BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan Karakter
Undang-undang Kemendiknas (2010:33) menjelaskan
bahwa “Pendidikan karakter dapat dikatakan sebagai pendidikan
yang berdasarkan atas nilai Pancasila. Pengembangan
nilai-nilai tersebut berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa
Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam
tujuan pendidikan nasional”.
Kesuma dkk (2011:5) mendefinisikan “pendidikan karakter
adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat
mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungannya”. Samani (2012:45)
berpendapat bahwa “pendidikan karakter adalah proses pemberian
tuntutan kepada siswa untuk menjadi manusia seutuhnya yang
berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, raga, serta rasa dan karsa”.
Pendidikan karakter menurut Megawangi dalam Kesuma dkk
(2011:5) adalah “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungannya”.
Menurut penjelasan dari beberapa pendapat di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang
dilakukan untuk menumbuhkan kepribadian seseorang agar
memiliki perilaku yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan masyarakat baik dengan sesama manusia
maupun dengan Tuhannya.
b. Tujuan Pendidikan Karakter
Kesuma dkk (2011:9) menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).
2) Mengoreksi perilaku siswa yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan masyarakat. 3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Tujuan pendidikan karakter yang sudah dijelaskan sangat
penting untuk masa perkembangan peserta didik. Adanya
pembentukan karakter dapat memperbaiki karakter dan dapat
mengontrol budaya bangsa lain yang ada. Moral anak menjadi
bagus dan membaik apabila pendidikan karakter dapat cepat
kehidupan yang bermanfaat, memperbaiki perilaku, serta dapat
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dengan bertanggung
jawab.
2. Kerja Keras
a. Pengertian Kerja Keras
Ada 18 nilai-nilai karakter dan budaya bangsa. Penelitian
ini mengambil salah satu nilai karakter yang dikembangkan yaitu
kerja keras. Kesuma (2011:17) mengatakan bahwa “kerja keras
adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus
dilakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan
atau yang menjadi tugasnya sampai tuntas”. Kerja keras bukan
berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang dimaksud
yaitu mengarah pada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikan
atau kemaslahatan manusia dan lingkungannya.
Mustari (2011:51) mengemukakan kerja keras adalah
“perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar
atau pekerjaan) dengan sebaik-baiknya”. Hasan dkk (2010:33)
berpendapat bahwa kerja keras adalah “perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan
Kerja keras perlu diterapkan tidak hanya di dalam usaha
pekerjaan, tetapi juga pada usaha belajar. Kerja keras dalam usaha
belajar akan membawa dirinya pada suatu hasil yang memuaskan.
Perlu diterapkan suatu sikap kerja keras belajar agar siswa dapat
memperoleh hasil yang memuaskan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa dari pernyataan di atas kerja keras adalah suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang secara sungguh-sungguh dan tidak mudah
putus asa dalam mengatasi suatu masalah atau hambatan belajar
agar mendapatkan hasil yang lebih produktif serta dapat
meningkatkan prestasi belajar.
b. Indikator Keberhasilan Karakter Kerja Keras
Hasan dkk (2010:33) menyebutkan indikator keberhasilan
sikap kerja keras diantaranya:
1) Mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi
2) Mencari informasi dari sumber-sumber di luar sekolah 3) Mengerjakan tugas dari guru pada waktunya
4) Fokus pada tugas-tugas yang diberikan oleh guru di kelas
5) Mencatat dengan sungguh-sungguh sesuatu yang dibaca, diamati, dan didengar untuk kegiatan kelas.
Ada 18 nilai karakter salah satunya yakni karakter kerja
keras merupakan salah satu nilai yang masih harus ditingkatkan.
Hal ini dikarenakan ada beberapa siswa yang belum mengerjakan
tugas dengan teliti dan rapi, lupa atau tidak mengerjakan pekerjaan
rumah yang diberikan oleh guru, dan kurang fokus pada materi
sesuai dengan indikator kerja keras yang disebutkan dalam Hasan
dkk sehingga penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 2
Lesmana untuk mengetahui seberapa jauh kerja keras siswa sesuai
dengan indikator yang sudah ditetapkan oleh Hasan dkk di atas.
3. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan dikerjakan.
Arifin (2011:12) berpendapat bahwa “prestasi berasal dari bahasa
Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi
prestasi yang artinya hasil usaha, dalam hal ini yang dimaksud
adalah belajar”. Belajar ialah proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Prestasi belajar merupakan proses yang dialami oleh peserta
didik dalam sejarah hidupnya serta sesuai dengan kemampuannya.
Prestasi belajar merupakan hasil dari proses belajar siswa dalam
kurun waktu tertentu yang tentunya telah ditetapkan oleh
kurikulum yang ada di satuan pendidikan. Hasil belajar siswa ini
dapat dilihat melalui dua faktor, yaitu dengan menggunakan
Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penggunaan Acuan Patokan
mana keberhasilan siswa dalam belajarnya. Namun yang lebih
penting dalam proses evaluasi prestasi bukan norma mana yang
harus diambil, melainkan sejauh mana norma itu dipakai secara
tepat untuk mengevaluasi seluruh kecakapan siswa selama
mengikuti proses pembelajaran.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar pada umumnya berkenaan pada aspek pengetahuan, yakni
Prestasi belajar merupakan umpan balik yang diberikan kepada
siswa sehingga guru tahu apakah masih perlu diadakan
pengulangan materi atau bimbingan yang lebih kepada siswa.
Pengulangan materi belajar masih perlu dilakukan jika prestasi
masih belum sesuai dengan yang diharapkan, jika prestasi sudah
sesuai dengan apa yang diharapkan, guru dapat melanjutkan
pembelajaran ke materi selanjutnya.
b. Fungsi Prestasi Belajar
Prestasi belajar semakin terasa penting ketika siswa telah
melakukan proses belajar, karena di dalam proses ini terdapat
tahapan serta peningkatan yang terjadi dalam diri siswa. Arifin
(2011:12) menyebutkan beberapa fungsi utama prestasi belajar,
antara lain:
1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa.
3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai umpan balik (feed back) dalam meningkatkan mutu pendidikan.
4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.
5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut fungsi dari prestasi belajar
tersebut adalah untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dalam diri
siswa karena prestasi belajar sangat berpengaruh dalam kegiatan
proses belajar.
c. Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan prestasi belajar ideal
meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat
pengalaman dan proses belajar siswa. Namun dalam
mengungkapkan ranah tersebut sangat sulit. Hal ini disebabkan
perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat
diraba). Oleh karena itu Syah (2011:217) memberikan kesimpulan,
yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil
cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan
diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai
hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, dan rasa maupun
Indikator prestasi belajar sangat penting diterapkan di
sekolah karena menjadi acuan di dalam proses belajar siswa yang
dianggap merupakan pengalaman dari perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar siswa yang meliputi cipta, rasa, maupun karsa.
4. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
a. Pengertian Bahasa Indonesia
Mulyasa (2008:240) menyebutkan bahwa “standar
kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi
kemampuan minimal siswa yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, keterampilan berbahasa dan sikap positif terhadap
bahasa dan sastra Indonesia”. Standar kompetensi tersebut
merupakan dasar bagi siswa untuk memahami dan merespon situasi
lokal, regional, nasional dan global. Adanya standar kompetensi
mata pelajaran bahasa Indonesia ini diharapkan:
1) Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.
2) Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar.
3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya.
4) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah.
6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Mulyasa (2008:240) berpendapat bahwa mata pelajaran
Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulis.
2) Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
3) Memahami bahasa indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
4) Menggunakan bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial.
5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Berdasarkan tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan
adanya mata pelajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa memiliki
pengetahuan tentang budayanya, budaya orang lain, belajar untuk
menyampaikan gagasan, serta mampu menggunakan kemampuan
imajinatif dan analitis yang terdapat pada diri masing-masing, juga
dapat meningkatkan kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan
orang lain, dan berbagi pengalaman untuk saling mempelajari satu
b. Dimensi Bahasa Indonesia
Mulyasa (2008:240) berpendapat bahwa “Bahasa Indonesia
pada hakekatnya dapat dipandang dari empat aspek yaitu
menyimak, menulis, berbicara, dan membaca”. Keempat dimensi
tersebut bersifat saling terkait. Dimensi yang telah disebutkan
antara lain:
1) Menyimak
Hernowo (dalam Nurjamal, 2010:3) dengan ringkas tegas mengingatkan kita tentang pentingnya menyimak bahwa menurut pakar komunikasi mendengarkan-menyimak (listening) ini menjadi pilar utama dalam berkomunikasi dan kepentingannya, kadang melebihi berbicara, membaca dan menulis. Dalam konteks mendengarkan ada aspek empati meskipun berbicara, membaca dan menulis juga ada. Dan dewasa ini kegiatan mendengarkan ini malah dipertinggi menjadi kegiatan mendengarkan aktif (active listening). Mendengarkan aktif
yang dalam al quran disebut “yastmi una” (maka
dengarkanlah penerjemah) adalah kegiatan mendengarkan yang melibatkan komponen fisik dan non-fisik.
2) Berbicara
Menurut Nurjamal (2010:3) berbicara itu merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan gagasan pikiran secara lisan kepada orang lain. Syarat mudah berbicara adalah menguasai apa yang kita bicarakan dan memperbanyak aktivitas menyimak dan membaca.
3) Membaca
Menurut Nurjamal (2010:4) menyebutkan bahwa membaca dan menyimak merupakan aktifitas kunci kita mendapatkan menguasai informasi. Semakin banyak informasi yang disimak-baca, semakin banyak informasi yang dikuasai.
4) Menulis
Dalam penelitian tindakan kelas ini aspek yang akan
dibahas oleh peneliti yaitu berupa aspek menulis. Materi yang
bersangkutan adalah menulis pantun.
c. Pokok Bahasan Materi Bahasa Indonesia
Dijelaskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) bahwa materi Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
diberikan secara mata pelajaran sejak kelas III sampai kelas VI,
sedang kelas I sampai kelas II diberikan secara tematik pada
pelajaran lain. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas IV dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
8. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk karangan, pengumuman, dan pantun anak.
8.3 Membuat pantun anak yang menarik tentang berbagai tema sesuai dengan ciri-ciri pantun.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen
kemampuanberbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Komponen yang
harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran adalah penentuan
materi pokok, Standar Kompetensi dari materi pokok tersebut di atas
telah ditetapkan secara nasional maka materi pokok tinggal disalin
dari buku Standar Kompetensi pada mata pelajaran bahasa Indonesia
5 Menulis
a. Pengertian Menulis
Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
terdapat empat keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan atau
menyimak, berbicara, menulis dan membaca. Tarigan (2013:22)
mengatakan “menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang
-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami
oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik
itu”. Suriamiharja (Djuanda, 2008:180) berpendapat bahwa
“menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan
tulisan, dapat juga diartikan sebagai komunikasi untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan dan apa yang dikehendaki
kepada orang lain secara tertulis”.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
menulis merupakan suatu proses menuangkan pikiran, gagasan,
perasaan dan apa yang dikehendaki dalam bentuk tulisan untuk
b. Fungsi Menulis
Dalam kegiatan berbahasa, menulis memiliki fungsi sebagai
alat komunikasi secara tidak langsung dan dapat mempermudah
dalam berfikir karena dengan menulis mampu membantu seseorang
untuk mengungkapkan dan menjelaskan pikiran-pikirannya.
Rusyana (Djuanda, 2008:181) mengatakan bahwa menulis
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1) Fungsi penataan
Ketika mengarang terjadi penataan terhadap gagasan, pikiran, pendapat, imajinasi serta terhadap penggunaan bahasa untuk mewujudkannya.
2) Fungsi pengawetan
Mengarang mempunyai fungsi untuk mengawetkan pengutaran sesuatu dalam wujud dokumen tertulis. Dokumen sangat berharga misalnya untuk mengungkapkan sejarah kehidupan pada zaman dahulu. 3) Fungsi penciptaan
Dengan mengarang kita menciptakan sesuatu yang mewujudkan sesuatu yang baru. Karangan sastra mewujudkan fungsi demikian, begitu pula karangan filsafat dan keilmuan ada yang menunjukkan fungsi penciptaan.
4) Fungsi penyampaian
Penyampaian itu terjadi bukan saja kepada orang yang berdekatan tempatnya melainkan juga kepada orang yang berjauhan.
Berdasarkan fungsi menulis di atas peneliti menyimpulkan
ada empat jenis fungsi menulis yang sangat membantu sebagai alat
komunikasi secara tidak langsung dan dapat mempermudah dalam
berfikir, terdiri dari fungsi penataan, fungsi pengawetan, fungsi
c. Tujuan Menulis
Tarigan (2013:24) mengatakan bahwa tujuan menulis ada empat
yaitu:
1) Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif.
2) Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif.
3) Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan disebut tulisan literer.
4) Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat disebut wacana ekspresif.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengambil kesimpulan
bahwa tujuan menulis adalah untuk menuangkan gagasan, pikiran,
informasi, perasaan dan apa yang dikehendaki penulis dalam
bentuk tulisan agar dapat didokumentasikan atau dibaca orang lain.
d. Macam-Macam Menulis di sekolah dasar
Djuanda (2008:183-184) mengatakan macam-macam
menulis yang dapat diajarkan di Sekolah Dasar sebagai berikut:
1) Menurut Tingkatannya: menulis permulaan (kelas 1 dan 2) dan menulis lanjut (kelas 3 sampai 6).
2) Menurut isi atau bentuknya: karangan Verslag (laporan) karangan fantasi (ekspresi jiwa), karangan reproduksi dan karangan argumentasi.
3) Menurut susunannya: karangan terikat, karangan bebas, dan karangan setengah bebas setengah terikat.
Peneliti dapat mengambil kesimpulan dari pembahasan di
atas bahwa macam-macam menulis untuk diajarkan di sekolah
dasar ialah menulis menurut tingkatan usianya, menulis menurut
5. Pantun
a. Pengertian Pantun
Djuanda dan Ismara (2009:14) mengatakan bahwa “pantun
merupakan sejenis puisi lama yang terikat bait dan baris”. Djuanda
dan Ismara (2009:14) mengatakan ada empat ciri-ciri pantun yaitu
sebagai berikut:
a) Pantun terdiri dari empat baris
b) Keempat baris itu dibagi dua baris sampiran (baris kesatu dan kedua) dan dua baris isi (baris ketiga dan keempat). c) Rima (bunyi akhir) pantun biasanya a-b-a-b
d) Setiap baris biasanya terdiri atas delapan sampai dengan dua belas suku kata.
Berdasarkan uraian penjelasan di atas maka peneliti
menyimpulkan bahwa pantun adalah salah satu jenis puisi lama
yang asli berasal dari Indonesia yang memiliki syarat-syarat
pantun.
b. Jenis-Jenis Pantun
Supriyadi (2006:47) berpendapat bahwa “berdasarkan
isinya pantun dibagi menjadi: pantun jenaka atau humor dan pantun
serius; pantun nasehat, pantun agama, pantun cinta, dan pantun
dagang”. Berdasarkan sasaran peruntukannya atau sasaran pemakai
pantun dibagi menjadi; pantun anak-anak, pantun remaja, pantun
Jenis-jenis pantun berdasarkan bentuknya yaitu:
1) Pantun biasa adalah pantun yang terdiri dari empat baris Contoh:
Pergi ke toko membeli majalah Isi majalahnya tentang jamu Pagi-pagi pergi ke sekolah Untuk belajar menuntut ilmu. empat, tetapi harus genap. Barisnya dapat 6,8,10,12 atau 14.
Supaya jadi anak yang pintar dan sholeh.
4) Pantun berkait atau pantun berangkat adalah pantun yang terdiri dari empat baris dan merupakan rangkaian pantun yang bersambung pada baris kedua dan keempat tiap-tiap pantun yang berikutnya.
Contoh:
Peneliti memberikan batasan pantun yang akan dipelajari
siswa dalam penelitian ini sesuai kompetensi dalam kurikulum
tahun 2006. Pantun yang dibuat seputar tema persahabatan,
ketekunan, kepatuhan, dan temalingkungan.peneliti dalam hal ini
akan mengambil materi pantun biasa yang akan dijadikan sebagai
bahan pembelajaran untuk melakukan penelitian di sekolah dasar.
6. Model Pembelajaran
Joyce & Weil dalam Rusman (2013:133) berpendapat bahwa
model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi
perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning)
Slavin mengemukakan, “in Cooperative Learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”.
Dalam Pembelajaran Kooperatif siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen
(RobertSlavin, 2008:15).
Isjoni (2011:16) mengatakan bahwa “Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning) adalah suatu model pembelajaran yang saat
ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar
yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk
mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan
siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang
agresif dan tidak peduli pada yang lain”.
Spencer Kagan 1992 mengatakan “Cooperative Learning is anapproach to organizing classroom activities into academic and social learning experiences. Students must work in groups to complete the two sets of tasks collectively. Everyone succeedswhen the group succeeds”.
Pembelajaran Kooperatif merupakansuatu pendekatan yang
mengorganisasikan kelas dalam suatu kelompok-kelompok kecil
untuk melatih kemampuan akademikdan sosial siswa. Siswa harus
bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas. Siswa
Jadi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara
berkelompok, dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah
interaksi yang lebih luas yaitu interaksi dan komunikasi yang
dilakukan oleh guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa
dengan guru.
b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Rusman (2013:211) mengatakan terdapat enam langkah
utama atau tahapan langkah-langkah pembelajaran kooperatif
disajikan pada tabel 2.1 berikut
Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Fase Langkah-langkah Tingkah Laku Guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan
semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada mata pelajaran tersebut dan memotivasi siswa.
2 Menyajikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. 3 Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok kooperatif. setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
4 Membimbing kelompok
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
6 Memberikan penghargaan Guru mencari
cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam
pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif,
langkah-langkah tersebut nantinya akan dilaksanakan ketika dalam proses
pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan
pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips (Kancing
Gemerincing)
a. Pengertian Pembelajaran Kancing Gemerincing
Pembelajaran ini dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1992). Pembelajaran kancing gemerincing bisa digunakan dalam
semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Kegiatan kancing gemerincing masing-masing anggota kelompok
mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka
dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain.
Pembelajaran ini dapat digunakan untuk mengatasi hambatan
Dalam banyak kelompok sering ada anak yang terlaludominan dan
banyak bicara, sebaliknya juga ada anak yang pasif dan pasrah saja
pada rekannya yang lebih dominan. Situasi seperti ini pemerataan
kerja keras dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anak yang
pasif terlalumenggantungkan diri pada rekannya yang dominan.
b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kancing Gemerincing
Lie (2008:64) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran
Talking Chips (Kancing Gemerincing) antara lain:
1) Guru menyiapkan kotak kecil yang berisi kancing-kancing atau bisa juga benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim.
2) Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapat dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan).
3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakannya ditengah-tengah kelompoknya.
4) Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.
5) Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagikan kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.
Berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Lie (2008:64),
penerapan model kooperatif tipe Kancing Gemerincing pada
pembelajaran menulis pantun kelas IV SD Negeri 2 Lesmanaakan
peneliti kembangkan seperti berikut ini:
1) Sebelum pembelajaran dimulai, guru menyampaikan atau mengenalkan topik, bahan pelajaran dan tujuan pembelajaran yaitu menulis pantun.
2) Guru menyiapkan kotak gemerincing yang berisi kancing-kancing atau dapat juga benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok eskrim dan sebagainya.
3) Guru terlebih dahulu membagi siswa menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa.
4) Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapat dua atau tiga buah kancing.
5) Guru menampilkan materi yang ada dalam slide power point secara singkat dan guru mengulangi penjelasan sampai siswa paham.
6) Guru memberikan pengarahan mengenai tugas kelompok, tiap kelompok akan diberi tugas untuk membuat pantun dengan tema dan waktu yang telah ditentukan oleh guru.
7) Siswa mulai berdiskusi membuat pantun, siswa diharapkan dapat saling bertukar pendapat dengan teman sekelompoknya, untuk memilih kata yang tepat sehingga membentuk suatu rangkaian kata yang padu dalam isi dan sampirannya.
8) Setelah diskusi selesai guru meminta kepada perwakilan setiap kelompok untuk membacakan hasil pantun yang telah didiskusikan kelompok, kemudian guru meminta kepada siswa untuk menanggapi kelompok lain dengan cara setiap kali seorang siswa akan mengeluarkan pendapat terlebih dahulu harus mengangkat potongan sedotan yang dimiliki, dan menyerahkan kancingnya di tengah-tengah kelompoknya.
10) Guru menyiapkan sebuah papan penilaian, gunanya apabila salah satu anak yang menjawab pertanyaan dengan benar, maka akan mendapatkan penghargaan sebuah simbol bergambar bintang, dan nanti pada akhir pembelajaran guru dengan siswa menghitung perolehan skor (bintang). Bagi kelompok yang anggotanya paling banyak menjawab maka kelompok tersebut dinobatkan sebagai kelompok terbaik dan mendapat penghargaan bintang emas.
c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Kancing Gemerincing
1) Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing
Gemerincing
a) Mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.
b) Memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa sebagai anggota kelompok dalam kelompok belajarnya untuk dapat memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pemikiran anggota kelompok yang lain. c) Terjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antara
siswa dengan guru.
d) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
2) Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing
Gemerincing
a) Guru harus mempersiapkan pelajaran secara matang, disamping itu juga memerlukan banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
b) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas, sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Lie (2008:65)
Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model
pembelajaran kooperatif adalah sebagai strategi mengajar guru,
maka dari hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru
dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru
menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran
kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan
kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model yang
diterapkan akan memungkinkan siswa menjadi lebih aktif,
kreatif dan mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi
pelajaran atau kurikulum.
B. Penelitian yang Relevan
1) “Cooperative Learning Strategies to enhance writing skill” oleh Rita Rani Mandal 2009 menyatakan bahwa:
“Cooperative learning strategies could be used during the process of writing that is planning, translating and reviewing, so that the product produced by the group is good. In cooperative learning the student are given opportunity to write and to revive and rewrite what they have written. Peer criticism aids students sharpen their knowledge about essays structure and grammatical rules. In order to evaluate effectively someone else’s papers students must know what to look for and be able to justify their comments. It also provides the student with the opportunity of evaluating his or her own work. They demonstrate more confidence in writing and decrease their apprehensions towards writing”.
Strategi pembelajaran kooperatif bisa digunakan selama proses
penulisan yaitu perencanaan, penerjemahan dan review sehingga
produk yang dihasilkan oleh kelompok itu baik, dalam pembelajaran
kooperatif siswa diberi kesempatan untuk menulis dan menghidupkan
kembali. Tulis ulang apa yang telah mereka tulis kritik rekan membantu
siswa mempertajam pengetahuan mereka tentang struktur esai dan
peraturan gramatikal. Untuk mengevaluasi secara efektif makalah orang
lain, siswa harus tahu apa yang harus dicari dan dapat membenarkan
komentar mereka. Ini juga memberi siswa kesempatan untuk
diri dalam menulis dan mengurangi kekhawatiran mereka terhadap
penulisan.
2) Effectiveness of Talking Chips Strategy of Cooperative Learning on achievement in comparison with Emotional Intelligence oleh Devanathan, and Manoj T.I. 2011, menyatakan bahwa:
“The present research study is the report of an experiment conducted to find out the effectiveness of Talking Chips Strategy of Cooperative Learning on achievement and Emotional Intelligence. Cooperative Learning primarily arose as an alternative to what was perceived as the over emphasis on competition in traditional education by engaging students to work together on a common task, sharing information and supporting one another”.
Penelitian ini merupakan laporan penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui efektifitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Kancing
Gemerincing pada prestasi dan kecerdasan emosional. Pembelajaran
Kooperatif terutama muncul sebagai alternatif untuk dianggap sebagai
penekanan lebih pada kompetisi dalam pendidikan tradisional dengan
melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam tugas bersama, berbagi
informasi dan saling mendukung satu sama lain.
Jadi, dari penelitian di atas menunjukkan bahwa salah satu
keuntungan dari penggunaan Talking Chips (Kancing Gemerincing) dapat digunakan untuk menyampaikan, mengembangkan keterampilan
dan meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Keuntungan ini dapat menjadi kesempatan untuk mengidentifikasi
terlibat aktif dalam diskusi yang tidak terstruktur dan tanpa disadari
siswa telah bekerja keras dan berpikir lebih.
3) Penelitian oleh Mila Kartika Sari (2010) tentang penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing untuk meningkatkan
minat dan prestasi belajar materi menulis puisi. Subyek penelitian ini
adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Kepuh Kabupaten Sukoharjo yang
berjumlah 10 siswa yang terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 5 siswa
perempuan. Berdasarkan hasil penelitian adanya peningkatan rata-rata
nilai yangdiperoleh siswa pada tes awal 49,3; kemudian pada tes siklus
pertama 62,16;pada siklus kedua menjadi 72,46; dan pada siklus ketiga
menjadi 80,62. Adanyapeningkatan presentase ketuntasan belajar siswa
yang pada tes awal hanya 0%, pada tes siklus pertama menjadi 30% dan
pada siklus kedua menjadi 50%, kemudian pada siklus ketiga menjadi
90%.
Jadi kaitannya dengan penelitian yang saya lakukan yaitu pada
penelitian ini dijelaskan bahwa dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa dengan melihat jumlah kenaikan skor pada setiap siklusnya.
Berdasarkan penjelasan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips (Kancing Gemerincing) memiliki kontribusi terhadap pembelajaran, dapat
menunjukkan keefektifan dalam prestasi belajar serta menjadi salah satu
atau diterapkan dalam penelitian tindakan kelas ini untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa.
C. Kerangka Pikir
Belajar merupakan suatu proses atau usaha yang dilakukan secara
berkesinambungan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Dalam proses pembelajaran
kerja keras siswa sangat mempengaruhi perubahan dalam proses
pembelajaran dan tentunya berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Dari hasil observasi di kelas IV, kurangnya kerja keras siswa dalam proses
pembelajaran mempengaruhi prestasi belajar.
Mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan pembelajaran yang inovatif dan mampu meningkatkan kerja
keras serta prestasi belajar siswa, salah satunya menggunakan
pembelajaran Talking Chips. Penggunaan pembelajaran Talking Chips diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan
meningkatnya prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dibuat kerangka
pikir penelitian berikut ini.
Gambar 2.1 Kerangka pikir
Masalah - Kurangnya Kerja
Keras dalam belajar - Prestasi belajar
dibawah KKM yang telah ditentukan.
Hasil Kerja Keras dan
prestasi belajar meningkat Tindakan
D. Hipotesis Tindakan
Pembelajaran akan berjalan dengan baik sejalan dengan persiapan yang
matang. Berdasarkan deksripsi teori, hasil penelitian yang relevan dan
kerangka berpikir, maka dapat disimpulkan hipotesis dari penelitian ini
adalah:
1. Penggunaan strategi pembelajaran Talking Chips (Kancing Gemerincing) pada mata pelajaran bahasa Indonesia materi menulis
pantun dapat meningkatkan kerja keras siswa kelas IV SD Negeri 2
Lesmana.
2. Penggunaan strategi pembelajaran Talking Chips (Kancing Gemerincing) pada mata pelajaran bahasa Indonesia materi menulis
pantun dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 2