1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Membahas mengenai Hak Asasi Perempuan tidak terlepas dari Hak Asasi
Manusia (HAM) Hak Konstitusional dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi
Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms
Discrimination against Women) atau bisa disingkat dengan CEDAW. Hak Asasi
Perempuan sendiri dimaknai sebagai hak yang dimiliki oleh seorang perempuan,
baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan. Definisi
tersebut mengindikasikan bahwa Hak Asasi Perempuan merupakan bagian dari
Hak Asasi Manusia.
Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
merumuskan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. HAM adalah landasan dari kebebasan, keadilan, dan
kedamaian. Oleh karenanya HAM mencakup semua yang dibutuhkan manusia
untuk tetap menjadi manusia baik dari segi kehidupan sipil, politik, ekonomi,
sosial, dan budaya. HAM merupakan suatu fundamen yang di atasnya seluruh
organisasi hidup bersama harus dibangun dan merupakan asas-asas yang menjadi
2
Lahirnya konsep HAM sebagai sebuah isu penting terjadi karena munculnya
kesadaran manusia akan pentingnya mengakui, menghormati dan mewujudkan
eksistensi kemanusiaan manusia secara utuh. Bahwa Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah sebuah bentuk perangkat hukum yang universal.
Tetapi, kaum perempuan merasa bahwa deklarasi tersebut belum sepenuhnya
mampu menjamin kepentingan mereka. Bahkan, kaum feminis menyatakan bahwa
deklarasi tersebut tidak berperspektif keadilan gender. Berbagai kasus seperti
perkosaan di wilayah konflik, mutilasi genital, kekerasan domestik, dan
diskriminasi pekerjaan misalnya, tidak mampu ditangani hanya oleh deklarasi
HAM, Untuk itu diperlukan adanya CEDAW.
CEDAW atau ICEDAW (International Convention on Elimination of All
Forms of Discrimation againts Women) adalah sebuah Kesepakatan Hak Asasi
Internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan. Konvensi ini
mendefinisikan prinsip prinsip tentang hak-hak manusia, norma-norma dan
standar-standar kelakuan dan kewajiban dimana Negara-negara peserta konvensi
sepakat untuk memenuhinya. Konvensi ini juga bicara tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang memungkinkan setiap
individu/kelompok yang tidak puas atas pelaksanaan CEDAW di negaranya dapat
mengajukan langsung permasalahannya kepada pemerintah bahkan sampai PBB.
CEDAW menetapkan secara universal prinsip-prinsip persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan. Konvensi menetapkan persamaan hak untuk perempuan,
terlepas dari status perkawinan mereka, di semua bidang politik, ekonomi, social,
budaya, dan sipil. Konvensi ini diberlakukan untuk mendorong
tindakan-3
tindakan khusus, sementara yang bertujuan untuk mempercepat kesetaraan de
facto laki-laki dan perempuan, termasuk merubah praktek-praktek kebiasaan dan
budaya yang didasarkan pada inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin
atau peran stereotipe untuk laki-laki dan perempuan.
Di tingkat internasional sistem hukum Hak Asasi Manusia internasional,
pengakuan hak perempuan sebagai hak asasi manusia berakar pada Deklarasi
Umum Hak Asasi Manusia yang muncul pada tahun 1947 dan disahkan oleh
Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada 10 Desember 1948. Deklarasi
ini (selanjutnya akan disebut sebagai DUHAM), merupakan awal kodifikasi
tentang standar pengakuan hak manusia yang di dalamnya termasuk hak
perempuan. Deklarasi ini diakui sebagai standart umum bagi semua masyarakat
dan semua bangsa untuk berjuang bagi kemajuan martabat manusia.
Diantara hak-hak yang dideklarasikan adalah hak atas persamaan, kebebasan,
dan keamanan setiap orang, kebebasan dari perbudakan, siksaan atau perlakuan
yang merendahkan martabat manusia, pengakuan sebagai seorang pribadi di
depan hukum mencari keadilan, dan kebebasan untuk berekspresi dan partisipasi
politik. Disamping pasal-pasal tersebut berbagai hak yang relevan dengan
perempuan misalnya hak memilih pasangan, menikah dan mempunyai hak yang
sama dalam perkawinan, dan di saat perceraian, memiliki harta sendiri, hak atas
upah yang sama, hak perawatan dan bantuan istimewa.
Dalam DUHAM menegaskan bahwa secara prinsip menolak diskriminasi dan
menyatakan bahwa seluruh umat manusia dilahirkan bebas dan sama dalam
4
kebebasan yang ada, tanpa ada perbedaan apapun, yang termasuk didalamnya
adalah pebedaan jenis kelamin. Meskipun demikian banyaknya perangkat
ketentuan tidak menghilangkan tindakan diskriminasi terhadap laki-laki dan
perempuan. Dalam penelitian ini yang saya telaah adalah diskriminasi terhadap
Perempuan yang terus menerus berlanjut. Wujud dari diskriminasi juga
melanggar Hak Asasi Manusia, sehingga pemberdayaan perempuan diperlukan
untuk perempuan-perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar.
Indonesia meratifikasi konvensi tersebut dengan UU No.7 Tahun 1974.
Dengan demikian, Indonesia mempunyai konsekuensi mengakui dalam hukum
dan dalam kehidupan sehari-hari prinsip kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan, untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan,
yang artinya, meskipun secara de jure Indonesia telah mencapai berbagai
kemajuan, namun secara de facto pemerintah tetap masih harus membereskan
banyak pekerjaan rumah dalam mengimplementasikan CEDAW secara utuh.
Indonesia telah mengupayakan berbagai hal untuk memproteksi HAM perempuan
dengan mengaplikasikan CEDAW. Namun, konsistensi pemerintah Indonesia
untuk menjamin hak-hak perempuan masih perlu dibuktikan lebih jauh.
Sebagaimana mengutip Rebecca J Cook “Hanya negara dan agen-agennya yang
dapat melakukan pelanggaran HAM. Para aktor non-state secara umum tidak
bertanggung jawab di bawah hukum HAM internasional, namun negaralah yang
acap kali harus bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran HAM di negaranya.”1
1
5
Konvensi ini dapat diterima oleh PBB pada tanggal 18 Desember 1979,
sedangkan di Indonesia sendiri baru dapat diterima pada tanggal 24 Juli 1984.
Pembahasan khusus tentang konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan atau sering disebut CEDAW ini dirasa penting karena
lahirnya CEDAW merupakan awal momentum gerakan hak asasi perempuan. Di
Indonesia, undang-undang yang mengatur masalah diskriminasi perempuan salah
satunya adalah Undang-Undang nomor 7 tahun 1984 tentang pengesahan
konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.
Diskriminasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, terjadi di tengah keluarga,
masyarakat, sekolah, tempat peribadatan, tempat kerja, juga tempat layanan
hukum dan kesehatan. Orang bisa melakukan diskriminasi baik dalam kapasitas
pribadi maupun profesional, sementara lembaga bisa melakukan diskriminasi
melalui kebijakan dan kegiatan.
Perempuan tidak lepas dari perbincangan mengenai Hak Asasi Manusia, Hak
konstitusional dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan
(Convention on the Elimination of All Forms Discrimination against Women)
atau bisa disingkat dengan CEDAW. Hak Asasi Perempuan sendiri dimaknai
sebagai hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang
manusia maupun sebagai seorang perempuan. Definisi tersebut mengindikasikan
bahwa Hak Asasi Perempuan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum,
6
martabat manusia (UU Nomor 39 Tahun 1999). Lahirnya konsep HAM sebagai
sebuah isu penting terjadi karena munculnya kesadaran manusia akan pentingnya
mengakui, menghormati dan mewujudkan eksistensi kemanusiaan manusia secara
utuh. Sejak indonesia merdeka, sesungguhnya telah memberikan pengakuan dan
perlindungan HAM bagi warga negaranya, jauh sebelum PBB mencetuskan
Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan sedunia hak-hak asasi
manusia).
Pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia tersebut
diabadikan dalam konstitusi negara yaitu dalam Undang-Undang Dasar 1945,
yang merupakan piagam HAM bagi bangsa Indonesia. Di tingkat internasional
sendiri sistem hukum hak asasi manusia internasional, pengakuan hak perempuan
sebagai hak asasi manusia berakar pada Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia
yang muncul pada tahun 1947 dan disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia ini
(selanjutnya akan disebut sebagai DUHAM), merupakan awal kodifikasi tentang
standar pengakuan hak manusia yang di dalamnya termasuk hak perempuan.
Deklarasi ini diakui sebagai standar umum bagi semua masyarakat dan semua
bangsa untuk berjuang bagi kemajuan martabat manusia.
Diantara hak-hak yang dideklarasikan adalah hak atas persamaan, kebebasan,
dan keamanan setiap orang, kebebasan dari perbudakan, siksaan atau perlakuan
yang merendahkan martabat manusia, pengakuan sebagai seorang pribadi di
7
politik.2 Disamping pasal-pasal tersebut berbagai hak yang relevan dengan
perempuan misalnya hak memilih pasangan, menikah dan mempunyai hak yang
sama dalam perkawinan, dan di saat perceraian, memiliki harta sendiri, hak atas
upah yang sama, hak perawatan dan bantuan istimewa.3
DUHAM dinyatakan sebagai upaya kodifikasi, sebab perbincangan dan
pengaturan hak manusia sebetulnya telah dimulai jauh sebelumnya dengan adanya
berbagai konvensi internasional yang antara lain dikeluarkan oleh International
Labor Organization. Beberapa hak perempuan yang telah dirumuskan oleh ILO
sebelum adanya DUHAM, yaitu sejak tahun 1918, misalnya, hak persalinan buruh
perempuan (maternity rights), perlindungan buruh perempuan di perkebunan, hak
perlindungan dari perdagangan perempuan dan berbagai hak lainnya. Pada
perkembangannya kodifikasi hak-hak belum dirasa cukup memadai untuk
menjamin hak-hak. DUHAM tidak mempunyai mekanisme bagaimana
penjaminan hak dan perlindungan hak tersebut, dan siapa yang bertanggungjawab
terhadap terjadinya pelanggaran hak kepada pihak lain.
Pasal 30 DUHAM memang telah menegaskan bahwa siapapun dapat
dikatakan sebagai pelanggar hak yaitu negara, kelompok atau seseorang, namun
bagaimana agar si pelanggar hak4 ini ditangani dan siapa yang berwenang
menanganinya menjadi tidak begitu jelas. Dengan demikian dirasa penting untuk
2
Sulistyowati Irianto,; Kekerasan Terhadap Perempuan dan HukumPidana (Suatu Tinjauan Hukum Berperspektif Feminis); ArtikelDalam Jurnal Perempuan Edisi 10 Februari - April 1999.
3Pasal 25 (2) Ibu dan anak berhak mendapat perwatan dan bantuan istimewa. Semua
anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun diluar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
4
8
menerjemahkan prinsip-prinsip DUHAM ke dalam kewajiban hak asasi manusia
yang mengikat, setidak-tidaknya bagi negara yang berkeinginan untuk
mengikatkan diri secara hukum.
Komite Hak Asasi Manusia, sebuah Komite di PBB yang berwenang untuk
mengawasi dan melaksanakan sistem hak asasi manusia PBB, menyusun
rancangan instrumen hak asasi manusia yang pertama, yang kemudian dipecah
menjadi dua kovenan. Kovenan pertama, tentang hak sipil dan polik, dan kovenan
yang kedua tentang hak sosial, budaya dan ekonomi.5 Pada tahun 1966 Komite
Majelis Umum PBB akhirnya mengesahkan dua dokumen terpisah; Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) dan
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (SIPOL).
Hak Asasi Perempuan dalam khasanah hukum Hak Asasi Manusia ditemui
pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang Hak Asasi Manusia. Sistem
ini meliputi berbagai instrumen hukum dan perangkat pelaksanaan sistem hukum
baik di tingkat Nasional, Regional maupun Internasional. Berbagai sistem tersebut
tidak saja mencantumkan hak yang diakui namun juga bagaimana menjamin dan
mengakses hak tersebut. Pengaturan Hak Asasi Manusia kaum perempuan dalam
konteks Indonesia bisa ditemui di dalam Undang-undang Dasar Negara RI tahun
1945, KUHPidana, KUHPerdata, Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia dan berbagai peraturan lainnya. Sedangkan salah satu
sumber utama dari Hak Asasi Perempuan adalah Undang-Undang RI Nomor 7
5Pembagian ini didorang oleh perimbangan politik dan mencerminkan kompromi antara Negara
dengan perekonomian yang berorientasi pasar atau kapitalis (yang cenderung memberikan
penekanan pada hak sipil dan politik) dan negara dengan perekonomian „terencana„ atau „sosialis„
9
tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan( Convention on the Elimination of All Forms Discrimination
against Women) atau lebih dikenal dengan CEDAW. Undang-undang ini secara
jelas dan tegas mengadopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan.
Penegakan hak asasi perempuan merupakan bagian dari penegakan hak asasi
manusia dalam hal memberikan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak
asasi perempuan adalah tanggung jawab semua pihak bahkan warga Negara
secara perorangan punya tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak
asasi perempuan. hak perempuan adalah bagian dari hak asasi manusia,
Hak-hak perempuan adalah Hak-hak yang dimiliki oleh seorang wanita, karena dia manusia
dan sebagai seorang wanita yang memiliki martabat kemanusiaan.6 Sebagai
bagian dari Hak Asasi Manusia, Hak Perempuan juga disediakan dalam Konstitusi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Secara khusus,
Hak-Hak Perempuan diatur dalam CEDAW yang telah diratifikasi oleh
pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi
konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Regulasi
tentang Hak Perempuan, memberikan tanggung jawab dan membutuhkan negara
untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak perempuan.
Setelah memahami konteks pembahasan Hak Asasi Perempuan sebagai Hak
Asasi Manusia, selanjutnya kita dapat melihat secara khusus kepada konvensi
khusus utama tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan atau sering disebut The Convention on the Elimination of All Forms of
6
Rach ad Safa‘at, Buruh Pere pua : Perli du ga Huku da HakAsasi Ma usia.
10
Discrimination against Women (selanjutnya akan disebut sebagai CEDAW).
Pembahasan khusus tentang CEDAW dirasa penting karena lahirnya CEDAW
merupakan macam ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan dalam
perundang-undangan di Indonesia. Berdasarkan ratifikasi CEDAW tersebut,
maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin
(laki–laki – perempuan) harus dihapuskan. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh perempuan dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia
politik bukanlah milik pria, maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama
menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan.7
Dengan demikian terjadi perbedaan penghargaan terhadap laki-laki dan
perempuan, bukan karena jenis kelaminnya tetapi karena perbedaan pada prestasi.
Kita harus menyadari bahwa pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan
usaha perdamaian menghendaki partisipasi maksimal kaum perempuan atas dasar
persamaan dengan kaum laki-laki. Melihat Latar belakang masalah yang coba
saya kaji disini adalah perlindungan khusus yang harus didapatkan oleh
perempuan, sehingga judul yang lebih saya fokuskan lagi adalah Pengaturan
CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against
Women) Dalam Hukum Positif Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang
hendak dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
7
11
1. Hal apa sajakah yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia dari
CEDAW?
2. Bagaimanakah ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan dalam
perundang-undangan di Indonesia, baik ditinjau dari persamaan
perempuan dan kewajiban Negara?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hal apa saja yang diatur dalam perundang-undangan di
Inonesia dari CEDAW.
2. Untuk mengetahui macam ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan
dalam perundang-undangan di Indonesia, baik ditinjau dari persamaan
perempuan dan kewajiban Negara.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis:
Menambah ilmu, khususnya dalam bidang hukum internasional (CEDAW)
dan hukum positif indonesia, tentang bagaimana mengetahui hal apa saja
yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia dari CEDAW,
Menambah referensi tentang kajian hukum pidana dan hukum internasional,
12
2. Praktis:
Dengan penelitian ini, diharapkan permasalahan mengenai hak
perempuan terhadap segala bentuk diskriminasi dapat terselesaikan, dengan
dasar-dasar argumen yang kuat dalam sistem hukum positif indonesia.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum atau penelitian yuridis normatif. Oleh
karena itu sesuai dengan isu hukumnya, penelitian ini akan mengkaji bahan
hukum berupa peraturan perundang-undangan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai
penghapusan segala bentuk diskiriminasi terhadap wanita (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimanation against Women) dan macam
ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan dalam perundang-undangan di
Indonesia.8 Dengan mengkaji itu maka akan didapat pemahaman ketentuan
hukum yang diatur dalam hukum positif di Indonesia berdasarkan CEDAW.
2. Jenis Pendekatan
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Undang-Undang (statute approach)
dan pendekatan komparatif (comparative approach).Pendekatan
Undang-Undang (statute approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum
8
13
yang sedang ditangani. Pendekatan komparatif (comparative approach), yaitu
pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu
negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal
yang sama. Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan
perbedaan di antara undang-undang tersebut.9
3. Sumber-Sumber Penelitian
a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer yaitu, Bahan hukum yang bersifat autoritatif yang
artinya mempunyai autotitas, yang dalam penelitian ini menggunakan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984
tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk
diskiriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimination of All Forms
of Discrimanation against Women), Konvensi tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, CEDAW (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination against Women), Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia(DUHAM) diterima dan diumumkan
oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi
217 A (III), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
b. Bahan Hukum Sekunder
9
14
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum
tersebut meliputi buku-buku hukum termasuk skripsi, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan.
F. Unit Amatan dan Unit Analisis
1. Unit Amatan
Adapun yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan
konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskiriminasi terhadap
wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimanation
against Women), Peraturan Perundang-Undangan di bidang hukum
Pidana, Undang-Undang tentang perlindungan perempuan.
2. Unit Analisis
Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui hal-hal yang diatur dalam Perundang-Undangan di Indonesia
dari CEDAW dan macam ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan