• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN SELF CONTROL DENGAN KEPATUHAN TATA TERTIB PADA SISWA MADRASAH ALIYAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN SELF CONTROL DENGAN KEPATUHAN TATA TERTIB PADA SISWA MADRASAH ALIYAH."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SELF CONTROL DENGAN KEPATUHAN TATA TERTIB PADA SISWA MADRASAH ALIYAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaraan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Riris Fauzia B77212119

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antaraself control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah Yasmu Manyar. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi. Instrumen penelitian berupa skala self control dengan kepatuhan tata tertib. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 48 siswa, terdiri dari kelas XI IPA dan kelas XI IPS, dengan criteria berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, usia 15-17 tahun, berada pada kelas IPA dan IPS, dan pernah melanggar atau mematuhi tata tertib sekolah.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for Windows dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Secara signifikan dibuktikan dengan koefisien korelasiProduct

Moment sebesar 0,631. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan adanya

hubungan kedua variable adalah searah atau berbanding lurus. Maka hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antaraself controldengan kepatuhan pada siswa.

Kata kunci:Self Control, Kepatuhan Tata Tertib, Siswa, Korelasi

ABSTRACT

The aims to determine the relationship between self-control to compliance with school rules to students of Madrasah Aliyah YasmuManyar. This research is a correlation. The research instrument is the scale of self control with compliance regulations. Subjects in this study amounted to 48 students, consisting of class XIIPA and class XI IPS, with the criteria of sex men and women, aged 15-17 years, are at grade science and social studies, and never violate or comply with the school rules.

Results of the study were analyzed using product moment correlation technique using SPSS version 16.00 for Windows with a significance level of 0.000 < 0.05. Significantly evidenced by Product Moment correlation coefficient of 0.631. The correlation coefficient is positive indicate a relationship between the two variables is unidirectional or proportional. The results show that there is a relationship between self-control to its compliance with the students.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHA... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kepatuhan Tata Tertib 1. Definisi Kepatuhan Tata Tertib... 15

2. Faktor-faktor Kepatuhan Tata Tertib ... 19

3. Unsur-unsur Tata Tertib ... 23

4. Tipe Kepatuhan Terhadap Peraturan/Tata Tertib... 23

B. Self Control 1. DefinisiSelf Control... 24

2. Aspek-aspekSelf Control... 31

3. Faktor-faktorSelf Control ... 33

4. FungsiSelf Control ... 35

5. Tipe-tipeSelf Control... 35

C. HubunganSelf Controldengan Kepatuhan... 36

D. Landasan Teoritis ... 37

E. Hipotesis... 39

(8)

v i

2. Definisi Operasional... 42

B. Populasi, sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi ... 43

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 44

C. Teknik Pengumpulan Data... 44

D. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas ... 52

2. Reliabilitas ... 55

E. Analisis Data ... 56

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan Penelitian ... 60

2. Pelaksanaan Penelitian ... 61

3. Deskripsi Subjek ... 61

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data 1. Deskripsi Data ... 67

2. Reliabilitas Data ... 71

C. Hasil 1. UjiNormalitas Data ... 72

2. Uji Linieritas Data... 73

3. Pengujian Hipotesis... 73

D. Pembahasan... 75

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran... 79

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 :Blue PrintSkalaSelf Control... 48

Tabel 2 :Blue PrintSkala Kepatuhan Tata Tertib ... 50

Tabel 3 : Skor SkalaLikert... 51

Tabel 4 : Distribusi Aitem SkalaSelf ControlSetelah Dilakukan Uji Coba ... 54

Tabel 5 : Distribusi Aitem Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Dilakukan Uji Coba... 55

Tabel 6 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ... 56

Tabel 7 : Pelaksanaan Penelitian... 62

Tabel 8 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

Tabel 9 : Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 65

Tabel 10 : Karakteristik Subjek Berdasarkan Pada Tingkat Kelas ... 66

Tabel 11 : Deskripsi Data... 67

Tabel 12 : Deskriptif Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 68

Tabel 13 : Deskriptif Data Berdasarkan Usia Responden... 69

Tabel 14 : Deskriptif Data Berdasarkan Usia Responden... 70

Tabel 15 : Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ... 71

Tabel 16 : Hasil Uji Shapiro-Wilk ... 72

Tabel 17 : Hasil Uji Linieritas... 73

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Skema HubunganSelf Controldengan Kepatuhan Tata Tertib ... 38

Gambar 2 : Grafik Jenis Kelamin Responden... 64

Gambar 3 : Grafik Usia Responden ... 65

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Blue Print Skala Self Control ... 84

Lampiran 2 : Blue Print Skala Kepatuhan Tata Tertib... 86

Lampiran 3 : Skala Self Control ... 90

Lampiran 4 : Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 94

Lampiran 5 : Tabulasi Data Mentah Uji Coba Skala Self Control ... 98

Lampiran 6 : Tabulasi Data Mentah Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 100

Lampiran 7 : Skoring Aitem Uji Coba Skala Self Control ... 102

Lampiran 8 : Skoring Aitem Uji Coba Skala Kepatuhan Tata Tertib... 104

Lampiran 9 : Tabulasi Data Mentah Skala Self Control Setelah Uji Coba... 106

Lampiran 10 : Skoring Aitem Skala Self Control Setelah Uji Coba... 109

Lampiran 11 : Tabulasi Data Mentah Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Uji Coba... 112

Lampiran 12 : Skoring Aitem Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Uji Coba .... 115

Lampiran 13 : Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Self Control ... 118

Lampiran 14 : Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 120

Lampiran 15 : Uji Reliabilitas Skala Self Control dan Kepatuhan Tata Tertib .... 122

Lampiran 16 : Uji Normalitas Data... 123

(12)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sengaja

diciptakan oleh pemerintah dan masyarakat sebagai media pendidikan bagi

generasi muda, khususnya memberikan kemampuan dan keterampilan

sebagai bekal kehidupan di kemudian hari Didalamnya terdiri dari

berbagai komponen yaitu siswa, guru, kepala sekolah, staff tata usaha, dan

lain sebagainya. Secara umum siswa, guru, dan kepala sekolah secara

bersama-sama berada dalam satu lembaga, dan bersama-sama pula

mengatur dan membina serta menyelenggarakan program-program yang

ditentukan dan diatur oleh Dinas Pendidikan yang dilaksanakan secara

terus menerus (Fatimah, 2006).

Tugas dan tanggung jawab sekolah adalah mengusahakan

kecerdasan pikiran dan pemberian berbagai ilmu pengetahuan sesuai

dengan tingkat dan jenis sekolah masing-masing. Tujuan pendidikan di

sekolah selalu mencakup tiga aspek yaitu, aspek kognitif, aspek afektif,

dan aspek psikomotor. Tugas dan tanggung jawab sekolah tidak hanya

mempengaruhi perkembangan akal dan pikiran, namun juga

perkembangan sikap dan kepribadian pada masing-masing individu

(13)

2

Permendiknas No.19 tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan

Pendidikan yang berisi:

a. Sikap kepatuhan siswa menjadi tolak ukur dalam tata tertib

sekolah.

b. Tata tertib pendidik, tenaga pendidik, dan peserta didik,

termasuk dalam hal menggunakan dan memelihara sarana dan

prasarana pendidikan;

c. Petunjuk, peringatan, dan larangan dalam berperilaku di

sekolah/madrasah, serta pemberian sangsi bagi warga yang

melanggar tata tertib.

Menurut Sinungan (2005), tata tertib sekolah adalah sekumpulan

aturan-aturan yang ditunjukkan oleh semua komponen di dalam suatu

lembaga atau organisasi agar selalu tunduk dan melaksanakan apa yang

telah di perintah.

Menurut Fajarwati (dalam Rahmawati, 2015), peraturan atau tata

tertib merupakan perilaku yang ditetapkan oleh suatu pola, seperti

peraturan disiplin sekolah yang dibentuk untuk membentuk perilaku siswa

agar sesuai dengan tujuan dan harapan sekolah.

Madrasah Aliyah Yasmu berlokasi di Jl. Kyai Sahlan I/24

Manyarejo Manyar Gresik, merupakan salah satu lembaga yang berdiri

sejak tahun 1974. Sejak berdirinya lembaga pendidikan ini memiliki

(14)

3

Tata tertib di Madrasah Aliyah Yasmu Manyar meliputi :

1. Taat dan patuh serta hormat kepada bapak / ibu guru juga tenaga

kependidikan.

2. Harus berseragam sekolah lengkap dengan atributnya sesuai dengan

ketentuan.

3. Harus berada dimadrasah 5 menit sebelum jam masuk / pelajaran dimulai

4. Wajib ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan madrasah

(Kebersihan , keamanan dan ketertibannya ).

5. Wajib ikut menjaga nama baik lembaga dan dewan guru baik didalam

maupun diluar madrasah.

6. Setiap siswa wajib mengikuti kegiatan yang sudah ditentukan oleh

madrasah , OSIS ( PHBN, PHBN, atau yang lainnya ).

7. Membayar kewajiban kepada madrasah.

Menurut Baron (2003), kepatuhan adalah bentuk pengaruh sosial

dimana satu orang memerintahkan seseorang atau lebih untuk melakukan

sesuatu. Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap-tiap anggota

belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi peraturan

kelompok. Perilaku negatif siswa pada tata tertib sekolah dapat berupa

pelanggaran tata tertib sekolah. Hal ini dapat berdampak sangat negatif

terhadap elemen yang ada di sekolah, misalnya terjadinya tawuran pelajar,

bullying, membolos disaat jam pelajaran sedang berlangsung, memakai pakaian yang tidak termasuk dalam aturan sekolah atau pakaiannya terlalu

(15)

4

Menurut Neufelt (dalam Kusumadewi, 2012), menjelaskan arti

kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takluk dan tunduk.

Perilaku masyarakat untuk cenderung mengikuti peraturan ini disebut

sebagai kepatuhan (obedience). Namun, tidak semua masyarakat memiliki sikap patuh. Adanya pro dan kontra dalam menyikapi peraturan

kerap terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya

pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat, akibat dari kurang

puasnya salah satu pihak akan peraturan tersebut.

Kepatuhan adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana seseorang

hanya perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan

satu atau beberapa tindakan (Jauhar, 2014).

Upaya yang harus dilakukan agar sikap kepatuhan siswa terhadap

tata tertib sekolah tetap terjaga pada diri siswa, harus didukung adanya

situasi atau lingkungan yang kondusif. Setiap sekolah memiliki aturan atau

tata tertib yang berbeda, tetapi pada dasarnya aturan atau tata tertib

tersebut adalah sama yaitu untuk menciptakan kedisiplinan terhadap warga

sekolah serta mencapai predikat sekolah yang menjadi teladan

(Kusumadewi, 2012).

Menurut Hadikusuma (Kusumadewi, 2012), menyatakan bahwa

peraturan didefinisikan sebagai sesuatu yang mengandung kata-kata

perintah dan larangan, serta apa yang tidak boleh dilakukan, serta tidak

(16)

5

Usia siswa Madrasah Aliyah masih termasuk dalam kategori usia

remaja. Hurlock (1980), memberi batasan masa remaja berdasarkan usia

kronologis, yaitu antara 13-18 tahun. Tugas perkembangan pada masa

remaja di pusatkan pada pola perilaku yang kekanak-kanakan dan

mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas

perkembangan masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan

pola perilaku anak.

Menurut Kartono (dalam Geo, 2015), mengatakan bahwa remaja

merupakan masa perhubungan antara masa kanak-kanak dengan masa

dewasa. Masa remaja ini adalah masa dimana individu mengalami

kegoncangan, terutama saat melepaskan nilai-nilai yang baru, namun itu

merupakan proses menuju kematangan secara fisik, akal, sosial serta

emosional. Pada masa remaja, individu seringkali mengalami benturan

antara tuntutan diri dan tuntutan lingkungan. Konflik dalam diri remaja ini

menimbulkan emosi-emosi yang negatif.

Menurut Ali (dalam Iga, 2012), mengatakan bahapan masa

menentang (trotzalter) yang ditandai dengan adanya perubahan mencolok pada dirinya, baik aspek fisik maupun psikis, sehingga menimbulkan

reaksi emosional dan perilaku radikal. Selain itu periode pada masa

remaja, mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan perlawanan

terhadap otoritas. Sehingga semakin berperannya pihak otoritas dalam

memberikan tekanan, maka kecenderungan remaja dalam melakukan

(17)

6

membuatnya melakukan hal-hal penentangan yang tidak sesuai dengan

kehendak diri remaja.

Menurut Havigurst ( dalam Monks, 1999), menyatakan bahwa

salah satu tugas perkembangan remaja adalah bertanggung jawab sebagai

warga negara, mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab sosial, serta

berkembang dalam pemaknaan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Sedangkan menurut Furter (dalam Monks, 1999), menjelaskan bahwa

kehidupan moral merupakan problematika pokok dalam masa remaja dan

kepatuhan menjadi salah satu bahasan dalam perkembangan moral terkait

dengan interaksi sosial dan norma-norma didalamnya.

Menurut Desmita (dalam Rahmawati, 2015), salah satu tugas

perkembangan masa remaja adalah mencapai dan memperlihatkan tingkah

laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan seperti mengakui

kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab atau

menghormati, serta menaati nilai-nilai sosial yang berlaku di

lingkungannya. Bertanggung jawab terhadap segala tindakan, mampu

membuat remaja belajar untuk tidak mengulangi hal-hal yang berdampak

negatif bagi dirinya.

Pada masa remaja, individu seringkali menghadapi benturan antara

tuntutan diri dan tuntutan lingkungan. Konflik berupa benturan antara

tuntutan lingkungan dengan kebutuhan dalam diri remaja ini akan

menimbulkan emosi-emosi negatif. Remaja dengan kontrol diri yang

(18)

7

untuk mengambil jalan pintas yang berujung pada pelanggaran peraturan.

(Kusumadewi, 2012).

Berdasarkan catatan pelanggaran pada santri putri di Pondok

Pesantren Modern Islam Assalam pada tahun 2010/2011, diperoleh

presentase pelanggaran tertinggi dilakukan oleh remaja putri kelas IX

dengan jumlah 35% dan kelas X dengan jumlah 30 %. Jumlah tersebut

telah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya pada 2009/2010

(Kusumadewi, 2012).

Penelitian Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI) di 33

Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal, pertama

97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, kedua, 93,7 %

remaja SMP dan SMA pernah ciuman, ketiga remaja SMP dan SMA

sudah tidak perawan. Perilaku kenakalan remaja mengalami peningkatan

yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut nampak

dari fakta yang dilansir oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak, yakni

pelaku kriminal dari kalangan remaja dan anak-anak mengalami

peningkatan. Berdasarkan data yang ada, terhitung sejak Januari hingga

Oktober 2009 meningkat hingga 35% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17 tahun (Iga, 2012).

Backer (dalam Soekanto, 1998), menyatakan bahwa pada dasarnya

setiap manusia memiliki dorongan untuk melanggar aturan pada situasi

terterntu. Tetapi kebanyakan orang, dorongan-dorongan tersebut biasanya

(19)

8

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan

diantaranya adalah faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi,

dan penyesuaian diri terhadap sekolah. Faktor lain yaitu faktor eksternal,

meliputi: keluarga, hubungan dengan teman sebaya, sistem sekolah yang

berupa kebijakan (Rahmawati, 2015).

Menurut Chaplin (2006), self control merupakan kemampuan unrtuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan

atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Sedangkan

menurut Kartono (2000),self controladalah mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu

mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1991).

Menurut Ghufron (2011), kontrol diri merupakan suatu aktivitas

pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna

melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum

memutuskan sesuatu untuk bertindak. Kontrol diri merupakan jalinan yang

secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang

tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi.

Menurut Mahoney (dalam Ghufron, 2011), individu cenderung

akan mengubah perilakunya sesuai dengan permitaan situasi sosial yang

kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat. Jadi seseorang yang

memiliki kontrol diri akan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih

(20)

9

Setiap individu memiliki kontrol diri yang berbeda. Ada individu

yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan kontrol diri yang rendah.

Mengontrol diri berarti individu berusaha dengan sekuat-kuatnya

mengarahkan perilaku terhadap sessuatu yang bermanfaat dan dapat

diterima secara sosial. Kontrol diri memungkinkan remaja untuk berpikir

atau berperilaku yang lebih terarah, dapat menyalurkan

dorongan-dorongan perasaan dalam dirinya secara benar dan tidak menyimpang dari

norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan sekitarnya

(Hurlock, 1991).

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa, kemampuan

mengontrol diri memungkinkan seseorang untuk berperilaku lebih terarah

dan dapat menyalurkan dorongan dari dalam dirinya secara benar,

sehingga tidak menyimpang dari norma dan aturan yang berlaku. Bagi

remaja, kemampuan mengontrol diri dapat membantu remaja

mengendalikan diri dan mengatur perilakunya sehingga mencegah mereka

dari perbuatan menyimpang, mereka harus belajar mengontrol diri

terhadap perilaku yang dapat mengarah pada konsekuensi negatif serta

harus belajar mengendalikan emosi dalam dirinya.

Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang

(21)

10

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara self control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara self control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Kegunaan Teoritis

Menambah wawasan tentang hasil penelitian dalam bidang

Psikologi, khususnya dalam Psikologi Sosial dan memberikan

informasi tambahan mengenaiself controldan kepatuhan tata tertib pada siswa.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi penulis

Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan

pengetahuan lebih kepada penulis sehingga bisa menambah

ilmu yang dimiliki, khususnya tentang faktor-faktor yang

(22)

11

b. Bagi akademis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan atau

referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya terkait dengan

penelitian ini.

c. Bagi Institusi yang terkait

Memberikan kontribusi bagi Institusi tentang hubunganself control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah.

E. Keaslian Penelitian

Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa

kajian riset terdahulu mengenai variabel self control dan kepatuhan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Di antaranya yaitu :

Geo Prasada, A & Ike Herdiana. Menggunakan metode penelitian

kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ada hubungan antara

kontrol diri dengan kepatuhan berlalu lintas pada remaja pengendara

sepeda motor di Surabaya. Apabila kontrol diri meningkat, maka

kepatuhan berlalu lintas akan meningkat pula. Sebaliknya, jika kontrol diri

semakin rendah, maka kepatuhan berlalu lintas akan semakin menurun.

Anita Dwi Rahmawati. Menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kepatuhan santri terhadap aturan

dipengaruhi oleh faktor internal diantaranya kondisi emosi, kesadaran diri,

(23)

12

meliputi perilaku teman sebaya, keteladanan guru, keteladanan pengurus

organisasi sekolah, penegakkan aturan dan hukuman.

Iga Serpianing A & Dewi Retno S (2015), tentang. Menggunakan

metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

terdapat korelasi negatif yang signifikan antara tingkat kontrol diri dengan

kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Artinya semakin timggi tingkat

kontrol diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku kenakalan

remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kontrol diri maka semakin

tinggi kecenderungan perilaku kenakalan remaja.

Bayu Satria. Menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Ada hubungan antara antara tata nilai

kepatuhan peraturan dan tata tertib pesantren dengan disiplin siswa dalam

mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan di

SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-Teknologi Jombang.

Kusumadewi (2012). Menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara

dukungan sosial peer group dan kontrol diri dengan kepatuhan terhadap peraturan pada remaja putri SMA Pondok Pesantren Modern Islam

Assalam Sukoharjo. Artinya semakin tinggi dukungan sosial peer group ataupun kontrol diri maka semakin tinggi kepatuhan terhadap peraturan,

begitu pula sebaliknya.

Claudia Kuhnle, dkk. Menggunakan metode penelitian kuantitatif.

(24)

13

adalah fitur yang menguntungkan dalam dua cara: Karena ada bukti

hubungan langsung dengan kontrol diri, penundaan, interferensi motivasi

dan penyesalan dengan kelas sekolah dan keseimbangan hidup.

Marianne Junger & Margit Van Kampen. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa remaja skor tinggi pada tes kemampuan kognitif

memiliki kebiasaan makan sehat dan terlibat lebih sering dalam aktivitas

fisik. Remaja dengan pengendalian diri yang tinggi memiliki pola makan

yang sehat, lebih sering aktif secara fisik dan memiliki lebih rendah BMI.

Kedua waktu reaksi dan rentang memori yang tidak berhubungan dengan

kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Kontrol diri tidak terkait dengan

kemampuan kognitif dan bisa tidak, oleh karena itu, memediasi hubungan

antara kemampuan kognitif dan kesehatan dalam penelitian ini.

Hasil review dari beberapa jurnal penelitian tentang variabel self control dan kepatuhan tata tertib menunjukkan bahwa ke dua variabel tersebut telah menjadi tema penelitian yang umum dan banyak

dikembangkan. Namun, penelitian ini memiliki perbedaan dengan

penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu terletak pada setting, dasar teori,

subjek penelitian, instrumen, serta analisis data. Beberapa penelitian diatas

memiliki variabel penghubung lain selain self control dan kepatuhan tata tertib, terdapat variabel lain yang diteliti, sedangkan penelitian ini lebih

(25)

14

Urgensi dari penelitian ini adalah siswa yang masih duduk di

bangku SMA/MA masih berada dalam tahap masa remaja. Pada tahap ini

remaja masih belum dapat dikatakan dewasa, dengan kemampuan kontrol

diri diharapkan remaja mampu mengatur perilaku yang lebih terarah agar

terhindar dari perilaku yang menyimpang dari norma yang berlaku, baik di

(26)

15 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kepatuhan Tata Tertib

1. Definisi Kepatuhan Tata Tertib

Menurut Baron (2003), kepatuhan adalah bentuk pengaruh sosial

dimana satu orang memerintahkan seseorang atau lebih untuk melakukan

apa yang ia inginkan. Kepatuhan merupakan keadaan di mana seseorang

pada posisi yang berkuasa cukup mengatakan atau memerintahkan orang

lain untuk melakukan sesuatu dan mereka melakukannya. Yang artinya

orang yang memiliki kekuasaan tinggi hanya memerintahkan orang lain

sehingga mereka tunduk dan melakukannya.

Menurut Baron (dalam Sarwono, 2009), kepatuhan merupakan

salah satu jenis pengaruh sosial, dimana seseorang menaati dan

mematuhi permintaan orang lain untuk melakukan tingkah laku karena

adanya unsur power. Power yang dimaksudkan dapat diartikan sebagai suatu kekuatan atau kekuasaan yang memiliki pengaruh terhadap

seseorang atau lingkungan tertentu. Pengaruh sosial ini dapat

memberikan dampak positif dan negatif terhadap perilaku individu. Jadi

adanya kekuatan dari pihak yang berwenang membuat seseorang

mematuhi dan melakukan apa yang di perintah.

Kepatuhan merupakan salah satu bentuk dari pengaruh sosial,

kepatuhan dapat diartikan sebagai ketaatan individu dalam melaksanakan

(27)

16

nonverbal, seperti dalam bentuk peraturan atau tata tertib (Sarwono,

2009).

Menurut Cialdini (dalam Sarwono, 2009), pengaruh sosial adalah

usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan (belief), persepsi, atau pun tingkah laku satu atau beberapa orang lainnya. Menurut Normasari

(dalam Anita, 2012), mengatakan bahwa kepatuhan dalam dimensi

pendidikan dinilai sebagai suatu kerelaan seseorang dalam tindakan

terhadap perintah dan keinginan dari pemilik otoritas atau guru.

Menurut Neufelt (dalam Kusumadewi, 2012), menjelaskan arti

kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takluk dan tunduk.

Perilaku masyarakat untuk cenderung mengikuti peraturan ini disebut

sebagai kepatuhan (obedience). Namun, tidak semua masyarakat memiliki sikap patuh. Adanya pro dan kontra dalam menyikapi peraturan

kerap terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya

pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat, akibat dari kurang

puasnya salah satu pihak akan peraturan tersebut.

Kepatuhan didefinisikan sebagai berubahnya perilaku seseorang

karena bayangan atau kenyataan akan kehadiran orang lain (Clayton,

2012). Kepatuhan adalah fenomena yang mirip dengan penyesuaian diri.

Perbedaannya terletak pada segi pengaruh legistimasi (kebalikan dengan

paksaan atau tekanan sosial lainnya) dan selalu terdapat suatu individu,

yakni pemegang otoritas (Boerce, 2006). Jadi adanya pemegang otoritas

(28)

17

Kepatuhan adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana seseorang

hanya perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan

satu atau beberapa tindakan (Jauhar, 2014). Yang artinya seseorang yang

memiliki kekuasaan tertinggi cukup memerintahkan orang lain untuk

melakukan suatu tindakan atau lebih.

Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah

menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi

dalam bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku

taat terhadap sesuatu atau seseorang. Ada tiga dimensi kepatuhan

terhadap peraturan, yaitu mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act).

Menurut Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan sebagai

perilaku positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu memilih

untuk melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis terhadap aturan,

hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang

memegan otoritas ataupun peran penting.

Menurut Rifa’i (dalam Kusumadewi, 2012), tata tertib merupakan

suatu tatanan yang digunakan untuk mengatur pola kehidupan

masyarakat agar berjalan dengan stabil. Begitu pula dengan sebuah

lembaga pendidikan, meskipun berbeda-beda dalam setiap sekolah dalam

menentukan tata tertib atau peraturannya, terdapat kesamaan di tiap-tiap

tata aturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolah. Peraturan

(29)

18

dibuat secara tertulis dan mengikat di lingkungan sekolah. Jadi dengan

adanya tata tertib dibuat secara tertulis dalam suatu lembaga, diharapkan

mampu mengatur pola kehidupan yang lebih baik.

Sedangkan Starwaji (dalam Handayani, 2007) mendefinisikan tata

tertib sebagai sebuah aturan yang dibuat secara tersusun dan teratur, serta

saling berurutan, dengan tujuan semua orang yang melaksanakan

peraturan ini melakukannya sesuai dengan urutan-urutan yang telah

dibuat. Jadi dengan tata tertib yang disusun secara rinci semua orang

akan melaksanakan tata tertib secara teratur.

Tata tertib berisi seperangkat peraturan yang meliputi hal-hal yang

wajib dilaksanakan dan yang perlu dihindari atau dilarang oleh

seseorang, serta ketentuan sanksi yang diberikan bagi orang yang

melanggar. Pada hakikatnya tata tertib sekolah baik yang berlaku secara

umum maupun khusus meliputi tiga unsur (Arikunto, 1990) yaitu:

a. Perbuatan atau tingkah laku yang diharuskan dan yang

dilarang.

b. Akibat atau sanksi yang menjadi tanggung jawab pelaku dan

pelanggar peraturan.

c. Cara atau prosedur untuk menyampaikan peraturan kepada

subjek yang dikenai tata tertib sekolah tersebut.

Menurut Sudarmanto (2011), tata tertib sekolah disusun secara

operasional guna mengatur tingkah laku dan sikap hidup siswa, guru dan

(30)

19

terhadap tata tertib sekolah, meliputi kewajiban, keharusan dan

larangan-larangan. Yang artinya semua tata tertib yang telah disusun di sekolah,

semua pihak yang terlibat di sekolah mampu menjalankannya dengan baik,

dengan melaksanakan kewajiban dan larangan yang ada di sekolah.

Dari beberapa definisi yang telah di kemukakan oleh beberapa ahli

mengenai pengertian darikepatuhan tata tertib di atas, maka dalam

penelitian ini digunakan definisi kepatuhan tata tertib dari Menurut

Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan sebagai perilaku

positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu memilih untuk

melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis terhadap aturan,

hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang

memegan otoritas ataupun peran penting.

Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap peraturan, yaitu mempercayai

(belief), menerima (accept), dan melakukan (act).

2. Faktor-faktor Kepatuhan Tata Tertib

Menurut Brown (dalam Anita, 2012), faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan diantaranya adalah:

a. Faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi, dan

penyesuaian diri terhadap sekolah.

b. Faktor eksternal, meliputi: keluarga, hubungan dengan teman

(31)

20

demografi (usia, suku, jenis kelamin), figur guru, dan hukuman

yang diberikan oleh guru.

Menurut Baron (2003), menjelaskan mengenai 4 faktor yang dapat

menyebabkan timbulnya kepatuhan, meskipun merusak atau merugikan

hak orang lain, yaitu :

a. Pada banyak situasi, orang-orang yang berkuasa membebaskan

orang-orang yang patuh dari tanggung jawab atas tindakan

mereka.

b. Orang-orang yang berkuasa sering kali memiliki tanda atau

lencana nyata yang menunjukkan status mereka. Mereka

mengenakan seragam atau pangkat khusus. Hal ini berguna

untuk mengingatkan banyak orang akan norma sosial.

c. Kepatuhan di banyak situasi di mana target dari pengaruh

tersebut sebenarnya bisa melawan adalah adanya peningkatan

perintah dari figur otoritas secara bertahap.

d. Kejadian di banyak situasi yang melibatkan kepatuhan yang

merusak dapat berubah dengan sangat cepat.

Menurut Graham (dalam Normasari, 2013), kepatuhan siswa dalam

melaksanakan peraturan sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada 4

faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu,

(32)

21

a. Normativist, kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya

dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk,

yaitu :

1) Kepatuhan terhadap nilai atau norma itu sendiri

2) Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya

sendiri

3) Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya

dari peraturan itu

b. Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran

dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional

c. Fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau

sekedar basa basi

d. Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri

Sedangkan menurut Gunarsa (dalam Normasari, 2013),

mengatakan bahwa yang melatarbelakangi kepatuhan siswa adalah :

a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri siswa itu

sendiri, antara lain :

1) Kesehatan siswa

2) Ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran

diskeolah

(33)

22

b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri siswa, antara lain

:

1) Keadaan keluarga yang meliputi, suasana keluarga, cara

orang tua menanamkan disiplin kepada anaknya, dan

harapan dari orang tua

2) Bimbingan yang diberikan oleh orang tua

3) Keadaan sekolah

Menurut Rifa’i (2011), ada beberapa faktor penyebab lain yang

menimbulkan pelanggaran di lingkungan sekolah, diantaranya adalah :

a. Latar belakang remaja

b. Sistem pembelajaran terkait dengan pengajaran guru

c. Kepemimpinan sekolah

d. Pelayanan administrasi

e. Interaksi sosial remaja di luar sekolah

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan tata tertib

diatas, peneliti memilih faktor kepatuhan tata tertib menurut Brown (dalam

Anita, 2012), yang salah satu dari faktornya adalah kontrol diri, dengan

kemampuan mengontrol diri, siswa diharapkan mampu

mempertimbangkan tindakan apa yang akan dia lakukan untuk mematuhi

(34)

23

3. Unsur-unsur Tata Tertib

Pada hakikatnya tata tertib sekolah baik yang berlaku secara umum

maupun khusus meliputi tiga unsur (Arikunto, 1990: 123-124) yaitu:

f. Perbuatan atau tingkah laku yang diharuskan dan yang dilarang.

g. Akibat atau sanksi yang menjadi tanggung jawab pelaku dan

pelanggar peraturan

h. Cara atau prosedur untuk menyampaikan peraturan kepada subjek

yang dikenai tata tertib sekolah tersebut.

Peraturan yang terdapat dalam tata tertib antara lain memuat

tentang kegiatan atau aktivitas yang harus dilakukan dan yang tidak

boleh dilakukan terutama yang berkaitan dengan kehadiran dalam

proses pembelajaran, penggunaan seragam dan atribut sekolah serta

hubungan sosialisasi dengan warga sekolah yang lain.

4. Tipe Kepatuhan terhadap Peraturan / Tata Tertib

Kepatuhan terhadap peraturan merupakan sikap tat terhadap

peraturan yang berlaku disuatu lingkungan. Kepatuhan terhadap

peraturan mengacu pada tipe kepatuhan yang memiliki beberapa tipe

atau bentuk. Menurut Graham (dalam Kusumadewi, 2012),

menyebutkan adanya lima tipe kepatuhan, yaitu :

a. Otoritarian

Suatu kepatuhan tanpareserveatau kepatuhan yang ikut-ikutan. b. Conformist

(35)

24

1) Conformist directed, yakni penyesuaian diri terhadap masyarakat atau orang lain.

2) Conformist hedonist, yakni kepatuhan yang berorientasi pada

“untung-rugi”.

3) Conformist integral, yakni kepatuhan yang menyesuaikan

kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.

c. Compulsive Deviant

Kepatuhan yang tidak konsisten.

d. Hedonik Psikopatik

Kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan

orang lain.

e. Supramoralist

Kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.

B. Self Control

1. DefinisiSelf Control

Menurut Asihwardji (1996), self control merupakan kemampuan

untuk mengguguhkan kesenangan naluriah langsung dan kepuasan untuk

memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya dinilai secara sosial. Orang

yang menjalankan kontrol diri memperlihatkan bahwa kebutuhan akhir

telah disosialisasikan, bahwa nilai-nilai budaya lebih penting dari hasrat

dan desakannya. Kontrol diri ini mencakup cara lain untuk menyatakan

(36)

25

timbul karena mengguguhkan pemuasan naluriah. Jadi dengan

kemampuan kontrol diri, seseorang bisa mengguguhkan kepuasan untuk

memperoleh tujuan masa depannya.

Menurut Calhoun & Acocella dalam (Kusumadewi, 2012),

menyatakan bahwa control diri sebagai pengaruh seseorang terhadap, dan

peraturan tentang fisiknya, tingkah laku, dan proses-proses psikologisnya.

Dengan kata lain, serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri.

Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan

membaca situasi diri dan lingkungnnya, serta kemampuan untuk

mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan

kondisi.

Menurut Averill (dalam Thalib, 2010), mendefinisikan kontrol diri

sebagai variabel psikologis yang mencakup kemampuan individu untuk

mengelola informasi yang tidak diinginkan, dan kemampuan individu

untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini.

Menurut Widodo (dalam Anita, 2012), pengendalian diri atau self control merupakan upaya atau keinginan untuk menumbuhkan keteraturandiri, ketaatan pada peraturan atau tatatertib yang muncul dari

kesadaran internal individu akan pikiran-pikiran dan perasaannya.

Menurut Tangney, kontrol diri merupakan kemmapuan individu

untuk menentukan perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral,

nilai, dan aturan dimasyarakat agar mengarah pada perilaku positif. Travis

(37)

26

Crime” atau yang lebih dikenal dengan “Low Self Control Theory”. Teori

ini menjelaskan bahwa perilaku kriminal dapat dilihat melalui

single-dimention, yakni kontrol diri. Individu dengan kontrol diri yang rendah

memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, beresiko, dan berpikiran

sempit (Iga, 2010).

Menurut Ghufron (2011), kontrol diri merupakan suatu aktivitas

pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna

melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum

memutuskan sesuatu untuk bertindak. Kontrol diri merupakan jalinan yang

secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang

tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Menurut Mahoney

(dalam Ghufron, 2011), individu cenderung akan mengubah perilakunya

sesuai dengan permitaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur

kesan yang dibuat. Jadi seseorang yang memiliki kontrol diri akan

melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum

berperilaku.

Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain

agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan

oleh individu itu sendiri. Aktivitas yang dimediasi oleh proses kognitif

(38)

27

pentingnya pikiran dan bahasa dalam menahan tindakan impulsif yang

memperkenalkan sebuah alternatif kognitif yang menyainginya, hingga

pengaturan diri yang teratur.

Selanjutnya Gleitman (dalam Thalib, 2010) mengatakan bahwa

kontrol diri merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu

yang ingin dilakukan tanpa terhalangi, baik oleh rintangan maupun

kekuatan yang berasal dari dalam diri maupun dari luar individu. Jadi

individu yang memiliki kontrol diri mampu melakukan suatu tindakan

yang akan dia lakukan tanpa ada suatu halangan apapun.

Golfrid dan Merbauw (dalam Muniroh, 2013), menyatakan bahwa

kontrol diri merupakan suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing,

mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu

kearah konsekuensi yang positif. Kontrol diri berkaitan dengan cara

individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam

dirinya, mengontrol emosi bearti mendekati suatu situasi dengan

menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan

mencegah munculnya reaksi yang berlebihan.

Self control merupakan kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungan. Selain itu kepekaan untuk

mengontrol dan mengelolah faktor- faktor sesuai situasi dan kondisi untuk

menampilkan diri untuk sosialisasi, kemampuan untuk mengendalikan

perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, kecenderungan

(39)

28

konform dengan orang lain dan menutupi perasaannya (Ghufron, 2011).

Yang artinya seseorang yang mampu membaca situasi diri dan lingkungan

akan mampu mengendalikan perilaku dan cenderung merubah perilaku

orang lain.

Synder (dalam Kusumadewi, dkk, 2012) mengatakan bahwa

konsep mengenai kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk

melihat hubungan antara pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam

mengatur kesan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam

bersikap berpendirian yang efektif.

Menurut Chaplin (2006), self control merupakan kemampuan unrtuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan

atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Dalam Kartono

(2000), self control adalah mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki.

Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi

serta dorongan dari dalam dirinya. Jadi dengan self control, individu akan mampu mengatur tingkah lakunya sendiri.

Menurut Hurlock (1980), mengatakan bahwa kontrol diri muncul

karena adanya perbedaaan dalam mengelola emosi, cara mengatasi

masalah, tinggi rendahnya motivasi, dan kemampuan mengelola potensi

dan pengembangan kompetensinya. Kontrol diri sendiri berkaitan dengan

bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta

dorongan-dorongan dalam dirinya. Mengontrol diri berarti individu berusaha dengan

(40)

29

dan dapat diterima secara sosial. Yang artinya, dengan kemampuan

mengontrol diri, individu akan mampu mengendalikan emosi dan

dorongan-dorongan dalam dirinya.

Menurut Gott & Hirschi (dalam Iga, 2012), menyatakan bahwa

individu yang memiliki kontrol diri rendah cenderung bertindak impulsif,

lebih memilih tugas sederhana dan melibatkan kemampuan fisik, egois,

senang mengambil resiko, dan mudah frustasi. Individu dengan

karakteristik ini lebih mungkin terlibat dalam hal kriminal dan perbuatan

menyimpang daripada mereka yang memiliki tingkat kontrol diri yang

tinggi.

Sedangkan menurut Logue & Forzano (dalam Iga, 2012),

menyebutkan beberapa ciri-ciri remaja yang mampu memiliki kontrol diri

tinggi :

a. Tekun dan tetap bertahan dengan tugas dan tanggung jawab

yang harus dikerjakan.

b. Dapat mengubah perilaku menyesuaikan dengan aturan dan

norma yang berlaku dimana ia berada.

c. Tidak menunjukkan perilaku yang emosional atau

meledak-ledak.

d. Bersifat toleran atau dapat menyesuaikan diri terhadap situasi

yang tidak dikehendaki.

Skinner juga menjelaskan bahwa kontrol diri mengarah pada

(41)

30

tingkah laku dan tingkah laku tetap ditentukan oleh variabel luar, namun

dengan berbagai cara kontrol diri sebagai berikut, yaitu pengaruh kontrol

itu diperbaiki, diatur/ dikontrol :

a. Memindah/menghindar (removing/avoiding)

Menghindar dari situasi pengaruh/menjauhkan situasi

pengaruh sehingga tidak lagi diterima sebagai stimulus.

Pengaruh teman sebaya yang jahat dihilangkan dengan

menghindar/menjauh dari pergaulan dengan mereka.

b. Penjenuhan (satation)

Membuat diri jenuh dengan suatu tingkah laku sehingga

tidak lagi bersedia melakukannya, misalkan seorang perokok

menghisap rokok secara terus menerus secara berlebihan

sampai akhirnya menjadi jenuh, sigaret dan pemantik api tidak

lagi merangsangnya untuk meghisap rokok.

c. Stimuli yang tidak disukai (aversivestimuli)

Menciptakan stimuli yang tidak menyenangkan yang

ditimbulkan bersamaan dengan stimulus yang akan dikontrol.

Misalkan seorang pemabuk yang ingin menghindari alkohol,

setiap kali dia minum alkohol dia akan menanggung resiko

dikritik lingkungan dan malu karena kegagalannya.

d. Memperkuat diri (reinforce one self)

(42)

31

tabungannya sendiri, kalau ternyata dari rencana tersebut dapat

belajar dan berprestasi. Kebalikan dari memperkuat diri adalah

menghukum diri (self punishment): bisa berujud mengunci diri dalam kamar sampai memukulkan kepala ke dinding

(Alwisol,2005).

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli

mengenai pengertian self control, maka dalam penelitian ini digunakan definisiself controldari Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang

didesain agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang

ditentukan oleh individu itu sendiri.

2. Aspek-aspekSelf Control

Averill 1973 (dalam Thalib, 2010) menjelaskan bahwa kontrol diri

memiliki tiga aspek utama yaitu :

a. Mengontrol perilaku (behavior control)

Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk

memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Kemampuan mengontrol perilaku dibedakan atas dua

komponen.

(43)

32

orang lain atau sesuatu di luar dirinya. Individu dengan

kemampuan mengontrol diri yang baik akan mampu

mengatur perilaku dengan menggunakan kemmapuan

dirinya.

2) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan

kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada

beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau

menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum

waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.

b. Mengontrol kognitif (cognitive control)

Mengontrol kognitif merupakan cara seseorang dalam

menafsirkan, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian

dalam suatu kerangka kognitif. Mengontrol kognisi merupakan

kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan

untuk mengurangi tekanan.

Mengontrol kognitif dibedakan menjadi dua komponen,

yaitu :

1) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again). Informasi yang diperoleh individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu mengantisipasi

(44)

33

2) Kemampuan melakukan penilaian (aprasial). Penilaian yang dilakukan individu merupakan usaha untuk menilai

dan menafsirkan suatu keadaan dengan memerhatikan

segi-segi positif secara subjektif.

c. Mengontrol keputusan (decision control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu

untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan.

Kemampuan mengontrol keputusan akan berfungsi baik jika

individu memiliki kesempatan, kebebasan, dan berbagai

alternatif dalam melakukan suatu tindakan.

Orang yang memiliki kemampuan kontrol diri rendah

cenderung akan reaktif dan terus reaktif (terbawa hanyut ke

dalam situasi yang sulit). Sedangkan orang yang memiliki

kemampuan kontrol diri tinggi akan cenderung proaktif (punya

kesadaran untuk memilih yang positif).

Menurut Block (dalam Lazarus, 1976), mengemukakan tiga aspek

kontrol diri, yaitu :

a. Over Control, merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak

menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus.

b. Under Control, merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang

(45)

34

c. Appropriate Control, merupakan individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.

3. Faktor- FaktorSelf Control

Didalam kontrol diri terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi,

diantarannya;

a. Faktor Internal

Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah

usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik

kemampuan mengontrol diri seseorang.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal diantarannya lingkungan keluarga seperti

orangtua, orangtua menentukan bagaimana kontrol diri seseorang.

Hasil penelitian Nasichah (2000) menunjukkan bahwa persepsi

remaja terhadap disiplin orangtua yang demokratis cenderung

diikuti tingginya kemampuan mengontrol diri. Demikian ini

maka, bila orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya sikap

disiplin secara intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten

terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia

menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten

ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi

(46)

35

4. FungsiSelf Control

Sedangkan menurut Messina (dalam Gunarsa, 2004) menyatakan

bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi yaitu :

a. Membatasi perhatian individu kepada orang lain

b. Membatsi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di

lingkungannya

c. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif

d. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara

seimbang.

5. TipeSelf Control

Rosenbaum (dalam Putri dkk, 2010) mengembangkan model

teoritis tentang kontrol dalam tiga tipe, yaitu redresif, reformatif, dan eksperiensial.

a. Kontrol diri tiperedresif, berfokus pada proses pengendalian diri. b. Kontrol diri tipe reformatif, berfokus pada bagaimana mengubah

gaya hidup, pola perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan yang destruktif.

c. Kontrol diri tipe eksperiensial, merupakan kemampuan individu untuk menjadi sensitif dan menyadari perasaan-perasaannya akan

(47)

36

C. HubunganSelf Controldengan Kepatuhan Tata Tertib

Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah

menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi dalam

bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku taat

terhadap sesuatu atau seseorang.

Gleitman 1999 (dalam Thalib, 2010) mengatakan bahwa kontrol

diri merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang

ingin dilakukan tanpa terhalangi, baik oleh rintangan maupun kekuatan

yang berasal dari dalam diri maupun dari luar individu.

Lazarus (1976) berpendapat bahwa dalam self control menyajikan

sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk

tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil

tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu

sendiri.

Menurut Brown (dalam Anita, 2012), faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan diantaranya adalah:

1. Faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi, dan

penyesuaian diri terhadap sekolah.

2. Faktor eksternal, meliputi: keluarga, hubungan dengan teman

sebaya, sistem sekolah yang berupa kebijakan peraturan,

(48)

37

Dari sini dapat diketahui bahwa kontrol diri merupakan salah satu

faktoryang menyebabkan kepatuhan tata tertib. Selain itu, beberapa

penelitian juga membuktikan adanya hubungan antara Kontrol Diri dengan

Kepatuhan Berlalu Lintas pada Remaja Pengendara Sepeda Motor di

Surabaya, oleh Geo Prasada, A & Ike Herdiana. Menggunakan metode

penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ada

hubungan antara kontrol diri dengan kepatuhan berlalu lintas pada remaja

pengendara sepeda motor di Surabaya.

D. Landasan Teoritis

Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah

menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi dalam

bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku taat

terhadap sesuatu atau seseorang. Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap

peraturan, yaitu mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act).

Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain

agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan

oleh individu itu sendiri. Aktivitas yang dimediasi oleh proses kognitif

yang menyiapkan untuk mengenal kesadaran, dan ini menunjukkan

(49)

38

memperkenalkan sebuah alternatif kognitif yang menyainginya, hingga

pengaturan diri yang teratur.

[image:49.595.140.512.184.518.2]

Self Control

Gambar 1 : Skema Hubungan Self Control dengan Kepatuhan Tata Tertib

Kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui

pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun,

guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu. Jadi kontrol diri merupakan

kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari

dalam maupun diri maupun luar individu. Individu yang memiliki

kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan dan mengambil langkah

tindakan yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan.

Orang yang memiliki kontrol diri memiliki kesiapan diri untuk

berperilaku sesuai dengan tuntutn norma, adat, nilai-nilai serta tuntutan

lingkungan masyarakat dimana ia tiggal, emosinya tidak lagi

meledak-ledak dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang

lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih

diterima (Hurlock, 2005).

Mengontrol perilaku

Mengontrol kognitif

Mengontrol keputusan

(50)

39

Hal ini menjelaskan bahwa sikap kepatuhan tata tertib siswa

disekolah harus di kontrol oleh dirinya sendiri dan dijaga oleh pihak

sekolah seperti, guru. Dalam kondisi seperti ini siswa akan lebih patuh

terhadap tata tertib, dikarenakan adanya pihak berwajib yang mengatur

tata tertib. Jika tidak ada pihak berwenang yang mengatur tata tertib, siswa

akan kehilangan sikap patuhnya terhadap tata tertib. Disinilah peran

kontrol diri berada, dengan kemampuan mengontrol perilaku, siswa

diharapkan tetap mematuhi tata tertib meskipun tidak ada pihak berwajib

yang memperhatikan, dengan mematuhi segala peraturan yang ditetapkan.

Penelitian ini mengacu pada aspek-aspek kontrol diri yang

diekmukakan oleh Averill (dalam Thalib, 2010), yaitu mengontrol perilaku

(behavior control), mengontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decesional control).

Penhelitian yang dilakukan oleh Geo Prasada, A & Ike Herdiana

menyatakan bahwa ada hubungan antara kontrol diri dengan kepatuhan

berlalu lintas pada remaja pengendara sepeda motor di Surabaya.

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan hasil penemuan

beberapa penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

(51)

40

(52)

41 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai

nilai yang berbeda-beda (Turmudi, 2008). Sedangkan menurut

Sugiyono (1997), variabel adalah suatu atribut atau sifat aspek dari

orang maupun objek yang mempunyai variasi yang diterapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang

merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data

numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada

penelitian inferensial atau dalam rangka pengujian hipotesis, sehingga

diperoleh signifikansi antar variabel yang diteliti (Azwar, 2013).

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel

self controldan kepatuhan tata tertib.

Variabel bebas/independen (x) :Self control

(53)

42

2. Definisi Operasional 1.) Kepatuhan Tata Tertib

Menurut Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan

sebagai perilaku positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu

memilih untuk melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis

terhadap aturan, hukum, norma sosial, permintaan maupun

keinginan dari seseorang yang memegan otoritas ataupun peran

penting.

Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap peraturan, yaitu

mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act). Dimana yang dimaksud mempercayai adalah individu yang di beri

perintah percaya pada motif pemimpin dan merupakan bagian dari

suatu kelompok yang memiliki aturan yang harus diikuti.

Menerima adalah individu yang patuh akan menerima apa yang

telah dipercayainya. Melakukan adalah bentuk tingkah laku atau

tindakan dari kepatuhan tersebut, dengan menjalankan suatu aturan

dengan baik.

2.) Self Control

Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam

self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan

tindakan yang didesain agar mencapai hasil tertentu yang

(54)

43

Dengan aspek mengontrol perilaku, mengontrol kognitif,

dan mengontrol keputusan. Dimana mengontrol perilaku

merupakan kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang

tidak menyenangkan. Mengontrol kognitif merupakan kemampuan

dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan untuk

mengurangi tekanan. Mengontrol keputusan merupakan

kemampuan individu untuk memilih dan menentukan tujuan yang

diinginkan.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas

obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1997).

Populasi yang diambil dalam penelitian adalah siswa kelas

XI Madrasah Aliyah Yasmu Manyar yang berjumlah 48 siswa.

Jumlah populasi mengambil kelas XI, karena siswa kelas XI mulai

beradaptasi dengan lingkungan baru dan tata tertib baru. Sekolah

Madrasah Aliyah Yasmu merupakan salah satu sekolah Madrasah

Aliyah yang tidak berbasis pondok pesantren , sedangkan sekolah

Madrasah Aliyah lainnya rata-rata memiliki pondok pesantren,

meskipun tidak semua murid tinggal di pondok pesantren, tetapi

(55)

44

2. Sampel dan Teknik Sampling

Sugiyono (1997), sampel merupakan bagian dari jumlah

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Apabila responden dalam populasi lebih dari 100 maka

sampel yang diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih, sebaliknya

jika responden populasi kurang dari 100, maka semua responden

dalam populasi diambil sebagai sampel sehingga penelitiannya

menjadi penelitian populasi (Arikunto, 2006).

Karena populasi kurang dari 100, maka peneliti akan

mengambil seluruh populasi yang berjumlah 48 siswa.

Adapun pertimbangan ciri-ciri untuk menjadi sampel yaitu:

a. Siswa yang masih aktif di kelas XI IPA dan kelas XI IPS

Madrasah Aliyah Yasmu Manyar.

b. Siswa yang pernah melanggar tata tertib.

c. Siswa yang mematuhi tata tertib.

d. Siswa yang berusia 15-17 tahun.

e. Siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan

oleh peneliti untuk mendapatkan data yang diteliti. Teknik yang digunakan

untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

(56)

45

sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek yang menjadi sasaran

atau responden penelitian. Singkatnya, skala adalah suatu prosedur

penempatan atribut atau karakteristik objek pada titik – titik tertentu sepanjang suatu kontinum ( Azwar, 2013).

Azwar (2013) menyebutkan bahwa karakteristik skala sebagai alat

ukur psikologi antara lain :

1) Stimulus berupa pertanyaan yang tidak langsung untuk

mengungkapkan atribut yang hendak diukur, yaitu mengungkapkan

indikator perilaku dan atribut yang bersangkutan.

2) Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagain dari

banyak indikasi mengenai atribut yang diukur. Sedangkan kesimpulan

akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai bila semua aitem

telah direspon.

3) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban yang “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh – sungguh. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

(57)

46

1. SkalaSelf Control

Skala self control menggunakan tiga aspek sebagaimana yang disampaikan Averill 1973 (dalam Thalib ,2010) yaitu :

a. Mengontrol perilaku (behavior control)

Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk

memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Kemampuan mengontrol perilaku dibedakan atas dua

komponen.

1) Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration), yaitu menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan dirinya sendiri

atau orang lain atau sesuatu di luar dirinya. Individu

dengan kemampuan mengontrol diri yang baik akan

mampu mengatur perilaku dengan menggunakan

kemamapuan dirinya.

2) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus

yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara

yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau

menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum

(58)

47

b. Mengontrol kognitif (cognitive control)

Mengontrol kognitif merupakan cara seseorang dalam

menafsirkan, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian

dalam suatu kerangka kognitif. Mengontrol kognisi merupakan

kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan

untuk mengurangi tekanan.

Mengontrol kognitif dibedakan menjadi dua komponen,

yaitu :

1) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again). Informasi yang diperoleh individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu

mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan

objektif.

2) Kemampuan melakukan penilaian (aprasial). Penilaian yang dilakukan individu merupakan usaha untuk

menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan

memerhatikan segi-segi positif secara subjektif.

c. Mengontrol keputusan (decision control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu

untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan.

Kemampuan mengontrol keputusan akan berfungsi baik jika

individu memiliki kesempatan, kebebasan, dan berbagai

(59)

48

[image:59.595.62.556.194.565.2]

Blue Print Self Controladalah sebagai berikut :

Tabel 1

Blue PrintSkalaSelf Control

ASPEK INDIKATOR AITEM-AITEM Jumlah BOBOT

F UF

Behavior Control (mengontrol perilaku)

1.1 Mampu mengontrol keinginan dalam dirinya

1, 2 3 3 10 %

1.2 Mampu mengendalikan situasi di luar dirinya

4, 5 6, 7 4 13,3 %

1.3 Mampu merubah stimulus yang tidak menyenagkan menjadi menyenangkan

8, 9 10 3 10 %

Cognitive control (mengontrol kognitif)

2.1 Mampu melakukan antisipasi terhadap stimulus yang tidak diharapkan

11, 12, 13

14, 15 5 17%

2.2 Mampu menilai suatu keadaan lingkungan dengan baik

16, 17 18 3 10 %

2.3 Mampu memahami dan

mengenali berbagai stimulus

19, 20 21 3 10 %

Decision Control (mengontrol keputusan)

3.1 Mampu mengambil tindakan tanpa melibatkan kebutuhan pribadi

22, 23 24 3 10 %

3.2 Mampu mempertimbangkan dari berbagai sisi sebelum melakukan keputusan

25, 26, 27 28,

29, 30 6 20 %

Jumlah 19 11 30 100 %

2. Skala Kepatuhan Tata Tertib

Skala kepatuhan tata tertib menggunakan tiga dimensi yang

disampaikan oleh Blass (dalam Kusumadewi, 2012), yaitu :

a. Mempercayai (belief)

Seseorang akan bisa lebih patuh apabila mereka

percaya bahwa kekuasaan mempunyai hak untuk meminta

(60)

49

yang memberi perintah percaya bahwa pada motif pemimpin

dan menganggap bahwa individu tersebut termasuk bagian

dari organisasi atau kelompok yang ada dan memiliki aturan

yang harus diikuti.

b. Menerima (accept)

Dalam perintah ini, individu yang patuh akan mau

menerima apa yang telah dipercayainya

c. Melakukan (act)

Melakukan adalah bentuk tingkah laku atau tindakan

dari kepatuhan tersebut. Dengan melakukan sesuatu yang

diperintahkan atau menjalankan suatu aturan dengan baik,

maka individu tersebu

Gambar

Gambar 1 : Skema Hubungan Self ControlGambar 2 : Grafik Jenis Kelamin Responden......................................................
Gambar 1 : Skema Hubungan Self Control dengan Kepatuhan Tata
Tabel 1
Tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan radiofarmaka 175 Yb-EDTMP dengan efisiensi penandaan yang tinggi, maka dilakukan variasi beberapa parameter yang berpengaruh dalam reaksi penandaan, yaitu

judul “ANALISIS PENGARUH PRODUCT KNOWLEDGE , DAYA TARIK PROMOSI DAN ISLAMIC RELIGIOSITY TERHADAP MINAT NASABAH UNTUK MENGAMBIL PEMBIAYAAN PADA BANK JATENG SYARIAH DENGAN

[r]

Enterprise Resource Planning (ERP) Customer Relationship Management (CRM) Financial Applications Supply Chain Management Operational Applications Data Warehousing (DW) Business

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah pengaruh tersebut signifikan atau tidak, maka nilai kooefisien regresi variabel hoaks (X2) ini akan diuji signifikansinya (uji t

mendivergenkan sinar sejajar agar oleh lensa mata dapat memfokuskannya di depan retina matad. mengkonvergenkan sinar sejajar agar lensa mata dapat memfokuskannya

hypervolume maka semakin baik solusi dari EMO tersebut. Karena NSGA-II merupakan algoritma stokastik, maka perlu dilakukan analisis statistik dari hasil penelitian yang

Untuk kajian ini, mesinjentanam yang sediaada di manfaatkan.Masalahutama yang perlu diatasi adalah rekabentuk dulang dan media yang sesuai supaya anak benih tunggal tidak terganggu