• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Konsep Network Strategy pada K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Konsep Network Strategy pada K"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Konsep

Network Strategy

pada Kawasan

Mega Urban

Studi Kasus: JABODETABEKPUNJUR

Penulis :

Eka Sulis S 3612100006 Ulul Hidayah 3612100016 Lina Rizqi Nafisah 3612100026 Septiar Cahyo Purnomo 3612100053

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ilahi Robbi, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah penelitian kecil ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. Dan ibu Vely Kukinul Siswanto, ST, MT, M.Sc. selaku dosen pembimbing mata kuliah Perencanan Wilayah.

2. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat.

3. Teman-teman yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.

Makalah dengan judul ”PenerapanKonsep Network Strategy Pada Wilayah Mega Urban. STudiKasusJabodetabekpunjur” ini disusun sebagai tugas mata kuliah Perencanaan Wilayah dalam Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Dengan melakukan kajian terhadap permasalahan dengan konsep-konsep pengembangan wilayah, dapat membauat kebijakan maupun arahan pengembangan suatu wilayah seperti yang telah di pelajari dalam perkuliahan.

Dalam proses penyelesaian makalah ini tentunya banyak kekurangan, baik dari pengambilan referensi data maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi sempurnanya makalah ini.

Demikianlah makalah ini disusun, semoga bermanfaat bagi berbagai pihak dan dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas pembelajaran mata kuliah Pengembangan Wilayah.

Surabaya, 7 April 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR GAMBAR...iv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan dan Sasaran Penulisan...2

1.3 Sistematika Penulisan...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1 Mega Urban...4

2.1.1 Pengertian Mega Urban...4

2.1.2 Ciri-ciri Mega Urban...5

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Mega Urban...5

2.2 Network Strategy...6

2.2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Network Strategy...6

2.2.2 Ciri-ciri Network Strategy...8

BAB III GAMBARAN UMUM JABODETABEKPUNJUR...10

3.1 Gambaran Umum Wilayah...10

3.2 Kekuatan Hukum...11

3.3 Perkembangan Kawasan Jabodetabekpunjur...12

3.4 Permasalahan Pengembangan Wilayah...13

BAB IV KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH...16

4.1 Penerapan Network Strategy...16

4.2 Pengelolaan Mega urban Jabodetabekpunjur...16

4.2.1 Kebijakan Infrastruktur...16

4.2.2 Kebijakan Pola Ruang...19

(4)

4.3 Metode Penanggulangan Jabodetabekpunjur...22

4.3.1 Penanggulangan Urbanisasi...22

4.3.2 Penanggulangan Transportasi...23

4.3.3 Penanggulangan Bencana...24

BAB V PENUTUP...26

5.1 Kesimpulan...26

5.2 Lesson Learned...26

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi penerapan konsep Network Strategy...8

Gambar 2 Peta Rencana Jaringan Jalan Jabodetabekpunjur...17

Gambar 3 Peta Rencana Jaringan Jalur Kereta Api Jabodetabekpunjur...18

Gambar 4 Peta Jaringan Sumber Daya Air Jabodetabekpunjur...19

Gambar 5 Peta Pola Ruang Jabodetabekpunjur...20

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kota merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman perkotaan yang berkembang sangat pesat. Perkembangan dan pertumbuhan disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Menurut Sujarto (1989) terdapat tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota diantaranya yaitu faktor manusia, faktor kegiatan manusiam dan faktor pergerakan manusia.

Laporan dari The Comparative Urban Studies Project di Woldrow Wilson pada tahun 2006 menuliskan bahwa telah terjadi pertambahan penduduk perkotaan di dunia dengan sangat berarti, pada tahun 2000, 41 persen dari penduduk dunia tinggal di perkotaan, pada tahun 2005, 50 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan. Sementara itu laporan dari United Nations dan World Bank juga menunjukkan perkembangan yang relative tinggi untuk penduduk di negara berkembang, dikatakan dalam laporan tersebut bahwa pada tahun 2050, lebih dari 85 persen penduduk di dunia akan hidup di negara berkembang dan 80 dari penduduk di negara berkembang tersebut akun hidup di perkotaan.

Makin meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan dikota-kota yang terjadi terus-menerus, serta makin meluasnya areal masing-masing kota dan tidak terbendungnya proses urban sprawl kearah luar masing-masing kota pada abad ini akan terlihat gejala yang sangat fenomenal, yaitu terjadinya integrase keruangan antarkota dan menciptakan kota-kota besar yang kemudian dikenal dengan megacities.

(7)

Dengan demikian konsep ini menghindari akibat buruk dari membengkaknya sebuah kota akibat dari pertumbuhan penduduk yang pesat yang dapat menyebabkan kematian pada suatu kota. Perlu adanya pengelolaan yang tepat untuk mengimplementasikan konsep megacities dengan kualitas pelayanan publik yang terintegrasi dan sesuai dengan konsep megacities sebenarnya.

Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia merupakan satu dari sekian banyak contoh fenomena megacities di dunia dengan jumlah penduduk mencapai 10 juta jiwa lebih. Konsep perkembangan megacities yang akan diterapkan merupakan kerjasama lintas daerah dari Kota Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang yang disingkat dengan sebutan Jabodetabekpunjur. Rencana tata ruang kawasan strategis nasional Jabodetabekpunjur ini telah mendapatkan perlindungan hukum melalui perpres no. 54 tahun 2008 dan di kelola oleh BKSP (Badan Kerjasama Pembangunan) Jabodetabekpunjur. Kota Jakarta ditetapkan sebagai coredan kota lainnya ditetapkan sebagai hinterland atau kota penyangga khususnya untuk mendukung permukiman dari ledakan penduduk yang terjadi.

Adanya faktor pertumbuhan penduduk dalam perkembangan kota ini harus segera disikapi dengan strategi pengendalian kota yang sesuai. Strategi pengendalian ini dibutuhkan agar kota dengan tingkat megacities tetap mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan juga mampu memberikan fungsi maksimal terhadap penduduk secara merata.

1.2 Tujuan dan Sasaran Penulisan

Berdasarkan latar belakang, adapun tujuan dari penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian network strategy

2. Mengetahui konsep pengembangan wilayah dengan pendekatan mega-urban dan network strategy

3. Mengetahui contoh studi kasus pengembangan dengan network strategy

1.3 Sistematika Penulisan

Untuk mencapai tujuan yang telah disampaikan sebelumnya, berikut merupakan rumusan sistematika penulisan pada makalah ini:

(8)

BAB II TinjauanPustaka; berisi mengenai pembahasan mengenai Mega-urban, dan Network Strategy.

BAB III GambaranUmum; berisi mengenai gambaran umum wilayah, kekuatan hukum, pengembangan kawasan Jabodetabekpunjur, dan permasalahan pengembangan wilayah Jabodetabekpunjur

BAB IV KonsepPengembangan Wilayah; berisi mengenai Penerapan Network Strategy, Pengelolaan Mega urban Jabodetabekpunjur meliputi kebijakan infrastruktur, kebijakan pola ruang, kebijakan penanggulangan bencana

(9)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mega Urban

2.1.1 Pengertian Mega Urban

Mega-urbanisasi yakni dua kota atau lebih yang terhubungkan oleh jalur transportasi yang efektif sehingga menyebabkan wilayah di koridornya berkembang pesat dan cenderung menyatukan secara fisikal dua kota utamanya. Koridor mega urban sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya yang memiliki hubungan ekonomi dan pasar yang cukup kuat. Namun perubahan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana wilayah yang memadai akibat keterbatasan pemerintah. Pengertian yang lain yakni kumpulan kota-kota yang membentuk keterkaitan antara kota satu dengan kota yang lainnya.

(10)

fisik yang terus meningkat menyebabkan adanya pelebaran kawasan perkotaan tersebut yang melakukan perpindahan ke kota untuk meningkatkan taraf perekonomian mereka, untuk memperbaiki kehidupan mereka sebelumnya.

2. Intensitas mobilitas penduduk tinggi

3. Transformasi lahan pertanian ke non pertanian

Banyaknya kebutuhan akan lahan menyebabkan kawasan perkotaan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian bertransformasi menjadi lahan non pertanian. Penduduk suatu kota yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan akan lahan yang permukiman yang terus meningkat, sehingga menyebabkan daerah pinggiran perkotaan ikut terkena dampak dari permasalahan tersebut. bukan hanya lahan permukiman yang terus meningkat, lahan industri juga akan semakin meningkat dilihat banyaknya jumlah penduduk yang semakin lama semakin meningkat, ketika di kota-kota besar sudah terlalu banyak menampung tenaga kerja maka daerah pinggiran yang lahan pertanian yang sudah di alih fungsikan sebagai lahan untuk industri akan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.

4. Keterkaitan antar kota sangat baik

Keterkaitan antar kota sangat baik ini dapat dilihat dari sistem transportasinya yang cukup memadai dan mudah untuk berpindah satu kota ke kota yang lainnya, juga keterkaitan antar tenaga kerja. Misalnya Kota Surabaya membutuhkan tenaga kerja untuk perkantoran dan Kabupaten Sidoarjo menyediakan tenaga kerja, begitu sebaliknya masyakat yang Kota Surabaya membeli lahan di Sidoarjo karena masih banyaknya lahan pertanian yang ada di Sidoarjo, karena masyarakat Surabaya sendiri jenuh dengan aktifitas yang padat di Kota Surabaya.

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Mega Urban

(11)

kehidupan yang lebih banyak bagi orang – orang yang tinggal di wilayah itu. Mega urban yang merupakan sebuah wilayah metropolitan tunggal atau dua wilayah metropolitan atau lebih yang bergabung. Dalam hal ini akan memberikan dampak negatif bagi kota yang menjadi pusat maupun bagi kota yang sebagai pemekaran dari terjadinya mega urban. Dampak negatif bisa dilihat dari beberbagai aspek. Dari segi aspek tata guna lahan kota yang menjadi mega urban biasanya menjadi padat.

Dari segi demografi, terjadi kepadatan penduduk yang tidak terkendali yang menyebabkan banyakanya penganguran dan kesenjengan sosial. Dari segi ligkungan kota mega urban terjadi penurunan daya dukung lingkungan seperti peningkatang polusi udara, penurunan kualitas air bersih, kerentanan bencana banjir cukup tinggi. Dengan menjadi menurunya tingkat daya dukung lingkungan dan kepadatan jumlah penduduk yang tak terkendali, hal ini akan menciptakan daerah permukiman kumuh. Sedangkan dari segi ekonomi, kegiatan ekonomi yang berada pada wilayah pinggiran akan terjadi kesenjangan dengan wilayah pada pusat kota.

Karena mega urban lebih banyak dampak negatif daripada dampak positifnya. Tanpa disadari perkembangan kota yang menjadi mega urban baisanya akan menjadi necrocities (kota yang menuju kehancuran). Karaena semakin lama kota yang berkembang menjadi mega urban tanpa adanya pengendalian yang bagus, itu akan menjadi semakin padat dan sulit untuk di kembangkan.

2.2 Network Strategy

2.2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Network Strategy

Regional Network Strategy merupakan sebuah konsep pengembangan wilayah yang menitik beratkan pada keterkaitan antara wilayah. Konsep pengembangan regional network model atau biasa disebut juga regional clustering model tidak bergantung pada industri pengolahan sebagai sektor basis melainkan semua sektor bisa saja menjadi leader, tergantung kondisi dan potensi internal yang dimilik oleh wilayah tersebut. Konsep pengembangan wilayah ini dilakukan dengan mengaitkan pengembangan desa dan kota.

(12)

pada wilayah hinterlandnya dan pedesaan melalui mekanisme hirarki perkotaan secara horizontal. Namun dalam prakteknya, seringkali yang terjadi pusat pertumbuhan melakukan penghisapan sumber daya wilayah hinterland ke wilayah urban (backwash effect). Akibatnya, pusat pertumbuhan semakin berkembang pesat namun wilayah hinterland menjadi terbelakang dan tidak berkembang sehingga terjadi kesenjangan wilayah. Menanggapi hal tersebut, muncul strategi pengembangan wilayah populis yang merupakan pengembangan wilayah dari bawah (development from below) dengan menekankan pengembangan pada wilayah rural (rural based).

Berkembangnya dua strategi pengembangan wilayah ini menyebabkan terjadinya urban bias dan dikotomi pembangunan antara urban dan rural (Douglas, 1998). Urban bias terjadi karena masing-masing strategi memiliki pandangan yang berbeda dalam pengembangan wilayah. Menurut strategi urban growth, pembangunan di perkotaan merupakan kunci utama dalam pengembangan wilayah. Disisi lain, strategi populis menganggap kota merupakan mesin penghisap sumberdaya pedesaan sehingga perlu adanya pengembangan pedesaan untuk mencegah hal tersebut. Hal ini mendorong munculnya dikotomi desa kota yaitu suatu pola pikir yang memandang kota dan desa merupakan dua hal yang berbeda. Padahal, desa dan kota memiliki peran yang sama-sama penting dan saling terkait satu sama lain dalam pengembangan wilayah. Keterkaitan ini antara lain berupa realita bahwa penduduk desa merupakan konsumne barang dan jasa kota. Sementara itu, penduduk kota juga merupakan konsumen barang dan jasa hasil produksi desa (Lo Salih dan Douglas, 1981).

Berdasarkan pertimbangan hal tersebut, maka muncul paradigma baru sebagai alternatif strategi yang berusaha mencari keseimbangan kepentingan desa kota dalam pengembangan wilayah yang dikenal dengan keterkaitan desa kota ( regional network startegy rural urban linkages). Dalam stretagi ini, kota dan desa tidak lagi dipandang sebagai dua hal yang terpisah, namun perlu adanya keterkaitan antara kota dan desa dalam pengembangan wilayah.

(13)

Secara umum, keterkaitan tiap kota jelas terlihat dari hubungan fungsionalnya yang berbeda-beda namun saling membutuhkan. Misalnya pada desa membutuhkan kota dalam pemasaran hasil produksi dan mendapatkan barang jasa yang tidak dapat disediakan di desa. Sedangkan kota membutuhkan hasil produksi dari desa untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduknya, sebagai bahan baku industri dan untuk mengoptimalkan fungsi kota sebagai pusat distribusi. Menurut Rondenelli (1985), keterkaitan desa dan kota dapat ditinjau dari keterkaitan fisik (infrastruktur), ekonomi (aliran barang dan jasa), mobilitas penduduk (migrasi), teknologi, interaksi sosial, penyediaan pelayanan, politik, administrasi dan organisasi.

Gambar 1. Ilustrasi penerapan konsep Network Strategy

Kunci utama keberhasilan strategi keterkaitan desa kota adalah pengoptimalan peran dan fungsi kota dan desa dalam pengembangan wilayah. Kota memiliki peran sebagai market center (pusat pemasaran) hasil pertanian desa dan pendistribusian hasil pertanian ke wilayah lain.

Peran kota sebagai market center tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan hasil pertanian yang baik dari desa. Selain itu, kota juga sebagai penyedia barang dan jasa yang dibutuhkan desa untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Kota dapat tumbuh dengan adanya peningkatan pasokan hasil pertanian dan konsumsi dari desa dan desa dapat tumbuh dengan adanya dukungan market center, fasilitas serta barang jasa yang ada di kota.

2.2.2 Ciri-ciri Network Strategy

Adapun ciri-ciri dari Network Strategy ini adalah sebagai berikut:

(14)

2. Sistem Perkotaan : Horisontal, tersusun dari beberapa pusat dan pinggirannya, masingmasing dengan spesialisasi dan Keuntungan komparativnya

3. Aktivitas Pusat-Pinggiran : Adanya aktivitas yang kompleks, dimana perkembangan dibangkitkan baik dari pusat maupun pinggiran

4. Model Perencanaan : Menggunakan sistem perencanaan desentralisasi dengan integrasi dan koordinasi multisektoral pada pusat maupun pinggiran.

(15)

3 BAB III

GAMBARAN UMUM JABODETABEKPUNJUR 3.1 Gambaran Umum Wilayah

Wilayah Jabodetabekpunjur merupakan kawasan perkotaan dengan dinamika dan muatan persoalan serta kegiatan tertinggi di Indonesia. Sehingga sudah seharusnya mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang belakangan ini nampak mengalami tekanan lingkungan (environmental stress) yang sangat tinggi.

Terdiri dari 11 wilayah administrasi otonom, yang tediri dari 3 Provinsi serta 8 Kabupaten/Kota. Dengan rentang variabel fisik dari topografi rendah (pesisir) sampai dataran tinggi (perbukitan) yang terhampar dalam satu region. Perkembangan dan perubahan yang terjadi di salah satu wilayah jelas berpengaruh dan dipengaruhi oleh wilayah lain, sebagai satu kesatuan ekosistem. Mengingat kondisi ini, maka diperlukan pengelolaan yang integratif antar wilayah tersebut. Sehingga, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpun-jur) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Secara definisi, Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

Metropolitan Jabodetabek merupakan kawasan yang terdiri atas tiga bagian yaitu inti ataupusat, inner zone danouter zone. Bagian kawasan pinggiran inner zone, terdiri atas kota Depok, Kota Bekasi, Kota Tanggerangdan Kota Tanggerang Selatan. Kawasan pinggiran outer zone terdiri atas Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kabupaten Tanggerang. Metropolitan Jabodetabek terpusat pada satu inti yaitu Kota Jakarta.

Secarasosial, Kawasan Jabodetabekpunjur memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi sejalan dengan perkembangan perkotaan yang pesat. Urbanisasi di kawasanJabodetabekpunjursangatpesat (tumbuh 5 kali lipatdaritahun 1950-2005). Sekitar 22,8 juta penduduk tinggal di wilayah Jabodetabekpunjur. Kepadatan penduduk masing-masing provinsi adalah DKI Jakarta 13.668 jiwa/km2, Jawa Barat 2.320 jiwa/km2, dan Banten 3.756

jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk Provinsi DKI Jakarta (2000 – 2005) mencapai 1,09%

(16)

(0,72%). Pertumbuhan penduduk di Jabodetabekpunjur dipacu oleh laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat sebesar rata-rata 2% per tahun semenjak tahun 2002 (BPS, 2005). Selain aspek-aspek tersebut, aspek pertahanan keamaman dan politis Jakarta sebagai Ibukota negara dan pusat lembaga-lembaga tinggi negara menjadi prioritas utama untuk dijaga keberlanjutan lokasi ruangnya.

Seiring dengan era reformasi dan otonomi daerah, kota dan kabupaten itu kini tersebar di tiga provinsi, mencakup total 29.842.692 penduduk dengan perincian Jakarta 9,5 juta, Kabupaten dan Kota Bogor 6 juta, Kota Depok 1,7 juta, Kabupaten dan Kota Tangerang termasuk Tangerang Selatan 5,9 juta, Kabupaten dan Kota Bekasi 5 juta, dan Kabupaten Cianjur sekitar 1,7 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010).

Secara ekologis, cakupan Jabodetabekpunjur adalah kawasan yang meliputi tiga daerah aliran sungai (DAS) utama, yaitu DAS Ciliwung, DAS Cisadane, dan DAS Bekasi, yang memiliki luas area keseluruhan sekitar 2.027 km2 dengan curah hujan berkisar antara

1.500-4.000 mm per tahun. Hulu Sungai Ciliwung berada di kawasan Puncak dan mengalir sepanjang 119 km dengan debit rata-rata bulanan 882 m3 per detik (di Manggarai) ke arah

muara Jakarta. Daerah permukiman di hulu DAS Ciliwung, dalam kurun waktu enam tahun (1990-1996) meningkat dari 6,25 km2 menjadi 19,26 km2 dan 10 tahun kemudian (2004)

menjadi 26,61 km2.

Dalam 35 tahun terakhir, secara regional Jabodetabekpunjur telah kehilangan 27% ruang terbuka hijau (termasuk hutan dan perkebunan tanaman tahunan/keras) diantaranya akibat hilanganya 46% kawasan hutan. Kawasan terbangun (permukiman) tumbuh lebih dari 12 kali lipat, menyebabkan daya dukung lingkungan menjadi sangat terbatas, terutama kemampuan lahan di dalam meresapkan air ke dalam tanah terutama di Jakarta.

Pertumbuhan Permukiman dan perkotaan yang tak terkendali di sepanjang dan di sekitar daerah aliran sungai, tidak berfungsinya kanal-kanal dan tidak adanya sistem drainase yang memadai mengakibatkan semakin terhambatnya aliran air ke laut, yang mengakibatkan Jakarta dan kawasan di sepanjang daerah aliran sungai menjadi sangat rentan terhadap banjir. Permasalahan DAS Ciliwung lainnya adalah penurunan kualitas dan kuantitas air sungai, pemanfatan ruang di sempadan sungai, yang menimbulkan permukiman kumuh, perubahan tata guna lahan, penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan, kekeringan dan erosi/longsor.

3.2 Kekuatan Hukum

(17)

provinsi, yaitu Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang di Provinsi Banten, Kabupaten dan Kota Depok dan sebagian wilayah Kabupaten Cianjur di Provinsi Jawa Barat. Menurut Perpres Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, cakupan wilayah Kabupaten Cianjur yang meliputi Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, Kecamatan Sukaresmi, dan Kecamatan Cipanas.

3. Sebagian wilayah Provinsi Banten tersebut mencakup seluruh wilayah Kabupaten Tangerang dan seluruh wilayah Kota Tangerang.

Kawasan Jabodetabekpunjur telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dalam PP 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). KSN merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan dan rencana tata ruangnya ditetapkan oleh peraturan presiden karena mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, hankam, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, Kawasan Jabodetabekpunjur mempunyai peran sebagai pusat pengembangan kegiatan perekonomian wilayah dan nasional sekaligus sebagai kawasan konservasi air dan tanah serta keanekaragaman hayati yang dapat menjamin tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Kawasan Jabodetabekpunjur perlu dikelola dengan baik, karena memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi lingkungan.

3.3 Perkembangan Kawasan Jabodetabekpunjur

(18)

sekolah, pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan tempat hiburan. Kota-kota satelit ini banyak berkembang di Kota Bekasi, Kota Tangerang, Serpong (Kota Tangerang Selatan), Kota Depok dan Kawasan Cibubur meliputi: Cibubur (Kota Depok), Cibubur (Kota Bekasi), Cibubur Kecamatan Cileungsi (Kab. Bogor).

Selanjutnya Jabotabek harus menyesuaikan dengan perkembangan peningkatan status administratif bagian-bagian dari kawasan itu yang berubah status administrasinya, seperti Kota Tangerang yang menjadi Kotamadya pada tahun 1993 dan kemudian menjadi Kota pada tahun 2000, Kota Bekasi yang menjadi Kota pada tahun 1997, dan Kota Depok yang menjadi Kota pada tahun 1999. Perkembangan ini menjelaskan perubahan Jabotabek kemudian menjadi Jabo (de) tabek untuk memasukan Kota Depok.

Setelah itu, muncul gagasan untuk menggabungkan Jabotabek dengan Bopunjur. Alasannya, kawasan Bopunjur diyakini untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota Jakarta terhadap tempat rekreasi pegunungan. Namun, desakan kebutuhan itu memicu pertumbuhan permukiman, seperti hotel, bungalau, restoran dan tempat hiburan lain yang menimbulkan tekanan pada pengembangan lahan di kawasan Bopunjur.

Secara sosial, kawasan Jabodetabekpunjur memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi sejalan dengan perkembangan perkotaan yang pesat. Urbanisasi di kawasan Jabodetabekpunjur sangat pesat (tumbuh 5 kali lipat dari 1950 – 2005). Saat ini, sekitar 22,8 juta penduduk tinggal di wilayah Jabodetabekpunjur. Kepadatan penduduk masing-masing provinsi adalah DKI Jakarta 13.668 jiwa/km2, Jawa Barat 2.320 jiwa/km2, dan Banten 3.756 jiwa/km2.

Pertumbuhan penduduk Provinsi DKI Jakarta (2000 – 2005) mencapai 1,09% dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi di wilayah Jakarta Barat (4,3%), namun pada saat yang sama terdapat penurunan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Kota Jakarta Pusat (0,72%). Pertumbuhan penduduk di Jabodetabekpunjur dipacu oleh laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat sebesar rata-rata 2% per tahun semenjak tahun 2002 (BPS, 2005). Selain aspek-aspek tersebut, aspek pertahanan keamaman dan politis Jakarta sebagai Ibukota negara dan pusat lembaga-lembaga tinggi negara menjadi prioritas utama untuk dijaga keberlanjutan lokasi ruangnya.

3.4 Permasalahan Pengembangan Wilayah

(19)

koordinasi antar daerah untuk menanganinya. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut adalah:

1. Tingkat Pertumbuhan Penduduk yang Semakin Pesat

Diindikasikan telah terjadi peningkatan jumlah penduduk dari 16 juta jiwa (th 1990)19 juta jiwa pada th 1996. Dan diperkirakan pada tahun 2015 pertumbuhan jumlah penduduk mencapai 27,3 juta jiwa.

2. Perubahan Lahan yang Cepat

Data menunjukkan, telah terjadi peningkatan penggunaan lahan di Jabodetabek pada tahun 1992 hingga 2001 sebesar 10% untuk permukiman. Pada kurun waktu yang sama, telah terjadi pula pengurangan luasan kawasan lindung hingga 16%. Sehingga secara keseluruhan terjadi penyimpangan sebesar 20% terhadap arahan penggunaan lahan pada Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek. Sementara itu, untuk Kawasan Bopunjur yang merupakan hulu (up-stream) dari Kawasan Jabodetabek, berdasarkan informasi citra landsat tahun 2001 telah terjadi penyimpangan pemanfaatan lahan sebesar 79,5% dari arahan yang ditetapkan dalam Keppres No.114/1999. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan kawasan permukiman/perkotaan yang cukup pesat dengan luas mencapai 35.000 ha atau 29% dari total luasan Kawasan Bopunjur. Bentuk-bentuk penyimpangan lainnya diantaranya adalah pemanfaatan ruang yang tidak sesuai untuk permukiman pada sepanjang bantaran sungai-sungai dan pemanfaatan ruang untuk permukiman pada wilayah retensi air, seperti rawa-rawa dan lahan basah. 3. Sumberdaya Air dan Banjir

Penyempitan sungai akibat sedimentasi dari partikel-pertikel yang terbawa, yang berdampak pada meningkatnya aliran air permukaan (run-off). Perubahan lahan alami ke lahan terbangun menimbulkan bahaya erosi dan menurunkan infiltrasi air tanah. Terjadinya genangan di kawasan pantai lama yang mengalami amblesan (land subsidance) Apabila land subsidance mencapai 2 m, sementara kenaikan muka air laut mencapai 60 cm, diperlukan upaya untuk memompa air di daerah genangan yang kedalamannya mencapai 2,6 m di bawah permukaan laut. Hingga tahun 2002, situ-situ mengalami penyusutan yang cukup signifikan (sebesar 65,8%).

(20)

 Perkembangan pembangunan yang tidak terkendali, khususnya pembangunan yang terjadi di lintas wilayah yang memiliki keterkaitan dengan fungsi dan struktur.

 Meningkatnya kebutuhan perumahan dan fasilitas lainnya untuk memenuhi kebutuhan penduduk.

 Peningkatan jumlah kendaraan (mobil) yang semakin pesat;

 Adanya fenomena ketidakseimbangan diantara pembangunan jalan dengan jumlah kepemilikan kendaraan (mobil).

5. Limbah

 Meningkatnya limbah industri dan rumah tangga di bagian hilir

 Belum optimalnya sistem pengelolaan sampah, terutama pada wilayah Botabek

- Di Jakarta mampu mengelola 84,6% dari total volume produksi sampah per hari.

(21)

4 BAB IV

KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH 4.1 Penerapan Network Strategy

Penerapan konsep network strategy di Jabodetabekpunjur difokuskan untuk pertumbuhan infrastrukturnya agar aksesibilitas antar wilayah dapat lebih dijangkau. Selain itu Kota Jakarta yang berperan sebagai kawasan core membutuhkan kawasan penyangga untuk fungsi perumahan, konservasi, industri dan sumber air bersih. Selain itu bencana banjir yang kerap melanda Kota Jakarta juga membutuhkan koordinasi dalam mitigasinya dengan wilayah penyangga sampai dengan wilayah hulu.

4.2 Pengelolaan Mega urban Jabodetabekpunjur

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa KSN Jabodetabekpunjur berperan sebagai pusat perekonomian wilayah dan nasional sekaligus sebagai kawasan konservasi air dan tanah serta keanekaragaman hayati. Untuk itu ditetapkanlah suatu kebijakan lintas sektoral berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR KSN) Jabodetabekpunjur yang di dukung oleh Perpres No. 54 Tahun 2008. Untuk menerapkan kebijakan lintas sektoral tersebut perlu dilakukan kerjasama antar daerah sehingga dibentuklah BKSP (Badan Kerjasama Pembangunan) Jabodetabekpunjur.

4.2.1 Kebijakan Infrastruktur dengan peningkatan pembangunan infrastruktur, khususnya untuk menunjang pengembangan permukiman. Infrastruktur yang terbangun tersebar di seluruh kawasan permukiman. Perkembangan permukiman saat ini sangat sporadis sehingga tidak ekonomis dan tidak efisien dalam penyediaan infrastruktur.

(22)

Gambar 2 Peta Rencana Jaringan Jalan Jabodetabekpunjur

Sumber: KemenPU Dirjen Penataan Ruang, 2008

(23)

Gambar 3 Peta Rencana Jaringan Jalur Kereta Api Jabodetabekpunjur

Sumber: KemenPU Dirjen Penataan Ruang, 2008

(24)

Gambar 4 Peta Jaringan Sumber Daya Air Jabodetabekpunjur

Sumber: KemenPU Dirjen Penataan Ruang, 2008

4.2.2 Kebijakan Pola Ruang

(25)

Gambar 5 Peta Pola Ruang Jabodetabekpunjur

Sumber: KemenPU Dirjen Penataan Ruang, 2008

Berdasarkan peta tersebut, kebijakan pola ruang pada Kota Jakarta didominasi oleh kegiatan perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, industri ringan nonpolutan dan berorientasi pasar difungsikan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekonomi unggulan. Sedangkan pada bagian selatan Kota Jakarta di alokasikan untuk perumahan hunian sedang, perdagangan dan jasa, industri padat tenaga kerja dan diupayakan berfungsi sebagai kawasan resapan air serta perumahan hunian rendah. Hal yang sama diterapkan juga pada Kota Depok dan Kota Bekasi.

(26)

Untuk Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, peruntukan pola ruangnya didominasi oleh fungsi perumahan hunian rendah, kawasan resapan air, hutan produksi, kawasan lindung, dan kawasan cagar alam.

4.2.3 Kebijakan Penanggulangan Bencana

Manajemen tata ruang Jabodetabekjur yang terpadu harus dapat diwujudkan, agar masalah di Kawasan Jabodetabekjur, seperti banjir dapat diatasi bersama. Berdasarkan pasal 13 Perpres 54 Tahun 2008, sistem pengendalian banjir diarahkan untuk mengurangi bahaya banjir dan genangan air bagi permukiman, industri, perdagangan, perkantoran, persawahan, dan jalan.

Strategi pengendalian banjir dilaksanakan dengan pengelolaan sungai terpadu dengan sistem drainase wilayah, pengendalian debit air sungai, peningkatan kapasitas sungai, peningkatan fungsi situ-situ dan waduk sebagai daerah penampungan air dan sistem polder, pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung dan kawasan budidaya dilaksanakan dengan ketat pada kawasan hulu hingga sepanjang daerah aliran sungai, pembuatan sudetan sungai dan pengendalian pembangunan pada sempadan sungai.

Untuk arahan pengembangan prasarana pengendali banjir di Kawasan Jabodetabekpunjur adalah sebagai berikut

a. reboisasi hutan dan penghijauan kawasan tangkapan air. b. penataan kawasan sungai dan anak-anak sungainya. c. normalisasi sungai-sungai dan anak-anak sungainya.

d. pengembangan waduk-waduk pengendali banjir dan pelestarian situ-situ e. serta daerah retensi air.

(27)

Gambar 6 Pembagian kawasan hulu, tengah dan hilir pada Jabodetabekpunjur

Sumber: KemenPU Dirjen Penataan Ruang, 2008

Rencana pengendalian banjir pada Kawasan Jabodetabek yang terpadu adalah sebagai berikut:

a. Pada bagian hulu (Bogor, Puncak, dan Cianjur) terdapat kebijakan untuk melarang bangunan di kawasan bantaran sungai dan kawasan lindung lainnya, mengembalikan fungsi hutan di daerah hulu (Bopunjur) dan membangun waduk di Ciawi Bogor. b. Sedangkan pada bagian antara hulu dan hilir (Depok, Tangerang, dan Bekasi)

terdapat kebijakan untuk melakukan revitalisasi DAS dan Waduk. Dan bagi bangunan/perumahan yang sudah ada perlu diadakan relokasi.

c. Untuk bagian hilir (DKI Jakarta), terdapat kebijakan untuk melarang bangunan di kawasan bantaran sungai dan kawasan lindung, memperkuat sistem drainase dan pompa, memperkuat tanggul di Jakarta Utara sepanjang 52 km, dan mengoptimalkan terusan banjir kanal barat dan kanal timur.

Sistem rencana pengendalian banjir yang terpadu pada kawasan Jabodetabekpunjur ini akan optimal apabila setiap wilayah yang berada pada kawasan ini melakukan kebijakan-kebijakan tersebut.

4.3 Metode PenanggulanganJabodetabekpunjur 4.3.1 PenanggulanganUrbanisasi

(28)

secara langsung. Pemerintah provinsi yang meliputi beberapa kabupaten/kota sebagai fasilitator mempunyai wewenang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan urbanisasi, seperti pengkajian, sosialisasi, fasilitator, memberikan rekomendasi dan atau mengusulkan rancangan peraturan daerah mengenai:

1. Pengkajian masalah-masalah kependudukan yang ditimbulkan oleh adanya urbanisasi. Dalam hal ini melaksanakan pendataan dan penelitian di kelurahan padat penduduk di masing-masing kabupaten/kota.

2. Memfasilitasi penanganan masalah kependudukan di setiap kabupaten/kota yang timbul oleh adanya arus migrasi dan atau urbanisasi.

3. Melakukan penataan manajemen kependudukan dan merekomendasikannya kepada kabupaten/kota dengan membuat data base berupa pendaftaran dan pencatatan penduduk secara komprehensif dengan tujuan sebagai berikut:

Menekan laju migrasi desa-kota (penduduk pendatang/migran) ke kota-kota tujuan di Jabodetabekpunjur.

Melakukan pengelolaan pelayanan kependudukan yang menyediakan pilihan-pilihan pelayanan dan jaminan kepastian.

Menyediakan data kependudukan yang up to date.

Memfasilitasi dalam penanganan masalah-masalah yang timbul antar daerah kabupaten/kota.

Memberi rekomendasi alternatif pola penanganan masalah-masalah kependudukan.

Mempunyai peraturan daerah mengenai penanganan urbanisasi, dan migrasi secara umum.

4.3.2 PenanggulanganTransportasi

Dalam mengatasi masalah transportasi di kawasan Jabodetabekpunjur, peran Departemen Pekerjaan Umum perlu di perkuat melalui upaya-upaya jangka pendek dan jangka panjang sebagai berikut:

Perbaikan manajemen konstruksi berskala besar (jalan tol, busway, saluran/kanal, sarana komersial/perkantoran, dan sebagainya) yang disertai dengan pengawasan yang ketat dalam rangka mengurangi hambatan-hambatan sirkulasi;

(29)

Merealisasikan pembangunan simpang-susun di beberapa titik rawan kecamatan, dengan memperhatikan pula dampak kemacetan sementara yang bakal diimbulkan. Untuk itu, pembangunan dilakukan secara bertahap dan terdistribusi di beberapa titik;

Mengurangi dampak genangan pada badan jalan (misal melalui pembersihan saluran-saluran yang mampat dari sampah, peningkatan kapasitas sungai, dan sebagainya);

Merealisasikan secara konsisten konsep pengembangan hunian vertikal seperti rumah susun; dan

Melaksanakan koordinasi intensif dengan sektor/instansi yang menangani persoalan traffic management dan penegakan hukum dalam rangka mengembalikan fungsi dan kapasitas badan jalan sebagaimana yang seharusnya (misal: melalui penertiban kaki lima, angkutan umum, pasar tumpah, dan sebagainya)

Instrumen penataan ruang harus digunakan sebagai pendekatan perencanaan pembangunan dalam penataan kembali kawasan megapolitan Jabodetabek ke depan, termasuk dalam upaya mengatasi kemacetan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang sangat mengedepankan peran penataan ruang sebagai acuan pembangunan, harus dijadikan momentum penting oleh Departemen PU untuk lebih mengedepankan peran pentaan ruang. Penataan ruang perlu memberikan perhatian yang besar, diantaranya:

Keterpaduan multi-moda yang lebih mendorong pemanfaatan transportasi publik secara luas bagi warga Jabodetabek;

Pengembangan budaya bermukim pada rumah susun (hunian vertikal) yang lebih hemat lahan; dan

Pembatasan pembangunan prasarana dan sarana sosial-ekonomi berskala besar yang tumbuh pesat dan mempengaruhi struktur ruang kota.

4.3.3 PenanggulanganBencana

DalammengatasipermasalahanbencanapadaJabodetabekpunjurmakadilakukanpenangg ulanganbencanabanjir di wilayahstudi. Risiko bencana banjir signifikan dibagian utara baik di Provinsi DKI Jakarta,Jawa Barat maupun Banten. Meliputi zona Budidaya (B1, B6, B7) dan Nonbudidaya (N1). Juga signi�kan untuk 3 titik Pusat Perkotaan (Jakarta Pusat,kota Tangerang, kota Bekasi).

(30)

masyarakat maupunPemerintah Kecamatan/Kelurahan dalam menghadapi bencana banjir

 Perlu dipertimbangkan pula pergeseran paradigma menujupenggunaan lahan intensif (diperlukan arahan tentang intensitas ruang,pengaturan kawasan budidaya dengan instrumen KZB, KDB, KLB), misalnyapembangunan hunian vertikal (KDB ditekan sedang, KLB besar atausangat besar, KZB ditekan sekecil mungkin),pelarangan/penguranganhunian satu tingkat, transportasi masal, penataan bantaransungaiCiliwung melalui penertiban bangunan ilegal, penerapansistem polder,normalisasi kali Ciliwung dan seterusnya

 Memperkuat bangunan dan infrastruktur yangberpotensi terkena bencana

 Sehubungan dengan risiko bencana banjir yang tinggi akan mengenaistruktur pusat perkotaan di Jakarta Pusat pada kawasan Medan Merdekayang merupakan pusat kegiatan primer; perlu dipertimbangkan bagipembangunan dan pemulihan kapasitas polder dan pemompaan di polder (misal di wilayah Istana Merdeka)

 Kesemuanya harus didukung oleh Pemprov. DKI Jakarta untuk segeramenyusun RDTR berbasis mitigasi bencana banjir di Kota Jakarta Utaradan Kota Jakarta Pusat

 Pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana, seperti pembangunan kanal,

bendungan, pemecah ombak, tanggul

 Pengelolaan sungai terpadu dengan sistem drainase wilayah, pengendalian debit air sungai, peningkatan kapasitas sungai, peningkatan fungsi situ-situ dan waduk sebagai daerah penampungan air dan sistem polder

(31)

5 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Network regional strategy merupakan suatu konsep pengembangan wilayah dengan meitikberatkan pada hubungan keterkaitan antar wilayah pembangunan. Konsep network strategy dapat mempengaruhi terbentuknya dan berkembangnya sebuah kota menjadi mega urban. Salah satu penerapan konsep network strategy adalah di JABODETABEKPUNJUR yang difokuskan untuk pertumbuhan infrastrukturnya agar aksesibilitas antar wilayah dapat lebih dijangkau. Metropolitan Jabodetabek merupakan kawasan yang terdiri atas tiga bagian yaitu inti ataupusat, inner zone danouter zone. Bagian kawasan pinggiran inner zone, terdiri atas kota Depok, Kota Bekasi, Kota Tanggerangdan Kota Tanggerang Selatan. Kawasan pinggiran outer zone terdiri atas Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kabupaten Tanggerang. Metropolitan Jabodetabek terpusat pada satu inti yaitu Kota Jakarta. Keberadaan kawasan ini telah di tetapkan oleh Perpres Nomor 54 Tahun 2008.

Pengembangan kawasan JABODETABEKPUNJUR ini diawali sejak tahun 1977 sebgai kawasan Jobotabek, hingga tahun 2005 menjadi Jabodetabekpunjur. Dalam pelaksanaannya terdabat permasalahan yang muncul akibat adanya penyatuan kawasan strategis ini. seperti tingginya pertumbuuhan penduduk, adanya alih fungsi lahan, meningkatnya aliran air permukaan, peningkatan pembangunan infrastruktur yang tidak terkendali, dan banyaknya permintaaan lahan perumahan. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah telah melakukan perbaikan melalui kebijakan dan rencana yang dibuat. Seperti pengembangan jalur khusus dan transportasi khusus dalam pengembangan wilayah strategis JABODETABEKPUNJUR. Membuat arahan pemanfaatan ruang, termasuk dalam memetakan kawasan lindung dan penyangga sebagai penentuan zona rawan bahaya. Serta membuat program-program pemanfaatan dan pengendalian ruang di kawasan strategi Jabodetabekunjur.

5.2 Lesson Learned

Berdasarkan makalah yang telah ditulis, berikut merupakan pelajaran yang dapat diambil baik bagi penulis maupun pembaca.

1. Mega urban merupakan suatu fenomena yang melibatkan keterkaitan antara satu kota dengan kota disekitarnya sehingga membentuk suatu kawasan perkotaan yang lebih luas dan saling berintegrasi dalam pertumbuhannya.

(32)

daya dukung lingkungan sampai bencana banjir, sehingga membutuhkan dukungan dari kawasan penyangganya dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

3. Hinterland pada Jabodetabekpunjur berperan sebagai penyedia lahan untuk permukiman, industri dan konservasi sehingga mampu mendukung Jakarta sebagai wilayah core. Sebagai wujud timbal balik, wilayah hinterland ini juga mengalami perkembangan perekonomian yang pesat yang merupakan dampak dari perkembangan wilayah core.

4. Network strategy merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah yang mengutamakan jaringan keterkaitan antar wilayah di lingkupnya. Jaringan yang dimaksud disini berupa jaringan infrastruktur yang menghubungkan antara satu kota dengan kota yang lainnya yang mampu mempercepat pertumbuhan kota tersebut.

5. Network strategy juga dapat berupa suatu sistem pengelolaan wilayah yang melibatkan partisipasi setiap kota dalam lingkupnya. Misalnya pada Jabodetabekpunjur terdapat konsep penanganan bencana banjir mulai dari hulu sampai hilirnya.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Arianto, L. A. (2011). Teori rancang Kota Berkelanjutan. Semarang: Universitas Diponegoro.

Handoyo, E. (2015, 02 20). Kajian Mengenai Urban Sprawl. Diambil kembali dari Urban Sprawl: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27030/4/Chapter%20II.pdf

Jasilah, N. (2015, Februari 22). Fenomena Urban Sprawl, Sadarkah Anda? Diambil kembali

dari academia.ecu:

Rahmi, D. (2015, 2 22). Urban Sprawl dan Lingkungan. Diambil kembali dari Urban Sprawl dan Lingkungan: https://debbyrahmi.wordpress.com/2012/12/11/urban-sprawl-dan-lingkungan/

Saprjadi, K. (2007, Desember 2). kementerian kehutanan. Diambil kembali dari BERBAGAI

FAKTOR PENYEBAB BANJIR DI KAWASAN JABOTABEK:

http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/1555

Setyono, J. S. (2007). Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Semarang: Universitas Diponegoro.

Siswanda, H. (2008, Oktober 12). KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. Diambil kembali dari Penataan Ruang: http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=137

Trisna, Y. (2015, Februari 11). Ini Rencana Kemen PU-Pera Atasi Banjir di Jakarta. Diambil

kembali dari

http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/02/11/njluld-ini-rencana-kemen-pupera-atasi-banjir-di-jakarta

Wikipedia. (2015, 2 20). Megakota. Diambil kembali dari Megakota-Wikipedia Bahasa Indonesia: http://id.wikipedia.org/wiki/Megakota

(34)
(35)

kendala mega urban? kenapa memilih harus network strategy?

metwork stategy?

mega urban adalah kawasan kota yang melebihi daerah adminidtrasi. yang kedua berbicara network strategy. selama ini pembangunan dibatasi

administrasi, padalah kan pembangunan itu ada yang dampaknya nasional, regional dan lokal, sehingga mana yang punya pengaruh global? ya trensportasi.

ada migrasi ke kota jakarta pada waktu yang bersamaan, sehingga menimbulkan masalh.

network strategy, fow people and goods ini yang menjadi poi penting dalam pengembangan transportasi.

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi penerapan konsep Network Strategy
Gambar 2 Peta Rencana Jaringan Jalan Jabodetabekpunjur
Gambar 3 Peta Rencana Jaringan Jalur Kereta Api Jabodetabekpunjur
Gambar 4 Peta Jaringan Sumber Daya Air Jabodetabekpunjur
+3

Referensi

Dokumen terkait

ketentuan mengenai wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten atau Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten atau Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan

Kereta tujuan Jakarta Kota baik dari Stasiun Bekasi maupun dari Stasiun Depok/Bogor dapat memasuki jalur 5 dan jalur 3 di Manggarai, namun, kereta api antar

Sementara Kematian bayi rendah (di bawah rata-rata Jawa Barat) antara lain Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kota Bogor, Kota Cimahi,

Batas daerah Kabupaten Bogor dengan Kota Depok Provinsi. Jawa Barat

DaeraJh Kota Depok , Daerah Kabupaten Bekasi dan Daerah Kota Bekasi, (Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 Nomor 27 ) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir kali

bahwa dalam rangka pembangunan, pengembangan dan pengoperasian sistem transportasi di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi secara

Sungai Ciliwung mengalir dari arah Selatan menuju Utara, melintasi Wilayah Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok) dan Provinsi DKI Jakarta dengan

Kali Pesanggrahan yang mengalir dari wilayah Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Tangerang di Propinsi Jawa Barat, sampai ke wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan