ANALISIS KRITIS PERBEDAAN PANDANGAN NETRALITAS SAINS OLEH PAKAR FILSAFAT ILMU DAN SAINTIS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Oleh : Kelompok I
Muhammad Rofi
Nuraini Parwitasari
Muhammad Sya’bany
Pagi Muhammad
Sarah Nurtyasrini
Mat Sjafi’i
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
Asumsi Dasar Netralitas Sains
Para saintis memandang bahwa sains itu netral atau bebas nilai, maka “islamisasi
sains tidak tepat”, karena secara esensial sains telah islami dengan mengikuti hukum
Allah.
Para pakar filsfat ilmu memandang bahwa sains itu tidak netral dan tidak bebas nilai
karena unsur subjektif manusia sebagai saintis pasti telah tercampur dengan sains itu
sendiri.
Para saintis menjungjung tinggi falsifikasi ilmu, maka tidak ada kebenaran yang
mutlak. Suatu teori sains dianggap benar ketika belum ada yang membuktikan
salahnya.
Namun para pakar filsafat ilmu menilai bahwa falsifikasi inilah yang akhirnya
menjadikan sains itu adalah paradigma yang dibangun atas fenomena. Objektivitas
observasi sains tidak mungkin karena setiap manusia memiliki penginderaan
masing-masing, maka sains dianggap sebagai fenomena yang terikat pada
paradigma. Kebenaran universal yang hakiki mau tidak mau akan bersentuhan
dengan sistem nilai.
Teori relativitas adalah netral karena dapat dibuktikan siapapun, dan posisi teori
relativitas semakin kuat karena semakin banyak bukti yang mendukungnya, teori
relativitas saat ini dianggap benar karena belum ada yang membuktikan salahnya.
Inilah pandangan para saintis.
Para pakar filsafat ilmu memandang teori relativitas dari makna filosofisnya, bahwa
masih banyak cara menampakan kebenaran yang mendekati kenyataan pada teori ini. Sebenarnya terdapat perbedaan pemahaman definisi netralitas sains diantara
keduanya. Sains yang dimaksud saintis tidak mungkin mencapai kebenaran yang
hakiki, sains disini hanya mencari kebenaran saintifik dengan bukti ilmiah,
ini, mereka mencari kebenaran universal yang hakiki dengan mengambil unsur
transendental.
T. Djamaludin mengusulkan agar mengujicobakan jika premis-premis empiris yang
sembarang pada sains barat sekuler (SBS) diganti dengan premis-premis
transcendental. Analisis Kritis
Perbedaan pendapat adalah suatu keawajaran karena setiap manusia mempunyai lensa
(esensi keinderaan) yang berbeda-beda untuk memahami paradigma, atau dalam
pemahaman lain bahwa setiap manusia mempunyai kondisi non fisis yang tidak sama.
Dalam asumsi dasar diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pemahaman saintis dan
pakar filsafat ilmu tentang netralitas sains berbeda titik objeknya dan tidak ada yang dapat
dipermasalahkan. Mereka meyakini dan mempunyai tujuan yang sama yaitu menuju sains
yang hakiki dan sama-sama meyakini dari segi esensinya bahwa sains itu telah islami dan
mengakui bahwa sain berada dibawah hukum Allah. Sains adalah universal.
Perbedaan dari keduanya hanya ada pada dasar premis-premis yang diambil. Saintis
berangkat dari premis-premis empiris, maka mereka menggunakan aspek fisis dan mengkaji
studi keilmiahan. Sangat berbeda dengan pakar filsafat ilmu yang berangkat dari
premis-premis transsendental dan berada di aspek non fisis. Jadi tidak ada yang perlu
dipermasalahkan karena keduanya bersama mencari/menuju sains yang hakiki, dan mereka
masing-masing menempuh cara yang berbeda untuk mencapainya.
Opini kelompok kami adalah bahwa sains hanyalah objek bersih yang universal dan
setiap manusia yang mempunyai “warna berbeda-beda” berhak menggunakan, memiliki
bahkan mengembangkannya. Maka disinilah titik masalahnya, sains sebagai objek bersih
yang universal diwarnai oleh manusia, dan manusia mempermasalahkan perbedaan warna
tersebut dengan melihat kesalahannya pada sains. (MEREUUUNNN ETA GE) TETOOOOOOTTTTT,,MIGRENNNN !!!!