110 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN PERJANJIAN KERJA
Nurul Rania Putri Sahlan Saharuddin Djohas
ABSTRAK
Indonesia mempunyai jumlah sumber da ya manusia yang sangat banyak, sehingga merupakan suatu kekuatan yang besar untuk melakukan pembangunan. Akan tetapi banyaknya sumber daya manusia yang ada ha rus juga diimbangi dengan banyaknya lapangan usaha atau tempat bekerja. Karena apa bila tenaga kerja lebih banyak dari lapangan kerja, maka akan timbul penganggura n yang justru akan memberatkan bagi perekonomian negara. Perjanjian kerja merupakan a wal dari lahirnya hubungan industrial anta ra pemilik modal dengan pekerja. Pengaturan tentang perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaa n seperti yang diterangkan dalam asas-asas perjanjian, berakhirnya suatu perjanjian jenis-jenis perjanjian kerja dan syarat sahnya perjanjian kerja. Prosedur pembuatan perjanjian kerja wa ktu tertentu seperti halnya perjanjian-perjanjian lainnya, agar merupakan perjanjian yang sah dan mengikut sebagai undang-undang bagi yang membuatnya diperlukan syarat-syarat tertentu. Untuk pembuatan perjanjian atau kesepakatan kerja tertentu terdapat syarat-sya rat materil dan forma, agar kesepa katan kerja tertentu bisa dinyataka n sah. Perlindungan terhadap pekerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lingkup perlindungan terhadap pekerja/buruh yang diberikan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah perlindungan atas hak-hak dasar pekerja, perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan atas jaminan sosial tenaga kerja dan perlindungan atas upah.
Kata kunci : Perlindungan Hukum, Pekerja, Perjanjian Kerja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk
111 meneruskan pembangunan yang
berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum harus menunjang pertumbuhan ekonomi, maka sarana penyediaan lapangan kerja yang dibutuhkan masyarakat perlu lebih diperluas sehingga peranannya sebagai sumber mata pencaharian makin meningkat. Pada Pasal 7 Ayat (2) UUD 1945 menjamin hak setiap warga Negara untuk memperoleh pekerjaan, dari landasan hukum di atas, jelaslah bahwa salah satu kewajiban konstitusional dari Negara/pemerintah adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya, karena bekerja merupakan bagian dari hak asasi warga Negara dalam rangka mempertahankan eksistensi kehidupannya.1
Ketidakhadiran peran negara secara nyata dan optimal dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga
1Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 11.
negaranya adalah salah satu ancaman terbesar bagi nasionalisme. Ancaman ini akan semakin serius jika dalam kondisi yang lebih genting, negara tetap absen sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Dalam hal ini, tenaga kerja Indonesia atau TKI masuk dalam kelompok masyarakat yang rentan terhadap ancaman krisis nasionalisme. Sulitnya mencari kerja di Tanah Air sebagai akibat dari ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja yang mencukupi, sekitar dua juta orang memasuki angkatan kerja setiap tahun dan karena itu meningkatkan jumlah lapangan kerja adalah salah satu tugas utama pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.
112 Tidak berlebihan kiranya, apabila
keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan akhir para pihak hendaknya senantiasa memerhatikan aspek kontraktual yang membingkai aktifitas bisnis mereka berjalan sesuai tujuan mereka.2
Dalam melaksanakan hubungan kerja terkadang terjadi perselisihan antara pekerja atau buruh dengan pengusaha. Perselisihan yang terjadi antara pekerja atau buruh dengan pengusaha dalam hubungan kerja dapat menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja atau buruh dengan alasan pekerja atau
2Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Komersial (Jakarta: Kencana, 2010) hlm. 156.
113 dirahasiakan kecuali untuk
kepentingan Negara.3
Dalam hukum perjanjian, kewajiban-kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja disebut prestasi. Suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebaikan dari hak yang diperolehnya dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memperoleh hak-hk yang dianggap sebagai kebalikannya kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Telah menjadi kebiasaan bahwa pekerja yang bekerja di suatu perusahaan dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya tanpa harus memikirkan pindah ke perusahaan lain, dengan suatu keyakinan apabila terus bekerja akan selalu dihargai dan ditingkatkan kedudukannya oleh pimpinan perusahaan sebagai dorongan motivasi.
3Admin, Hukum Tenaga Kerja, 7 November 2016, di
http://www.hukumtenagakerja.com/pemutusan -hubungan-kerja/sebab-sebab-terjadinya-pemutusan-hubungan-kerja/
Dengan demikian pekerja akan terus betah bekerja dan tidak akan berpindah ke perusahaan lain. Hal ini berdampak pada meningkatnya keterampilan yang dimiliki dan hasil produksi, selaras dengan asas senioritas sebagai paham hubungan industrial yang berdasarkan pada long live employment atau long live agreement atau bekerja seumur hidup.4
Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Karena keputusan Pemutusan Hubungan kerja ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya. Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran
114 diri, pemberhentian oleh perusahaan
atau habis kontrak.
Pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja apabila pekerja melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Akan tetapi sebelum memutuskan hubungan kerja, perusahaan wajib memberikan surat peringatan secara 3 kali berturut-turut. Perusahaan juga dapat menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran, dan untuk pelanggaran tertentu, perusahaan bisa mengeluarkan SP (Surat Peringatan) Ke-3 (tiga) secara langsung atau langsung memecat. Semua hal ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan masing-masing. Karena setiap perusahaan mempunyai peraturan yang berbeda-beda. Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan
mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi/pailit. PHK akan terjadi karena keadaan diluar kuasa perusahaan.
Pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja, akan mendapatkan dan berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut berhak atau tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak. Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantia hak diatur dalam Pasal 156, Pasal 160 sampai Pasal 169 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.5
Dan Pada dasarnya kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak, apabila pertama-tama dan terutama, kontrak tersebut dibuat secara sah karena hal ini menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Menyikapi tuntutan
5Sugi Arto, Dasar Hukum Perusahaan Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), 9 November 2016, di
115 dinamika tersebut, pembuat
undang-undang telah menyiapkan seperangkat aturan hukum sebagai tolak ukur bagi para pihak untuk menguji standar keabsahan kontrak yang mereka buat, perangkat aturan hukum tersebut sebagaimana diatur dalam sistematika buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata.6
Berdasarkan fenomena dan uraian latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut dengan judul penelitian yaitu : “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Pemutusan
Hubungan Kerja Berdasarkan
Perjanjian Kerja”. B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas yang telah penulis uraikan dan untuk megetahui lebih mendalam akan dilakukan pembatasan rumusan masalah mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Berkaitan dengan
6Agus Yudha Hernoko, Loc.Cit.
Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, rumusan masalahnya sebagai berikut :
1)Bagaimanakah Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian kerja berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata ? 2)Bagaimanakah Pemulihan
Hak-hak dari Pekerja yang dilakukan akibat Pemutusan Hubungan Kerja ?
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
116 menghadapi kenyataan itu. Berbeda
halnya dengan pemutusan hubungan yang terjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih bagi pekerja/buruh yang dipandang dari segi ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha.
Untuk menghadapi resiko ini tentunya diperlukan suatu instrumen atau alat yang setidak-tidaknya akan dapat mencegah atau mengurangi timbulnya resiko itu, instrument atau alat ini disebut dengan jaminan sosial. Jaminan sosial itu sendiri telah mencakup bidang pencegahan dan pengembangan, bidang pemulihan dan penyembuhan serta bidang pembinaan. Ketiga bidang ini kalau dikaitkan lebih jauh lagi akan apa yang dinamakan Perlindungan pekerja, sehingga akan amat luaslah ruang lingkupnya. Kalau kita akan membicarakan jaminan sosial bagi pekerja dengan bertumpu pada definisi diatas, maka yang dimasukkan ke dalam jaminan social ini hal-hal yang bersangkutan dengan:
1. Jaminan sosial itu sendiri; 2. Kesehatan kerja, dan
3. Keselamatan dan keamanan kerja. 7
Dan kemudian majikan juga tidak boleh memberikan denda kepada pekerja/buruh sambil menuntut ganti rugi, karna telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pasal 1601v Dan Pasal 1601w sebagai berikut: Pasal 1601v:
“Untuk satu perbuatan
majikan tidak boleh
mengenakan denda sa mbil menuntut ganti rugi. Tiap perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal.”
Pasal 1601w:
“Jika salah satu pihak dengan
sengaja atau karena
kesalahannya berbuat
bertentangan dengan salah satu kewajibannya, dan kerugian yang diderita oleh pihak la wan tidak dapat dinilai dengan uang, maka Pengadilan akan menetapkan suatu jumlah uang menurut keadilan sebagai ganti rugi.”
7
117 Adapun penyebab timbulnya
pemutusan hubungan kerja tercantum dalam Pasal 154 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
1) Pekerja buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
2) Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
3) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan.
4) Pekerja/buruh meninggal dunia.8 Pada umumnya dalam praktek diminta bukti kesepakatan pihak yang
8Ibid, hlm. 111.
mendapat penawaran dan kesepakatan itu disimpan untuk dipakai di kemudian hari, apabila terjadi kesalahpahaman. Walaupun ada sesuatu yang tertulis atau disimpan, tidak dapat dimungkiri, bahwa kemungkinan kesalahpahaman tetap dapat terjadi. Suatu kesepakatan dari kedua belah pihak tetap harus ada dan untuk mencapai kesepakatan itu diperlukan kemauan, dan kemauan ini harus diucapkan dengan pernyataan. Dalam pernyataan kemauan inilah dapat terjadi cacat. Jika hal ini terjadi, maka sebenarnya tidak ada kemauan dan terjadilah sengketa.9
B. Syarat Untuk Suatu Perjanjian Ketika seorang pekerja menerima suatu pekerjaan, ia menyatakan mempunyai keahlian yang diperlukan itu. Karena itu majikan berhak mengharapkan keahlian yang demikian itu sebagai pekerja yang terkenal dan ahli. Semua perintah yang sah dan pantas yang ada dalam batas syarat-syarat pekerjaan harus dipatuhi. Ketidak patuhan hanya akan terjadi
118 jika perintah itu melawan hukum, atau
mungkin terbukti berbahaya bagi pekerja itu.10
Dalam setiap perjanjian ada bagian-bagian, yaitu :
1) Yang harus ada untuk setiap perjanjian tertentu yang dinamakan essensialia.
Contohnya : dalam suatu perjanjian harus ada kesepekatan kemauan para pihak membuat suatu perjanjian, umpamanya dalam jual beli ada barang dan harga;
2) Yang biasanya harus ada menurut sifatnya (naturalia). Contohnya : dalam suatu jual beli jaminan bahwa barang yang dijual tidak cacat dan tidak tergadaikan;
3) Yang khusus diadakan, yaitu syarat pembayaran, pemilihan domisili, dan ketentuan lain tergantung pada kemauan para pihak (acidentalia). Contohnya : umpamanya dalam hal pemilihan tempat tinggal dan cara
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hlm. 156.
pembayaran pada umumnya tergantung pada kehendak para pihak.
Menurut Kitab undang-undang Hukum Perdata Pasal 1320, syarat agar suatu perjanjian berlaku adalah sebagai berikut :
1) Kesepakatan mereka yang berjanji;
2) Cakapnya para pihak; 3) Suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang tidak terlarang.11
Pada umumnya dalam praktek diminta bukti kesepakatan pihak yang mendapat penawaran dan kesepakatan itu disimpan untuk dipakai di kemudian hari, apabila terjadi kesalahpahaman. Walaupun ada sesuatu yang tertulis atau disimpan, tidak dapat dimungkiri, bahwa kemungkinan kesalahpahaman tetap dapat terjadi. Suatu kesepakatan dari kedua belah pihak tetap harus ada dan untuk mencapai kesepakatan itu diperlukan kemauan, dan kemauan ini
119 harus diucapkan dengan pernyataan.
Dalam pernyataan kemauan inilah dapat terjadi cacat. Jika hal ini terjadi, maka sebenarnya tidak ada kemauan dan terjadilah sengketa.12
C. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Kerja
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa kontrak atau perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Secara umum kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan para pihak mengenai hal yang pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut. Sebagai contoh, apabila dalam kontrak jual beli telah tercapai kesepakatan tentang barang dan harga, lahirlah kontrak, sedangkan hal-hal yang tidak diperjanjikan oleh para pihak akan diatur oleh undang-undang.
Setelah memberi pengertian mengenai suatu perjanjian, pembagian dalam ilmu hukum, syarat yang harus dipenuhi, orang yang dapat
12Ibid, hlm. 407
membuatnya dan lainnya, kini kita tiba pada pembahasan kegunaannya dalam lalu lintas hukum. Pasal 1338 menentukan bahwa suatu perjanjian, yang dibuat sesuai undang-undang terhadap para pihak, berlaku seolah-olah perjanjian itu adalah undang-undang. Ini berarti bahwa dengan membuat suatu perjanjian, para pihak menciptakan hak dan kewajiban yang mempunyai kekuatan yang tidak kalah dari ketentuan undang-undang. Hak itu berlaku seolah-olah hak itu berdasarkan undang-undang dan kewajiban itu diperintahkan oleh undang-undang. Dengan demikian, jumlah perjanjian tidak terbatas.
120 akhirnya menurut keadilan dengan
keadilan yang dimaksud pertama-tama yaitu kebiasaan umum, kemudian kebiasaan setempat.
Pasal 1340:
“Persetujuan hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317.”
Semua ketentuan tersebut diatas adalah asas klasik, bahwa seseorang tanpa persetujuannya tidak dapat diikat. Secara yuridis, perjanjian antara dua orang tidak dapat melahirkan suatu hak menagih atau hak menuntut orang ketiga.13
Walaupun dikatakan bahwa kontrak lahir pada saat terjadi kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu syarat sahnya kontrak sebagai mana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
13
Tan Thong Kie, Op.Cit, hlm. 412.
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu pokok persoalan tertentu; dan
d. Suatu hal yang halal. Keempat syarat tersebut biasa juga disingkat dengan sepakat, cakap, hal tertentu dan sebab yang halal.14
Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang dikehendakinya sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak. Dalam melakukan kontrak, pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut dapat bertindak atas kepentingan namanya sendiri, dan ada pula bertindak untuk kepentingan atas nama orang lain.
D. Hubungan Perjanjian Kerja dengan Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga
14
121 kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja. Pengertian ini sangat sesuai dengan perkembangan ketenagakerjaan saat ini yang sudah sedemikian pesat akibat intervensi pemerintah. Karena itulah substansi kajian hukum ketenagakerjaan tidak hanya meliputi hubungan antara buruh dan pekerja dalam hubungan kerja semata, tetapi telah bergeser menjadi hubungan hukum antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang substansi kajian tidak hanya mengatur hubungan hukum dalam hubungan kerja saja tetapi mulai dari sebelum hubungan kerja sampai setelah hubungan kerja. Konsep ketenagakerjaan inilah yang dijadikan acuan untuk mengkaji perangkat hukum yang ada sekarang, apakah sudah meliputi bidang-bidang tersebut atau belum.
Bidang hukum ketenagakerjaan sebelum hubungan kerja adalah bidang hukum yang berkenan kegiatan mempersiapkan calon tenaga kerja sehingga memiliki keterampilan yang cukup untuk memasuki dunia kerja,
termasuk upaya untuk
memperoleh/mengakses lowongan pekerjaan baik di dalam maupun diluar negeri dan mekanisme yang harus dilalui oleh tenaga kerja sebelum mendapatkan pekerjaan.15
Adapun yang harus diperhatikan adalah hubungan kerja, hubungan kerja merupakan hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja, yakni suatu perjanjian di mana pekerja menyatakan kesanggupan untuk
bekerja pada pihak
perusahaan/majikan dengan menerima upah dab majikan/pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan pekerja dengan membayar upah. Ketentuan dalam perjanjian kerja atau isi perjanjian kerja harus mencerminkan isi dari perjanjian perburuhan/Perjnjian Kerja Bersama (PKB). Kedua perjanjian inilah yang mendasari lahirnya perjanjian kerja dengan kata lain hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha sebagaimana diuraikan pada bagian
122 hubungan kerja harus dituangkan
dalam PKB dan perjanjian kerja.16 Undang-undang
ketenagakerjaan melarang pekerja anak dan perempuan dibawah 18 tahun, kecuali pekerja anak memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c. waktu kerja maksimum 3 (tiga)
jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; e. keselamatan dan kesehatan kerja; f. adanya hubungan kerja yang jelas;
dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketentuan pada huruf a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang kerja pada usaha keluarganya. Selanjutnya disebutkan pengusaha dilarang memperkejakan wanita hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
16Ibid, hlm. 123.
kandungannya maupun dirinya, dan wajib memberikan makanan dan minuman bergizi, dan menjaga kesusilaan, keselamatan dan keamanan selama berada ditempat kerja.17
123 DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Kie, Thong, Tan. Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Nota ris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2007.
Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009.
Hernoko, Yudha, Agus, Hukum Perjanjian: asa s proporsionalitas dalam kontrak komersil, Kencana, Jakarta, 2010.
Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak dan Peranca ngan Kontrak, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986. Sunyoto, Danang. Juklak PHK: Petunjuk Pelaksa naan Pemutusan Hubungan Kerja,
Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2014.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23)
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39)
INTERNET
http://www.hukumtenagakerja.com/pemutusan-hubungan-kerja/sebab-sebab-terjadinya-pemutusan-hubungan-kerja/ , Hukum Tenaga Kerja. Diakses pada tanggal 7 November 2016.
http://artonang.blogspot.co.id/2014/12/dasar-hukum-perusahaan-melakuakan.html ,