• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Against Women) dalam Hukum Positif Indonesia T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Against Women) dalam Hukum Positif Indonesia T1 BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Membahas mengenai Hak Asasi Perempuan tidak terlepas dari Hak Asasi

Manusia (HAM) Hak Konstitusional dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi

Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms

Discrimination against Women) atau bisa disingkat dengan CEDAW. Hak Asasi

Perempuan sendiri dimaknai sebagai hak yang dimiliki oleh seorang perempuan,

baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan. Definisi

tersebut mengindikasikan bahwa Hak Asasi Perempuan merupakan bagian dari

Hak Asasi Manusia.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

merumuskan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia. HAM adalah landasan dari kebebasan, keadilan, dan

kedamaian. Oleh karenanya HAM mencakup semua yang dibutuhkan manusia

untuk tetap menjadi manusia baik dari segi kehidupan sipil, politik, ekonomi,

sosial, dan budaya. HAM merupakan suatu fundamen yang di atasnya seluruh

organisasi hidup bersama harus dibangun dan merupakan asas-asas yang menjadi

(2)

2

Lahirnya konsep HAM sebagai sebuah isu penting terjadi karena munculnya

kesadaran manusia akan pentingnya mengakui, menghormati dan mewujudkan

eksistensi kemanusiaan manusia secara utuh. Bahwa Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia (HAM) adalah sebuah bentuk perangkat hukum yang universal.

Tetapi, kaum perempuan merasa bahwa deklarasi tersebut belum sepenuhnya

mampu menjamin kepentingan mereka. Bahkan, kaum feminis menyatakan bahwa

deklarasi tersebut tidak berperspektif keadilan gender. Berbagai kasus seperti

perkosaan di wilayah konflik, mutilasi genital, kekerasan domestik, dan

diskriminasi pekerjaan misalnya, tidak mampu ditangani hanya oleh deklarasi

HAM, Untuk itu diperlukan adanya CEDAW.

CEDAW atau ICEDAW (International Convention on Elimination of All

Forms of Discrimation againts Women) adalah sebuah Kesepakatan Hak Asasi

Internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan. Konvensi ini

mendefinisikan prinsip prinsip tentang hak-hak manusia, norma-norma dan

standar-standar kelakuan dan kewajiban dimana Negara-negara peserta konvensi

sepakat untuk memenuhinya. Konvensi ini juga bicara tentang penghapusan

segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang memungkinkan setiap

individu/kelompok yang tidak puas atas pelaksanaan CEDAW di negaranya dapat

mengajukan langsung permasalahannya kepada pemerintah bahkan sampai PBB.

CEDAW menetapkan secara universal prinsip-prinsip persamaan hak antara

laki-laki dan perempuan. Konvensi menetapkan persamaan hak untuk perempuan,

terlepas dari status perkawinan mereka, di semua bidang politik, ekonomi, social,

budaya, dan sipil. Konvensi ini diberlakukan untuk mendorong

(3)

tindakan-3

tindakan khusus, sementara yang bertujuan untuk mempercepat kesetaraan de

facto laki-laki dan perempuan, termasuk merubah praktek-praktek kebiasaan dan

budaya yang didasarkan pada inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin

atau peran stereotipe untuk laki-laki dan perempuan.

Di tingkat internasional sistem hukum Hak Asasi Manusia internasional,

pengakuan hak perempuan sebagai hak asasi manusia berakar pada Deklarasi

Umum Hak Asasi Manusia yang muncul pada tahun 1947 dan disahkan oleh

Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada 10 Desember 1948. Deklarasi

ini (selanjutnya akan disebut sebagai DUHAM), merupakan awal kodifikasi

tentang standar pengakuan hak manusia yang di dalamnya termasuk hak

perempuan. Deklarasi ini diakui sebagai standart umum bagi semua masyarakat

dan semua bangsa untuk berjuang bagi kemajuan martabat manusia.

Diantara hak-hak yang dideklarasikan adalah hak atas persamaan, kebebasan,

dan keamanan setiap orang, kebebasan dari perbudakan, siksaan atau perlakuan

yang merendahkan martabat manusia, pengakuan sebagai seorang pribadi di

depan hukum mencari keadilan, dan kebebasan untuk berekspresi dan partisipasi

politik. Disamping pasal-pasal tersebut berbagai hak yang relevan dengan

perempuan misalnya hak memilih pasangan, menikah dan mempunyai hak yang

sama dalam perkawinan, dan di saat perceraian, memiliki harta sendiri, hak atas

upah yang sama, hak perawatan dan bantuan istimewa.

Dalam DUHAM menegaskan bahwa secara prinsip menolak diskriminasi dan

menyatakan bahwa seluruh umat manusia dilahirkan bebas dan sama dalam

(4)

4

kebebasan yang ada, tanpa ada perbedaan apapun, yang termasuk didalamnya

adalah pebedaan jenis kelamin. Meskipun demikian banyaknya perangkat

ketentuan tidak menghilangkan tindakan diskriminasi terhadap laki-laki dan

perempuan. Dalam penelitian ini yang saya telaah adalah diskriminasi terhadap

Perempuan yang terus menerus berlanjut. Wujud dari diskriminasi juga

melanggar Hak Asasi Manusia, sehingga pemberdayaan perempuan diperlukan

untuk perempuan-perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar.

Indonesia meratifikasi konvensi tersebut dengan UU No.7 Tahun 1974.

Dengan demikian, Indonesia mempunyai konsekuensi mengakui dalam hukum

dan dalam kehidupan sehari-hari prinsip kesetaraan antara laki-laki dan

perempuan, untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan,

yang artinya, meskipun secara de jure Indonesia telah mencapai berbagai

kemajuan, namun secara de facto pemerintah tetap masih harus membereskan

banyak pekerjaan rumah dalam mengimplementasikan CEDAW secara utuh.

Indonesia telah mengupayakan berbagai hal untuk memproteksi HAM perempuan

dengan mengaplikasikan CEDAW. Namun, konsistensi pemerintah Indonesia

untuk menjamin hak-hak perempuan masih perlu dibuktikan lebih jauh.

Sebagaimana mengutip Rebecca J Cook “Hanya negara dan agen-agennya yang

dapat melakukan pelanggaran HAM. Para aktor non-state secara umum tidak

bertanggung jawab di bawah hukum HAM internasional, namun negaralah yang

acap kali harus bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran HAM di negaranya.”1

1

(5)

5

Konvensi ini dapat diterima oleh PBB pada tanggal 18 Desember 1979,

sedangkan di Indonesia sendiri baru dapat diterima pada tanggal 24 Juli 1984.

Pembahasan khusus tentang konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi

terhadap perempuan atau sering disebut CEDAW ini dirasa penting karena

lahirnya CEDAW merupakan awal momentum gerakan hak asasi perempuan. Di

Indonesia, undang-undang yang mengatur masalah diskriminasi perempuan salah

satunya adalah Undang-Undang nomor 7 tahun 1984 tentang pengesahan

konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.

Diskriminasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, terjadi di tengah keluarga,

masyarakat, sekolah, tempat peribadatan, tempat kerja, juga tempat layanan

hukum dan kesehatan. Orang bisa melakukan diskriminasi baik dalam kapasitas

pribadi maupun profesional, sementara lembaga bisa melakukan diskriminasi

melalui kebijakan dan kegiatan.

Perempuan tidak lepas dari perbincangan mengenai Hak Asasi Manusia, Hak

konstitusional dan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan

(Convention on the Elimination of All Forms Discrimination against Women)

atau bisa disingkat dengan CEDAW. Hak Asasi Perempuan sendiri dimaknai

sebagai hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang

manusia maupun sebagai seorang perempuan. Definisi tersebut mengindikasikan

bahwa Hak Asasi Perempuan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.

HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya

yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum,

(6)

6

martabat manusia (UU Nomor 39 Tahun 1999). Lahirnya konsep HAM sebagai

sebuah isu penting terjadi karena munculnya kesadaran manusia akan pentingnya

mengakui, menghormati dan mewujudkan eksistensi kemanusiaan manusia secara

utuh. Sejak indonesia merdeka, sesungguhnya telah memberikan pengakuan dan

perlindungan HAM bagi warga negaranya, jauh sebelum PBB mencetuskan

Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan sedunia hak-hak asasi

manusia).

Pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia tersebut

diabadikan dalam konstitusi negara yaitu dalam Undang-Undang Dasar 1945,

yang merupakan piagam HAM bagi bangsa Indonesia. Di tingkat internasional

sendiri sistem hukum hak asasi manusia internasional, pengakuan hak perempuan

sebagai hak asasi manusia berakar pada Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia

yang muncul pada tahun 1947 dan disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia ini

(selanjutnya akan disebut sebagai DUHAM), merupakan awal kodifikasi tentang

standar pengakuan hak manusia yang di dalamnya termasuk hak perempuan.

Deklarasi ini diakui sebagai standar umum bagi semua masyarakat dan semua

bangsa untuk berjuang bagi kemajuan martabat manusia.

Diantara hak-hak yang dideklarasikan adalah hak atas persamaan, kebebasan,

dan keamanan setiap orang, kebebasan dari perbudakan, siksaan atau perlakuan

yang merendahkan martabat manusia, pengakuan sebagai seorang pribadi di

(7)

7

politik.2 Disamping pasal-pasal tersebut berbagai hak yang relevan dengan

perempuan misalnya hak memilih pasangan, menikah dan mempunyai hak yang

sama dalam perkawinan, dan di saat perceraian, memiliki harta sendiri, hak atas

upah yang sama, hak perawatan dan bantuan istimewa.3

DUHAM dinyatakan sebagai upaya kodifikasi, sebab perbincangan dan

pengaturan hak manusia sebetulnya telah dimulai jauh sebelumnya dengan adanya

berbagai konvensi internasional yang antara lain dikeluarkan oleh International

Labor Organization. Beberapa hak perempuan yang telah dirumuskan oleh ILO

sebelum adanya DUHAM, yaitu sejak tahun 1918, misalnya, hak persalinan buruh

perempuan (maternity rights), perlindungan buruh perempuan di perkebunan, hak

perlindungan dari perdagangan perempuan dan berbagai hak lainnya. Pada

perkembangannya kodifikasi hak-hak belum dirasa cukup memadai untuk

menjamin hak-hak. DUHAM tidak mempunyai mekanisme bagaimana

penjaminan hak dan perlindungan hak tersebut, dan siapa yang bertanggungjawab

terhadap terjadinya pelanggaran hak kepada pihak lain.

Pasal 30 DUHAM memang telah menegaskan bahwa siapapun dapat

dikatakan sebagai pelanggar hak yaitu negara, kelompok atau seseorang, namun

bagaimana agar si pelanggar hak4 ini ditangani dan siapa yang berwenang

menanganinya menjadi tidak begitu jelas. Dengan demikian dirasa penting untuk

2

Sulistyowati Irianto,; Kekerasan Terhadap Perempuan dan HukumPidana (Suatu Tinjauan Hukum Berperspektif Feminis); ArtikelDalam Jurnal Perempuan Edisi 10 Februari - April 1999.

3Pasal 25 (2) Ibu dan anak berhak mendapat perwatan dan bantuan istimewa. Semua

anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun diluar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

4

(8)

8

menerjemahkan prinsip-prinsip DUHAM ke dalam kewajiban hak asasi manusia

yang mengikat, setidak-tidaknya bagi negara yang berkeinginan untuk

mengikatkan diri secara hukum.

Komite Hak Asasi Manusia, sebuah Komite di PBB yang berwenang untuk

mengawasi dan melaksanakan sistem hak asasi manusia PBB, menyusun

rancangan instrumen hak asasi manusia yang pertama, yang kemudian dipecah

menjadi dua kovenan. Kovenan pertama, tentang hak sipil dan polik, dan kovenan

yang kedua tentang hak sosial, budaya dan ekonomi.5 Pada tahun 1966 Komite

Majelis Umum PBB akhirnya mengesahkan dua dokumen terpisah; Kovenan

Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) dan

Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (SIPOL).

Hak Asasi Perempuan dalam khasanah hukum Hak Asasi Manusia ditemui

pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang Hak Asasi Manusia. Sistem

ini meliputi berbagai instrumen hukum dan perangkat pelaksanaan sistem hukum

baik di tingkat Nasional, Regional maupun Internasional. Berbagai sistem tersebut

tidak saja mencantumkan hak yang diakui namun juga bagaimana menjamin dan

mengakses hak tersebut. Pengaturan Hak Asasi Manusia kaum perempuan dalam

konteks Indonesia bisa ditemui di dalam Undang-undang Dasar Negara RI tahun

1945, KUHPidana, KUHPerdata, Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia dan berbagai peraturan lainnya. Sedangkan salah satu

sumber utama dari Hak Asasi Perempuan adalah Undang-Undang RI Nomor 7

5Pembagian ini didorang oleh perimbangan politik dan mencerminkan kompromi antara Negara

dengan perekonomian yang berorientasi pasar atau kapitalis (yang cenderung memberikan

penekanan pada hak sipil dan politik) dan negara dengan perekonomian „terencana„ atau „sosialis„

(9)

9

tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

terhadap Perempuan( Convention on the Elimination of All Forms Discrimination

against Women) atau lebih dikenal dengan CEDAW. Undang-undang ini secara

jelas dan tegas mengadopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

terhadap Perempuan.

Penegakan hak asasi perempuan merupakan bagian dari penegakan hak asasi

manusia dalam hal memberikan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak

asasi perempuan adalah tanggung jawab semua pihak bahkan warga Negara

secara perorangan punya tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak

asasi perempuan. hak perempuan adalah bagian dari hak asasi manusia,

Hak-hak perempuan adalah Hak-hak yang dimiliki oleh seorang wanita, karena dia manusia

dan sebagai seorang wanita yang memiliki martabat kemanusiaan.6 Sebagai

bagian dari Hak Asasi Manusia, Hak Perempuan juga disediakan dalam Konstitusi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Secara khusus,

Hak-Hak Perempuan diatur dalam CEDAW yang telah diratifikasi oleh

pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi

konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Regulasi

tentang Hak Perempuan, memberikan tanggung jawab dan membutuhkan negara

untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak perempuan.

Setelah memahami konteks pembahasan Hak Asasi Perempuan sebagai Hak

Asasi Manusia, selanjutnya kita dapat melihat secara khusus kepada konvensi

khusus utama tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

Perempuan atau sering disebut The Convention on the Elimination of All Forms of

6

Rach ad Safa‘at, Buruh Pere pua : Perli du ga Huku da HakAsasi Ma usia.

(10)

10

Discrimination against Women (selanjutnya akan disebut sebagai CEDAW).

Pembahasan khusus tentang CEDAW dirasa penting karena lahirnya CEDAW

merupakan macam ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan dalam

perundang-undangan di Indonesia. Berdasarkan ratifikasi CEDAW tersebut,

maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin

(laki–laki – perempuan) harus dihapuskan. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh perempuan dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia

politik bukanlah milik pria, maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama

menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan.7

Dengan demikian terjadi perbedaan penghargaan terhadap laki-laki dan

perempuan, bukan karena jenis kelaminnya tetapi karena perbedaan pada prestasi.

Kita harus menyadari bahwa pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan

usaha perdamaian menghendaki partisipasi maksimal kaum perempuan atas dasar

persamaan dengan kaum laki-laki. Melihat Latar belakang masalah yang coba

saya kaji disini adalah perlindungan khusus yang harus didapatkan oleh

perempuan, sehingga judul yang lebih saya fokuskan lagi adalah Pengaturan

CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against

Women) Dalam Hukum Positif Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang

hendak dikemukakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

7

(11)

11

1. Hal apa sajakah yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia dari

CEDAW?

2. Bagaimanakah ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan dalam

perundang-undangan di Indonesia, baik ditinjau dari persamaan

perempuan dan kewajiban Negara?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hal apa saja yang diatur dalam perundang-undangan di

Inonesia dari CEDAW.

2. Untuk mengetahui macam ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan

dalam perundang-undangan di Indonesia, baik ditinjau dari persamaan

perempuan dan kewajiban Negara.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis:

Menambah ilmu, khususnya dalam bidang hukum internasional (CEDAW)

dan hukum positif indonesia, tentang bagaimana mengetahui hal apa saja

yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia dari CEDAW,

Menambah referensi tentang kajian hukum pidana dan hukum internasional,

(12)

12

2. Praktis:

Dengan penelitian ini, diharapkan permasalahan mengenai hak

perempuan terhadap segala bentuk diskriminasi dapat terselesaikan, dengan

dasar-dasar argumen yang kuat dalam sistem hukum positif indonesia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum atau penelitian yuridis normatif. Oleh

karena itu sesuai dengan isu hukumnya, penelitian ini akan mengkaji bahan

hukum berupa peraturan perundang-undangan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai

penghapusan segala bentuk diskiriminasi terhadap wanita (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimanation against Women) dan macam

ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan dalam perundang-undangan di

Indonesia.8 Dengan mengkaji itu maka akan didapat pemahaman ketentuan

hukum yang diatur dalam hukum positif di Indonesia berdasarkan CEDAW.

2. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Undang-Undang (statute approach)

dan pendekatan komparatif (comparative approach).Pendekatan

Undang-Undang (statute approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum

8

(13)

13

yang sedang ditangani. Pendekatan komparatif (comparative approach), yaitu

pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu

negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal

yang sama. Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan

perbedaan di antara undang-undang tersebut.9

3. Sumber-Sumber Penelitian

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu, Bahan hukum yang bersifat autoritatif yang

artinya mempunyai autotitas, yang dalam penelitian ini menggunakan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984

tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk

diskiriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimination of All Forms

of Discrimanation against Women), Konvensi tentang Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, CEDAW (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination against Women), Deklarasi

Universal Hak-Hak Asasi Manusia(DUHAM) diterima dan diumumkan

oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi

217 A (III), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000

Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

b. Bahan Hukum Sekunder

9

(14)

14

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

tersebut meliputi buku-buku hukum termasuk skripsi, kamus-kamus

hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan.

F. Unit Amatan dan Unit Analisis

1. Unit Amatan

Adapun yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan

konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskiriminasi terhadap

wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimanation

against Women), Peraturan Perundang-Undangan di bidang hukum

Pidana, Undang-Undang tentang perlindungan perempuan.

2. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui hal-hal yang diatur dalam Perundang-Undangan di Indonesia

dari CEDAW dan macam ketentuan hukum anti diskriminasi perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Informasih yang diperoleh dari hasil analisis daya dukung secara umum akan menyangkut masalah kemampuan (daya dukung) yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mendukung

Yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di dalam

Konsep perkembangan megacities yang akan diterapkan merupakan kerjasama lintas daerah dari Kota Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi,

Dari dua puluh kesalahan yang dikemukakan oleh Darsel diatas maka kesalahan yang masih sering dilakukan oleh kepala dalam melaksanakan supervisi kepada guru

baru mempunyai kewenangan melakukan tindakan-tindakan penyitaansetelah tanggal 17 Juli 2017, sehingga menurut Hakim Praperadilan penyitaan-penyitaan yang dilakukan oleh

Secara oprasional, penelitian ini meneliti pengaruh berfikir positif dan motivasi belajar yang ada pada siswa kelas IV, V, VI MI THOLIBIN Karangsono II

Menghadiri kursus sukan dan permainan yang dianjurkan oleh Kementerian Pelajaran Malaysia, Jabatan Pelajaran Negeri, Pejabat Pelajaran Daerah dan badan-badan lain atau persatuan

(3) Belanja yang bersifat mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah