RINIA PUJI AGUSTIANI 1504683
B
1. Kurva batas-batas kemungkinan produksi (Production Possibilities Frontier / PPF) a. Batas kemungkinan produksi untuk beras dan motor
Tabel Kemungkinan Produksi / Production Possibility Table Beras (ton)
X
Motor (unit) y
0 150
100 135
175 100
225 60
250 0
Keterangan :
Titik E1, E2 dan E3 : Efisiensi Produksi Titik A : Inefisien
Titik B : Tidak dapat dicapai
Kecenderungan Kurva PPF berbentuk cambung atau melengkung keluar adalah karena berlakunya The Law of Increasing Opportunity Cost (Hukum Peningkatan Biaya Peluang), dimana ketika produksi barang Y dikurangi, maka produksi barang X akan naik tetapi kenaikannya semakin berkurang (dari X1 ke X2 dan X2 ke X3 dengan X2 X3 < X1 X2).
b. Titik yang tidak mungkin dicapai adalah titik B, karena titik B berada diluar batas kemungkinan produksi.
Titik yang dapat dicapai tetapi tidak efisien adalah titik A, sumber daya yang dimiliki tidak digunakan secara optimal, terdapat pengangguran sumber daya.
c. Titik yang mungkin dipilih oleh ABC (yang menginginkan sektor pertanian yang timbul) dan titik yang mungkin dipilih oleh XYZ (yang mengininkan sektor industri yang timbul) pada Production Possibilities Frontier/PPF.
Tabel Kemungkinan Produksi / Production Possibility Table ABC (Pertanian)
X
XYZ (industri) Y
0 150
100 135
175 100
225 60
Kurva Batas Kemungkinan Produksi / Production Possibilities Frontier
Keterangan :
Titik E1, E2, E3 dan E4 : Efisiensi Produksi Titik A : Inefisien
Titik B : Tidak dapat dicapai
Titik yang mungkin dipilih oleh ABC adalah titik E4. Karena ABC menginginkan sektor pertanian yang timbul dan di titik E4, kemungkinan produksi sektor pertanian lebih besar daripada kemungkinan produksi sector industri.
2. Laporan Tahunan dari BPS
Rangkuman Permasalahan Ekonomi
Salah satu permasalahan yang berkaitan dengan kedaulatan Indonesia, seperti illegal fishing yang kerap terjadi di perairan Indonesia. Kejahatan illegal fishing yang dilakukan oleh ribuan kapal asing terus saja marak terjadi. Data Badan Pemeriksa Keuangan (2013) menunjukkan, potensi pendapatan sektor perikanan laut jika tanpa illegal fishing mencapai Rp 365 triliun per tahun. Namun, akibat illegal fishing, menurut hitungan Kementrian Kelautan dan Perikanan (2011), pendapatan tersebut hanya berkisar Rp 65 triliun per tahun. Jadi ratusan trilirun rupiah devisa negara hilang setiap tahun.
Lautan yang begitu luas dengan kekayaan alam yang melimpah sungguh suatu sumber daya alam yang harus dilindungi dan diawasi. Namun fasilitas yang dimiliki Indonesia untuk mengawasi perairan yang sangat luas tersebut belum cukup memadai. Kapal pengawas yang dimiliki Indonesia pada tahun 2012 baru memiliki 25 kapal, setiap tahun Indonesia hanya mampu menambah 1 buah kapan saja. Hingga tahun 2014 Indonesia baru memiliki 27 kapal pengawas.
Kebijakan yang direkomendasikan ialah pemerintah terus berupaya untuk
memaksimalkan dan menambah fasilitas untuk perlindungan dan pengawasan di wilayah perairan Indonesia agar kekayaan tersebut dapat benar-benar menjadi sumber kehidupan masyarakat pantai/pesisir sepanjang tahun dan menambah potensi pendapatan sektor perikanan bagi negara. Selain itu pemerintah juga menerapkan aturan dan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggar aturan yang telah ditetapkan tersebut.
Laporan Tahunan dari BI www.bi.go.id
Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh Negara Indonesia pada tahun 2014, mengenai: Perekonomian Indonesia pada tahun 2014 antara lain diwarnai dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Di tengah tingginya tekanan dari administered prices, termasuk harga solar, inflasi pada tahun 2014 tetap terkendali di single digit.
Kebijakan- kebijakan yang direkomendasikan dewan:
1. Kebijakan reformasi subsidi yang telah ditempuh Pemerintah sejak awal tahun 2015 diharapkan dapat memberikan fondasi bagi upaya pengendalian inflasi yang lebih terjaga. 2. Kebijakan moneter bias ketat yang ditempuh oleh Bank Indonesia dapat mengendalikan
3. Berita-berita ekonomi di Indonesia
Berita 1
Kapal Produksi RI Diekspor ke Filipina
Liputan6.com, Jakarta - Industri galangan kapal nasional ternyata telah mampu mengekspor produknya untuk keperluan pasar di negara lain selain membangun kapal untuk kebutuhan dalam negeri.
Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan, Kementerian Pertahanan, Brigjen Jan Pieter Ate menuturkan PT PAL Indonesia yang berlokasi di Jawa Timur tengah menyelesaikan dua kapal jenis landing platform pesanan Filipina.
"Delivery-nya pada Desember tahun ini. Ini menunjukkan, industri perkapalan kita mendapat manfaat dari transfer teknologi dan kini mampu mengekspor," ujar Jan Pieter dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (26/9/2015).
Sementara itu, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan agar kapal-kapal produksi industri galangan kapal di Indonesia lebih diminati oleh negara lain, maka harus unggul dalam dalam hal desain.
Untuk itu, pihaknya akan mendorong pemberdayaan Pusat Desain dan Rekayasa Perkapalan Nasional atau National Design and Engineering Center (NaSDEC) yang berada di Surabaya, Jawa Timur.
Fasilitas desain perkapalan ini merupakan hasil kerja sama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya.NaSDEC yang berdiri sejak 2006 diproyeksikan mampu mendesain kapal-kapal tipe khusus seperti tanker, LNG carrier dan lain-lain.
Prinsip ekonomi yang relevan dengan berita “Kapal Produksi RI diekspor ke Filipina” yang baru-baru ini terjadi adalah prinsip ekonomi perdagangan menguntungkan semua pihak, karena dengan diekspornya kapal produksi Indonesia ke Filipina, maka memberikan keuntungan kepada produsen kapal tersebut karena keberhasilan produksi kapal hingga mancanegara, kepada
pemerintah karena dengan produksi tersebut menambah devisa negara, serta menguntungkan pihak konsumen, karena kebutuhannya terhadap kapal dapat terpenuhi dengan mengimpor kapal dari Indonesia.
Selain prinsip ekonomi tersebut, prinsip ekonomi yang relevan adalah prinsip standar hidup suatu negara bergantung kepada kemampuan negara tersebut menghasilkan barang dan jasa, karena untuk meningkatkan standar hidup para pembuat kebijaksaan harus meningkatkan produktivitas dengan cara memperluas pasar hingga mancanegara.
Berita 2
Eksportir Diminta Wajib Simpan Hasil Devisa di RI
Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diminta mengeluarkan aturan ketat untuk mengurangi kebiasaan pengusaha Indonesia yang memarkir uangnya di negara lain.
Anggota Komisi XI DPR RI, Mohammad Misbakhun mengatakan, bank sentral tersebut harus benar-benar serius untuk mendorong devisa hasil ekspor sumber daya alam (SDA) dan produk Indonesia masuk ke dalam negeri, bukan di parkir di negara lain.
"Hasil devisa negara, BI memang harus melakukan upaya serius bagaimana bisa memaksa devisa hasil ekspor masuk ke Indonesia, jangan diparkir di luar negeri," ujar Misbakhun di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (26/9/2015).
Dia menjelaskan, selama ini eksportir dan pengusaha Indonesia masih banyak yang memarkir dananya di rekening di luar negeri, seperti di Singapura. "Ini penting. Jangan sampai mereka usaha di Indonesia, menggunakan sumber daya Indonesia, dapat konsesi pemerintah untuk mengelola SDA Indonesia. Tapi begitu diekspor dolarnya di parkir di rekening mereka di luar," kata dia.
"Maka harus dibuat aturan yang tepat dan sungguh-sungguh. Dibuat sanksi agar mereka mau tempatkan devisa di sistem perbankan Indonesia," tutur dia. (Dny/Ahm)
Prinsip ekonomi yang relevan dengan berita “Eksportir Diminta Wajib Simpan Hasil Devisa di RI” adalah pasar adalah tempat yang baik untuk mengorganisir kegiatan ekonomi, karena dengan masuknya devisa hasil ekspor ke Indonesia dapat mempengaruhi keuangan negara, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian di pasar Indonesia.
Berita 3
DPR Minta BI Terbuka soal Intervensi Pasar
Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar rapat internal membahas penugasan kepada Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) untuk memeriksa Bank Indonesia (BI).
Anggota Komisi XI DPR RI, Mohammad Misbakhun mengatakan, hal ini dilakukan agar bank sentral lebih transparan dan terbuka soal langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi pelemahan rupiah.
"Kita memang menginginkan BI yang lebih transparan, BI yang terbuka, BI yang menerapkan tata kelola yang baik dalam penggunaan cadev negara, pada saat melakukan intervensi rupiah," ujar Misbakhun di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (26/9/2015).
Dia menuturkan, selama ini BI menyebut bahwa selalu hadir di pasar untuk melakukan intervensi dalam rangka mengendalikan nilai tukar rupiah. Namun kenyataannya rupiah terus melemah, bahkan hingga menembus angka 14.700 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Bahkan semua orang khawatir Oktober lewat dari Rp 15 ribu. Ini angka psikologis dan membebani perekonomian kita," kata Misbakhun.
"Rupiah makin murah, sedangkan dolar mahal juga membuat kita tertekan secara pertumbuhan. Ini yang jadi saran kita pada BI untuk membuka apa saja sebenarnya yang dilakukan BI dalam rangka lakukan intervensi pasar itu. Cadangan devisa (cadev) kita sudah berkurang US$ 5 miliar-US$ 7 miliar. Tapi rupiah makin terpuruk. Jadi devisa berkurang rupiah makin lemah," lanjutnya.
Selain itu, usulan agar BPK melakukan audit terhadap BI juga semata-mata menjamin tata kelola yang baik dalam sektor keuangan. Sehingga tidak muncul kecurigaan pelemahan rupiah ini sengaja dibiarkan demi kepentingan pihak-pihak tertentu.
"Kalau sengaja dilemahkan, saya tidak bisa membuktikan. Tapi audit BPK yang membuktikan apakah memang ada upaya-upaya ke situ atau tidak. Itu harus diuji juga ke publik. Ini adalah negara demokrasi, saya serahkan sepenuhnya ke BI, untuk dilakukan langkah-langkahnya. Kita juga berikan kepercayaan ke BPK untuk memberikan tugasnya sesuai dengan amanat konstitusi," jelas dia.
Menurut Misbakhun, keputusan untuk menugaskan BPK agar memeriksa BI harus diputuskan melalui rapat antar anggota DPR. BPK sendiri tidak bisa secara langsung lakukan pemeriksaan namun harus mendapatkan penugasan dari DPR.
"Jadi DPR sedang membicarakan itu. Ini yang kita lakukan supaya ada governance yang baik, tata kelola yang baik dalam melakukan intervensi pasar dalam melakukan kebijakan pengelolaan devisa dan kebijakan moneter ini. Maka saya mengusulkan BI untuk dilakukan audit oleh BPK dalam rangka kebijakan moneter," kata Misbakhun.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat susut 18,06 persen dari 12.440 pada 31 Desember 2014 menjadi 14.690 pada Jumat 25 September 2015.
Sebelumnya Gubernur BI Agus Martowardojo mempertanyakan soal Komisi XI DPR yang memasukkan satu poin soal permintaan anggota dewan agar BPK mengaudit Bank Indonesia. Poin itu tersebut sempat tertulis dalam risalah kesimpulan Rapat Kerja Lanjutan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Agus mempertanyakan apakah poin kesimpulan itu merupakan keputusan komisi XI. Poin itu mencakup permintaan komisi XI kepada BPK untuk melakukan audit tertentu terhadap kebijakan moneter di BI.
dan bukan agenda yang dibicarakan. Jadi kami minta Komisi XI dapat bijaksana memperhatikannya," kata Agus pada Selasa 22 September 2015.
Agus membela, selama ini laporan keuangan Bank Indonesia selalu diaudit BPK. Selain itu, rutin setiap kuartal, BI selalu memberikan laporan kepada DPR maupun Presiden. Ia merasa keberatan apabila agenda itu ada dalam kesimpulan RAPBN 2016. (Dny/Ahm)