i
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh:
RICKY PRASTYO PUTRANTO NIM: 115214064
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
FINAL PROJECT
Presented as partial fulfillment of requirements to obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
Presented by:
RICKY PRASTYO PUTRANTO NIM: 115214064
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAMME
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHONOLGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
v
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan di dalam Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 14 Juli 2012
Penulis
vi
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Ricky Prastyo Putranto
Nomor Mahasiswa : 115214064
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
UNJUK KERJA PENGERING KOPRA
ENERGI SURYA JENIS ALIRAN PAKSA
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 14 Juli 2012
Yang menyatakan
vii
Indonesia memiliki sumber daya alam berupa kopra yang melimpah untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan minyak kelapa. Mesin pengering kopra dengan sumber panas dari pembakaran batok dan sabut kelapa menimbulkan polusi udara yang mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan bagi para pekerja. Salah satu alternatif pengganti sumber panas yang ramah lingkungan adalah sumber panas dari energi surya. Dengan pemanfaatan energi surya, hasil sisa pengolahan kopra yakni batok dan sabut kelapa dapat diolah menjadi produk yang bernilai jual. Penelitian ini bertujuan untuk (1) membuat model pengering kopra menggunakan energi surya jenis aliran paksa, (2) meneliti efisiensi pengambilan kadar air maksimum, (3) meneliti efisiensi kolektor maksimum, (4) meneliti efisiensi sistem pengeringan maksimum, (5) meneliti penurunan massa kopra maksimum.
Alat pengering ini menggunakan kolektor ½ parabola dengan luas 1 m2, kolektor plat datar dengan luas 0,5 m2 dan menggunakan penukar kalor jenis pipa bersirip dengan fluida berupa air. Variabel yang divariasikan, kecepatan udara masuk ruang pengering, massa kopra, jenis kolektor dan terbuka atau tertutupnya kaca dengan alumunium foil diatas ruang pengering. Variabel yang diukur temperatur masuk dan keluar penukar kalor, temperature udara keluar ruang pengering, temperatur penerima kalor kolektor, temperature masuk dan keluar air di penukar kalor.
Hasil penelitian menunjukkan efisiensi pengambilan kadar air maksimum sebesar 84,67% pada variasi laju aliran massa udara 0,2 kg/s, penutup kaca terbuka, kolektor ½ parabola dan massa kopra 1 kg. Efisiensi sistem pengering maksimum dicapai sebesar 9,69% pada variasi variasi laju aliran massa udara 0,2 kg/s, penutup kaca tertutup, kolektor plat datar dan massa kopra 1 kg. Efisiensi kolektor maksimum dicapai sebesar 99,16% pada variasi laju aliran massa udara 0,2 kg/s, penutup kaca tertutup, kolektor plat datar dan massa kopra 1 kg. Penurunan massa kopra maksimum dicapai sebesar 210 gram pada variasi laju aliran massa udara 0,2 kg/s, penutup kaca terbuka, kolektor ½ parabola dan massa kopra 2 kg.
viii
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat,
kasih, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Program Studi Teknik
Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Tugas Akhir ini berjudul “Unjuk Kerja Pengering Kopra Energi Surya Jenis
Aliran Paksa”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, khususnya
kepada:
1. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi
Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Ir. F.A. Rusdi Sambada, M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas
Akhir.
4. Para dosen Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah memberikan bekal untuk menyusun tugas akhir ini.
5. Bapak Kasto dan Ibu Surati selaku orangtua penulis yang telah
memberikan dukungan dana dan dukungan spiritual sehingga penulisan
ix
7. Teman-teman penulis baik dari Teknik Mesin, PMK Apostolos, dan
Sangkakala yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberi inspirasi dan semangat dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan Tugas
Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan hati terbuka
penulis akan menerima segala kritik, dan saran dari setiap pembaca.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membacanya.
Yogyakarta, 14 Juli 2012
Penulis
x
halaman
Halaman Judul ... i
Title Page... ii
Halaman Persetujuan Pembimbing ... iii
Halaman Pengesahan ... iv
Halaman Pernyataan Keaslian ... v
Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi ... vi
Intisari ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Gambar ... xii
Daftar Tabel ... xv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 2
1.4. Batasan Masalah ... 3
xi
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Skema Alat ... 18
3.2. Langkah Penelitian ... 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 25
4.2. Pembahasan ... 32
BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan... 45
5.2. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
xii
Gambar 2.1 Alat pengering energi surya tipe aliran udara alami. ... 5
Gambar 2.2 Alat pengering energi surya jenis aliran udara paksa... 6
Gambar 2.3 Skema alat pengering energi surya tipe aliran udara paksa. ... 6
Gambar 2.4 (a) Sistem Kolektor Termal Solar Pond, (b) Sistem Kolektor Termal Plat Datar. ... 8
Gambar 2.5 Sistem kolektor termal parabola (a) Parabola biasa, (b) Parabola Scheffler ... 9
Gambar 2.6 Bagian parabola scheffler di parabola biasa ... 10
Gambar 2.7 Sistem kolektor termal Heliostat ... 11
Gambar 3.1 Skema alat penelitian dengan kolektor ½ parabola... 18
Gambar 3.2 Skema alat penelitian dengan kolektor plat datar ... 19
Gambar 3.3 Ruang pengering tampak atas ... 20
Gambar 3.4 Ruang pengering tampak depan ... 20
Gambar 3.5 Ruang pengering tampak belakang ... 20
Gambar 3.6 Penukar kalor (a) Tampak depan, (b) Tampak kiri ... 21
Gambar 3.7 Kolektor ½ parabola tampak atas ... 21
Gambar 3.8 Kolektor plat datar (a) Tampak depan, (b) Tampak samping ... 21
xiii
terbuka, massa kopra 1 kg, kolektor ½ parabola) ... 38
Gambar 4.3 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kg/s, kaca tertutup, massa kopra 1 kg, kolektor ½ parabola) ... 38
Gambar 4.4 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data penelitian variasi empat (aliran udara 0,2 kg/s, kaca terbuka, massa kopra 2 kg, kolektor ½ parabola) ... 39
Gambar 4.5 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data penelitian variasi lima (aliran udara 0,2 kg/s, kaca tertutup, massa kopra 1 kg, kolektor plat datar) ... 39
Gambar 4.6 Grafik efisiensi pengambilan kadar air ... 40
Gambar 4.7 Grafik efisiensi sistem pengering ... 41
Gambar 4.8 Grafik efisiensi sistem pengering pada variasi 3 dan 5 ... 42
Gambar 4.9 Grafik efisiensi sistem pengering pada variasi 1 dan 3 ... 43
Gambar 4.10 Grafik efisiensi kolektor ... 44
Gambar 4.11 Grafik penurunan massa kopra ... 44
Gambar 6.1 Ruang pengering kopra ... 49
Gambar 6.2 Penerima kalor dari kolektor ½ parabola ... 49
Gambar 6.3 Alat penelitian menggunakan kolektor ½ parabola ... 50
Gambar 6.4 Alat penelitian menggunakan kolektor plat datar ... 50
xv
Tabel 4.1 Data penelitian variasi satu (aliran udara 0,2 kg/s, kaca
terbuka, massa kopra 1 kg, kolektor ½ parabola) ... 25
Tabel 4.2 Data penelitian variasi dua (aliran udara 0,1 kg/s, kaca
terbuka, massa kopra 1 kg, kolektor ½ parabola) ... 26
Tabel 4.3 Data penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kg/s, kaca
tertutup, massa kopra 1 kg, kolektor ½ parabola) ... 28
Tabel 4.4 Data penelitian variasi empat (aliran udara 0,2 kg/s, kaca
terbuka, massa kopra 2 kg, kolektor ½ parabola) ... 29
Tabel 4.5 Data penelitian variasi lima (aliran udara 0,2 kg/s, kaca
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, salah satunya adalah
pemanfaatan buah kopra untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan minyak kelapa.
Dari pembuatan buah kopra kering yang siap untuk diolah menjadi minyak kelapa,
diperlukan sebuah alat untuk mempercepat pengeringan kopra itu sendiri. Petani kopra
yang masih tradisional, banyak yang belum menggunakan alat pengering untuk
membantu mempercepat pengeringan. Sedangkan untuk petani yang memiliki modal
kerja cukup besar dan berorientasi pada jumlah kopra yang dihasilkan, mereka
memakai mesin pengering untuk mempercepat pengeringan.
Untuk memperoleh buah kopra kering yang berkualitas baik, mesin yang
digunakan adalah mesin pengering yang sumber panasnya tidak langsung mengenai
bahan yang dipanaskan. Pada umumnya sumber panas yang digunakan adalah
pembakaran dari batok dan kulit kelapa itu sendiri. Sumber panas itu dipilih karena
biaya yang murah dan mudah didapat serta memanfaatkan dari batok serta kulit kelapa
itu sendiri. Adapun sumber energi untuk menggerakkan kipas yang berfungsi untuk
mengalirkan udara panas dari penukar kalor ke ruang pengeringan menggunakan
mesin diesel atau menggunakan motor listrik.
Akibat yang ditimbulkan dari penggunaan sumber panas dari pembakaran
batok dan kulit kelapa adalah polusi udara yang dapat mencemari lingkungan dan
sumber energi surya, maka batok kelapa dan sabut kelapa yang menjadi sisa dari
pengolahan kopra dapat diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah.
Sebagai contoh batok kelapa dapat dimanfaatkan menjadi arang aktif yang bernilai
jual. Sabut dapat dijual sebagai untuk bahan kerajinan dan dapat dibuat menjadi
cocomesh sebagai bahan reklamasi daerah pertambangan. Dari latar belakang inilah
penulis ingin membuat alat pengering buah kopra dengan sumber panas dari energi
surya. Energi surya adalah energi yang bebas dari polusi dan bisa kita dapatkan setiap
hari.
1.2 Perumusan Masalah
Dari penelitian ini penulis dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Energi surya yang digunakan untuk mengeringkan kopra dapat digunakan
secara langsung atau tidak langsung.
2. Pengeringan dengan energi surya tak langsung menggunakan penukar
kalor, dimana energi surya digunakan untuk memanaskan air. Sebuah
penukar kalor dan kipas digunakan untuk memindahkan panas dari air ke
udara.
3. Pengeringan dengan energi surya, secara langsung ke ruang pengeringan.
Pada ruang pengeringan di bagian atasnya dipasang kaca untuk
meneruskan energi termal surya sekaligus sebagai penjebak gelombang
energi termal dari surya. Sebuah kipas ditambahkan untuk membuat aliran
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Membuat model pengering kopra energi surya jenis aliran paksa.
2. Meneliti efisiensi pengambilan kadar air maksimum.
3. Meneliti efisiensi kolektor maksimum.
4. Meneliti efisiensi sistem pengering maksimum.
5. Meneliti penurunan massa kopra maksimum.
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Menambah kepustakaan tentang teknologi pengering energi surya.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan mempu untuk diaplikasikan secara nyata
dalam pembuatan pengering kopra energi surya.
3. Ketergantungan sumber panas dari energi pembakaran biomass dapat
dikurangi, sehingga dapat tercipta lingkungan yang bebas polusi udara dan
sehat bagi pekerja pembuat kopra.
1.4 Batasan Masalah
Batasan dari penelitian ini adalah :
1. Pada peneltian ini dibuat sebuah model pengering tenaga surya secara tidak
langsung menggunakan penukar kalor, dimana fluida yang digunakan
berupa air dengan sumber energi panas dari energi surya.
2. Luas kolektor model ½ reflektor parabola adalah ± 1 m2, luas kolektor jenis
plat datar 0,5 m2 dan luas penampang penerima cahaya matahari secara
3. Udara mengalir ke dalam ruang pengering menggunakan bantuan kipas
dimana variasi kecepatan sebesar 2,06 m/s dan 1,05 m/s. Maka laju aliran
massa udara yang divariasikan sebesar 0,2 kg/s dan 0,1 kg/s.
4. Bahan yang dikeringkan adalah kopra dengan variasi massa 1 kg dan 2 kg.
5. Kopra dipergunakan dalam penelitian memiliki kualitas yang berbeda, baik
dari umur buah kelapa maupun tebal dan tipis daging kelapa. Hal ini
disebabkan karena sulit menemukan kopra dengan kualitas yang sama.
6. Perhitungan berat massa kopra yang dikeringkan dilakukan diawal dan akhir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Pada umumnya konstruksi alat pengering hasil pertanian menggunakan
absorber pelat (Gambar 2.1 dan 2.2). Bagian utama dari pengering tipe ini
adalah absorber (terletak dalam kotak kolektor) yang akan menerima energi
surya yang datang dan mengkonversikannya menjadi panas. Absorber ini
berfungsi untuk memanasi udara luar yang mengalir ke kotak tempat bahan yang
akan dikeringkan secara alami seperti Gambar 2.1 atau dapat juga dengan
bantuan blower seperti Gambar 2.2. Udara yang sudah dipanasi absorber ini
akan mengalir menembus hasil pertanian yang akan dikeringkan. Pada saat udara
panas ini menembus hasil pertanian terjadi perpindahan panas dan massa air dari
hasil pertanian ke udara panas tersebut, proses ini disebut proses pengeringan.
Gambar 2.2 Alat pengering energi surya jenis aliran udara paksa.
Gambar 2.3 Skema alat pengering energi surya tipe aliran udara paksa. Blower
Kolektor Plat Datar
Prinsip kerja dari alat pengering energi surya pada Gambar 2.1 adalah
udara yang masuk ke kolektor dipanasi oleh sinar matahari dan di sirkulasikan
melalui lapisan tempat bahan dikeringkan dengan konveksi alami. Udara yang
bertemperatur tinggi yang melalui lapisan tempat bahan dikeringkan, sehingga
terjadi proses pengeringan. Cerobong memberikan tarikan tambahan, yang
diciptakan oleh perbedaan massa jenis antara udara di dalam dan di luar
pengering.
Sedangkan prinsip kerja dari alat pengering energi surya pada Gambar 2.2
dan Gambar 2.3 adalah udara yang masuk lewat pipa bagian bawah lalu
diteruskan melewati kolektor plat datar untuk dipanaskan. Udara yang telah
panas lalu naik, berkumpul dipipa bagian atas lalu masuk ruang pengering.
Sirkulasi udara ini dilakukan dengan bantuan blower.
Secara umum ada empat sistem termal yang dapat mengkonversi energi
surya menjadi panas. Keempat sistem termal itu adalah Solar Pond, Plat Datar,
Parabolik dan Heliostat. Sistem Solar Pond menggunakan suatu kolam yang
berisi suatu fluida yang dapat menyimpan panas, contoh seperti Gambar 2.4. (a).
Sistem plat datar seperti pada Gambar 2.4 (b) adalah jenis kolektor yang terbuat
dari sebuah plat logam yang diberi warna hitam. Pemberian warna hitam
dimaksudkan agar radiasi surya dapat semaksimal mungkin di serap oleh plat
logam itu sendiri. Jenis ini paling banyak digunakan sebagai pemanas fluida air,
(a) (b)
Gambar 2.4 (a) Sistem Kolektor Termal Solar Pond, (b) Sistem Kolektor
Termal Plat Datar.
Sistem Parabolik seperti pada Gambar 2.5 (a) adalah sistem yang
menggunakan reflektor yang berbentuk parabola. Dengan menggunakan
reflektor berbentuk parabola ini, energi surya yang diterima difokuskan pada
suatu titik. Pemfokusan ini menyebabkan temperatur yang ada di titik dapat
mencapai 150 oC – 800 oC. Beberapa pengembangan dari sistem termal ini salah
satunya adalah penemuan dari Wolfgang Scheffler yang menemukan reflektor
yang dinamai dari dirinya sendiri yakni parabola scheffler dimana titik fokus
dari parabola ini tetap pada suatu titik tanpa harus memindahkan titik fokus
sesuai arah datangnya sinar matahari. Untuk menjaga agar titik fokus tetap,
parabola schfflernya harus berputar secara teratur sesuai dengan waktu
penyinaran matahari, sedangkan titik fokusnya tetap pada suatu tempat tanpa
bergerak. Hal inilah yang membedakan antara parabola schffler dan parabola
(a) (b)
Gambar 2.5 Sistem Kolektor Termal Parabola (a) Parabola biasa,
(b) Parabola Scheffler
Pada parabola biasa, titik fokus harus ikut berpindah sesuai arah datangnya
matahari. Parabola scheffler pada dasarnya diambil dari bentuk parabola itu
sendiri, lihat Gambar 2.6. Pada Gambar 2.6 terlihat bahwa parabola scheffler
merupakan bagian kecil dari parabola itu sendiri. Karena diambil dari ½
parabola dan sisi sebelah kanan dan kiri di perkecil sehingga membentuk pola
seperti elips maka parabola scheffler dapat menjaga titik fokus tetap di depan.
Adapun pergerakan matahari dapat diatasi dengan memutar parabola scheffler
saat matahari terbit dari timur ke barat. Perputaran parabola scheffler ini dapat
Gambar 2.6 Bagian parabola scheffler di parabola biasa
Sistem termal Heliostat merupakan sistem kolektor yang menggunakan
banyak sekali reflektor datar yang disusun mengelilingi suatu titik di menara
atau bangunan, lihat Gambar 2.7. Pola pergerakan cermin diatur secara
elektronik sesuai arah datangnya sinar matahari. Cermin-cermin yang berjumlah
sangat banyak itu mampu menghasilkan suhu temperatur yang sangat tinggi
pada bidang yang difokuskan. Suhu yang mampu dihasilkan dari sistem ini 250
o
Gambar 2.7 Sistem Kolektor Termal Heliostat
2.2 Persamaan yang Digunakan
Untuk mengetahui unjuk kerja dari sistem pengering maka diperlukan
persamaan yang dapat membantu mengetahui unjuk kerja sistem. Hal yang perlu
dilakukan pertama kali adalah menghitung energi berguna. Energi berguna ini
adalah jumlah energi yang dipindahkan dari sumber energi ke tempat yang lain.
Persamaanya dapat dinyatakan sebagai berikut:
= .� . �1− �2 ….(1)
dimana:
Qu = energi berguna (W)
ṁ = laju aliran massa fluida (kg/s)
CP = panas spesifik fluida (J/kg.°C)
T1 = temperatur fluida akhir (°C)
Untuk untuk menghitung laju aliran massa dari fluida udara menggunakan
persamaan:
= � . .� ….(2)
dimana:
A = Luas penampang saluran masuk udara (m²)
v = Kecepatan udara masuk saluran (m/s)
ρ = Massa jenis fluida udara (kg/m3)
Apabila fluida yang digunakan adalah air maka untuk mengetahui laju aliran
massa dapat menggunakan persamaan sebagi berikut:
= .� ….(3)
dimana:
Q = Debit air (m3/s)
ρ = Massa jenis air (kg/m3)
Dalam sistem pengering diperlukan energi untuk menguapkan air yang
terdapat pada bahan yang akan dikeringkan. Untuk menghitung energi yang
dibutuhkan untuk menguapkan air digunakan persamaan sebagai berikut.
= . ….(4)
dengan:
: Kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan uap air (MJ/kg)
: Entalpi uap jenuh (kJ/kg)
Unjuk kerja sistem pengering dapat diketahui dengan menghitung efisiensi
dari kolektor, efisiensi sistem pengering dan efisiensi pengambilan kadar air.
Efisiensi kolektor (
�
) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi bergunadengan total energi surya yang datang ke kolektor, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan:
0 : Intensitas energi surya yang datang (W/m
2
)
Efisiensi pengambilan kadar air (P) didefinisikan sebagai perbandingan
uap air yang dipindahkan (diambil) oleh udara dalam alat pengering dengan
kapasitas teoritis udara menyerap uap air, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan:
�
=
_ − __ − _
….(6)
dengan :
_ : kelembaban relatif udara keluar alat pengering
_ : kelembaban jenuh adiabatis udara masuk alat pengering
Dimana besarnya tingkat kelembaban udara (RH) menyatakan banyaknya
komposisi kadar air yang terkandung dalam udara (Cengel, 1989), dan
ω1 : Kelembaban spesifik udara (kg H2O/kg udara kering)
ω2 : Kelembaban spesifik udara jenuh (kg H2O/kg udara kering)
Pg1 : Tekanan uap air jenuh pada temperatur kering (kPa)
P : Tekanan udara luar (kPa)
Pg2 : Tekanan uap air jenuh pada temperatur basah (kPa)
Cp : Panas spesifik udara (1.005 kJ/kgoC)
ω2 : Kelembaban spesifik (kg H2O/kg udara kering)
hfg2 : Entalpi penguapan pada temperatur basah (kJ/kg)
hg1 : Entalpi uap jenuh pada temperatur kering (kJ/kg)
hf2 : Entalpi cair jenuh pada temperatur basah (kJ/kg)
T1 : Temperatur udara kering (oC)
T2 : Temperatur udara basah (oC)
Sedangkan Efisiensi sistem pengering (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan air dari kopra
yang dikeringkan dengan energi yang datang pada alat pengering, dan dapat
dinyatakan dengan persamaan:
�
=
.� . 0 . ….(10)
dengan :
: laju massa air yang menguap (kg/detik)
: kalor laten dari air yang menguap saat temperatur pengering
(J/kg)
AC : luas kolektor surya (m2)
.
0 : intensitas energi surya yang datang (W/m
2
)
Pengeringan didefinisikan sebagai operasi perpindahan panas secara simultan
dengan perubahan fase untuk memindahkan sejumlah relatif kecil air dan cairan
lainnya dari suatu system yang terdiri dari banyak komponen, sehingga
dikeringkan dan kemudian diikuti oleh pemindahan uap air dari permukaan
bahan masuk kedalam aliran udara pengering. Kedua proses ini berlangsung
secara simultan dan saling mempengaruh, namun demikian dapat dianalisa
secara terpisah antara kedua proses tersebut (Muljoharjo, 1987). Pengeringan
merupakan cara terbaik dalam pengawetan bahan makanan dan pengering energi
surya merupakan teknologi yang sesuai bagi kelestarian alam (Scanlin, 1997).
Pengeringan dengan penjemuran langsung (tradisional) sering menghasilkan
kualitas pengeringan yang buruk. Hal ini disebabkan bahan yang dijemur
langsung tidak terlindungi dari debu, hujan, angin, serangga, burung atau
binatang lain. Kontaminasi dengan mikroorganisme yang terdapat di tanah dapat
membahayakan kesehatan (Häuser et. Al,2009). Kelemahan utama dari
pengering energi surya adalah kecilnya koefisien perpindahan panas antara pelat
absorber dan udara yang dipanasi, sehingga menyebabkan efisiensi kolektor
yang rendah. Beberapa modifikasi telah banyak diusulkan meliputi penggunaan
(Choudhury et al., 1988), dan penggunaan absorber porus (Sharma et. al., 1991).
Penelitian pengering energi surya dengan luas kolektor 1,64m2 yang dilengkapi
8 sampai 32 sirip segi empat dengan luas total sirip 0,384 m2 dapat menaikkan
temperatur udara keluar dan efisiensi kolektor. Sirip dipasang di dalam kolektor
dengan dua variasi pemasangan yaitu sirip dapat bergerak bebas dan tetap
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Skema Alat
Pada penelitian ini rancangan sistem pengering berbeda dengan sistem
pengering tenaga surya pada umumnya. Sistem ini menggunakan penukar kalor
jenis pipa bersirip dan pemanasan secara langsung oleh energi matahari. Gambar
3.1 adalah skema alat yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 3.1 Skema alat penelitian dengan kolektor ½ parabola.
Bagian-bagian utama dari alat pada Gambar 3.1:
a) Kolektor ½ Parabola dengan luas permukaan ± 1m².
b) Ruang pengering ukuran 1 x 0,33 x 0,25 m.
c) Penerima kalor berbentuk segiempat 0,15 x 0,15 m.
Kolektor ½ Parabola Ruang Pengering
Kipas Penukar Kalor Penerima Kalor
Kaca
d) Penukar kalor model pipa bersirip.
e) Kipas angin.
f) Pompa air dengan debit 2,16 L/m .
Gambar 3.2 Skema alat penelitian dengan kolektor plat datar.
Bagian-bagian utama dari alat pada Gambar 3.2 hampir sama dengan
Gambar 3.1. Yang menjadi perbedaan adalah kolektor yang digunakan. Kolektor
yang digunakan adalah jenis plat datar dengan luas permukaan ± 0,5 m2. Gambar
3.3 sampai Gambar 3.8 adalah gambar dimensi alat penelitian yang digunakan.
Satuan yang dipergunakan dalam (cm).
Kolektor plat datar
Ruang Pengering
Kipas Penukar Kalor Kaca
Gambar 3.3 Ruang pengering tampak atas.
Gambar 3.4 Ruang pengering tampak depan.
(a) (b)
Gambar 3.6 Penukar kalor (a) Tampak depan, (b) Tampak kiri.
Gambar 3.7 Kolektor ½ parabola tampak atas
(a) (b)
Gambar 3.8 Kolektor plat datar (a) Tampak depan, (b) tampak samping
3.2 Langkah Penelitian
Langkah penelitian dimulai dengan menentukan variasi data yang akan
diambil dari pengujian alat. Adapun variabel yang akan divariasikan saat
1. Laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering sebesar 0,2 kg/s
dan 0,1 kg/s.
2. Penambahan pemanasan langsung diatas benda yang dikeringkan dengan
membuka atau menutup kaca menggunakan alumunium foil yang
diletakkan diatas ruang pengering.
3. Massa kopra yang dikeringkan sebesar 1 kg dan 2 kg.
4. Jenis kolektor plat datar dengan luas 0,5 m2 dan kolektor ½ parabola
dengan luas 1 m2.
Setelah menentukan variabel data yang divariasikan, lalu menentukan
variabel yang akan diukur. Berikut ini adalah variabel yang akan diukur saat
melakukan penelitian:
1. Energi surya yang datang (GT).
2. Temperatur udara masuk penukar kalor yakni temperatur kering (T₁) dan
temperatur basah (T2).
3. Temperatur udara keluar penukar kalor yakni temperatur kering (T3) dan
temperatur basah (T4).
4. Temperatur udara keluar dari ruang pengering yakni temperatur kering
(T5) dan temperatur basah (T6).
5. Temperatur masuk penukar kalor (T7).
6. Temperatur keluar penukar kalor (T8).
7. Temperatur penerima kolektor surya (T9).
Dengan mengetahui variabel yang divariasikan serta variabel yang akan
diukur, maka penelitian dapat dilakukan. Dalam melakukan penelitian harus
melalui prosedur yang sama, agar hasil penelitian dapat dicapai dengan
sempurna. Berikut ini prosedur yang harus dilakukan saat melakukan penelitian:
1. Penelitian diawali dengan mempersiapkan alat seperti Gambar 3.1 atau
penelitian menggunakan variasi seperti Gambar 3.2.
2. Pengambilan data dilakukan selama 3 jam dari jam efektif matahari yakni dari
pukul 10.30 sampai 13.30 WIB.
3. Pengambilan data dilakukan dengan menvariasikan kecepatan udara,
penambahan pemanasan langsung dengan membuka tutup alumunium foil
diatas kaca dan jumlah massa kopra yang dikeringkan.
4. Pada variasi data suatu parameter, nilai parameter yang lain sama.
5. Data yang dicatat adalah konstanta energi surya yang datang (G), temperatur
kering dan basah udara masuk penukar kalor (T1 dan T2), temperatur kering
dan basah udara keluar penukar kalor (T3 dan T4), temperatur kering dan
basah udara keluar ruang pengering (T5 dan T6), temperatur air masuk
penukar kalor (T7), temperatur air keluar penukar kalor (T8), Temperatur
penerima kolektor surya (T9) dan penurunan massa bahan yang dikeringkan
(M).
6. Pengambilan data dari parameter yang lain dilakukan pada hari yang berbeda
Setelah pengambilan data dari masing-masing variabel yang divariasikan
sudah selesai dilakukan, maka hal yang akan dilakukan selanjutnya adalah
melakukan perhitungan dan analisa. Perhitungan dilakukan pada
parameter-parameter yang diperlukan dengan menggunakan persamaan (1) sampai dengan
persamaan (10). Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat grafik
hubungan:
1. Hubungan efisiensi kolektor, efisiensi pengambilan kadar air dan efisiensi
sistem pengering dengan energi surya yang datang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Di bawah ini disajikan data pengambilan data variasi satu. Data variasi satu
adalah data yang diambil saat kondisi laju aliran massa udara yang masuk ke ruang
pengering sebesar 0,2 kg/s, penutup kaca diatas ruang pengering dilepas, berat kopra
sebesar 1 kg dan menggunakan kolektor ½ parabola.
Tabel 4.1 Data penelitian variasi satu (aliran udara 0,2 kg/s, kaca terbuka, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
Tabel 4.1 Data penelitian variasi satu (aliran udara 0,2 kg/s, kaca terbuka, massa
Berikutnya adalah pengambilan data penelitian pada data variasi kedua. Data
variasi kedua adalah data yang diambil saat laju aliran massa udara yang masuk ke
ruang pengering sebesar 0,1 kg/s, penutup kaca diatas ruang pengering dilepas, berat
kopra sebesar 1 kg dan menggunakan kolektor ½ parabola.
Tabel 4.2 Data penelitian variasi dua (aliran udara 0,1 kg/s, kaca terbuka, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
Selanjutnya adalah pengambilan data penelitian untuk variasi tiga. Data
penelitian variasi tiga adalah data yang diambil saat laju aliran massa udara yang
masuk ke ruang pengering sebesar 0,2 kg/s, penutup kaca diatas ruang pengering
terpasang, berat kopra sebesar 1 kg dan menggunakan kolektor ½ parabola.
Tabel 4.3 Data penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kg/s, kaca tertutup, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
Tabel 4.3 Data penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kg/s, kaca tertutup, massa
Data selanjutnya adalah data penelitian pada variasi empat. Variasi empat adalah
data yang diambil saat laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering sebesar
Tabel 4.4 Data penelitian variasi empat (aliran udara 0,2 kg/s, kaca terbuka, massa
Data penelitian yang terakhir adalah data penelitian variasi lima. Variasi lima
adalah data yang diambil saat laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering
sebesar 0,2 kg/s, penutup kaca diatas ruang pengering terpasang, berat kopra sebesar 1
Tabel 4.5 Data penelitian variasi lima (aliran udara 0,2 kg/s, kaca tertutup, massa
Pembahasan data penelitian ini meliputi perhitungan untuk menghitung
nilai kelembapan relatif, efisiensi pengambilan kadar air (ηp), nilai energi
berguna (Qu), efisiensi penukar kalor, efisiensi kolektor (ηc), efisiensi sistem
pengering (ηu) dan membuat analisa pembahasan berupa grafik. Grafik analisa
meliputi grafik perbandingan RH masuk penukar kalor, keluar penukar kalor,
keluar ruang pengering terhadap waktu dan daya surya yang diterima. Grafik
analisa yang lain adalah grafik efisiensi sistem pengambilan, efisiensi kolektor,
efisiensi sistem pengering dan penurunan massa kopra terhadap masing-masing
variasi.
Hal yang pertama dalam menghitung variabel data penelitian adalah
menghitung nilai kelembapan relatif (RH). Berikut ini adalah salah satu
perhitungan kelembapan relatif dari data penelitian variasi satu pukul 10.35 di
variabel T1 dan T2. Persaam untuk menghitung kelembapan relatif diambil dari
persamaan (7), (8) dan (9).
Variabel yang diketahui :
Untuk mempercepat perhitungan RH dari masing-masing variabel setiap
variasi, perhitungan dilakukan di Ms. Excel. Setelah masing-masing variabel
selesai dihitung maka selanjutnya adalah menghitung nilai efisiensi sistem
pengambilan. Persamaan efisiensi sistem pengambilan menggunakan persamaan
(6).
� = _ − _
_ − _
Berikut ini perhitungan sistem efisiensi dari data penelitian variasi satu. Efisiensi
yang dihitung adalah efisiensi rata-rata dari variabel data.
_ = 63%
_ = 24%
_ = 91%
� = 63%−24%
91%−24%= 58,2%
Setelah menghitung kelembapan relatif dan efisiensi sistem pengambilan.
Selanjutnya adalah menghitung energi berguna. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung energi berguna diambil dari persamaan (1)
= .� . (�1− �2)
Untuk mengetahui laju aliran massa air yang keluar dan masuk penukar kalor
( ) digunakan persamaan (3)
dimana nilai debit (Q) adalah 2,14 L/m atau 3,56.10-5 m3/s dan � rata-rata air
pada suhu 32 °C adalah 999,8 kg/m3. Maka dapat diketahui nilai
= .�
= 3,56. 10−5. 999,8 = 0,03566 kg/s
Bila laju aliran massa pada fluida air diketahui maka selanjutnya menghitung
energi berguna. Berikut ini adalah variabel perhitungan energi berguna pada
temperatur rata-rata suhu air yang masuk dan keluar penukar kalor pada data
variasi 5.
Cp air suhu rata-rata 36 °C = 4225 J/kg. °C
T1 = 37 °C
T2 = 35 °C
Maka,
= .� . �1− �2
= 0,03566 . 4225 . 37−35
= 300,116 �/
Setelah energi berguna sudah diketahui, langkah selanjutnya adalah
menghitung efisiensi kolektor. Efisiensi kolektor dapat dihitung dari persamaan
(5) yakni:
� =
� . 0 .
Nilai 0 . diambil dari rata-rata energi surya yang diterima pada variasi lima
Pada variasi lima kolektor yang digunakan adalah kolektor plat datar, dengan
luas 0,5 m2. Maka besarnya nilai efisiensi kolektor adalah
� = 300,116
0,5 . 602= 99,16%
Perhitungan selanjutnya adalah menghitung energi yang digunakan untuk
menguapkan air. Energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air dituliskan
dengan persamaan (4) = . dimana adalah massa air yang
berkurang tiap 1 detik, dengan menghitung dari penurunan berat kopra dari
waktu pengambilan data selama 3 jam. Dari variasi data lima didapatkan nilai
= 1,19. 10−5 / dan nilai yang diambil dari rata-rata entalpi uap
jenuh udara yang keluar dari penukar kalor yakni sebesar 2,44. 106 / .
Sehingga didapatkan nilai energi yang dibutuhkan untuk mengupakan air per
satuan waktu adalah sebagai berikut.
= 1,19. 10−5 . 2,44. 106 = 29,18 �/
Perhitungan yang terakhir adalah menghitung nilai efisiensi dari sistem
pengering. Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi sistem
pengering diambil dari persamaan (10). Berikut ini adalah perhitungan efisiensi
Masing-masing variabel dari tiap-tiap variasi dihitung dengan
menggunakan Ms. Excel. Dalam perhitungan terdapat hasil-hasil yang tidak
valid. Hal ini disebabkan oleh ketidakakuratan alat ukur temperatur, sehingga
terjadi perbedaan antara temperatur yang terbaca dalam alat ukur dan temperatur
sebenarnya. Dalam menganalisis data penelitian dari masing-masing variasi,
maka hasil analisis dilakukan lewat pengamatan grafik. Berikut ini adalah grafik
hasil perhitungan data penelitian dan uraian singkat dari analisis masing-masing
grafik.
Gambar 4.1 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi satu (aliran udara 0,2 kg/s, kaca terbuka, massa kopra
Gambar 4.2 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi dua (aliran udara 0,1 kg/s, kaca terbuka, massa kopra
1 kg, kolektor ½ parabola).
Gambar 4.3 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kg/s, kaca tertutup, massa kopra
Gambar 4.4 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi empat (aliran udara 0,2 kg/s, kaca terbuka, massa
kopra 2 kg, kolektor ½ parabola).
Gambar 4.5 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi lima (aliran udara 0,2 kg/s, kaca tertutup, massa kopra
Gambar 4.6 Grafik efisiensi pengambilan kadar air.
Efisiensi pengambilan kadar air didefinisikan sebagai perbandingan uap air yang
dipindahkan (diambil) oleh udara dalam alat pengering dengan kapasitas teoritis udara
menyerap air. Dari grafik batang efisiensi pengambilan kadar air pada Gambar 4.6,
nilai tertinggi terdapat di variasi data keempat. Efisiensi pengambilan kadar air dari
variasi empat lebih besar 45,94% dari variasi satu. Meningkatnya efisiensi
pengambilan kadar air pada varisi data empat dipengaruhi oleh jumlah massa kopra
yang dikeringkan. Semakin besar massa kopra yang dikeringkan meningkatkan
konsentrasi uap air yang dilepas ke udara dibandingkan dengan massa kopra yang
kecil. Sehingga udara yang keluar dari ruang pengering dengan massa kopra lebih
besar mempunyai nilai kelembapan relatif yang lebih besar dibanding dengan massa
kopra yang lebih kecil. Hal ini dapat dilihat di Gambar 4.4 dan Gambar 4.1 tentang
grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu.
Gambar 4.7 Grafik efisiensi sistem pengering
Efisiensi sistem pengering didefinisikan sebagai perbandingan antara energi
yang digunakan untuk menguapkan air hasil pertanian yang dikeringkan dengan energi
yang datang pada alat pengering. Dari grafik batang pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8
diketahui bahwa efisiensi sistem pengering dengan menggunakan kolektor plat datar
pada variasi lima meningkat 121,62% daripada menggunakan kolektor ½ parabola
pada variasi tiga. Hal ini disebabkan kolektor plat datar ada selubung kaca yang
menyebabkan kalor tidak mudah lepas dari permukaan plat, berbeda dengan plat
penerima kalor dari kolektor ½ parabola yang tidak diberi selubung. Sehingga kalor
yang dilepas di penukar kalor dapat efektif.
Gambar 4.8 Grafik efisiensi sistem pengering pada variasi 3 dan 5
Efisiensi sistem pengering pada variasi 1 dan 3 pada Gambar 4.9 menunjukkan
bahwa nilai efisiensi dari tertutupnya kaca pada ruang pengering meningkat 22,76%
dibanding penutup kaca yang terbuka. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada proses
pengeringan dengan menggunakan jenis aliran paksa, pada pemanasan langsung
menggunakan energi surya kepada benda yang dikeringkan tidak memberi hasil cukup
baik. Penyebab hal ini adalah karena kalor yang masuk ke dalam ruang pengering
lebih cepat hilang bersama udara yang mengalir ke dalam ruangan. Sehingga kalor
hanya memanasi udara yang mengalir dan tidak memanasi benda yang dikeringkan.
Gambar 4.9 Grafik efisiensi sistem pengering pada variasi 1 dan 3
Efisiensi kolektor adalah perbandingan jumlah energi yang dipindahkan penukar
kalor ke udara dengan total energi yang datang ke kolektor. Dari grafik batang
efisiensi kolektor pada Gambar 4.10 diketahui bahwa efisiensi kolektor dengan
menggunakan kolektor plat datar pada variasi lima meningkat 40,67% dibandingkan
dengan menggunakan kolektor ½ parabola pada variasi tiga. Hal ini disebabkan pada
kolektor plat datar fluida air terpanasi secara sempurna ketika melewati kolektor plat
datar, karena luas penyerapan kalor yang lebih besar dibanding dengan penerima kalor
dari kolektor ½ prabola. Sehingga panas yang dibuang ke udara lewat penukar kalor
lebih baik sehingga efisiensi kolektor meningkat.
Penurunan massa kopra pada masing-masing variasi ditunjukkan pada Gambar
4.11 . Penurunan massa pada variasi empat lebih besar 17,32% dibandingkan variasi
satu, dikarenakan jumlah massa yang lebih besar, sehingga nilai penurunan massa
lebih besar. Tetapi bila massa benda yang dikeringkan dihitung tiap 1 kg, maka
penurunan berat kopra pada variasi empat hanya sebesar 105 gram. Nilai penurunan
massa pada variasi empat ini lebih kecil dibanding variasi yang lain.
Gambar 4.10 Grafik efisiensi kolektor
Gambar 4.11 Grafik penurunan massa kopra
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
1. Telah dibuat pengering kopra energi surya jenis aliran paksa.
2. Efisiensi pengambilan kadar air maksimum dicapai sebesar 84,67% dengan
variasi laju aliran massa udara 0,2 kg/s, penutup kaca terbuka, kolektor ½
parabola dan massa kopra 1 kg.
3. Efisiensi sistem pengering maksimum sebesar 9,69% dengan variasi laju
aliran massa udara 0,2 kg/s, penutup kaca tertutup, kolektor plat datar dan
massa kopra 1 kg.
4. Efisiensi kolektor maksimum sebesar 99,16% dengan variasi laju aliran
massa udara 0,2 kg/s, penutup kaca tertutup, kolektor plat datar dan massa
kopra 1 kg.
5. Penurunan massa kopra maksimum sebesar 210 gram dengan variasi laju
aliran massa udara 0,2 kg/s, penutup kaca terbuka, kolektor ½ parabola dan
massa kopra 2 kg.
5.2Saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian maka beberapa saran yang dapat
penulis berikan agar penelitian selanjutnya dapat lebih optimal adalah:
1. Perlunya kalibarasi alat ukur temperatur antara nilai suhu yang tercantum di
penampil termometer digital dengan nilai yang tercantum di termometer air
2. Pengecekan alat seperti termokopel selalu dilakukan sebelum pengambilan
data untuk mencegah bila ada termokopel yang rusak sehingga tidak
mengganggu saat pengambilan data.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, W., (1995), Teknologi Rekayasa Surya. Jakarta : Pradnya Paramita,pp
141-152.
Cengel, Y.A.,&, M.A., (1989) Thermodynamics an Enginering Aproach 5th, Mc. Graw
Hill New York,pp 717-739.
Taib, Gunarif. Said, Gumbira dan Wiraatmadja, Sutedja, (1988), Operasi Pengeringan
Pada Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: PT Melton Putera.
Choudhury C.; Anderson S.L.; Rekstad, J., (1988) A solar air heater for low
temperature applications, Solar Energy 40, pp 335-344.
Garg, H.P.; Choudhury, C.; , Datta, G., (1991), Theoretical analysis on a new finned
type solar air heater, Solar Energy, 16, pp1231-1238.
Häuser; Markus; Ankila; Omar, (2009) Morroco Solar Dryer Manual; Centre de
Développement des Energies Renouvelables (CER), http://lwww.gtz.de/gate/isat
Kurtbas, I.; Turgut, E. (2006), Experimental Investigation of Solar Air Heater with
Free and Fixed Fins: Efficiency and Exergy Loss, International Journal of Science &
Technology, Volume 1, No 1, 75-82.
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, (2003), Kebijakan Pengembangan Energi
Terbarukan Dan Konservasi Energi (Energi Hijau), Departemen Energi Dan Sumber
Scanlin, D., (1997), The Design, Construction And Use Of An Indirect, Through-Pass,
Solar Food Dryer, Home Power , Issue No. 57, pages 62 -72, February/March 1997.
Scanlin, D; Renner, M.; Domermuth, D.; Moody, H., (1999), Improving Solar Food
Dryers, Home Power, Issue No. 69, pages 24 -34, February / March 1999
Sharma, S.P.; Saini J.S.; Varma, K.K.; (1991), Thermal performance of packed-bed
solar air heaters, Solar Energy, 47, pp 59 - 67.
Solar Dryer. http://www.nepalsolar.com/products.php. Diakses pada tanggal 10 Juni
LAMPIRAN
Gambar 6.1 Ruang pengering kopra.
c
Gambar 6.3 Alat penelitian menggunakan kolektor ½ parabola
(a) (b)
(c)
(d)
Gambar 6.5 Alat pendukung pengambilan data, (a) Anemometer; (b) Solarmeter;
(c) Termo Logger; (d) Timbangan Digital