IMPLEMENTASI KEGIATAN KEAGAMAAN PADA
PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSI DALAM
MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA ABK
(ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS)
(Studi Multi Kasus pada SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh
Fani Fenti Fitriyanti
NIM.F02315055
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Fani Fenti Fitriyanti, Implementasi Kegiatan Keagamaan pada Program Pendidikan Inklusi dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) (Studi Multi Kasus pada SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya). Tesis, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, tahun 2017.
Kata Kunci: Kegiatan Keagamaan, Percayaan Diri, ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).
Penelitian Tesis ini memfokuskan pada implementasi kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) memang cenderung terlihat kurang percaya diri. Di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya, keduanya sama-sama Sekolah Negeri tetapi kegiatan didalam sekolah tersebut tidak meninggalkan kegiatan keagamaan, dan merupakan bagian dari sekolah yang turut membantu dalam perkembangan anak-anak yang berkebutuhan khusus, dengan arti lain ikut membantu dalam memenuhi hak seluruh warga Indonesia yakni memperoleh pendidikan yang layak.
Adapun tujuan penelitiannya adalah untuk memperoleh informasi tentang kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), pelaksanaan kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), dan tentang faktor pendukung, penghambat serta solusinya dari kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis, jenis penelitiannya adalah deskriptif. Sumber datanya adalah sumber data primer dan sekunder. Jenis datanya adalah kualitatif. Metode pengumpulkan datanya adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis datanya adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep Miles and Humberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Adapun pengecekan keabsahan data yang digunakan adalah dengan teknik triangulasi, yaitu triangulasi data dan triangulasi metodologis.
Hasil penelitian Tesis ini yang pertama adalah, kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya, memiliki tingkat kepercayaan diri yang berbeda-beda sesuai karakteristiknya.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI TESIS ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 10
C. Rumusan Masalah ... 11
D. Tujuan Penelitian ... 11
E. Kegunaan Penelitian ... 12
F. Penelitian Terdahulu ... 13
G. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri ... 20
2. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 24
C. Kegiatan Keagamaan di Sekolah ... 36
D. Program Pendidikan Inklusi 1. Pendidikan Inklusi ... 38
2. Program Pendidikan Inklusi ... 40
E. Faktor Pendukung dan Penghambat Keberhasilan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)... 41
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 43
B. Sumber Data dan Jenis Data ... 45
C. Teknik Pengumpulan Data ... 47
D. Teknik Analisis Data ... 49
E. Pengecekan Keabsahan Data ... 51
BAB IV PAPARAN DATA PENELITIAN A. Profil SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya ... 54
B. Kepercayaan Diri Siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya ... 73
C. Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan pada Program Pendidikan Inklusi dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya ... 80
D. Faktor Pendukung dan Penghambat dari Kegiatan
Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36
Surabaya ... 90
BAB V ANALISIS DATA
A. Kepercayaan Diri Siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya ... 103
B. Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan pada Program Pendidikan
Inklusi dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan
SMPN 36 Surabaya ... 111
C. Faktor Pendukung, Penghambat, serta Solusinya dari
Kegiatan Keagamaan pada Program Pendidikan Inklusi
dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36
Surabaya ... 116
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ... 123
B. Saran-saran ... 129
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk paling mulia dan sempurna yang diciptakan
oleh Allah SWT. Dan manusia adalah sebaik-baik ciptaan dibandingkan
makhluk-makhluk Allah yang lain. Manusia dilengkapi akal yang
membedakannya dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Kedudukan akal
dalam Islam adalah suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia
dibanding dengan makhluk-makhluk Allah yang lain. Dengan akal, manusia
dapat berfikir, manusia mampu membedakan antara yang haq (benar) dengan
yang bathil (salah). Dengan akal pula, manusia mampu merenungkan dan
mengamalkan sesuatu yang benar. Dengan karunia akal, manusia diharapkan
dapat memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Mengenai manusia yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk dan pentingnya
akal sebagai alat berfikir, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tiin : 4).1 kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada
1
2
Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”. (QS. Al-Hasyr : 21).2
Akan tetapi di realita sosial kehidupan manusia, terdapat proses dan
usaha berfikir manusia yang berbeda-beda, cara bernalar, kemampuan berfikir,
kecerdasan budi, dan kenormalan berfikir logis. Perbedaan cara berfikir dan
kemampuan bernalar normal manusia tergantung tingkat kenormalan sebuah
akal. Manusia normal dan manusia kurang normal ataupun yang biasanya
diistilahkan manusia yang berkebutuhan khusus, semuanya juga dianugerahi
Allah akal sebagai alat berfikir. Hanya saja yang membedakannya adalah cara
mereka ketika berfikir dan memikirkan sesuatu. Maka dari sini telah
disepakati, bahwa dalam fenomena sosial, manusia dikelompokkan menjadi
dua jenis manusia pada umumnya, yang dinilai dari cara berfikir logis mereka,
yakni manusia normal yang bisa berfikir sesuai hukum logika dan manusia
kurang normal ataupun berkebutuhan khusus yang berfikir kurang sesuai
dengan hukum logika.
Problem yang terjadi di sosial masyarakat, dari berbedanya cara
berfikir antara manusia normal dan berkebutuhan khusus terkadang membuat
manusia yang berstatus berkebutuhan khusus dipandang sebelah mata,
dianggap tidak layak untuk mendapatkan hal yang sama, begitupula mereka
beranggapan dalam dunia pendidikan. Padahal pendidikan adalah cara yang
paling dasar untuk membentuk mental dan kepribadian seorang manusia.
Semua manusia berhak mendapatkan perlakuan yang sama. Mereka
semua berhak mendapatkan pendidikan. Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1),
2
3
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Dan didalam UUD
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat
1 dan 2 dinyatakan bahwa, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu” dan “warga negara yang
memiliki kelainan fisik, mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus”.3 Hal itu berarti setiap warga negara yang berstatus normal
ataupun berkebutuhan khusus, semua berhak mendapatkan pengajaran, hanya
saja dalam proses pengajarannya antara anak normal dan anak berkebutuhan
khusus mempunyai perbedaan tersendiri. Normal ataupun berkebutuhan
khusus, mereka semua mendapat jaminan hak penuh dalam memperoleh
pendidikan.
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia.
Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk
selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai
arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk
dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang
terdidik itu sangat penting.
Dalam Islam, pelaksanaan pendidikan tidak hanya penting dan
dibutuhkan, akan tetapi telah menjadi sebuah perintah yang wajib hukumnya.
ملْسم لـك ىلـع ٌةـ ـْي رـف مْلـعـْلا بلــ
ةملْسمو
”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim
perempuan”. (Muttafaqun „Alaih).4
3
Undang-Undang Republik Indonesia. No 22 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Bandung: Citra Umbara, 2006), 72.
4
Jalaluddin Abdurrahman Ibnu Abi Bakar As-Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir fi Ahadits Al-Basyir
4
هـْيـلـعـفايــْندـلا دا را ْنم
را ْنم و مْلـعـْلاـب هـْيــلـعـف ة رخأا دا را ْنمو مْلـعـْلاـب
مـــْلـعـْل اـب هــْيــلــعــف اـمـه دا
“Barangsiapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan urusan dunia wajib ia memiliki ilmunya. Dan barangsiapa yang ingin (bahagia) di akhirat, wajib ia memiliki ilmunya. Dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajib pula ia memiliki ilmu kedua-duanya”. (H.R. Imam Bukhari dan Muslim).5
Agama Islam sangat menegaskan, bahwa untuk mencapai derajat
kebahagian dalam hidup baik di dunia sampai akhirat, manusia harus
mempunyai ilmunya, sedangkan untuk mencapai sebuah ilmu tersebut
manusia harus melakukannya melalui pendidikan, khususnya pendidikan
agama Islam. Sehingga secara umun akan terwujud kehidupan manusia sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
Menurut Ahmad D Marimba dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam menjelaskan bahwa pendidikan dimaknai sebagai
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.6
Hal itu berarti Pendidikan Agama Islam tidak hanya diberikan kepada
anak normal saja, tetapi juga diberikan kepada anak yang mempunyai
kebutuhan khusus (ABK) dan kekurangan fisik atau mental. Karena manusia
mempunyai hak yang sama dihadapan Allah SWT. Pendidikan Agama Islam
merupakan pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu
berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah
5
5
selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta
menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi
keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.7
Dikarenakan pendidikan Islam disini berlaku untuk semua umat manusia,
maka setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan tersebut, baik itu
melalui pendidikan formal ataupun nonformal, baik itu normal ataupun
berkelainan. Semua berhak atas pendidikan sesuai dengan bakat dan potensi
yang dimilikinya.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.8 Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) merupakan anak yang memerlukan pelayanan secara khusus
dari anak-anak lainnya dikarenakan adanya kelainan khusus. Setiap anak
mempunyai kekurangan dan kelebihan tersendiri. Kekurangan anak tidak bisa
dianggap sepenuhnya tidak mempunyai kelebihan, dia mempunyai
kekurangan dan kelebihan tersendiri.
Adapun dalam permendiknas NO 70 Tahun 2009 pasal 3 ayat 1, yang
disebutkan anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban
belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan
6
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1962), cet. Ke-10, 31.
7
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. Ke-9, jilid 1, 86.
8
6
narkoba, obat terlarang dan zat adaptif lainnya, anak tunaganda dan anak yang
memiliki kelainan lainnya.9
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan bagian
Pendidikan Luar Biasa (PLB), pendidikan yang secara keseluruhan berbeda
dari pendidikan pada umumnya, sehingga diperlukan metode dan strategi
pembelajaran serta pendekatan belajar yang khusus pula yang disesuaikan
dengan kondisi anak tersebut, khususnya pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI).
Diluar pembelajaran di kelas, anak berkebutuhan khusus juga
memerlukan kegiatan diluar kelas yang menunjang pendidikannya, disamping
itu juga agar bermanfaat untuk kehidupan sehari-harinya. Kegiatan-kegiatan
keagamaan tersebut beraneka ragam, seperti halnya kegiatan yang akan
dibahas pada Tesis ini yaitu tentang kegiatan keagamaan pada program
pendidikan Inklusi dimana dalam kegiatan-kegiatan tersebut berisikan
kegiatan yang bersifat religious.
Pengertian Keagamaan secara etimologi, istilah keagamaan itu berasal
dari kata “Agama” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” sehingga
menjadi keagamaan. Kaitannya dengan hal ini, arti keagamaan sebagai
berikut: Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala
sesuatu mengenai agama, misalnya perasaan keagamaan, atau soal-soal
keagamaan.10 Adapun secara istilah pengertian “Agama” dapat dilihat dari 2
9
Dedy Kustawan, Pendidikan Inklusif dan Upaya Implementasinya (Bandung: PT Luxima Metro Media, 2012), cet.Ke-1, jilid 1, 24-31.
10
7
aspek yaitu; pertama, Aspek Subyektif (pribadi manusia) dan kedua, Aspek
Objektif.11
Aspek subyektif agama mengandung pengertian tingkah laku manusia
yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat
mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut kepada pola hubungan antar
manusia dengan Tuhannya dan pola hubungan dengan masyarakat serta alam
sekitarnya. Aspek objektif agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai
ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan sesuai dengan
kehendak ajaran tersebut.
Keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran merupakan suatu
hal yang sangat diimpikan oleh setiap pengajar dalam setiap kegiatan belajar
mengajar. Apabila berbicara tentang keberhasilan, maka tidak terlepas dari
sebuah proses atau usaha yang dilakukan serta metode-metode yang
diterapkan dalam pembelajaran dan juga cara mengukur keberhasilan belajar
siswa yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak tersebut.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) memang cenderung terlihat kurang
percaya diri, mereka asyik dengan dunia mereka sendiri, tidak melihat
lingkungan sekitar, dan mengabaikan apa yang ada disekitarnya. Self
confidence atau rasa percaya diri ini penting dimiliki oleh setiap orang, tidak
hanya siswa reguler saja, anak berkebutuhan khusus pun juga penting
memiliki sifat ini. Self confidence merupakan adanya sikap individu yang
yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan yang
11
8
diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada tindakannya,
bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang
lain.12 Orang yang memiliki kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri: toleransi,
tidak memerlukan dukungan orang lain dalam setiap mengambil keputusan
atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis dan dinamis, serta memiliki
dorongan prestasi yang kuat.
Adapun yang akan menjadi objek penelitian dalam kajian penulisan
Tesis ini adalah SMPN 5 Surabaya di jalan Rajawali, Krembangan Selatan
No.57 dan SMPN 36 Surabaya di jalan Kebonsari No.15. Keduanya
sama-sama Sekolah Negeri tetapi kegiatan didalam sekolah tersebut tidak
meninggalkan kegiatan keagamaan. Di SMPN 5 Surabaya untuk memulai
kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa membaca tilawah Al-Quran, setiap
pagi ada sholat dhuha berjamaah, dan lain sebagainya. Di SMPN 36 Surabaya,
sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) dimulai siswa membaca Al-Quran
bersama-sama, sholat Jumat berjamaah bagi siswa laki-laki, bagi siswi
perempuan ada kelas keputrian dan sholat dhuhur berjamaah, hafalan doa
sehari-hari di ruang khusus ABK, dan lain sebagainya. Di SMPN 5 Surabaya,
siswa ABK turut serta dalam PENSI (pentas seni) yang diadakan setiap 1
tahun 4 kali dalam merayakan hari besar Islam maupun hari besar Nasional,
didalam kegiatan tersebut siswa ABK memperlihatkan keahlian
masing-masing. Ada beberapa keahlian siswa ABK seperti menari, bernyanyi, dan
lain-lain. Tetapi yang saya fokuskan adalah kegiatan keagamaan (ke-Islaman)
12
9
yaitu ada siswa ABK yang memperlihatkan Qiro‟ahnya, bersholawat, dan
membaca doa sehari-hari. Di SMPN 36 Surabaya, siswa ABK juga turut serta
dalam acara PENSI (pentas seni) di sekolah, seperti Qiro‟ah, hafalan doa-doa,
puisi Islami, pidato atau dakwah, dan lain sebagainya.
SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya yang berada di daerah
Surabaya adalah bagian dari sekolah yang turut membantu dalam
perkembangan anak-anak yang berkebutuhan khusus, sekolah ini adalah
sekolah menengah pertama negeri yang sekaligus menyelenggarakan sekolah
inklusi yang didalamnya terdapat siswa yang berkebutuhan khusus, bimbingan
khusus, dan pendidikan khusus.
SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya memberikan kebutuhan
yang diperlukan bagi mereka-mereka yang dianggap berkebutuhan khusus
(ABK) dalam kaca mata sosial bermasyarakat, dengan arti lain SMPN 5
Surabaya dan SMPN 36 Surabaya ini ikut membantu dalam memenuhi hak
seluruh warga Indonesia yakni memperoleh pendidikan yang layak. Karena
ketersediaan waktu yang sedikit bagi peneliti, maka penelitian ini hanya
difokuskan pada kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam
meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
(studi multi kasus pada SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya).
Sesuai dengan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
implementasi kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam
meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
10
itu menarik untuk dibicarakan dan diteliti lebih lanjut yang berguna untuk
lebih meningkatkan taraf pendidikan bangsa dan untuk mendapatkan
kebenaran yang jelas yang bisa dijadikan informasi kepada masyarakat. Maka
dari itu penulis mencoba mengangkat judul “IMPLEMENTASI KEGIATAN
KEAGAMAAN PADA PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSI DALAM
MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA ABK (ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS) (STUDI MULTI KASUS PADA SMPN 5
SURABAYA DAN SMPN 36 SURABAYA)”.
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam pembahasan dan perluasan
pembahasan, maka dalam penulisan penelitian ini dibatasi pada implementasi
kegiatan keagamaan untuk siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di
SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya, yang mencakup semua kegiatan
keagamaan. Penelitian ini diteliti dari aspek kepercayaan diri siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus), pelaksanaan, faktor pendukung, penghambat
serta solusi tentang kegiatan keagamaan untuk siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) dalam meningkatkan kepercayaan diri. Sehingga
penelitian ini mengarah kepada kegiatan keagamaan pada program pendidikan
inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya.
Pemilihan objek penelitian di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36
11
merupakan sekolah yang mempunyai program kegiatan keagamaan
didalamnya.
C. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas dapatlah dirumuskan
permasalahannya yaitu:
1. Bagaimana kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di
SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya?
2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan keagamaan pada program pendidikan
inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya?
3. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dari kegiatan
keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan
kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5
Surabaya dan SMPN 36 Surabaya?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuannya adalah:
1. Untuk menemukan dan mendeskripsikan kepercayaan diri siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36
Surabaya.
2. Untuk menemukan dan mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan keagamaan
pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri
siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan
12
3. Untuk menemukan dan mendeskripsikan faktor pendukung dan
penghambat dari kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi
dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya.
E. Kegunaan Penelitian
1. Secara akademis
Dengan adanya Tesis ini, diharapkan dapat menambah wawasan
dan hasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran
Pendidikan Agama Islam khususnya dalam masalah pelaksanaan kegiatan
keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan
kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) dan juga dapat
menjadikan sebagai alternatif jawaban dalam memecahkan masalah
berkenaan dengan proses implementasi kegiatan keagamaan pada program
pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36
Surabaya.
Adapun disisi lain Tesis ini juga diharapkan dapat membangkitkan
semangat para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan dapat memberikan
pengalaman bagi mereka tentang kegiatan keagamaan dan cara atau
metode yang efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus), karena mengingat bahwasannya peran guru
13
lingkungan pendidikan, baik itu pendidikan bagi anak yang berkebutuhan
khusus maupun pendidikan pada umumnya.
2. Secara praktisi
a. Penelitian ini dapat menunjang pengembangan informasi tentang
kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam
meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus) khususnya di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya, dan
Lembaga Pendidikan Islam pada umumnya.
b. Dapat memberikan gambaran tentang proses pelaksanaan kegiatan
keagamaan pada program pendidikan inklusi dalam meningkatkan
kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5
Surabaya dan SMPN 36 Surabaya.
c. Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan Akademisi yang
mengadakan penelitian berikutnya baik meneruskan maupun
mengadakan riset baru.
F. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian terdahulu (the prior
research), penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang relevan dengan
penelitian ini yaitu:
1. Tesis Hayyan Ahmad Ulul Albab, mahasiswa pascasarjana UIN Sunan
Ampel Surabaya tahun 2015. Tesisnya berjudul Problematika
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa Autis (Studi Kasus di
14
pertama, bagaimana proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi
siswa autis di SMA Galuh Handayani? Yang kedua, apa saja problematika
yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi siswa autis di SMA Galuh Handayani? Dan yang ketiga, apa
upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi problematika
pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis di SMA Galuh
Handayani? Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Adapun
hasil penelitiannya, proses pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kelas reguler penuh atau inklusi penuh. Sedangkan
problematika yang dihadapi oleh guru yaitu problem materi, problem
prilaku, problem ketercapaian tujuan pembelajaran, problem konsentrasi
dan problem motivasi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk
mengatasi problematika tersebut yang pertama tentang solusi problem
materi, guru menyederhanakan materi pembelajaran PAI yang terdapat di
buku pelajaran, kemudian ditulis ulang di papan tulis oleh guru dengan
bahasa sendiri, yang mana bahasa itu hasil dari rangkuman atau
kesimpulan dari materi pelajaran PAI, sehingga para siswa bisa lebih
mudah untuk memahami apa yang akan dijelaskan oleh gurunya saat
semua siswa telah selesai menulis. Kedua solusi problem prilaku, guru
lebih banyak melakukan kegiatan membimbing dengan pendekatan
interaksi antara siswa dan guru, sehingga guru PAI bisa mengidentifikasi
apa saja kekurangan yang dihadapi oleh siswa autis. Ketiga solusi problem
15
tenaga profesional melakukan kegiatan pelatihan dengan metode lesson
study atau bisa dinamakan dengan in house training dan guru melakukan
pemahaman dari hasil observasi, identifikasi dan assessment dari siswa
autis. Keempat solusi problem konsentrasi, dengan melakukan program
layanan pembelajaran dan program layanan kekhususan. Dan kelima solusi
problem motivasi, guru PAI harus bisa menanamkan sikap bahwa semua
siswa autis itu seperti siswa normal pada umumnya dengan menerima
semua kekurangannya, sehingga dengan kekurangannya itu para guru bisa
membimbing siswa autis kearah yang lebih baik.13
2. Disertasi Aimmatul Husna, mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Ampel
Surabaya tahun 2011. Disertasinya berjudul Hubungan antara Kegiatan
Keagamaan dengan Kesiapan Siswa dalam Menghadapi Ujian Nasional
Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Wonoayu Sidoarjo. Dengan rumusan
masalah yang pertama, bagaimana kegiatan keagamaan yang dilaksanakan
di SMP Negeri 1 Wonoayu Sidoarjo? Yang kedua, bagaimana kesiapan
siswa dalam menghadapi Ujian Nasional? Dan yang ketiga, apakah
terdapat hubungan antara kegiatan keagamaaan dengan kesiapan siswa
dalam menghadapi Ujian Nasional siswa kelas IX SMP Negeri 1 Wonoayu
Sidoarjo? Bentuk penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Dengan
menggunakan teknik analisa data berupa rumus analisa korelasi spearman
rank. Adapun hasil penelitiannya dari perhitungan tabel koefisien korelasi
antara kegiatan keagamaaan dengan kesiapan siswa diperoleh harga
13
16
termasuk pada hubungan yang tinggi. Dari nilai r tabel (nilai-nilai rho)
untuk sampel sebanyak 56 siswa dengan taraf signifikan 0,05 dan taraf
signifikan 0,01 berturut-turut adalah 0,364 dan 0,478, maka nilai r yang
diperoleh dari perhitungan lebih besar dari r tabel, maka r hasil
perhitungan signifikan. Selanjutnya, uji signifikan koefisien korelasi
antara kegiatan keagamaaan dengan kesiapan siswa, dengan serta taraf
signifikan 0,05 diperoleh t hitung 10,892. Dari perhitungan uji statistik
diperoleh t hitung 10,892 dengan dk = 56-2 = 54 maka t tabel 1.671. Jadi, t
hitung lebih besar dari t tabel. Maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan
bahwa terdapat korelasi positif antara kegiatan keagamaaan dengan
kesiapan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional.14
3. Jurnal penelitian dari Supangat Rohani dan Hamli Syaifullah, Optimalisasi
Pendidikan Karakter Untuk Menumbuhkembangkan Kemandirian Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Jurnal penelitian ini berisikan tentang
optimalisasi pendidikan karakter untuk menumbuh kembangkan
kemandirian anak berkebutuhan khusus, dengan cara; Pertama, pendidikan
mental; dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah, yang isinya tentang tiga
macam lembaga atau lingkungan pendidikan yang biasa disebut dengan
Tripusat Pendidikan. Adapun Tripusat Pendidikan yaitu keluarga (
al-usratu), sekolah (al-madrasatu), dan masyarakat (al-mujtama’). Kedua,
pendidikan formal, yang isinya tentang sekolah untuk Anak Berkebutuhan
2015)
14
17
Khusus dengan siswa reguler. Sekolah yang terdapat siswa ABK dan
reguler ini biasanya disebut dengan sekolah inklusi. Ketiga, pendidikan
alternatif (non formal), yang isinya tentang pentingnya pendidikan non
formal bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Selain pendidikan formal,
pendidikan non formal juga penting. Orang tua yang mempunyai anak
yang berkebutuhan khusus harus mengubah paradigma berfikir dirinya
(orang tua) dan juga mengikutsertaan semua elemen masyarakat,
pemerintah, kaum cendikiawan, pengusaha (pembisnis) untuk anaknya
yang berkebutuhan khusus. Keempat, menumbuhkan kemandirian, yang
isinya tentang tujuan Tripusat Pendidikan yaitu untuk menumbuhkan sikap
kemandirian pada Anak Berkebutuhan Khusus. Dimana sikap kemandirian
ini akan sangat membantu kelangsungan hidupnya kelak setelah dewasa,
khususnya setelah berkeluarga ataupun setelah kedua orang tuanya
beranjak senja. Maka sebagai orang tua harus menumbuh kembangkan
kreatifitas Anak Berkebutuhan Khusus dan memperluas networking.15
Berdasarkan penelitian sebelumnya, tidak terdapat pembahasan yang
sama dengan penelitian ini. Jika dibandingkan dengan judul penelitian
peneliti, terdapat perbedaan yaitu; Tesis dari Hayyan Ahmad Ulul Albab lebih
menitikberatkan pada problematika dan upaya untuk mengatasi problematika
pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis di SMA Galuh
Handayani Surabaya. Disertasi dari Aimmatul Husna lebih menitikberatkan
pada hubungan yang terdapat antara kegiatan keagamaan dengan kesiapan
15
18
siswa dalam menghadapi Ujian Nasional siswa kelas IX SMP Wonoayu
Sidoarjo. Dan jurnal penelitian dari Supangat Rohani dan Hamli Syaifullah
lebih menitikberatkan pada pendidikan karakter untuk menumbuhkembangkan
kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sedangkan dalam penelitian
peneliti lebih fokus kepada implementasi keagamaan pada program
pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) (studi multi kasus pada SMPN 5 Surabaya dan SMPN
36 Surabaya).
G. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam penelitian (Tesis) ini mengarah kepada
maksud yang sesuai dengan judul, maka pembahasan ini penulis susun
menjadi enam bab dengan rincian sebagai berikut:
Bab pertama, Pendahuluan, yang terdiri dari tujuh sub bab, yaitu: latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua, Kajian pustaka, yang terdiri dari empat sub bab, yaitu:
kepercayaan diri, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), kegiatan keagamaan di
sekolah, dan program pendidikan inklusi.
Bab ketiga, Metode penelitian, yang terdiri dari lima sub bab, yaitu:
pendekatan dan jenis penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data, dan pengecekan keabsahan data.
19
Bab keempat, Paparan data penelitian, yang terdiri dari empat sub bab,
yaitu: profil SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya, kepercayaan diri
siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36
Surabaya, pelaksanaan kegiatan keagamaan pada program pendidikan inklusi
dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya, serta faktor
pendukung dan penghambat dari kegiatan keagamaan pada program
pendidikan inklusi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) di SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya.
Bab kelima, Analisis data. Dan Bab keenam, Penutup, yang terdiri dari
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Self confidence is belief in your ability to succeed. Lack of self
confidence stops you even trying. Don't let lack of self confidence hold you
back.1 Adapun pengertian yang lain, percaya diri adalah sebentuk
keyakinan kuat pada jiwa, kesepemahaman dengan jiwa, dan kemampuan
menguasai jiwa.2
Menurut American heritage Dictionary, rasa percaya diri adalah
“Consciouness of one’s our power and abilities” (kesadaran akan
kekuatan dan kemampuan diri sendiri). Sementara Webters new world
dictionary mendefinisikan sebagai “Relience on one’s own powers”
(bergantung pada kekuatan diri sendiri).3
Dalam mengembangkan kualitas diri berarti mengembangkan
bakat yang dimiliki, mewujudkan impian-impian, meningkatkan rasa
percaya diri, menjadi kuat dalam menghadapi cobaan dan menjalani
hubungan baik dengan sesamanya. Perkembangan tidak terjadi dengan
sendirinya melainkan dengan melalui hubungan dan pergaulan dengan
manusia, juga dengan pembinaan dan pendidikan.4
1
Elizabeth J Tucker, A Matter of Self Confidence (America Serikat: Shepherd Creative Learning, 2015), 17.
2
Yusuf al-Uqshari, Percaya Diri Pasti (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 13-14.
3
Whisnu Broto, Sukses Membangun Rasa Percaya Diri (Jakarta: Grasindo Anggota IKAPI, 2005), 1.
4
21
Pendidikan diharapkan bisa menjadi lingkungan yang
memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan
kemampuannya secara optimal. Sehingga ia dapat mewujudkan dirinya
dan memfungsikan sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan
lingkungannya.5 Syarat utama supaya anak didik bisa mandiri dalam
segala tindakan yaitu jika anak didik percaya pada kemampuan dan
kekuatan dirinya. Tanpa ada kepercayaan diri maka akan timbul keraguan
dalam segala tindakan, bahkan kadang-kadang dapat menyebabkan tidak
berani berbuat apapun termasuk dalam menyelesaikan suatu masalah
(tugas) tanpa mengharapkan bantuan orang lain.6
Rasulullah SAW pernah meminta kepada para sahabat agar
menghilangkan perasaan tidak percaya diri, lemah dan takut, tetapi harus
menambahkan Izzah (harga diri yang mulia), berani mengungkapkan
pendapat serta mengekspresikan pikiran dan perasaan tanpa takut kepada
manusia. Sebab rasa percaya diri yang sebenarnya didasari oleh perasaan
positif akan harga diri kita.7
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Menurut Frieda, faktor-faktor yang mempengaruhi percaya diri
adalah:8
5
Utami Munandar, Perkembangan Kreativitas Anak Berbakat (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 6.
6
Ibid.,101.
7
22
1) Keluarga
Kepercayaan diri sebenarnya terbangun melalui proses dari
hari kehari selama masa hidup sesorang. Disini keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu, ataupun saudara adalah sebagai landasan
dasar yang membangun dan membentuk seseorang sebagai suatu
individu yang memiliki karakteristik tertentu.
2) Lingkungan
Perlakuan, anggapan dan penilaian yang diterima seseorang
terutama didalam sebuah lingkungan yang jauh lebih besar dari
keluarga, dalam hal ini adalah masyarakat akan membentuk kriteria
penilaian seseorang terhadap suatu masalah baik yang
bersangkutan dengan dirinya atau orang lain.
3) Kematangan emosi
Emosi adalah bagian yang terpenting didalam pertumbuhan
seseorang sebagai individu, dimana emosi inilah yang terkadang
sangat berperan dalam penegasan identitas diri, dan pembentukan
citra diri.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman yang terjadi pada masa lalu dapat
mempengaruhi pola pikir dan pandangan individu tentang
bermacam-macam hal, baik yang berasal dari diri sendiri
(mengalami sendiri) atau juga yang berasal dari orang lain.
8
23
5) Penerimaan diri
Orang yang dapat menerima keadaan dirinya biasanya akan
cenderung mempunyai kepercayaan diri (self confidence), karena ia
merasa yakin bahwa ia cukup andal atau bisa menerima apapun
tentang pandangan orang kepadanya, sehingga tidak merasa
terganggu dengan kekurangan-kekurangan ataupun kelebihan yang
ada pada dirinya sehingga ia dapat menerima kelebihan dan
kekurangan tersebut sebagai bagian dari dirinya yang utuh.
B. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak Berkebutuhan Khusus atau biasa disebut dengan ABK adalah
anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya.9 Anak Berkebutuhan Khusus juga diartikan anak yang secara
signifikan (bermakna) mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik,
mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan/
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.10
Adapun yang dimaksud peneliti dengan Anak Berkebutuhan
Khusus dalam penelitian ini adalah anak berkebutuhan khusus yang ada di
SMPN 5 Surabaya dan SMPN 36 Surabaya.
9
24
2. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Ada bermacam-macam jenis Anak Berkebutuhan Khusus, namun
disini penulis hanya membahas tentang tunagrahita, tunadaksa, tunarungu,
tunawicara, down syndrome, autis, kemunduran mental (mental
retardation), AD/ HD (Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder), dan
kesulitan belajar. Adapun pengertiannya sebagai berikut:
a. Tunagrahita
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk
menyebutkan anak atau orang yang memiliki kemampuan intelektual
dibawah rata-rata atau bisa juga disebut dengan retardasi mental,
tunagrahita ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial.11
Keterbatasan inilah yang membuat para tunagrahita sulit untuk
mengikuti program pendidikan seperti anak pada umumnya. Oleh
karena itu, anak-anak ini membutuhkan sekolah khusus dengan
pendidikan yang khusus pula. Adapun klasifikasi intelengensi
penyandang tunagrahita, sebagai berikut:12
1) Tunagrahita Ringan (Debil), intelegensinya adalah 50 – 60
2) Tunagrahita Sedang (Embisil), intelegensinya adalah 25 – 49
3) Tunagrahita Berat (Idiot), intelegensinya adalah < 25
10
Sri Budyartati, Problematika Pembelajaran (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2014), 27.
11
Ibid.,49.
12
25
Pada penyandang tunagrahita, ciri-cirinya bisa dilihat jelas dari
fisik, antara lain:13
1) Penampilan fisik tidak seimbang (misalnya kepala terlalu kecil/
besar).
2) Pada masa pertumbuhannya dia tidak mampu mengurus dirinya.
3) Terlambat dalam perkembangan bicara dan bahasa
4) Cuek terhadap lingkungan.
5) Koordinasi gerakan kurang.
6) Sering keluar ludah dari mulut (ngeces).
b. Tunadaksa
Pada dasarnya kelainan pada peserta didik tunadaksa
dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu: kelainan pada sistem
serebral (cerebral system) dan, kelainan pada sistem otot dan rangka
(musculoskeletal system).14
Peserta didik tunadaksa mayoritas memiliki kecacatan fisik
sehingga mengalami gangguan pada; koordinasi gerak, persepsi dan
kognisi disamping adanya kerusakan syaraf tertentu. Sehingga dalam
memberikan layanan di sekolah memerlukan modifikasi dan adaptasi
yang diklasifikasikan dalam tiga kategori umum, yaitu; kerusakan
syaraf, kerusakan tulang, dan anak dengan gangguan kesehatan
lainnya.
13
Ibid.,52.
14
26
Kerusakan syaraf disebabkan karena pertumbuhan sel syaraf
yang kurang atau adanya luka pada sistem syaraf pusat. Kelainan
syaraf utama menyebabkan adanya cerebral palsy, epilepsi, spina
bifida, dan kerusakan otak lainnya.
Cerebral palsy, merupakan kelainan diakibatkan adanya
kesulitan gerak berasal dari disfungsi otak. Ada juga kelainan gerak
atau palsy yang diakibatkan bukan karena disfungsi otak, tetapi
disebabkan poliomyelitis disebut dengan spinal palsy, atau organ
palsy diakibatkan oleh distrophy muscular (kerusakan otot). Karena
adanya disfungsi otak, maka peserta didik penyandang cerebral palsy
menyebabkan mempunyai kesulitan bahasa, bicara, menulis, emosi,
belajar, dan gangguan-gangguan psikologis. Cerebral palsy
didefinisikan sebagai “Laterasi perpindahan yang abnormal atau
fungsi otak yang muncul karena kerusakan, luka, atau penyakit pada
jaringan syaraf yang terkandung dalam rongga tengkorak”.15
Pada penyandang tunadaksa, ciri-cirinya antara lain:16
1) Mengalami kelumpuhan fisik baik sebagian anggota gerak tubuh
atau semuanya.
2) Intelegensi rendah, sehingga lambat belajar dan memahami
sesuatu.
15
Ibid.,52.
16
27
3) Disfungsi motorik dapat berupa sulit menggerakkan bagian tubuh
secara normal, sulit berbicara, ekspresi tegang, wajah cemberut,
meneteskan air liur.
4) Kadang mengalami kekakuan otot secara tiba-tiba.
5) Kadang melakukan gerakan yang tidak terkontrol.
6) Gerakan tidak stabil dan mudah jatuh.
c. Tunarungu
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian
daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu
berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan
pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.17
Pada penyandang tunarungu, ciri-cirinya antara lain:18
1) Tidak mampu mendengar.
2) Terlambat perkembangan bahasa.
3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
4) Kurang/ tidak tanggap bila diajak bicara.
5) Ucapan kata tidak jelas.
6) Kualitas suara aneh/ monoton.
7) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
8) Banyak perhatian terhadap getaran.
9) Keluar cairan (nanah) dari kedua telinga.
17
Ibid.,28.
18
28
d. Tunawicara
Tunawicara adalah seseorang yang bisu, atau juga bisa
dikatakan seseorang yang mengalami gangguan dalam berbicara, atau
ketidak mampuan untuk berbicara karena disebabkan oleh beberapa
faktor.19
Ciri-ciri seseorang yang mengalami gangguan berbicara antara
lain sebagai berikut:20
1) Memiliki gangguan audio sensoris atau tidak mampu memproses
input audio dengan baik.
2) Memiliki defisit dalam mengintegrasikan simbol audio dan visual.
3) Mengalami gangguan pendengaran, khususnya anak dengan
gangguan bahasa campuran reseptif - ekspresif.
4) Memiliki masalah dalam pengucapan yang berhubungan dengan
gangguan motorik, misalnya kemampuan untuk memproduksi
suara.
5) Sering mengalami pengulangan atau perpanjangan suara, kata, atau
suku kata.
6) Sering mengedipkan mata dan menggoyangkan kepala.
e. Down Syndrome
Down Syndrome merupakan salah satu bagian tunagrahita.
Down Syndrome merupakan kelainan kromosom, yakni terbentuknya
kromosom 21. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang
19
Ibid.,35.
20
29
kromosom saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
Sebenarnya, penyakit ini sudah dikenal sejak 1866 oleh Dr. John
Longdon Down. Namun, pada waktu itu kelainan ini belum terlalu
menjamur seperti sekarang.21
Pada penyandang down syndrome, ciri-cirinya antara lain:22
1) Tinggi badan yang relatif pendek.
2) Kepala mengecil.
3) Hidung yang datar menyerupai orang Mongolia (maka, anak Down
Syndrome ini juga dikenal dengan sebutan Mongoloid).
4) Lapisan kulit tampak keriput meskipun usianya masih muda.
f. Autis
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang yang
didapatkannya sejak lahir atau masa balita, yang membuat dirinya
tidak dapat berhubungan sosial atau komunikasi secara normal.
Ditinjau dari segi bahasa, autis berasal dari bahasa Yunani yang
berarti ‘sendiri’. Hal ini dilatar belakangi karena anak autis pada
umumnya hidup dengan dunianya sendiri, menikmati kesendirian, dan
tak ada seorangpun yang mau mendekatinya selain orang tuanya.23
Secara neurologis atau berhubungan dengan sistem
persyarafan, autis dapat diartikan anak yang mengalami hambatan
perkembangan otak, terutama pada area bahasa, sosial, dan fantasi.
Hambatan inilah yang kemudian membuat anak autis berbeda dengan
21
Ibid.,63.
22
30
anak lainnya. Dia seakan memiliki dunianya sendiri tanpa
memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ironisnya, banyak orang yang
salah dalam memahami anak autis. Anak-anak autis dianggap gila,
tidak waras, dan sangat berbahaya sehingga mereka seperti terisolasi
dari kehidupan manusia lain dan tidak mendapatkan perhatian secara
penuh.24
Pada penyandang autis, ciri-cirinya antara lain:25
1) Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya.
2) Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya.
3) Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata.
4) Tidak peka terhadap rasa sakit.
5) Lebih suka menyendiri (sifatnya agak menjauhkan diri).
6) Suka benda-benda yang berputar/ memutarkan benda.
7) Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan.
8) Hiperaktif/ melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah
tidak melakukan apapun (terlalu pendiam).
9) Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya (suka menggunakan
isyarat atau menunjuk dengan tangan dari pada kata-kata).
10) Menuntut hal yang sama (menentang perubahan atas hal-hal yang
bersifat rutin).
11) Tidak peduli bahaya.
12) Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
23
Ibid.,57.
24
31
13) Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa).
14) Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi.
15) Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata (bersikap seperti orang
tuli).
16) Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa.
17) Tantrums (suka mengamuk/ memperlihatkan kesedihan tanpa
alasan yang jelas).
18) Kecakapan motorik kasar/ motorik halus yang seimbang (seperti
tidak mau menendang bola, namun dapat menumpuk
balok-balok).
g. Kemunduran Mental (Mental Retardation)
Dalam bahasa medis, kemunduran mental disebut dengan
retardasi mental (mental retardation). Retardasi mental (mental
retardation) adalah keadaan ketika intelegensia individu mengalami
kemunduran atau tidak dapat berkembang dengan baik. Masa itu
terjadi sejak individu dilahirkan. Biasanya, terdapat perkembangan
mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama adalah
perkembangan mental yang sangat kurang. Retardasi mental disebut
juga oligofrenia (oligo artinya kurang atau sedikit, dan fren artinya
jiwa atau tuna-mental).26
25
Ibid.,59-60.
26
32
Tingkat retardasi mental menurut kesepakatan Asosiasi
Keterbelakangan Mental Amerika Serikat (American Association of
Mental Retardation) sebagai berikut:27
1) Retardasi mental lambat belajar (slow learner) – IQ = 85 – 90
Retardasi mental lambat belajar (slow learner) adalah
siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga dia
membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan siswa lain
dengan potensi intelektual yang sama.28
2) Retardasi mental taraf perbatasan (borderline) – IQ = 70 – 84
Retardasi mental taraf perbatasan (borderline) adalah
gangguan kepribadian ambang. Pola berpikir dan perilaku menetap
yang fitur esensialnya adalah ketidakstabilan pervasif dalam
suasana perasaan, citra diri, dan hubungan interpersonal.29
3) Retardasi mental ringan (mild) – IQ = 55 – 69
Retardasi mental ringan (mild) merupakan level yang
umum. Anak dapat belajar keterampilan teoritis, dapat hidup
mandiri dengan latihan khusus misalnya belajar ilmu hitung.30
Karakteristik bagi penyandang retardasi mental ringan (mild) dapat
dilihat ketika anak beberapa kali gagal dalam naik kelas, dan
27
Sunaryo, M. Kes, Psikologi Untuk Keperawatan (Jakarta: EGC, 2004), 185
28
Ichsan Solihudin, Hypnosis for Parents (Jakarta: Mizan Pustaka, 2016), 40.
29
33
kelompok ini disebut dengan kelompok mampu didik dan dapat
dilatih untuk melakukan keterampilan mandiri dengan
membutuhkan bimbingan.31
4) Retardasi mental sedang (moderate) – IQ = 36 – 54
Penyandang retardasi mental sedang (moderate) dapat
dilatih dengan keterampilan tertentu, artinya hanya mampu dilatih.
Contohnya belajar keterampilan merawat diri, dan latihan sosial.32
5) Retardasi mental berat (severe) – IQ = 20 – 35
Penyandang retardasi mental berat (severe) sudah terjadi
gangguan penyerta, seperti perkembangan motorik dan bicara
sangat minim, keterampilan hanya dapat dilatih pada keterampilan
melakukan perawatan diri saja dan belum bisa mengambil manfaat
dan selalu diawasi.33
h. AD/ HD (Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder)
AD/HD (Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder) adalah
gangguan pemusatan perhatian/ hiperaktivitas. Terutama terlihat di
sekolah, dan ditandai oleh in-atensi, overaktivitas, dan impulsivitas.34
Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau
30
34
symptoms.35 Dimungkinkan terjadi bahwa seorang anak mempunyai
kelainan in-atensi disorder dengan hiperaktif (Attention Deficit
Disorder- with Hyperactivity) atau in-atensi disorder tanpa hiperaktif
(Attention Deficit Disorder). Symptoms terjadi disebabkan oleh
faktor-faktor: brain damage, an emotional disturbance, a hearing
deficit, or mental retardation. Banyak sebutan nama atau istilah
hiperaktif atau AD/ DH, antara lain; minimal cerebral dysfunction,
minimal brain damage (sekarang istilah ini tidak mempunyai nilai
atau tidak digunakan lagi bagi pendidik dan psikologis), minimal
cerebral palsy, hyperactive child syndrome, dan attention deficit
disorder- with hyperactivity.
Ciri-ciri yang sangat nyata berdasarkan definisi penyandang
AD/HD adalah:36
1) Selalu berjalan-jalan memutari ruang kelas dan tidak mau diam.
2) Sering mengganggu teman-teman di kelasnya.
3) Suka berpindah-pindah dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya dan
sangat jarang untuk tinggal diam menyelesaikan tugas sekolah,
paling lama bisa tinggal diam ditempat duduknya sekitar 5 sampai
10 menit.
4) Mempunyai kesulitan untuk berkonsentrasi dalam tugas-tugas di
sekolah.
5) Sangat mudah berperilaku untuk mengacau atau mengganggu.
35
35
6) Kurang memberi perhatian untuk mendengarkan orang lain
berbicara.
7) Selalu mengalami kegagalan dalam melaksanakan tugas-tugas di
sekolah.
8) Sulit mengikuti perintah atau suruhan lebih dari satu pada saat
yang bersamaan.
9) Mempunyai masalah belajar hampir diseluruh bidang studi.
10) Tidak mampu menulis surat, mengeja huruf dan berkesulitan
dalam surat menyurat.
11) Sering gagal di sekolah disebabkan oleh adanya in-atensi dan
masalah belajar karena persepsi visual dan auditory yang lemah.
i. Kesulitan Belajar
Anak yang berkesulitan belajar atau bisa juga disebut dengan
low average adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan
membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga
disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan
karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang
diatas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar
membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia) atau
36
36
kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran
lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).37
Pada anak yang berkesulitan belajar, ciri-cirinya antara lain:38
1) Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia);
perkembangan kemampuan membaca terlambat, kemampuan
memahami isi bacaan rendah, kalau membaca sering banyak
kesalahan.
2) Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia); kalau
menyalin tulisan sering terlambat selesai, sering salah menulis
huruf (b dengan p, p dengan q, v dengan u, dan sebagainya), hasil
tulisannya jelek dan tidak terbaca, tulisannya banyak salah/
terbalik/ huruf hilang, sulit menulis dengan lurus pada kertas tak
bergaris.
3) Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia);
sulit membedakan tanda-tanda (+, -, x, :, >, <, =), sulit
mengoperasikan hitungan/ bilangan, sering salah membilang
dengan urut, sering salah membedakan angka (angka 9 dengan 6,
17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya), sulit
membedakan bangun-bangun geometri.
C. Kegiatan Keagamaan di Sekolah
Pengertian Keagamaan secara etimologi, istilah keagamaan itu berasal
dari kata “Agama” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” sehingga
37
Ibid.,30.
38
37
menjadi keagamaan. Kaitannya dengan hal ini, arti keagamaan sebagai
berikut: Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala
sesuatu mengenai agama, misalnya perasaan keagamaan, atau soal-soal
keagamaan.39 Adapun secara istilah pengertian “Agama” dapat dilihat dari 2
aspek yaitu: Aspek Subyektif (pribadi manusia), dan Aspek Objektif.40
Aspek subyektif agama mengandung pengertian tingkah laku manusia
yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat
mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut kepada pola hubungan antar
manusia dengan Tuhannya dan pola hubungan dengan masyarakat serta alam
sekitarnya. Aspek objektif agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai
ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan sesuai dengan
kehendak ajaran tersebut.
Adapun beberapa bentuk kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di
sekolah:41
1. Sholat berjamaah
2. Tadarus
3. BTA
4. Kajian keputrian
5. Qiro’ah
6. PHBI
7. Hafalan juz ‘amma
39
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 18.
40
38
8. Wisuda Al-Quran
Kegiatan-kegiatan pengembangan keagamaan tersebut dilaksanakan
secara rutin dan terprogram melalui perencanaan yang dilakukan oleh warga
sekolah, baik itu oleh guru PAI, guru mata pelajaran umum, maupun tenaga
pendidik lainnya sesuai dengan program yang dilaksanakan. Dan untuk
penilaiannya dapat dilakukan dengan mengamati atau mengobservasi perilaku
siswa sehari-hari dan pada waktu melaksanakan kegiatan. Materi kegiatan di
sekolah dapat dibedakan menjadi tiga bidang pokok, yaitu keimanan (tauhid),
keIslaman (syari’at), dan ihsan (akhlak).42
D. Program Pendidikan Inklusi
1. Pendidikan Inklusi
Sekolah Inklusif adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan
mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam
program yang sama.43 Sekolah Inklusi juga dapat diartikan sebagai sekolah
yang menerapkan sistem inklusi, yaitu menyertakan semua anak, baik
yang reguler atau berkebutuhan khusus kedalam satu sistem pendidikan.44
Adapun pengertian yang lain, Pendidikan Inklusi adalah dimana ada
sebagian anak yang memiliki kebutuhan khusus (special needs) yang
diintegrasikan kedalam kelas reguler.45
41 Aimmatul Husna, “Hubungan antara Kegiatan Keagamaan dengan Kesiapan Siswa dalam
Menghadapi Ujian Nasional Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Wonoayu Sidoarjo” (Disertasi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011)
42
Zuhairi, Metodik Khusus Pendidikan Islam (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 58.
43
Nunung Aprianto, Seluk Beluk Tunagrahita & Strategi Pembelajarannya (Jogjakarta: Javalitera, 2012), cet. Ke-1, jild 1, 82.
44
Rina Dewi Lina, Hemat Bisa Miskin Boros Pasti Kaya (Jakarta: Penebar Plus+, 2014), 173.
45
39
Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk
anak-anak berkebutuhan khusus, sekolah inklusi memberikan pelayanan yang
berbeda dengan sekolah-sekolah khusus lainnya. Model yang diberikan
sekolah inklusif ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan
keterbatasan dengan menggunakan prinsip education for all. Layanan
pendidikan ini diselenggarakan pada sekolah-sekolah reguler. ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) belajar bersama dengan anak-anak normal lainnya
pada kelas reguler dengan kelas dan guru yang sama juga. Namun, yang
menjadi perbedaan adalah dalam kelas inklusif ini terdiri atas dua orang
guru dan satunya adalah guru khusus yang bertugas membantu anak-anak
berkebutuhan khusus yang merasa kesulitan dalam belajar. Semua anak
diperlakukan dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan
anak-anak normal lainnya.46
Inklusif terjadi pada semua lingkungan sosial anak, keluarga,
kelompok teman sebaya, sekolah, dan institusi-institusi kemasyarakatan
lainnya. Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang berusaha
mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan
hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh
dalam pendidikan.
Inklusif merupakan perubahan praktis yang memberi peluang anak
dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda bisa berhasil dalam
belajar. Perubahan ini tidak hanya menguntungkan anak yang sering
46
40
tersisihkan, seperti anak berkebutuhan khusus, tetapi semua anak dan
orang tuanya, semua guru dan administrator sekolah, dan setiap anggota
masyarakat.47
2. Program Pendidikan Inklusi
Program adalah rencana atau acara atau agenda atau cadangan atau
kalender.48 Sedangkan program pendidikan inklusi adalah rencana
pendidikan untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus (special needs)
yang diintegrasikan kedalam kelas reguler.49
Salah satu alasan orang tua menyekolahkan anaknya yang
berkebutuhan khusus ke sekolah inklusi adalah agar anaknya mampu
berinteraksi dengan anak sebayanya tanpa dibedakan dan bisa meneruskan
pendidikan di sekolah reguler.50
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh melalui konsep
pendidikan inklusi, diantaranya adalah; meningkatkan interaksi sosial,
lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh, meningkatkan
perkembangan bahasa, menjadikan mereka lebih mandiri, perkembangan
dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang
dijalankan oleh guru.51
Adapun Aspek-aspek yang berkaitan dengan budaya sekolah
(school climate) dan berkorelasi positif dengan penumbuhan pendidikan
41
inklusif, diantaranya adalah; dukungan kepemimpinan (supportive
leadership), kemandirian guru (teacher’s autonomy), kebanggaan akan
profesi guru (prestige of the teaching profession), renovasi fasilitas
sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (renovations), kerjasama antar
guru (teacher’s collaboration), dan banyaknya beban kerja (workload).52
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi:53
a. Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah,
menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.
b. Sekolah harus siap mengelolah kelas yang heterogen dengan
kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual.
c. Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
E. Faktor Pendukung dan Penghambat Keberhasilan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Keberhasilan seorang siswa berkebutuhan khusus tidak terlepas dari
beberapa faktor pendukungnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan siswa berkebutuhan khusus, antara lain sebagai berikut:54
1. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
individu itu sendiri. Faktor internal meliputi:
51
Ibid.,140-141.
52
Ahmad Baedowi, Calak Edu Esai-Esai Pendidikan (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2012), 24-25.
53
Ibid.,141.
54
42
a. Faktor biologis (jasmaniah)
1) Kondisi fisik
2) Kondisi kesehatan
b. Faktor psikologis (rohaniah)
1) Intelegensi
2) Kemauan
3) Bakat
4) Daya ingat
5) Daya konsentrasi
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar
individu itu sendiri. Faktor eksternal meliputi:
1) Faktor lingkungan keluarga
2) Faktor lingkungan sekolah
3) Faktor lingkungan masyarakat
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Menurut Sudarwan Danim dalam bukunya yang berjudul Menjadi
Peneliti Kualitatif menjelaskan bahwa ada empat dasar penyusunan teori
dalam penelitian kualitatif, yaitu pendekatan fenomenologik, pendekatan
interaksi simbolik, pendekatan kebudayaan, dan pendekatan
etnometodologik.1
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan fenomenologis, yang mana pendekatan tersebut peneliti
gunakan sebagai gambaran untuk melihat peristiwa atau kejadian serta
menjelaskan pengalaman-pengalaman apa yang dialami seseorang dalam
kehidupan ini, termasuk interaksi dengan orang lain.
Menurut Denzin dan Lincoln dalam buku Metode Penelitian
Kualitatif Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling, penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada.2 Sedangkan menurut Masyhuri dan
Zainuddin, penelitian kualitatif adalah penelitian yang pemecahan
masalahnya dengan menggunakan data empiris. Baik pada penelitian
1
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia, 2002), cet. Ke-1, jilid 1, 65.
2