and Research) (2008), gejala klinis dari HIV terdiri atas beberapa fase, yaitu:

1. Fase awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV dapat menularkan virus kepada orang lain. 2. Fase lanjut

(3)

3. Fase akhir

Pada fase akhir dari infeksi HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang di sebut AIDS. Pada saat AIDS timbul, sistem imun sangat menurun, yang memungkinkan penderita untuk mendapat infeksi oportunistik. Pada fase ini juga akan timbul gejala-gejala berupa keringat malam, menggigil, demam di atas 38o

2.1.4 Cara Penularan HIV

C selama beberapa minggu, diare kronis, batuk kering, dan nafas dangkal serta bintik-bintik putih di sekitar lidah dan mulut.

Penularan HIV dapat melalui :

1. Hubungan seksual dengan seorang yang sudah terinfeksi HIV tanpa alat pengaman (kondom).

2. Transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV.

3. Penggunaan alat suntik dan alat medis lainnya yang tidak steril, alat tusuk lainnya seperti jarum tindik, jarum tato, akupunktur yang tercemar HIV.

4. Transplantasi organ atau jaringan tubuh dari seseorang yang sudah terinfeksi HIV.

(4)

menunjukkan risiko penularan pada masa menyusui cukup besar, yaitu sekitar 14% sampai 29% (Maryunani, 2009).

2.1.5 Cara Pencegahan HIV

Pencegahan HIV difokuskan pada tiga cara penularan yang utama, yaitu: (1) kontak seksual, (2) penggunaan jarum suntik dan (3) transfusi darah (Hutapea, 1995). Pengendalian diri untuk tidak berperilaku risiko tertular virus HIV adalah kunci pencegahan yang jika dikembangkan secara konsisten akan cukup efektif untuk menyelamatkan masyarakat dari wabah penularan virus HIV ini. Pengendalian diri dapat diterapkan melalui tiga cara, yaitu (1) puasa (P) seks (abstinensia), artinya tidak melakukan hubungan seks, (2) setia (S) pada pasangan seks yang sah, artinya tidak berganti-ganti pasangan seks dan (3) penggunaan kondom pada setiap melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular virus HIV atau penyakit menular seksual (PMS) (Muninjaya, 1999).

2.1.6 Penatalaksanaan HIV

Secara umum, penatalaksanaan penderita HIV terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

(5)

b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV.

c. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan (Djoerban dan Djauzi, 2006).

HIV sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang sangat meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral, disingkat obat ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortilitas dini akibat infeksi HIV (Djoerban dan Djauzi, 2006). Terapi anti retroviral gabungan untuk infeksi HIV telah menandai revolusi pengobatan HIV. Pengobatan tersebut, yang biasanya melibatkan dua nucleoside reverse transcriptase inhibitor dan setidaknya satu inhibitor protease atau satu nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor di sebut terapi anti retroviral yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy/ HAART) (Rubenstein et al., 2007).

2.1.7 Strategi Penanggulangan HIV

(6)

1. Pencegahan HIV

Upaya pencegahan pada masyarakat luas dilakukan dengan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang cara penularan, pencegahan, dan akibat yang ditimbulkannya sesuai dengan norma-norma agama dan budaya masyarakat. Upaya pencegahan pada populasi berisiko tinggi seperti Penjaja Seks (PS) dan pelanggannya, ODHA dan pasangannya, penyalahguna Napza, dan petugas yang karena pekerjaannya berisiko terhadap penularan HIV melalui pencegahan yang efektif seperti penggunaan kondom, penerapan pengurangan dampak buruk (harm reduction), penerapan kewaspadaan umum (universal precautions), dan sebagainya. 2. Perawatan, Pengobatan dan Dukungan terhadap ODHA

Salah satu keputusan penting dalam sidang PBB yang khusus membahas HIV (UNGASS) pada tahun 2001 adalah perlunya memperluas pelayanan, perawatan, dan dukungan terhadap ODHA serta melindungi hak-hak azasi mereka (mencegah, mengurangi, dan menghilangkan stigma dan diskriminasi). Upaya pelayanan perawatan, pengobatan, dan dukungan terhadap ODHA dilakukan baik melalui pendekatan klinis maupun pendekatan berbasis masyarakat dan keluarga (community and home-based care) serta dukungan pembentukan persahabatan ODHA.

3. Surveilans HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS)

(7)

mengetahui besarnya kecenderungan dan distribusi dari persebaran HIV, surveilans epidemologi dan perilaku akan memberikan informasi yang sangat penting untuk perencanaan penanggulangan meliputi kegiatan pencegahan, perawatan, pengobatan dan dukungan pada ODHA, peningkatan kapasitas, penelitian, pengembangan peraturan dan perundang-undangan serta kegiatan lain.

4. Penelitian

Penelitian dan riset operasional diperlukan untuk menentukan dasar kebijakan penanggulangan HIV sehubungan dengan perubahan epidemi dan dampaknya.

5. Lingkungan Kondusif

(8)

6. Koordinasi Multipihak

Masalah HIV harus ditangani secara terkoordinasi oleh sektor pemerintah, sektor swasta/dunia usaha dan LSM. Koordinasi tersebut mencakup aspek perencanaan, pembiayaan, penyelenggaraan, monitoring dan evaluasi.

7. Kesinambungan Penanggulangan

Pada masa mendatang Indonesia akan menghadapi masalah HIV yang semakin besar dan kompleks. Oleh karena itu upaya penanggulangan harus ditingkatkan dan di jamin kesinambungannya (sustainable response) agar tujuan penanggulangan HIV dapat di capai. Kelemahan dalam bidang organisasi dan kemampuan individu dari mereka yang terlibat dalam penanggulangan HIV harus ditingkatkan melalui upaya peningkatan kemampuan (capacity building).

(9)

upaya meningkatkan kesehatan reproduksi di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, sehingga dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya.

Aspek hak dan kesehatan reproduksi sangat luas, karena hak dan kesehatan reproduksi menyangkut seluruh siklus kehidupan manusia selama hidupnya, yaitu mulai dari kehamilan, kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa sampai dengan masa usia lanjut. Selain panjangnya rentang usia masalah kesehatan reproduksi juga sangat kompleks, mulai dari masalah kehamilan dan persalinan, penyakit-penyakit menular seksual dan penyakit degeneratif. Bila dilihat faktor penyebab yang melatar belakangi juga bermacam-macam, mulai dari masalah pendidikan, kesehatan, agama, sosial budaya di mana termasuk didalamnya masalah ketidak setaraan gender dalam keluarga dan masyarakat.

(10)

Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, serta kesehatan reproduksi usia lanjut, yang dibahas dalam konteks kesehatan dan hak reproduksi.

Pelayanan kesehatan reproduksi (KB, ANC, KIA serta kesehatan reproduksi remaja/KRR) menjangkau banyak target namun tidak untuk program HIV. Penanganan HIV yang baik akan berarti juga meningkatkan dampak baik bagi kesehatan reperoduksi. Dengan mengintegrasikan dan mengkaitkan program maka akan meningkatkan jangkauan pelayanan khususnya bagi remaja, perempuan dan kebutuhan reproduksi dapat sekaligus dipenuhi dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi. Ketika jumlah penderita HIV dapat diramalkan maka dapat dilakukan upaya pencegahan HIV, karena penderita HIV terkait dengan pelayanan kesehatan reproduksi dalam hal ini ketika penanganan HIV baik akan berarti juga meningkatkan dampak baik bagi kesehatan reproduksi.

Strategi ABDCE merupakan salah satu strategi agar tidak tertular HIV. Strategi ABCDE yang dimaksud adalah sebagai berikut:

A = Abstain, jangan melakukan seks, terutama hubungan seksual berisiko. B = Be faithful, jadilah pasangan yang setia.

C = Condom, jika hubungan seks berisiko kehamilan atau penularan penyakit, maka pakailah kondom.

D = Drug, jauhi drug (obat-obatan terlarang), baik drug telan yang dapat menyebabkan gairah seks meningkat seperti ekstasi, atau drug suntik yang menularkan langsung penyakit dari alat suntiknya.

(11)

2.2 Kesehatan Reproduksi

2.2.1 Sejarah Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan ICPD (International Conference on Population and Development), di Kairo, Mesir pada tahun 1994. Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi (Widyastuti, 2009). Dengan demikian pengendalian kependudukan telah bergeser ke arah yang lebih luas, yang meliputi pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksinya, kesetaraan dan keadilan gender, pemberdayaan perempuan dan penanggulangan kekerasan berbasis gender, serta tanggung jawab laki-laki dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi.

(12)

2.2.2 Definisi Kesehatan Reproduksi

Menurut Organisasi Kesahatan Dunia (WHO) yang paling baru ini, memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang terdahulu, kesehataan itu hanya mencakup tiga aspek, yakni : fisik, mental, dan sosial, tetapi menurut Undang-Undang No. 36/2009, kesehatan itu mencakup 4 aspek yakni fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya di ukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga di ukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi (Notoatmodjo, 2007).

Konfrensi Kependudukan di Kairo 1994, di susun pula definisi kesehatan reproduksi yang dilandaskan kepada definisi sehat menurut WHO: meliputi aspek fisik, mental dan sosial, dan bukan sekedar tidak adanya penyakit di segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya, maupun proses reproduksi itu sendiri (Widyastuti dkk, 2009).

2.2.3 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Siklus Kehidupan

Secara luas, ruang lingkup kesehatan produksi yang tercantun dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia (2005) meliputi: 1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

(13)

3. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) termasuk IMS-HIV/AIDS

4. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi 5. Kesehatan reproduksi remaja

6. Pencegahan dan penanganan infertilitas

7. Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi pada usia lanjut seperti kanker, osteoporosis, dementia dan lain-lain.

2.2.4 Hak Reproduksi

(14)

Hak-hak reproduksi yang dituliskan oleh Widyastuti dkk (2009) menurut kesepakatan dalam Konferensi International Kependudukan dam Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh, baik kesehatan jasmani maupun rohani, meliputi:

1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan dan reproduksi. 2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi. 3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi. 4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.

5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.

6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya. 7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan

dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual.

8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.

9. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya. 10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.

11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi.

(15)

2.3 Peramalan

2.3.1 Pengertian Peramalan

Makridakis et al. (1999) menyatakan bahwa peramalan (forecasting) merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan manajemen. Organisasi selalu menentukan sasaran dan tujuan, berusaha menduga faktor-faktor lingkungan, lalu memilih tindakan yang diharapkan akan menghasilkan pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan usaha manajemen untuk mengurangi ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti. Peramalan menjadi lebih ilmiah sifatnya dalam menghadapi lingkungan manajemen. Karena setiap bagian organisasi berkaitan satu sama lain, baik buruknya ramalan dapat mempengaruhi seluruh bagian organisasi.

Peramalan (forecasting) menjadi salah satu hal yang penting dalam pengambilan keputusan manajemen. Peramalan sebagai suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki agar kesalahan dapat diperkecil (Assauri, 1984). Pengenalan terhadap operasi teknik peramalan pada data menghasilkan kejadian historis mengarah ke identifikasi lima tahapan proses peramalan adalah pengumpulan data, pemadatan dan pengurangan data, penyusunan model dan evaluasi, ekstrapolasi model (peramalan aktual), serta evaluasi peramalan (Hanke, 1999).

(16)

keakuratan suatu ramalan adalah data yang digunakan. Data yang baik memenuhi kriteria sebagai berikut (Hanke, 1999) :

1. Data hendaknya dapat diandalkan (reliable) dan akurat. Penanganan yang sesuai harus dilakukan pada data yang dikumpulkan dari sumber-andal dengan memperhatikan keakuratannya.

2. Data hendaknya relevan. Data harus mewakili keadaan di mana data tersebut digunakan.

3. Data hendaknya konsisten. Ketika data yang berkaitan dengan definisi berubah, penyesuaian perlu dilakukan untuk memepertahankan konsistensi pola historis. 4. Data hendaknya tepat waktu. Data yang dikumpulkan, dirangkum, dan

dipublikasikan berdasarkan ketepatan waktu akan memberikan nilai tertinggi bagi forecaster.

Umumnya, ada dua jenis data yang digunakan dalam peramalan. Pertama adalah data yang dikumpulkan dari satu titik waktu (jam, hari, minggu, bulan, dan triwulan) yaitu data cross section. Data ini dikumpulkan dari periode yang sama. Tujuannya adalah untuk menelaah suatu data dan mengekstrapolasi atau memperluas hubungan yang ada pada populasi yang besar. Kedua adalah data yang dikumpulkan, di catat, atau di amati dari rangkaian waktu tahapan waktu, yaitu data time series (deret waktu).

2.3.2 Kegunaan Peramalan

(17)

tindakan-tindakan yang perlu dilakukan. Kegunaan peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan apa yang akan terjadi pada waktu keputusan itu dilaksanakan. Walaupun demikian perlu disadari bahwa suatu ramalan adalah tetap ramalan, dimana selalu ada unsur kesalahannya. Sehingga yang penting diperhatikan adalah usaha untuk memperkecil kemungkinan kesalahannya tersebut (Assauri, 1984).

2.3.3 Jenis-Jenis Peramalan

Menurut Assauri (1984) pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi tergantung dari cara melihatnya. Peramalan dapat dibedakan berdasarkan sifat penyusunannya, jangka waktu ramalan dan sifat ramalan yang di susun.

1. Jenis Peramalan Dilihat Dari Sifat Penyusunannya

Menurut Assauri (1984) peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: a. Peramalan yang subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau

intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan atau “judgement” dari orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan tersebut.

b. Peramalan yang objektif, adalah peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode-metode dalam penganalisaan data tersebut.

2. Jenis Peramalan Dilihat dari Jangka Waktu Ramalan yang Disusun

(18)

a. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun atau tiga semester.

b. Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun atau tiga semester. Peramalan seperti ini diperlukan dalam penyusunan rencana tahunan, rencana kerja operasional, dan anggaran.

3. Jenis Peramalan Dilihat dari Sifat Ramalan yang Disusun

Menurut Assauri (1984) peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : a. Peramalan kualitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada

masa lalu.

b. Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut :

1. Adanya informasi tentang keadaan yang lain ;

2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data;

3. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.

2.3.4 Metode Peramalan

(19)

pemikiran intuitif, pertimbangan dan pengetahuan yang telah di dapat. Pendekatan dengan metode ini seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang telah terlatih secara khusus.

Metode peramalan kuantitatif memiliki sifat yang lebih objektif berdasarkan pada keadaan aktual (data) yang di olah dengan menggunakan metode tertentu. Penggunaan suatu metode juga harus didasarkan pada fenomena manajemen atau bisnis apa yang diramalkan dan tujuan yang ingin di capai melalui peramalan. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi sebagai berikut (Makridakis et al., 1999) :

1. Tersedia informasi masa lalu

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik

3. Dapat diasumsikan bahwa pola masa lalu akan terus berlanjut di masa yang akan datang

Menurut Assauri (1984) pada dasarnya metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan atas:

1. Metode Peramalan yang Menggunakan Analisa Pola Hubungan Antara Variabel

Metode peramalan yang diperkirakan memiliki pola hubungan dengan variabel lain yang mempengaruhi, yang bukan waktu, atau di kenal dengan metode sebab akibat (causal method) atau korelasi, terdiri dari:

a. Metode regresi dan korelasi

b. Model ekonometri untuk peramalan jangka pendek dan jangka panjang

(20)

c. Model input output untuk proyeksi tren ekonomi jangka panjang. 2. Metode Peramalan Model Time Series

Metode peramalan time series merupakan metode yang sering digunakan dalam ekonomi dan bisnis, di mana sejumlah observasi di ambil selama beberapa periode dan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu ramalan untuk beberapa periode di masa depan (Assauri, 1984). Metode ini terdiri dari :

a. Metode Naive

Metode ini merupakan metode sederhana yang menyatakan bahwa nilai suatu variabel saat ini merupakan perkiraan terbaik untuk nilai berikutnya atau nilai variabel di masa yang akan datang akan tetap sama. Metode ini hanya cocok untuk meramal variabel yang gerakannya cenderung konstan.

b. Metode Rata-Rata

a) Metode rata-rata sederhana (simple average)

Metode ini menggunakan pendekatan di mana ramalan merupakan perhitungan kumulatif dari seluruh nilai masa lalu yang dimiliki. Kelebihan metode ini adalah hasil peramalannya tidak terlalu memperhatikan fluktuasi dari deret data. Metode ini cocok untuk data stasioner (Makridakis et al.,1999).

b) Metode rata-rata bergerak sederhana (simple moving average)

(21)

c) Metode rata-rata bergerak ganda (double moving average)

Salah satu cara untuk meramalkan data time series yang memiliki tren linier adalah dengan menggunakan metode ini. Metode ini menghitung rata-rata bergerak sebelumnya.

c. Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing)

Metode ini di pakai untuk memperkecil atau mengurangi ketidakteraturan musiman dari data, yaitu dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Ketepatan dari penggunaan metode ini terdapat pada peramalan jangka pendek. Ada beberapa metode pemulusan, yakni :

a) Single Exponential Smoothing

Metode ini dapat mengatasi kesulitan nilai-nilai historis dari variabel yang harus dilakukan pada metode rata-rata bergerak sederhana. Metode ini digunakan untuk peramalan data time series tanpa tren atau pola stasioner.

b) Double Exponential Smoothing

Metode ini di dapat dengan melakukan pemulusan kembali hasil dari pemulusan single exponential smoothing. Pendekatan metode ini lebih memberikan bobot yang semakin menurun pada observasi masa lalu dibandingkan single exponential smoothing.

c) Triple Exponential Smoothing (Winters)

Metode ini disesuaikan untuk tren dan variasi musiman, merupakan pengembangan dari metode eksponensial. Metode Winters merevisi estimasi berdasarkan pengalaman terkini, trend (slope) dan musiman.

(22)

d. Metode Dekomposisi

Makridakis et al. (1999) menjelaskan bahwa metode ini didasari asumsi bahwa deret data historis merupakan gabungan atau komposisi dari faktor musiman (St), komponen tren (Tt), komponen siklus (Ct) serta komponen acak (Et

Model dekomposisi dapat di tulis dalam persamaan matematis sebagai berikut:

). Metode dekomposisi memisahkan komponen-komponen dari time series data, kajian terhadap komponen yang telah terpisah tersebut dapat di pakai sebagai dasar untuk menyusun kebijakan (jangka pendek dan jangka panjang), dan komponen tersebut dapat diekstrapolasi untuk tujuan peramalan.

Yt = f(St, Tt, Ct, Et

Hubungan fungsional antar keempat komponen di atas dapat bersifat aditif (S

)

t + Tt + Ct + Et) atau multiplikatif (St x Tt x Ct x Et

e. Metode Box Jenkins (ARIMA)

). Model dekomposisi aditif di pilih bila gelombang-gelombang kecil (swing) dari variasi musiman bersifat konstan sepanjang waktu. Sebaliknya dekompisisi multiplikatif di pilih bila swing dari variasi musiman meningkat secara proporsional dengan bertambahnya waktu (Firdaus, 2006).

(1) Prinsip Dasar

(23)

cenderung flat (mendatar/konstan) untuk periode yang cukup panjang Model Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan independen variabel dalam membuat peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok jika observasi dari deret waktu (time series) secara statistik berhubungan satu sama lain (dependent).

Mulyono (2000) menyebutkan bahwa ada dua model dari metode Box-Jenkins yaitu:

1) Model ARMA (Autoregressive – Moving Average) yang dipakai untuk deret data yang stasioner

2) Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) yang dipakai untuk deret data yang tidak stasioner

Model ARMA adalah gabungan dari model AR dan MA. Pada model ini series stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya dan nilai sekarang serta kesalahan lampaunya. Dalam model ini, p menunjukkan tingkat model AR dan q menunjukkan tingkat model MA, sehingga jika model menggunakan satu nilai lampau dan dua kesalahan masa lalu, model tersebut dilambangkan sebagai ARMA.

Dalam prakteknya, banyak data deret Yt merupakan data tidak stasioner. Data

(24)

Proses diferensiasi dapat diuraikan sebagai berikut, misalkan Yt tidak stasioner, kemudian di buat diferensiasi tingkat satu, Zt = Yt–Yt–1, ternyata di peroleh

nilai Zt

Penggunaan metode ARIMA untuk meramalkan dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu identifikasi, penaksiran dan pengujian serta penerapan model, seperti pada Gambar 2.1.

stasioner. Dalam model ini dapat digunakan suatu simbol alternatif yang dinamakan backward shift operator (B). Operator B yang dilekatkan pada suatu variabel berarti menggeser nilai variabel tersebut satu periode ke belakang.

Sumber : Makridakis et al., (1999)

(25)

(2) Klasifikasi Model ARIMA

Model Box-Jenkins (ARIMA) di bagi kedalam 3 kelompok, yaitu: model autoregressive (AR), moving average (MA), dan model campuran ARIMA (autoregresive moving average) yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama (Makridakis et al.,1999). Adapun model tersebut sebagai berikut :

1) Autoregressive Model (AR)

Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p (AR(p)) atau model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:

di mana: μ' = suatu konstanta

p φ = parameter autoregresif ke-p

et

2) Moving Average Model (MA) = nilai kesalahan pada saat t

Bentuk umum model moving average ordo q (MA(q)) atau ARIMA (0,0,q) dinyatakan sebagai berikut:

di mana: μ ' = suatu konstanta θ1 sampai θq

e

adalah parameter-parameter moving average

(26)

3) Model campuran a. Proses ARMA

Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1) murni, misal ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut:

atau

b. Proses ARIMA

Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut:

pembedaan pertama AR(1) MA(1)

atau jika diturunkan dalam bentuk persamaan : Yt = b0 + b1 Yt-1 – a1 et-1 + e

Makridakis et al. (1999), menjelaskan teknik Box – Jenkins secara garis besar terdiri dari beberapa tahap, yaitu identifikasi, estimasi parameter, diagnosis dan implementasi.

t

1. Tahap Identifikasi

(27)

a. Identifikasi Stasioner dan Tidak Stasioner

Identifikasi stasioner dilakukan berdasarkan deret data aktual yang tersedia (Xt), di cari nilai koefisien autokorelasi time lag ke-k (rk, k = 1,2 ... m), kemudian

nilai rk di uji. Jika secara statistik tidak berbeda nyata dengan nol, berarti rk adalah

acak, yang juga berarti Xt bersifat acak. Deret data Xt adalah stasioner apabila hasil

plot nilai rk

Jika plot nilai r

menunjukkan fluktuasi (tidak beraturan) di sekitar nol. Dalam hal ini nilai parameter d = 0.

k

menunjukkan ada kecenderungan maka deret data Xt

X’

tidak stasioner. Untuk menentukan nilai parameter d dilakukan pembedaan (differencing) sampai data bersifat stasioner. Pembedaan ordo pertama dinotasikan sebagaimana pada persamaan 2.

t = Xt - Xt -1 = (1-B)1 Xt

Di mana:

(2)

B adalah Backward Shift operator dan BXt = X

Pembedaan ordo kedua notasinya seperti pada persamaan 3:

t – 1

X’’t = (1-B)1 Xt

Jika sampai dengan ordo ke-d, deret data sudah stasioner maka model ARIMA-nya adalah (0, d, 0) dan rumus dasarnya adalah pada persamaan 4.

(28)

b. Identifikasi Proses Autoregresi (AR)

Identifikasi ada tidaknya proses AR dilakukan pada data yang stasioner atau sudah distasionerkan. Untuk mendeteksi apakah suatu deret data merupakan AR(1) atau AR(2), dilihat dari nilai-nilai koefisien autokorelasi, autokorelasi parsial dan garis spektrum. Jika data tidak dibangkitkan oleh proses AR, koefisien autokorelasi parsialnya tidak berbeda nyata terhadap nol. Jika data merupakan AR(1), maka nilai koefisien autokorelasi parsial ordo pertama nyata (p = 1), jika data merupakan AR(2) atau (P = 2) maka nilai koefisien autokorelasinya menurun mengikuti gelombang sinus. Model autoregresi ordo ke-p atau AR(p) ditunjukkan dengan model pada persamaan 5.

ARIMA (p,0 ,0)

(1 – F1 B – F2 B2 - … - Fp Bp) Xt = u + et

X

(5)

t = u + F1 Xt-1 + F2 Xt-2 + … + Fp Xt-p + et

Di mana:

u = Konstanta Φp

e

= Parameter auto regresi ke-p

t = nilai kesalahan pada saat t

c. Identifikasi Proses Moving Average (MA)

(29)

maka koefisien autokorelasi pada time lag 1 dan 2 adalah nyata. Model ARIMA deret data merupakan proses MA ordo ke-q yaitu sesuai pada persamaan 6.

ARIMA (0,0,q)

d. Identifikasi Campuran Proses AR dan MA atau ARIMA = nilai kesalahan pada saat t

Deret data yang dibangkitkan oleh campuran proses AR(1) dan MA(1) atau ARIMA (1,0,1) modelnya sesuai pada persamaan 7:

(1 – Φ1B) Xt = u + (1 – θ1 B) e

atau AR(1) MA(1) (7)

t

Xt = u + Φ 1 Xt-1 + θ1 et-1

Deret data yang merupakan ARIMA (1,1,1) modelnya sesuai dengan persamaan 8. (1 – B) (1 – Φ1 B) Xt = u + (1 – Φ1 B) et

(1 – B) = Pembedaan pertama untuk memperoleh data stasioner (1 – Φ1

(1 – θ

B) = AR(1)

1

Bentuk umum model ini adalah (Mulyono, 2000) : B) = MA(1)

(30)

Di mana:

2. Tahap Estimasi Parameter

Parameter dalam model ARIMA seperti parameter AR (Φ), parameter MA (θ) perlu ditetapkan agar model ARIMA dapat digunakan untuk melakukan prakiraan. Pendugaan nilai parameter ini memerlukan penurunan matematik/statistik yang rumit. Berbagai paket program komputer yang sudah tersedia untuk menghitung parameter-parameter tersebut.

3. Tahap Diagnosis dan Implementasi

Setelah parameter-parameter ARIMA di duga, perlu dilakukan pemeriksaan apakah model yang diidentifikasi sudah sesuai. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meneliti nilai sisa, untuk melihat apakah masih terdapat pola pada nilai sisa dan meneliti nilai-nilai statistik dari hasil yang sudah di uji. Model ARIMA dapat diimplementasikan untuk melakukan prakiraan bila hasil diagnosis telah sesuai dengan yang ditetapkan.

(31)

(2003), pendekatan ARIMA bersifat fleksibel dan dapat mewakili rentang yang lebar dari karakteristik deret waktu.

Hasil penelitian yang menggunakan metode ARIMA seperti hasil penelitian Akhtar dan Rozi (2009) tentang peramalan donor darah seropositif virus hepatitis C (HCV) antara donor darah sukarela laki-laki di Karachi, Pakistan mengungkapkan perkiraan metode ARIMA untuk data 91-96 bulan erat mengikuti pola seri yang di amati untuk bulan yang sama, pola data yang di amati menunjukkan kecenderungan peningkatan seropositif HCV.

Hasil penelitian Sarfo dkk. (2010) tentang analisis tren dan perkiraan jangka pendek insiden infeksi HIV menggunakan pemodelan time-series Box-Jenkins ARIMA untuk memprediksi tren insiden infeksi HIV di Ghana antara kelompok usia tertentu, mengungkapkan adanya kecenderungan pola pertumbuhan masa lalu terhadap peningkatan kasus baru infeksi HIV dan ditemukan terbesar di sektor utara yang terjadi pada kelompok usia 30 tahun ke atas. Epidemi HIV di sektor selatan tampaknya telah mendatar. Namun, kejadian infeksi HIV pada perempuan kelompok usia 20-39 tahun di sektor ini diperkirakan meningkat dalam tiga tahun ke depan. Sedangkan insiden infeksi HIV pada kelompok usia di bawah 19 tahun ditemukan menjadi relatif stabil.

2.3.5 Pemilihan Metode Peramalan

(32)

faktor tersebut adalah horizon waktu, pola data, daya tarik metode itu sendiri, ketepatan, biaya dan waktu, serta ketersediaan perangkat lunak komputer.

1. Horison Waktu

Metode peramalan berhubungan dengan dua aspek horizon waktu, yaitu cakupan waktu di masa yang akan datang dan jumlah periode ramalan yang diinginkan. Beberapa teknik metode peramalan hanya dapat sesuai untuk peramalan satu periode ke depan, sedangkan teknik lainnya dapat dipergunakan untuk meramalkan beberapa periode ke depan.

2. Pola Data

Serial data dapat dikelompokkan dalam empat pola. Pola pertama adalah pola stasioner, yaitu jika pola data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Pola kedua adalah pola musiman, yaitu jika data membentuk fluktuasi konstan dan proporsional dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun) yang disebabkan oleh faktor musiman, pola ketiga adalah pola siklis, yaitu jika data yang dipengaruhi oleh fluktuasi tersebut disebabkan oleh pengaruh ekonomi jangka panjang. Pola keempat adalah pola trend, yaitu jika data menunjukkan kenaikan atau penurunan secara sekuler dalam jangka panjang.

3. Daya Tarik Metode Peramalan

(33)

4. Ketepatan Metode Peramalan Kuantitatif

Ketepatan menunjukkan kemampuan metode untuk meramal suatu variabel yang dilihat dari besarnya selisih antara hasil ramalan dengan kenyataan. Untuk mengukur ketepatan tersebut biasanya oleh peramal digunakan nilai MSE (Mean Square Error). Semakin kecil nilai MSE maka metode tersebut semakin baik. Pengukuran ketepatan metode peramalan ini pada akhirnya memang digunakan sebagai kriteria dalam memilih metode peramalan.

5. Biaya dan Waktu

Pemilihan metode peramalan juga dipengaruhi oleh biaya yang harus dikeluarkan berkaitan dengan metode yang di pilih. Ada empat unsur biaya yang tercakup dalam penggunaan suatu prosedur ramalan, yaitu biaya pengembangan, biaya penyimpanan data, operasi pelaksanaan dan kesempatan untuk menggunakan teknik-teknik lainnya.

6. Ketersediaan Perangkat Lunak Komputer

(34)

2.4 Kerangka Konsep

ARIMA adalah teknik peramalan yang sama sekali mengabaikan variabel independen karena menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek, sebagai kerangka konsep disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Yt-1

Y

= merupakan jumlah penderita 1 bulan sebelum t (dijadikan sebagai variabel independen)

t-2

Y

= merupakan jumlah penderita 2 bulan sebelum t (dijadikan sebagai variabel independen)

t-n

Y

= merupakan jumlah penderita n bulan sebelum t (dijadikan sebagai variabel independen)

t = merupakan jumlah penderita yang akan diramal pada waktu ke-t (dijadikan

sebagai variabel dependen). Yt-1

Yt

Yt-2

Yt-n

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Mikrokontroler akan mengirim data ke RS-232, kemudian interface RS-232 akan memberi sinyal pada telepon seluler yang dipasang pada alat, selanjutnya akan mengirimkan pesan ke

Mengetahui persepsi anak tentang kesehatan individu terhadap sikap dan perilaku hidup sehat yang dapat menjadi pendorong untuk melakukan gaya hidup sehat..

Dipilihnya perusahaan manufaktur dengan pertimbangan bahwa perusahaan manufaktur secara umum cenderung mempunyai risiko yang relatif besar dibandingkan dengan

Cara lebih alami untuk menghilangkan kutil kelamin bahkan yang lama tidak diobati adalah menggunakan obat-obatan alami seperti tanaman obat, ekstrak tumbuhan dan minyak esensial

Dalam menganalisis kondisi kesehatan perusahaan serta portofolio yang telah dilakukan perusahaan selama periode tahun 1995-2008, penulis menggunakan program Microsoft Excel for

Dengan  demikian,  otonomi  perguruan  tinggi  melalui  PTN  badan  hukum 

MANAJEMEN PRODUKSI DAN OPERASI DESAIN PRODUK KOPI LAMPUNG TANGGAMUS. Disusun oleh

b dalam Mulyasa (2008:135) dikemukakan bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi