• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan PA, KPA, PPK, PPTK, dan Pejabat Pengadaan, dalam Pengadaan BarangJasa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan PA, KPA, PPK, PPTK, dan Pejabat Pengadaan, dalam Pengadaan BarangJasa."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Manokwari, 18 Juli 2017

Kedudukan PA, KPA, PPK, Pejabat Pengadaan, dan PPTK

dalam Pengadaan Barang/Jasa

A.PERMASALAHAN

Adanya PPTK dalam PP Nomor 58 tahun 2005 yang mempunyai fungsi dan

kedudukan yang hampir sama dengan PPK dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010

masih menimbulkan pertanyaan tentang kedudukan PPTK yang melaksanakan

pengadaan barang/jasa. Demikian pula dengan penetapan PPK dan Pejabat Pengadaan

yang disyaratkan mempunyai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa dikaitkan

dengan PNS yang memegang jabatan karier, sehingga bisa saja terjadi konflik internal

antar aparatur sebagai akibat adanya pejabat yang secara karier lebih tinggi pangkatnya

namun dalam pengadaan barang/jasa tidak bisa bertindak sebagai PPK.

Isu hukum yang muncul dalam permasalahan ini adalah bagaimana kedudukan

PA/KPA, PPK, Pejabat Pengadaan dan PPTK dalam pengadaan barang/jasa terkait

dengan pengelolaan keuangan daerah.

B.SUMBER HUKUM

1.Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur

kewenangan Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran.

2.Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerahyang mengatur kewenangan PA/KPA dan PPTK dalam pengelolaan Keuangan

Daerah

3.Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

yang mengatur kewenangan PA/KPA, PPK dan Pejabat Pengadaan dalam pengadaan

(2)

C.ISU HUKUM

1. Perlunya penegasan siapa yang dapat menjadi PA dan KPA dalam pengadaan

barang/jasa sebagaimana yang diatur dalam PP 58 tahun 2005 dan Perpres 54 tahun

2010

2. Bagaimana kedudukan PPTK dalam pengadaan barang/jasa terkait dengan

kewenangannya dalam PP 58 tahun 2005

3. Perlunya penegasan siapa yang dapat menjadi PPK dan Pejabat Pengadaan

berdasarkan Perpres 54 tahun 2010 terkait dengan PNS sebagai jabatan karir.

D.ANALISIS

1. a.Kedudukan PA dalam Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 1 Angka 5 Perpres No. 54 Tahun 2010 mendefinisikan Pengguna Anggaran

(PA) sebagai Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan

pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. Definisi ini mengacu pada definisi PA

dalam dalam Pasal 1 angka12 UU No. 1 Tahun 2004, karena dalam konsiderans Perpres

menyebutkan UU No. 1 Tahun 2004.

Mengenai siapa yang dapat menjadi PA dalam Perpres tersebut tidak

disebutkan, sehingga untuk menentukan siapa saja yang dapat menjadi PA adalah

dengan melihat aturan pada UU No. 1 Tahun 2004, dimana yang dapat menjadi PA

adalah :

a. Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi

kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berdasarkan pasal 4 ayat (1);

b. Gubernur, bupati / walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah berdasarkan pasal 5

ayat (1);

c. Kepala SKPD bagi SKPD yang dipimpinnya berdasarkan pasal 6 ayat (1).

Mengenai kewenangan dari PA dalam pengadaan barang/jasa telah cukup jelas di

(3)

b.Kedudukan KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 1 Angka 6 Perpres No. 54 Tahun 2010 mendefinisikan Kuasa Pengguna

Anggaran sebagai pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau

ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. Sebagaimana definisi PA,

definisi KPA tersebut mengacu pada definisi KPA dalam pasal 1 angka 18 UU No. 1

Tahun 2004.

Mengenai siapa yang dapat menjadi KPA tidak diatur, mengingat bahwa definisi

KPA adalah pemegang kuasa dari Pengguna Anggaran, karena penetapannya berupa

pelimpahan wewenang dengan memberi kuasa maka siapa saja dapat ditetapkan oleh

PA sebagai KPA dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan siapa yang akan ditetapkan

sebagai KPA pada dasarnya wewenang dari PA, khusus untuk Kepala Unit Kerja pada

SKPD yang akan ditetapkan sebagai KPA oleh Kepala Daerah harus diusulkan oleh

Pengguna Anggaran (dalam hal ini adalah Kepala SKPD) berdasarkan pasal 11 ayat (2)

PP No. 58 Tahun 2005 dan penjelasan pasal5 UU No. 1 Tahun 2004.

Kedudukan KPA harus dilihat sebagai aparatur yang menjalankan kuasa, sehingga

kewenangan KPA terbatas berdasarkan khusus pada pelimpahan kewenangan yang

diberikan, dengan demikian ketika KPA ditetapkan dalam pengadaan barang/jasa

maka kewenangannya pun sesuai dengan kewenangan PA sebagaimana yang diatur

dalam Perpres No. 54 Tahun 2010. Disamping itu juga KPA bukanlah jabatan, baik

secara struktural maupun fungsional, sehingga pertimbangan dalam pemilihan

aparatur yang ditetapkan sebagai KPA tidak terikat apakah KPA harus pejabat

struktural ataupun pejabat fungsional. Pertimbangan yang baik dapat berdasarkan

pada tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja,

lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya

sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat (3) PP No. 58 Tahun 2005.

2.Kedudukan PPTK dalam Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 1 Angka 16 PP No. 58 Tahun 2005 menyatakan bahwa Pejabat Pelaksana

Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD

yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan

(4)

PA/KPAmenunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK untuk melaksanakan

program dan kegiatan, dengan tugas mencakup (pasal 12 ayat 2):

1. mengendalikanpelaksanaan kegiatan;

2. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;

3. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

Dengan demikian PPTK bertanggung jawab kepada pejabat PA/KPA (pasal 13 ayat

2). Pemilihan PPTK berdasarkan pada pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran

kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif

lainnya (Pasal 13 ayat 1). Berdasarkan uraian diatas, PPTK merupakan pelaksana

sekaligus penanggung jawab kegiatan di unit kerja SKPD.

Pengadaan barang/jasa adalah salah satu kegiatan di

Kementerian/Lembaga/SKPD/Instansi sehingga berdasarkan ketentuan ini PPTK

berwenang untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa.

Namun

demikian

dengan adanya Perpres No. 54 Tahun 2010, maka ketentuan yang mengatur tentang

pengadaan barang/jasa menjadi khusus berdasarkan asas preferensi hukum Lex

Specialis Derogat Legi Generali yang berarti bilamana terdapat 2 dua

peraturan/ketentuan yang sederajat (sejajar) dalam hierarki perundang-undangan dan

mengatur hal yang sama, dimana yang satu lebih bersifat khusus dan yang lain bersifat

umum, maka ketentuan yang lebih bersifat khusus yang diberlakukan.

Perpres No. 54 Tahun 2010 mengatur bahwa penanggung jawab dalam kegiatan

pengadaan barang/jasa adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),sedangkan

pelaksananya dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan / Pejabat Pengadaan, tidak ada

kewenangan yang diatur dan diberikan kepada PPTK dalam pengadaan barang/jasa.

Kedudukan PPTK dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (3) Perpres No. 54

Tahun 2010 yaitu sebagai tim pendukung yang dibentuk oleh PPK untuk membantu

pelaksanaan barang/jasa. Jadi jelas PPTK yang berada dalam

Kementrian/Lembaga/SKPD/Instansi tidak mempunyai kewenangan dalam

(5)

4. Kedudukan PPK dan Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 1 Angka 7 Perpres No. 54 Tahun 2010 menyatakan bahwa Pejabat Pembuat

Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 1 Angka 9 Perpres No. 54 Tahun 2010

menyatakan bahwa Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat

Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Dari

definisi tersebut jelas bahwa dalam pengadaan barang/jas PPK adalah pejabat yang

bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pejabat pengadaan adalah pejabat yang

melaksanakan, kedudukan Pejabat Pengadaan secara fungsi sama dengan ULP.

PPK dan Pejabat Pengadaan ditetapkan oleh PA/KPA sebagaimana disebutkan

dalam pasal 8 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010. Penetapan PPK dilakukan

berdasarkan persyaratan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 12 ayat (2) dan ayat (3),

dan perubahannya pada Perpres 70 Tahun 2012, yaitu :

1. Memiliki integritas;

2. Memiliki disiplin tinggi;

3. Memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk

melaksanakan tugas;

4. Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam

sikap perilaku serta tidak pernah terlibat kkn;

5. Menandatangani pakta integritas;

6. Tidak menjabat sebagai pejabat penanda tangan surat perintah membayar

(ppspm) atau bendahara; dan

7. Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/ jasa.

Khusus untuk PPK di daerah berdasarkan pasal 127 huruf c yang mengatur

ketentuan masa transisi menentukan bahwa terhitung sejak 1 Januari 2012 wajib

(6)

Timbul Pertanyaan kemudian yang sering terjadi di lingkungan OPD Provinsi

Papua Barat :

1. Apa langkah yang harus diambil jika tidak ada pegawai yang bersertifikat

dalam lingkungan OPD?

2. Bagaimana jika PA/KPA tetap menunjuk Pegawai yang tidak memiliki

Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang / jasa sebagai PPK?

Jawaban :

1. PA / KPA Wajib mengemban tugas sebagai PPK WALAU TIDAK MEMILIKI

SERTIFIKAT, penjelasan menurut LKPP ;

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah Pasal 8 ayat (1) huruf c dinyatakan bahwa PA memiliki tugas

dan kewenangan menetapkan Pejabat Pembuat komitmen (PPK). Menurut Pasal 12

ayat (1), PPK merupakan pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan

Pengadaan Barang/Jasa. Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan

diantaranya adalah memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa (Pasal 12 ayat

(2) g.). PPK pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota wajib memiliki sertifikat

keahlian Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 1 Januari 2012 (Pasal 127 huruf c.);

Mengacu pada uraian di atas, PA/KPA wajib menetapkan PPK. Dalam hal tidak

ada SDM yang memenuhi persyaratan sebagai PPK pada suatu SKPD, maka PA/KPA:

a. Meminta bantuan kepada pejabat yang berwenang di bidang kepegawaian untuk

mencari dan mendistribusikan pejabat/staf dari SKPD lain yang memenuhi

persyaratan untuk ditetapkan sebagai PPK pada SKPD yang tidak ada atau

kekurangan SDM tersebut; atau

b. Syarat memiliki sertifikasi ahli pengadaan dikecualikan jika tidak ada personil yang

memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai PPK. Sebagaimana pasal 12 ayat 2b,

jika tidak ada staf yang memenuhi syarat memiliki sertifikat ahli pengadaan, maka

PPK dapat dijabat oleh pejabat eselon I dan II di K/L/D/I

(7)

c. Personil yang dapat diangkat sebagai PPK adalah personil yang memenuhi

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Perpres No.54 Tahun 2010 Pasal 12.

Dengan demikian, personil yang akan diangkat sebagai PPK tidak harus berasal dari

pejabat struktural;

2. Jika PA/KPA tetap menunjuk Pegawai yang tidak memiliki Sertifikat

Keahlian Pengadaan Barang / jasa sebagai PPK, Maka Kontrak yang

ditandatanginya Batal demi Hukum, Penjelasan :

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor

Indonesie) menyebutkan:

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Bahwa karena yang membuat perjanjian adalah PPK dan untuk menjadi PPK

wajib memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa, maka apabila sebuah

kontrak ditandatangani oleh PPK yang tidak bersertifikat maka Kontrak

tersebut tidak sah atau batal demi hukum.

Saat ini sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (KIP), khususnya Pasal 11 Ayat (1) Huruf e yaitu

”adan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:

perjanjian ”adan Publik dengan pihak ketiga.

Masyarakat dapat meminta seluruh kontrak pengadaan yang dilakukan

K/L/D/I dan juga meminta bukti Sertifikat PPK yang menandatangani kontrak

tersebut, atau walaupun tanpa bukti sertifikat dapat melakukan pengecekan

nama PPK pada website LKPP yang memuat daftar pemegang sertifikat keahlian

(8)

Apabila terbukti PPK tidak bersertifikat, maka masyarakat dapat

melakukan tuntutan Perdata berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan mengakibatkan kontrak yang telah ditandatangani menjadi batal.

Personil yang ditunjuk sebagai PPK tidak bisa divonis sebagai pelaku

pelanggaran peraturan. Dalam kondisi ini justru tunduknya seorang PPK

terhadap putusan administrasi dari PA/KPA adalah upaya menjalankan sumpah

jabatan sebagai Aparatur Sipil Negara sekaligus menjalankan amanat UU

30/2014. Merunut pemahaman sebelumnya maka yang harus

mempertanggungjawabkannya adalah yang menetapkan, yaitu PA/KPA.

B. Persyaratan untuk ditetapkan sebagai Pejabat Pengadaan adalah berdasarkan

pasal 17 ayat (1), yaitu :

1. memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

2. memahami pekerjaanyang akan diadakan;

3. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan

yang bersangkutan;

4. memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;

5. tidakmempunyaihubungankeluargadenganPejabat yang menetapkannya sebagai

anggota ULP/Pejabat Pengadaan;

6. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang

dipersyaratkan; dan

7. menandatangani Pakta Integritas.

Berdasarkan aturan persyaratan tersebut jelas bahwa baik PPK maupun Pejabat

Pengadaan bukanlah jabatan karir (struktural maupun fungsional), keduanya

merupakan jabatan khusus yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk

kepentingan khusus, dalam hal ini untuk kepentingan pengadaan barang/jasa di

Pemerintahan. Tidak ada persyaratan lain yang diatur ataupun ruang yang diberikan

(9)

adanya persyaratan tersebut bukan mencari aparatur daerah yang sudah senior atau

mencari aparat daerah yang pangkatnya tinggi atau golongannya yang tinggi serta

bukan pula bertujuan jabatan tersebut disesuaikan dengan jenjang kepangkatan yang

ada. Sebagaimana tersirat dalam Penjelasan Perpres No. 54 Tahun 2010, aparatur yang

terlibat dalam pengadaan barang/jasa dituntut merupakan seorang yang profesional

dan tidak berpihak (independen) agar dapat menjamin terjadinya interaksi ekonomi

dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional,

dan akuntabel. Hasil akhirnya adalah penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan

melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah harus efisiensi dan efektif,dengan

demikian diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat

dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi

kelancarantugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat.

Kedudukan PNS yang memegang jabatan karir secara struktural dan fungsional

adalah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan secara umum sebagaimana

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang PNS. Dengan

demikian ketika aparatur di daerah menjabat sebagai PPK ataupun Pejabat Pengadaan

walaupun kewenangan yang diberikan Perpres cukup besar namun terbatas hanya

dalam pengadaan barang/jasa, diluar kepentingan tersebut aparatur tersebut tetaplah

sebagai PNS yang memegang jabatan karirnya berdasarkan peraturan

(10)

E.KESIMPULAN

1. Pengguna Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah :

a.Menteri/pimpinan lembaga bagi kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya;

b.Gubernur, bupati / walikota selaku Kepala Pemerintah Daerah;

c.Kepala SKPD bagi SKPD yang dipimpinnya.

2. Kuasa Pengguna Anggaran dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah pemegang

kuasa Pengguna Anggaran yang memiliki kewenangan berdasarkan kepada

pelimpahan wewenang yang diberikan dalam kuasa. Kewenangan KPA dalam

pengadaan barang/jasa sama dengan kewenangan PA sebagaimana yang diatur

dalam Perpres No. 54 Tahun 2010.

3. Perpres No. 54 Tahun 2010 tidak memberikan kewenangan kepada PPTK yang

berada dalam Kementrian/Lembaga/SKPD/Instansi dalam pengadaan

barang/jasa. PPTK dapat bertindak sebagai tim pendukung yang dibentuk oleh

PPK. Artinya PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) tidak wajib ada.

4. PPK maupun Pejabat Pengadaan bukanlah jabatan karir (struktural maupun

fungsional), keduanya merupakan jabatan khusus yang diberikan oleh Peraturan

Presiden No. 54 Tahun 2010 untuk kepentingan pengadaan barang/jasa di

Pemerintahan. Aparatur yang menjabat sebagai PPK ataupun Pejabat Pengadaan

walaupun mempunyai kewenangan yang cukup besar berdasarkan Perpres No.

54 Tahun 2010 namun kewenangan tersebut terbatas hanya dalam pengadaan

barang/jasa, diluar kepentingan tersebut aparatur tersebut tetaplah sebagai PNS

yang memegang jabatan karirnya berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

5. PA / KPA yang mengemban tugas sebagai PPK boleh Tidak Memiliki Sertifikat

keahlian pengadaan barang / jasa

6. Jika ada Kontrak ditandatangani oleh seorang PPK yang tidak memiliki sertifikat

keahlian pengadaan barang / jasa, maka kontrak tersebut dinyatakan batal demi

Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan metode pemilihan langsung pada Disperindagkop dan UMKM Kabupaten Karanganyar melibatkan beberapa bagian yaitu PPTK

• Meminta pemilik pekerjaan melaksanakan prosedur pembayaran yang telah disepakati dalam dokumen kontrak pengadaan barang/jasa. • Mengusulkan revisi Rencana

Bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, persaingan sehat dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dan Non pemerintah,

Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung

pengadaan barang/jasa pemerintah. Surat menyurat dalam proses pengadaan barang/jasa dapat diibaratkan seperti sebuah lilin, siang hari tidak diperlukan, demikian juga di malam

Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 5 tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan

(1) evaluasi teknis dan harga dilakukan terhadap penawaran-penawaran yang dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi, dengan memberikan penilaian (skor) terhadap

Pengadaan untuk barang/jasa yang diatur dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lainnya meliputi Pengadaan Barang/Jasa yang telah diatur ketentuannya dalam