HUBUNGAN SELF CONTROL DENGAN KEPATUHAN TATA TERTIB PADA SISWA MADRASAH ALIYAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaraan dalam Menyelesaikan Program Strata
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Riris Fauzia B77212119
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
v INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antaraself control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah Yasmu Manyar. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi. Instrumen penelitian berupa skala self control dengan kepatuhan tata tertib. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 48 siswa, terdiri dari kelas XI IPA dan kelas XI IPS, dengan criteria berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, usia 15-17 tahun, berada pada kelas IPA dan IPS, dan pernah melanggar atau mematuhi tata tertib sekolah.
Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for Windows dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Secara signifikan dibuktikan dengan koefisien korelasiProduct
Moment sebesar 0,631. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan adanya
hubungan kedua variable adalah searah atau berbanding lurus. Maka hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antaraself controldengan kepatuhan pada siswa.
Kata kunci:Self Control, Kepatuhan Tata Tertib, Siswa, Korelasi
ABSTRACT
The aims to determine the relationship between self-control to compliance with school rules to students of Madrasah Aliyah YasmuManyar. This research is a correlation. The research instrument is the scale of self control with compliance regulations. Subjects in this study amounted to 48 students, consisting of class XIIPA and class XI IPS, with the criteria of sex men and women, aged 15-17 years, are at grade science and social studies, and never violate or comply with the school rules.
Results of the study were analyzed using product moment correlation technique using SPSS version 16.00 for Windows with a significance level of 0.000 < 0.05. Significantly evidenced by Product Moment correlation coefficient of 0.631. The correlation coefficient is positive indicate a relationship between the two variables is unidirectional or proportional. The results show that there is a relationship between self-control to its compliance with the students.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHA... ii
HALAMAN PERNYATAAN... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian... 11
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kepatuhan Tata Tertib 1. Definisi Kepatuhan Tata Tertib... 15
2. Faktor-faktor Kepatuhan Tata Tertib ... 19
3. Unsur-unsur Tata Tertib ... 23
4. Tipe Kepatuhan Terhadap Peraturan/Tata Tertib... 23
B. Self Control 1. DefinisiSelf Control... 24
2. Aspek-aspekSelf Control... 31
3. Faktor-faktorSelf Control ... 33
4. FungsiSelf Control ... 35
5. Tipe-tipeSelf Control... 35
C. HubunganSelf Controldengan Kepatuhan... 36
D. Landasan Teoritis ... 37
E. Hipotesis... 39
v i
2. Definisi Operasional... 42
B. Populasi, sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi ... 43
2. Sampel dan Teknik Sampling ... 44
C. Teknik Pengumpulan Data... 44
D. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas ... 52
2. Reliabilitas ... 55
E. Analisis Data ... 56
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan Penelitian ... 60
2. Pelaksanaan Penelitian ... 61
3. Deskripsi Subjek ... 61
B. Deskripsi dan Reliabilitas Data 1. Deskripsi Data ... 67
2. Reliabilitas Data ... 71
C. Hasil 1. UjiNormalitas Data ... 72
2. Uji Linieritas Data... 73
3. Pengujian Hipotesis... 73
D. Pembahasan... 75
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran... 79
DAFTAR TABEL
Tabel 1 :Blue PrintSkalaSelf Control... 48
Tabel 2 :Blue PrintSkala Kepatuhan Tata Tertib ... 50
Tabel 3 : Skor SkalaLikert... 51
Tabel 4 : Distribusi Aitem SkalaSelf ControlSetelah Dilakukan Uji Coba ... 54
Tabel 5 : Distribusi Aitem Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Dilakukan Uji Coba... 55
Tabel 6 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ... 56
Tabel 7 : Pelaksanaan Penelitian... 62
Tabel 8 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64
Tabel 9 : Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 65
Tabel 10 : Karakteristik Subjek Berdasarkan Pada Tingkat Kelas ... 66
Tabel 11 : Deskripsi Data... 67
Tabel 12 : Deskriptif Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 68
Tabel 13 : Deskriptif Data Berdasarkan Usia Responden... 69
Tabel 14 : Deskriptif Data Berdasarkan Usia Responden... 70
Tabel 15 : Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ... 71
Tabel 16 : Hasil Uji Shapiro-Wilk ... 72
Tabel 17 : Hasil Uji Linieritas... 73
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Skema HubunganSelf Controldengan Kepatuhan Tata Tertib ... 38
Gambar 2 : Grafik Jenis Kelamin Responden... 64
Gambar 3 : Grafik Usia Responden ... 65
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Blue Print Skala Self Control ... 84
Lampiran 2 : Blue Print Skala Kepatuhan Tata Tertib... 86
Lampiran 3 : Skala Self Control ... 90
Lampiran 4 : Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 94
Lampiran 5 : Tabulasi Data Mentah Uji Coba Skala Self Control ... 98
Lampiran 6 : Tabulasi Data Mentah Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 100
Lampiran 7 : Skoring Aitem Uji Coba Skala Self Control ... 102
Lampiran 8 : Skoring Aitem Uji Coba Skala Kepatuhan Tata Tertib... 104
Lampiran 9 : Tabulasi Data Mentah Skala Self Control Setelah Uji Coba... 106
Lampiran 10 : Skoring Aitem Skala Self Control Setelah Uji Coba... 109
Lampiran 11 : Tabulasi Data Mentah Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Uji Coba... 112
Lampiran 12 : Skoring Aitem Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Uji Coba .... 115
Lampiran 13 : Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Self Control ... 118
Lampiran 14 : Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 120
Lampiran 15 : Uji Reliabilitas Skala Self Control dan Kepatuhan Tata Tertib .... 122
Lampiran 16 : Uji Normalitas Data... 123
1 BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sengaja
diciptakan oleh pemerintah dan masyarakat sebagai media pendidikan bagi
generasi muda, khususnya memberikan kemampuan dan keterampilan
sebagai bekal kehidupan di kemudian hari Didalamnya terdiri dari
berbagai komponen yaitu siswa, guru, kepala sekolah, staff tata usaha, dan
lain sebagainya. Secara umum siswa, guru, dan kepala sekolah secara
bersama-sama berada dalam satu lembaga, dan bersama-sama pula
mengatur dan membina serta menyelenggarakan program-program yang
ditentukan dan diatur oleh Dinas Pendidikan yang dilaksanakan secara
terus menerus (Fatimah, 2006).
Tugas dan tanggung jawab sekolah adalah mengusahakan
kecerdasan pikiran dan pemberian berbagai ilmu pengetahuan sesuai
dengan tingkat dan jenis sekolah masing-masing. Tujuan pendidikan di
sekolah selalu mencakup tiga aspek yaitu, aspek kognitif, aspek afektif,
dan aspek psikomotor. Tugas dan tanggung jawab sekolah tidak hanya
mempengaruhi perkembangan akal dan pikiran, namun juga
perkembangan sikap dan kepribadian pada masing-masing individu
2
Permendiknas No.19 tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan yang berisi:
a. Sikap kepatuhan siswa menjadi tolak ukur dalam tata tertib
sekolah.
b. Tata tertib pendidik, tenaga pendidik, dan peserta didik,
termasuk dalam hal menggunakan dan memelihara sarana dan
prasarana pendidikan;
c. Petunjuk, peringatan, dan larangan dalam berperilaku di
sekolah/madrasah, serta pemberian sangsi bagi warga yang
melanggar tata tertib.
Menurut Sinungan (2005), tata tertib sekolah adalah sekumpulan
aturan-aturan yang ditunjukkan oleh semua komponen di dalam suatu
lembaga atau organisasi agar selalu tunduk dan melaksanakan apa yang
telah di perintah.
Menurut Fajarwati (dalam Rahmawati, 2015), peraturan atau tata
tertib merupakan perilaku yang ditetapkan oleh suatu pola, seperti
peraturan disiplin sekolah yang dibentuk untuk membentuk perilaku siswa
agar sesuai dengan tujuan dan harapan sekolah.
Madrasah Aliyah Yasmu berlokasi di Jl. Kyai Sahlan I/24
Manyarejo Manyar Gresik, merupakan salah satu lembaga yang berdiri
sejak tahun 1974. Sejak berdirinya lembaga pendidikan ini memiliki
3
Tata tertib di Madrasah Aliyah Yasmu Manyar meliputi :
1. Taat dan patuh serta hormat kepada bapak / ibu guru juga tenaga
kependidikan.
2. Harus berseragam sekolah lengkap dengan atributnya sesuai dengan
ketentuan.
3. Harus berada dimadrasah 5 menit sebelum jam masuk / pelajaran dimulai
4. Wajib ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan madrasah
(Kebersihan , keamanan dan ketertibannya ).
5. Wajib ikut menjaga nama baik lembaga dan dewan guru baik didalam
maupun diluar madrasah.
6. Setiap siswa wajib mengikuti kegiatan yang sudah ditentukan oleh
madrasah , OSIS ( PHBN, PHBN, atau yang lainnya ).
7. Membayar kewajiban kepada madrasah.
Menurut Baron (2003), kepatuhan adalah bentuk pengaruh sosial
dimana satu orang memerintahkan seseorang atau lebih untuk melakukan
sesuatu. Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap-tiap anggota
belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi peraturan
kelompok. Perilaku negatif siswa pada tata tertib sekolah dapat berupa
pelanggaran tata tertib sekolah. Hal ini dapat berdampak sangat negatif
terhadap elemen yang ada di sekolah, misalnya terjadinya tawuran pelajar,
bullying, membolos disaat jam pelajaran sedang berlangsung, memakai pakaian yang tidak termasuk dalam aturan sekolah atau pakaiannya terlalu
4
Menurut Neufelt (dalam Kusumadewi, 2012), menjelaskan arti
kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takluk dan tunduk.
Perilaku masyarakat untuk cenderung mengikuti peraturan ini disebut
sebagai kepatuhan (obedience). Namun, tidak semua masyarakat memiliki sikap patuh. Adanya pro dan kontra dalam menyikapi peraturan
kerap terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya
pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat, akibat dari kurang
puasnya salah satu pihak akan peraturan tersebut.
Kepatuhan adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana seseorang
hanya perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan
satu atau beberapa tindakan (Jauhar, 2014).
Upaya yang harus dilakukan agar sikap kepatuhan siswa terhadap
tata tertib sekolah tetap terjaga pada diri siswa, harus didukung adanya
situasi atau lingkungan yang kondusif. Setiap sekolah memiliki aturan atau
tata tertib yang berbeda, tetapi pada dasarnya aturan atau tata tertib
tersebut adalah sama yaitu untuk menciptakan kedisiplinan terhadap warga
sekolah serta mencapai predikat sekolah yang menjadi teladan
(Kusumadewi, 2012).
Menurut Hadikusuma (Kusumadewi, 2012), menyatakan bahwa
peraturan didefinisikan sebagai sesuatu yang mengandung kata-kata
perintah dan larangan, serta apa yang tidak boleh dilakukan, serta tidak
5
Usia siswa Madrasah Aliyah masih termasuk dalam kategori usia
remaja. Hurlock (1980), memberi batasan masa remaja berdasarkan usia
kronologis, yaitu antara 13-18 tahun. Tugas perkembangan pada masa
remaja di pusatkan pada pola perilaku yang kekanak-kanakan dan
mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas
perkembangan masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan
pola perilaku anak.
Menurut Kartono (dalam Geo, 2015), mengatakan bahwa remaja
merupakan masa perhubungan antara masa kanak-kanak dengan masa
dewasa. Masa remaja ini adalah masa dimana individu mengalami
kegoncangan, terutama saat melepaskan nilai-nilai yang baru, namun itu
merupakan proses menuju kematangan secara fisik, akal, sosial serta
emosional. Pada masa remaja, individu seringkali mengalami benturan
antara tuntutan diri dan tuntutan lingkungan. Konflik dalam diri remaja ini
menimbulkan emosi-emosi yang negatif.
Menurut Ali (dalam Iga, 2012), mengatakan bahapan masa
menentang (trotzalter) yang ditandai dengan adanya perubahan mencolok pada dirinya, baik aspek fisik maupun psikis, sehingga menimbulkan
reaksi emosional dan perilaku radikal. Selain itu periode pada masa
remaja, mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan perlawanan
terhadap otoritas. Sehingga semakin berperannya pihak otoritas dalam
memberikan tekanan, maka kecenderungan remaja dalam melakukan
6
membuatnya melakukan hal-hal penentangan yang tidak sesuai dengan
kehendak diri remaja.
Menurut Havigurst ( dalam Monks, 1999), menyatakan bahwa
salah satu tugas perkembangan remaja adalah bertanggung jawab sebagai
warga negara, mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab sosial, serta
berkembang dalam pemaknaan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Furter (dalam Monks, 1999), menjelaskan bahwa
kehidupan moral merupakan problematika pokok dalam masa remaja dan
kepatuhan menjadi salah satu bahasan dalam perkembangan moral terkait
dengan interaksi sosial dan norma-norma didalamnya.
Menurut Desmita (dalam Rahmawati, 2015), salah satu tugas
perkembangan masa remaja adalah mencapai dan memperlihatkan tingkah
laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan seperti mengakui
kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab atau
menghormati, serta menaati nilai-nilai sosial yang berlaku di
lingkungannya. Bertanggung jawab terhadap segala tindakan, mampu
membuat remaja belajar untuk tidak mengulangi hal-hal yang berdampak
negatif bagi dirinya.
Pada masa remaja, individu seringkali menghadapi benturan antara
tuntutan diri dan tuntutan lingkungan. Konflik berupa benturan antara
tuntutan lingkungan dengan kebutuhan dalam diri remaja ini akan
menimbulkan emosi-emosi negatif. Remaja dengan kontrol diri yang
7
untuk mengambil jalan pintas yang berujung pada pelanggaran peraturan.
(Kusumadewi, 2012).
Berdasarkan catatan pelanggaran pada santri putri di Pondok
Pesantren Modern Islam Assalam pada tahun 2010/2011, diperoleh
presentase pelanggaran tertinggi dilakukan oleh remaja putri kelas IX
dengan jumlah 35% dan kelas X dengan jumlah 30 %. Jumlah tersebut
telah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya pada 2009/2010
(Kusumadewi, 2012).
Penelitian Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI) di 33
Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal, pertama
97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, kedua, 93,7 %
remaja SMP dan SMA pernah ciuman, ketiga remaja SMP dan SMA
sudah tidak perawan. Perilaku kenakalan remaja mengalami peningkatan
yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut nampak
dari fakta yang dilansir oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak, yakni
pelaku kriminal dari kalangan remaja dan anak-anak mengalami
peningkatan. Berdasarkan data yang ada, terhitung sejak Januari hingga
Oktober 2009 meningkat hingga 35% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17 tahun (Iga, 2012).
Backer (dalam Soekanto, 1998), menyatakan bahwa pada dasarnya
setiap manusia memiliki dorongan untuk melanggar aturan pada situasi
terterntu. Tetapi kebanyakan orang, dorongan-dorongan tersebut biasanya
8
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan
diantaranya adalah faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi,
dan penyesuaian diri terhadap sekolah. Faktor lain yaitu faktor eksternal,
meliputi: keluarga, hubungan dengan teman sebaya, sistem sekolah yang
berupa kebijakan (Rahmawati, 2015).
Menurut Chaplin (2006), self control merupakan kemampuan unrtuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan
atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Sedangkan
menurut Kartono (2000),self controladalah mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu
mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1991).
Menurut Ghufron (2011), kontrol diri merupakan suatu aktivitas
pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna
melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum
memutuskan sesuatu untuk bertindak. Kontrol diri merupakan jalinan yang
secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang
tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi.
Menurut Mahoney (dalam Ghufron, 2011), individu cenderung
akan mengubah perilakunya sesuai dengan permitaan situasi sosial yang
kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat. Jadi seseorang yang
memiliki kontrol diri akan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih
9
Setiap individu memiliki kontrol diri yang berbeda. Ada individu
yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan kontrol diri yang rendah.
Mengontrol diri berarti individu berusaha dengan sekuat-kuatnya
mengarahkan perilaku terhadap sessuatu yang bermanfaat dan dapat
diterima secara sosial. Kontrol diri memungkinkan remaja untuk berpikir
atau berperilaku yang lebih terarah, dapat menyalurkan
dorongan-dorongan perasaan dalam dirinya secara benar dan tidak menyimpang dari
norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan sekitarnya
(Hurlock, 1991).
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa, kemampuan
mengontrol diri memungkinkan seseorang untuk berperilaku lebih terarah
dan dapat menyalurkan dorongan dari dalam dirinya secara benar,
sehingga tidak menyimpang dari norma dan aturan yang berlaku. Bagi
remaja, kemampuan mengontrol diri dapat membantu remaja
mengendalikan diri dan mengatur perilakunya sehingga mencegah mereka
dari perbuatan menyimpang, mereka harus belajar mengontrol diri
terhadap perilaku yang dapat mengarah pada konsekuensi negatif serta
harus belajar mengendalikan emosi dalam dirinya.
Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang
10
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara self control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara self control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah.
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
1. Kegunaan Teoritis
Menambah wawasan tentang hasil penelitian dalam bidang
Psikologi, khususnya dalam Psikologi Sosial dan memberikan
informasi tambahan mengenaiself controldan kepatuhan tata tertib pada siswa.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi penulis
Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan
pengetahuan lebih kepada penulis sehingga bisa menambah
ilmu yang dimiliki, khususnya tentang faktor-faktor yang
11
b. Bagi akademis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan atau
referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya terkait dengan
penelitian ini.
c. Bagi Institusi yang terkait
Memberikan kontribusi bagi Institusi tentang hubunganself control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah.
E. Keaslian Penelitian
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa
kajian riset terdahulu mengenai variabel self control dan kepatuhan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Di antaranya yaitu :
Geo Prasada, A & Ike Herdiana. Menggunakan metode penelitian
kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ada hubungan antara
kontrol diri dengan kepatuhan berlalu lintas pada remaja pengendara
sepeda motor di Surabaya. Apabila kontrol diri meningkat, maka
kepatuhan berlalu lintas akan meningkat pula. Sebaliknya, jika kontrol diri
semakin rendah, maka kepatuhan berlalu lintas akan semakin menurun.
Anita Dwi Rahmawati. Menggunakan metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kepatuhan santri terhadap aturan
dipengaruhi oleh faktor internal diantaranya kondisi emosi, kesadaran diri,
12
meliputi perilaku teman sebaya, keteladanan guru, keteladanan pengurus
organisasi sekolah, penegakkan aturan dan hukuman.
Iga Serpianing A & Dewi Retno S (2015), tentang. Menggunakan
metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat korelasi negatif yang signifikan antara tingkat kontrol diri dengan
kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Artinya semakin timggi tingkat
kontrol diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku kenakalan
remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kontrol diri maka semakin
tinggi kecenderungan perilaku kenakalan remaja.
Bayu Satria. Menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Ada hubungan antara antara tata nilai
kepatuhan peraturan dan tata tertib pesantren dengan disiplin siswa dalam
mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan di
SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-Teknologi Jombang.
Kusumadewi (2012). Menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
dukungan sosial peer group dan kontrol diri dengan kepatuhan terhadap peraturan pada remaja putri SMA Pondok Pesantren Modern Islam
Assalam Sukoharjo. Artinya semakin tinggi dukungan sosial peer group ataupun kontrol diri maka semakin tinggi kepatuhan terhadap peraturan,
begitu pula sebaliknya.
Claudia Kuhnle, dkk. Menggunakan metode penelitian kuantitatif.
13
adalah fitur yang menguntungkan dalam dua cara: Karena ada bukti
hubungan langsung dengan kontrol diri, penundaan, interferensi motivasi
dan penyesalan dengan kelas sekolah dan keseimbangan hidup.
Marianne Junger & Margit Van Kampen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa remaja skor tinggi pada tes kemampuan kognitif
memiliki kebiasaan makan sehat dan terlibat lebih sering dalam aktivitas
fisik. Remaja dengan pengendalian diri yang tinggi memiliki pola makan
yang sehat, lebih sering aktif secara fisik dan memiliki lebih rendah BMI.
Kedua waktu reaksi dan rentang memori yang tidak berhubungan dengan
kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Kontrol diri tidak terkait dengan
kemampuan kognitif dan bisa tidak, oleh karena itu, memediasi hubungan
antara kemampuan kognitif dan kesehatan dalam penelitian ini.
Hasil review dari beberapa jurnal penelitian tentang variabel self control dan kepatuhan tata tertib menunjukkan bahwa ke dua variabel tersebut telah menjadi tema penelitian yang umum dan banyak
dikembangkan. Namun, penelitian ini memiliki perbedaan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu terletak pada setting, dasar teori,
subjek penelitian, instrumen, serta analisis data. Beberapa penelitian diatas
memiliki variabel penghubung lain selain self control dan kepatuhan tata tertib, terdapat variabel lain yang diteliti, sedangkan penelitian ini lebih
14
Urgensi dari penelitian ini adalah siswa yang masih duduk di
bangku SMA/MA masih berada dalam tahap masa remaja. Pada tahap ini
remaja masih belum dapat dikatakan dewasa, dengan kemampuan kontrol
diri diharapkan remaja mampu mengatur perilaku yang lebih terarah agar
terhindar dari perilaku yang menyimpang dari norma yang berlaku, baik di
15 BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kepatuhan Tata Tertib
1. Definisi Kepatuhan Tata Tertib
Menurut Baron (2003), kepatuhan adalah bentuk pengaruh sosial
dimana satu orang memerintahkan seseorang atau lebih untuk melakukan
apa yang ia inginkan. Kepatuhan merupakan keadaan di mana seseorang
pada posisi yang berkuasa cukup mengatakan atau memerintahkan orang
lain untuk melakukan sesuatu dan mereka melakukannya. Yang artinya
orang yang memiliki kekuasaan tinggi hanya memerintahkan orang lain
sehingga mereka tunduk dan melakukannya.
Menurut Baron (dalam Sarwono, 2009), kepatuhan merupakan
salah satu jenis pengaruh sosial, dimana seseorang menaati dan
mematuhi permintaan orang lain untuk melakukan tingkah laku karena
adanya unsur power. Power yang dimaksudkan dapat diartikan sebagai suatu kekuatan atau kekuasaan yang memiliki pengaruh terhadap
seseorang atau lingkungan tertentu. Pengaruh sosial ini dapat
memberikan dampak positif dan negatif terhadap perilaku individu. Jadi
adanya kekuatan dari pihak yang berwenang membuat seseorang
mematuhi dan melakukan apa yang di perintah.
Kepatuhan merupakan salah satu bentuk dari pengaruh sosial,
kepatuhan dapat diartikan sebagai ketaatan individu dalam melaksanakan
16
nonverbal, seperti dalam bentuk peraturan atau tata tertib (Sarwono,
2009).
Menurut Cialdini (dalam Sarwono, 2009), pengaruh sosial adalah
usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan (belief), persepsi, atau pun tingkah laku satu atau beberapa orang lainnya. Menurut Normasari
(dalam Anita, 2012), mengatakan bahwa kepatuhan dalam dimensi
pendidikan dinilai sebagai suatu kerelaan seseorang dalam tindakan
terhadap perintah dan keinginan dari pemilik otoritas atau guru.
Menurut Neufelt (dalam Kusumadewi, 2012), menjelaskan arti
kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takluk dan tunduk.
Perilaku masyarakat untuk cenderung mengikuti peraturan ini disebut
sebagai kepatuhan (obedience). Namun, tidak semua masyarakat memiliki sikap patuh. Adanya pro dan kontra dalam menyikapi peraturan
kerap terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya
pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat, akibat dari kurang
puasnya salah satu pihak akan peraturan tersebut.
Kepatuhan didefinisikan sebagai berubahnya perilaku seseorang
karena bayangan atau kenyataan akan kehadiran orang lain (Clayton,
2012). Kepatuhan adalah fenomena yang mirip dengan penyesuaian diri.
Perbedaannya terletak pada segi pengaruh legistimasi (kebalikan dengan
paksaan atau tekanan sosial lainnya) dan selalu terdapat suatu individu,
yakni pemegang otoritas (Boerce, 2006). Jadi adanya pemegang otoritas
17
Kepatuhan adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana seseorang
hanya perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan
satu atau beberapa tindakan (Jauhar, 2014). Yang artinya seseorang yang
memiliki kekuasaan tertinggi cukup memerintahkan orang lain untuk
melakukan suatu tindakan atau lebih.
Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah
menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi
dalam bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku
taat terhadap sesuatu atau seseorang. Ada tiga dimensi kepatuhan
terhadap peraturan, yaitu mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act).
Menurut Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan sebagai
perilaku positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu memilih
untuk melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis terhadap aturan,
hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang
memegan otoritas ataupun peran penting.
Menurut Rifa’i (dalam Kusumadewi, 2012), tata tertib merupakan
suatu tatanan yang digunakan untuk mengatur pola kehidupan
masyarakat agar berjalan dengan stabil. Begitu pula dengan sebuah
lembaga pendidikan, meskipun berbeda-beda dalam setiap sekolah dalam
menentukan tata tertib atau peraturannya, terdapat kesamaan di tiap-tiap
tata aturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolah. Peraturan
18
dibuat secara tertulis dan mengikat di lingkungan sekolah. Jadi dengan
adanya tata tertib dibuat secara tertulis dalam suatu lembaga, diharapkan
mampu mengatur pola kehidupan yang lebih baik.
Sedangkan Starwaji (dalam Handayani, 2007) mendefinisikan tata
tertib sebagai sebuah aturan yang dibuat secara tersusun dan teratur, serta
saling berurutan, dengan tujuan semua orang yang melaksanakan
peraturan ini melakukannya sesuai dengan urutan-urutan yang telah
dibuat. Jadi dengan tata tertib yang disusun secara rinci semua orang
akan melaksanakan tata tertib secara teratur.
Tata tertib berisi seperangkat peraturan yang meliputi hal-hal yang
wajib dilaksanakan dan yang perlu dihindari atau dilarang oleh
seseorang, serta ketentuan sanksi yang diberikan bagi orang yang
melanggar. Pada hakikatnya tata tertib sekolah baik yang berlaku secara
umum maupun khusus meliputi tiga unsur (Arikunto, 1990) yaitu:
a. Perbuatan atau tingkah laku yang diharuskan dan yang
dilarang.
b. Akibat atau sanksi yang menjadi tanggung jawab pelaku dan
pelanggar peraturan.
c. Cara atau prosedur untuk menyampaikan peraturan kepada
subjek yang dikenai tata tertib sekolah tersebut.
Menurut Sudarmanto (2011), tata tertib sekolah disusun secara
operasional guna mengatur tingkah laku dan sikap hidup siswa, guru dan
19
terhadap tata tertib sekolah, meliputi kewajiban, keharusan dan
larangan-larangan. Yang artinya semua tata tertib yang telah disusun di sekolah,
semua pihak yang terlibat di sekolah mampu menjalankannya dengan baik,
dengan melaksanakan kewajiban dan larangan yang ada di sekolah.
Dari beberapa definisi yang telah di kemukakan oleh beberapa ahli
mengenai pengertian darikepatuhan tata tertib di atas, maka dalam
penelitian ini digunakan definisi kepatuhan tata tertib dari Menurut
Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan sebagai perilaku
positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu memilih untuk
melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis terhadap aturan,
hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang
memegan otoritas ataupun peran penting.
Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap peraturan, yaitu mempercayai
(belief), menerima (accept), dan melakukan (act).
2. Faktor-faktor Kepatuhan Tata Tertib
Menurut Brown (dalam Anita, 2012), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan diantaranya adalah:
a. Faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi, dan
penyesuaian diri terhadap sekolah.
b. Faktor eksternal, meliputi: keluarga, hubungan dengan teman
20
demografi (usia, suku, jenis kelamin), figur guru, dan hukuman
yang diberikan oleh guru.
Menurut Baron (2003), menjelaskan mengenai 4 faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya kepatuhan, meskipun merusak atau merugikan
hak orang lain, yaitu :
a. Pada banyak situasi, orang-orang yang berkuasa membebaskan
orang-orang yang patuh dari tanggung jawab atas tindakan
mereka.
b. Orang-orang yang berkuasa sering kali memiliki tanda atau
lencana nyata yang menunjukkan status mereka. Mereka
mengenakan seragam atau pangkat khusus. Hal ini berguna
untuk mengingatkan banyak orang akan norma sosial.
c. Kepatuhan di banyak situasi di mana target dari pengaruh
tersebut sebenarnya bisa melawan adalah adanya peningkatan
perintah dari figur otoritas secara bertahap.
d. Kejadian di banyak situasi yang melibatkan kepatuhan yang
merusak dapat berubah dengan sangat cepat.
Menurut Graham (dalam Normasari, 2013), kepatuhan siswa dalam
melaksanakan peraturan sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada 4
faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu,
21
a. Normativist, kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya
dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk,
yaitu :
1) Kepatuhan terhadap nilai atau norma itu sendiri
2) Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya
sendiri
3) Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya
dari peraturan itu
b. Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran
dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional
c. Fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau
sekedar basa basi
d. Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri
Sedangkan menurut Gunarsa (dalam Normasari, 2013),
mengatakan bahwa yang melatarbelakangi kepatuhan siswa adalah :
a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri siswa itu
sendiri, antara lain :
1) Kesehatan siswa
2) Ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran
diskeolah
22
b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri siswa, antara lain
:
1) Keadaan keluarga yang meliputi, suasana keluarga, cara
orang tua menanamkan disiplin kepada anaknya, dan
harapan dari orang tua
2) Bimbingan yang diberikan oleh orang tua
3) Keadaan sekolah
Menurut Rifa’i (2011), ada beberapa faktor penyebab lain yang
menimbulkan pelanggaran di lingkungan sekolah, diantaranya adalah :
a. Latar belakang remaja
b. Sistem pembelajaran terkait dengan pengajaran guru
c. Kepemimpinan sekolah
d. Pelayanan administrasi
e. Interaksi sosial remaja di luar sekolah
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan tata tertib
diatas, peneliti memilih faktor kepatuhan tata tertib menurut Brown (dalam
Anita, 2012), yang salah satu dari faktornya adalah kontrol diri, dengan
kemampuan mengontrol diri, siswa diharapkan mampu
mempertimbangkan tindakan apa yang akan dia lakukan untuk mematuhi
23
3. Unsur-unsur Tata Tertib
Pada hakikatnya tata tertib sekolah baik yang berlaku secara umum
maupun khusus meliputi tiga unsur (Arikunto, 1990: 123-124) yaitu:
f. Perbuatan atau tingkah laku yang diharuskan dan yang dilarang.
g. Akibat atau sanksi yang menjadi tanggung jawab pelaku dan
pelanggar peraturan
h. Cara atau prosedur untuk menyampaikan peraturan kepada subjek
yang dikenai tata tertib sekolah tersebut.
Peraturan yang terdapat dalam tata tertib antara lain memuat
tentang kegiatan atau aktivitas yang harus dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan terutama yang berkaitan dengan kehadiran dalam
proses pembelajaran, penggunaan seragam dan atribut sekolah serta
hubungan sosialisasi dengan warga sekolah yang lain.
4. Tipe Kepatuhan terhadap Peraturan / Tata Tertib
Kepatuhan terhadap peraturan merupakan sikap tat terhadap
peraturan yang berlaku disuatu lingkungan. Kepatuhan terhadap
peraturan mengacu pada tipe kepatuhan yang memiliki beberapa tipe
atau bentuk. Menurut Graham (dalam Kusumadewi, 2012),
menyebutkan adanya lima tipe kepatuhan, yaitu :
a. Otoritarian
Suatu kepatuhan tanpareserveatau kepatuhan yang ikut-ikutan. b. Conformist
24
1) Conformist directed, yakni penyesuaian diri terhadap masyarakat atau orang lain.
2) Conformist hedonist, yakni kepatuhan yang berorientasi pada
“untung-rugi”.
3) Conformist integral, yakni kepatuhan yang menyesuaikan
kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.
c. Compulsive Deviant
Kepatuhan yang tidak konsisten.
d. Hedonik Psikopatik
Kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan
orang lain.
e. Supramoralist
Kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.
B. Self Control
1. DefinisiSelf Control
Menurut Asihwardji (1996), self control merupakan kemampuan
untuk mengguguhkan kesenangan naluriah langsung dan kepuasan untuk
memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya dinilai secara sosial. Orang
yang menjalankan kontrol diri memperlihatkan bahwa kebutuhan akhir
telah disosialisasikan, bahwa nilai-nilai budaya lebih penting dari hasrat
dan desakannya. Kontrol diri ini mencakup cara lain untuk menyatakan
25
timbul karena mengguguhkan pemuasan naluriah. Jadi dengan
kemampuan kontrol diri, seseorang bisa mengguguhkan kepuasan untuk
memperoleh tujuan masa depannya.
Menurut Calhoun & Acocella dalam (Kusumadewi, 2012),
menyatakan bahwa control diri sebagai pengaruh seseorang terhadap, dan
peraturan tentang fisiknya, tingkah laku, dan proses-proses psikologisnya.
Dengan kata lain, serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri.
Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan
membaca situasi diri dan lingkungnnya, serta kemampuan untuk
mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan
kondisi.
Menurut Averill (dalam Thalib, 2010), mendefinisikan kontrol diri
sebagai variabel psikologis yang mencakup kemampuan individu untuk
mengelola informasi yang tidak diinginkan, dan kemampuan individu
untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini.
Menurut Widodo (dalam Anita, 2012), pengendalian diri atau self control merupakan upaya atau keinginan untuk menumbuhkan keteraturandiri, ketaatan pada peraturan atau tatatertib yang muncul dari
kesadaran internal individu akan pikiran-pikiran dan perasaannya.
Menurut Tangney, kontrol diri merupakan kemmapuan individu
untuk menentukan perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral,
nilai, dan aturan dimasyarakat agar mengarah pada perilaku positif. Travis
26
Crime” atau yang lebih dikenal dengan “Low Self Control Theory”. Teori
ini menjelaskan bahwa perilaku kriminal dapat dilihat melalui
single-dimention, yakni kontrol diri. Individu dengan kontrol diri yang rendah
memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, beresiko, dan berpikiran
sempit (Iga, 2010).
Menurut Ghufron (2011), kontrol diri merupakan suatu aktivitas
pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna
melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum
memutuskan sesuatu untuk bertindak. Kontrol diri merupakan jalinan yang
secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang
tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Menurut Mahoney
(dalam Ghufron, 2011), individu cenderung akan mengubah perilakunya
sesuai dengan permitaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur
kesan yang dibuat. Jadi seseorang yang memiliki kontrol diri akan
melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum
berperilaku.
Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain
agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan
oleh individu itu sendiri. Aktivitas yang dimediasi oleh proses kognitif
27
pentingnya pikiran dan bahasa dalam menahan tindakan impulsif yang
memperkenalkan sebuah alternatif kognitif yang menyainginya, hingga
pengaturan diri yang teratur.
Selanjutnya Gleitman (dalam Thalib, 2010) mengatakan bahwa
kontrol diri merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu
yang ingin dilakukan tanpa terhalangi, baik oleh rintangan maupun
kekuatan yang berasal dari dalam diri maupun dari luar individu. Jadi
individu yang memiliki kontrol diri mampu melakukan suatu tindakan
yang akan dia lakukan tanpa ada suatu halangan apapun.
Golfrid dan Merbauw (dalam Muniroh, 2013), menyatakan bahwa
kontrol diri merupakan suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing,
mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu
kearah konsekuensi yang positif. Kontrol diri berkaitan dengan cara
individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam
dirinya, mengontrol emosi bearti mendekati suatu situasi dengan
menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan
mencegah munculnya reaksi yang berlebihan.
Self control merupakan kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungan. Selain itu kepekaan untuk
mengontrol dan mengelolah faktor- faktor sesuai situasi dan kondisi untuk
menampilkan diri untuk sosialisasi, kemampuan untuk mengendalikan
perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, kecenderungan
28
konform dengan orang lain dan menutupi perasaannya (Ghufron, 2011).
Yang artinya seseorang yang mampu membaca situasi diri dan lingkungan
akan mampu mengendalikan perilaku dan cenderung merubah perilaku
orang lain.
Synder (dalam Kusumadewi, dkk, 2012) mengatakan bahwa
konsep mengenai kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk
melihat hubungan antara pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam
mengatur kesan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam
bersikap berpendirian yang efektif.
Menurut Chaplin (2006), self control merupakan kemampuan unrtuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan
atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Dalam Kartono
(2000), self control adalah mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki.
Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi
serta dorongan dari dalam dirinya. Jadi dengan self control, individu akan mampu mengatur tingkah lakunya sendiri.
Menurut Hurlock (1980), mengatakan bahwa kontrol diri muncul
karena adanya perbedaaan dalam mengelola emosi, cara mengatasi
masalah, tinggi rendahnya motivasi, dan kemampuan mengelola potensi
dan pengembangan kompetensinya. Kontrol diri sendiri berkaitan dengan
bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta
dorongan-dorongan dalam dirinya. Mengontrol diri berarti individu berusaha dengan
29
dan dapat diterima secara sosial. Yang artinya, dengan kemampuan
mengontrol diri, individu akan mampu mengendalikan emosi dan
dorongan-dorongan dalam dirinya.
Menurut Gott & Hirschi (dalam Iga, 2012), menyatakan bahwa
individu yang memiliki kontrol diri rendah cenderung bertindak impulsif,
lebih memilih tugas sederhana dan melibatkan kemampuan fisik, egois,
senang mengambil resiko, dan mudah frustasi. Individu dengan
karakteristik ini lebih mungkin terlibat dalam hal kriminal dan perbuatan
menyimpang daripada mereka yang memiliki tingkat kontrol diri yang
tinggi.
Sedangkan menurut Logue & Forzano (dalam Iga, 2012),
menyebutkan beberapa ciri-ciri remaja yang mampu memiliki kontrol diri
tinggi :
a. Tekun dan tetap bertahan dengan tugas dan tanggung jawab
yang harus dikerjakan.
b. Dapat mengubah perilaku menyesuaikan dengan aturan dan
norma yang berlaku dimana ia berada.
c. Tidak menunjukkan perilaku yang emosional atau
meledak-ledak.
d. Bersifat toleran atau dapat menyesuaikan diri terhadap situasi
yang tidak dikehendaki.
Skinner juga menjelaskan bahwa kontrol diri mengarah pada
30
tingkah laku dan tingkah laku tetap ditentukan oleh variabel luar, namun
dengan berbagai cara kontrol diri sebagai berikut, yaitu pengaruh kontrol
itu diperbaiki, diatur/ dikontrol :
a. Memindah/menghindar (removing/avoiding)
Menghindar dari situasi pengaruh/menjauhkan situasi
pengaruh sehingga tidak lagi diterima sebagai stimulus.
Pengaruh teman sebaya yang jahat dihilangkan dengan
menghindar/menjauh dari pergaulan dengan mereka.
b. Penjenuhan (satation)
Membuat diri jenuh dengan suatu tingkah laku sehingga
tidak lagi bersedia melakukannya, misalkan seorang perokok
menghisap rokok secara terus menerus secara berlebihan
sampai akhirnya menjadi jenuh, sigaret dan pemantik api tidak
lagi merangsangnya untuk meghisap rokok.
c. Stimuli yang tidak disukai (aversivestimuli)
Menciptakan stimuli yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan bersamaan dengan stimulus yang akan dikontrol.
Misalkan seorang pemabuk yang ingin menghindari alkohol,
setiap kali dia minum alkohol dia akan menanggung resiko
dikritik lingkungan dan malu karena kegagalannya.
d. Memperkuat diri (reinforce one self)
31
tabungannya sendiri, kalau ternyata dari rencana tersebut dapat
belajar dan berprestasi. Kebalikan dari memperkuat diri adalah
menghukum diri (self punishment): bisa berujud mengunci diri dalam kamar sampai memukulkan kepala ke dinding
(Alwisol,2005).
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
mengenai pengertian self control, maka dalam penelitian ini digunakan definisiself controldari Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang
didesain agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang
ditentukan oleh individu itu sendiri.
2. Aspek-aspekSelf Control
Averill 1973 (dalam Thalib, 2010) menjelaskan bahwa kontrol diri
memiliki tiga aspek utama yaitu :
a. Mengontrol perilaku (behavior control)
Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk
memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Kemampuan mengontrol perilaku dibedakan atas dua
komponen.
32
orang lain atau sesuatu di luar dirinya. Individu dengan
kemampuan mengontrol diri yang baik akan mampu
mengatur perilaku dengan menggunakan kemmapuan
dirinya.
2) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan
kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau
menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum
waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.
b. Mengontrol kognitif (cognitive control)
Mengontrol kognitif merupakan cara seseorang dalam
menafsirkan, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian
dalam suatu kerangka kognitif. Mengontrol kognisi merupakan
kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan
untuk mengurangi tekanan.
Mengontrol kognitif dibedakan menjadi dua komponen,
yaitu :
1) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again). Informasi yang diperoleh individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu mengantisipasi
33
2) Kemampuan melakukan penilaian (aprasial). Penilaian yang dilakukan individu merupakan usaha untuk menilai
dan menafsirkan suatu keadaan dengan memerhatikan
segi-segi positif secara subjektif.
c. Mengontrol keputusan (decision control)
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu
untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan.
Kemampuan mengontrol keputusan akan berfungsi baik jika
individu memiliki kesempatan, kebebasan, dan berbagai
alternatif dalam melakukan suatu tindakan.
Orang yang memiliki kemampuan kontrol diri rendah
cenderung akan reaktif dan terus reaktif (terbawa hanyut ke
dalam situasi yang sulit). Sedangkan orang yang memiliki
kemampuan kontrol diri tinggi akan cenderung proaktif (punya
kesadaran untuk memilih yang positif).
Menurut Block (dalam Lazarus, 1976), mengemukakan tiga aspek
kontrol diri, yaitu :
a. Over Control, merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak
menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus.
b. Under Control, merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang
34
c. Appropriate Control, merupakan individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.
3. Faktor- FaktorSelf Control
Didalam kontrol diri terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi,
diantarannya;
a. Faktor Internal
Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah
usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik
kemampuan mengontrol diri seseorang.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal diantarannya lingkungan keluarga seperti
orangtua, orangtua menentukan bagaimana kontrol diri seseorang.
Hasil penelitian Nasichah (2000) menunjukkan bahwa persepsi
remaja terhadap disiplin orangtua yang demokratis cenderung
diikuti tingginya kemampuan mengontrol diri. Demikian ini
maka, bila orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya sikap
disiplin secara intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten
terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia
menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten
ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi
35
4. FungsiSelf Control
Sedangkan menurut Messina (dalam Gunarsa, 2004) menyatakan
bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi yaitu :
a. Membatasi perhatian individu kepada orang lain
b. Membatsi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di
lingkungannya
c. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif
d. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara
seimbang.
5. TipeSelf Control
Rosenbaum (dalam Putri dkk, 2010) mengembangkan model
teoritis tentang kontrol dalam tiga tipe, yaitu redresif, reformatif, dan eksperiensial.
a. Kontrol diri tiperedresif, berfokus pada proses pengendalian diri. b. Kontrol diri tipe reformatif, berfokus pada bagaimana mengubah
gaya hidup, pola perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan yang destruktif.
c. Kontrol diri tipe eksperiensial, merupakan kemampuan individu untuk menjadi sensitif dan menyadari perasaan-perasaannya akan
36
C. HubunganSelf Controldengan Kepatuhan Tata Tertib
Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah
menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi dalam
bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku taat
terhadap sesuatu atau seseorang.
Gleitman 1999 (dalam Thalib, 2010) mengatakan bahwa kontrol
diri merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
ingin dilakukan tanpa terhalangi, baik oleh rintangan maupun kekuatan
yang berasal dari dalam diri maupun dari luar individu.
Lazarus (1976) berpendapat bahwa dalam self control menyajikan
sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk
tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil
tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu
sendiri.
Menurut Brown (dalam Anita, 2012), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan diantaranya adalah:
1. Faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi, dan
penyesuaian diri terhadap sekolah.
2. Faktor eksternal, meliputi: keluarga, hubungan dengan teman
sebaya, sistem sekolah yang berupa kebijakan peraturan,
37
Dari sini dapat diketahui bahwa kontrol diri merupakan salah satu
faktoryang menyebabkan kepatuhan tata tertib. Selain itu, beberapa
penelitian juga membuktikan adanya hubungan antara Kontrol Diri dengan
Kepatuhan Berlalu Lintas pada Remaja Pengendara Sepeda Motor di
Surabaya, oleh Geo Prasada, A & Ike Herdiana. Menggunakan metode
penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ada
hubungan antara kontrol diri dengan kepatuhan berlalu lintas pada remaja
pengendara sepeda motor di Surabaya.
D. Landasan Teoritis
Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah
menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi dalam
bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku taat
terhadap sesuatu atau seseorang. Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap
peraturan, yaitu mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act).
Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain
agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan
oleh individu itu sendiri. Aktivitas yang dimediasi oleh proses kognitif
yang menyiapkan untuk mengenal kesadaran, dan ini menunjukkan
38
memperkenalkan sebuah alternatif kognitif yang menyainginya, hingga
pengaturan diri yang teratur.
[image:49.595.140.512.184.518.2]Self Control
Gambar 1 : Skema Hubungan Self Control dengan Kepatuhan Tata Tertib
Kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui
pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun,
guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu. Jadi kontrol diri merupakan
kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari
dalam maupun diri maupun luar individu. Individu yang memiliki
kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan dan mengambil langkah
tindakan yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan.
Orang yang memiliki kontrol diri memiliki kesiapan diri untuk
berperilaku sesuai dengan tuntutn norma, adat, nilai-nilai serta tuntutan
lingkungan masyarakat dimana ia tiggal, emosinya tidak lagi
meledak-ledak dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang
lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih
diterima (Hurlock, 2005).
Mengontrol perilaku
Mengontrol kognitif
Mengontrol keputusan
39
Hal ini menjelaskan bahwa sikap kepatuhan tata tertib siswa
disekolah harus di kontrol oleh dirinya sendiri dan dijaga oleh pihak
sekolah seperti, guru. Dalam kondisi seperti ini siswa akan lebih patuh
terhadap tata tertib, dikarenakan adanya pihak berwajib yang mengatur
tata tertib. Jika tidak ada pihak berwenang yang mengatur tata tertib, siswa
akan kehilangan sikap patuhnya terhadap tata tertib. Disinilah peran
kontrol diri berada, dengan kemampuan mengontrol perilaku, siswa
diharapkan tetap mematuhi tata tertib meskipun tidak ada pihak berwajib
yang memperhatikan, dengan mematuhi segala peraturan yang ditetapkan.
Penelitian ini mengacu pada aspek-aspek kontrol diri yang
diekmukakan oleh Averill (dalam Thalib, 2010), yaitu mengontrol perilaku
(behavior control), mengontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decesional control).
Penhelitian yang dilakukan oleh Geo Prasada, A & Ike Herdiana
menyatakan bahwa ada hubungan antara kontrol diri dengan kepatuhan
berlalu lintas pada remaja pengendara sepeda motor di Surabaya.
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan hasil penemuan
beberapa penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
40
41 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai
nilai yang berbeda-beda (Turmudi, 2008). Sedangkan menurut
Sugiyono (1997), variabel adalah suatu atribut atau sifat aspek dari
orang maupun objek yang mempunyai variasi yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang
merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data
numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada
penelitian inferensial atau dalam rangka pengujian hipotesis, sehingga
diperoleh signifikansi antar variabel yang diteliti (Azwar, 2013).
Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel
self controldan kepatuhan tata tertib.
Variabel bebas/independen (x) :Self control
42
2. Definisi Operasional 1.) Kepatuhan Tata Tertib
Menurut Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan
sebagai perilaku positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu
memilih untuk melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis
terhadap aturan, hukum, norma sosial, permintaan maupun
keinginan dari seseorang yang memegan otoritas ataupun peran
penting.
Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap peraturan, yaitu
mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act). Dimana yang dimaksud mempercayai adalah individu yang di beri
perintah percaya pada motif pemimpin dan merupakan bagian dari
suatu kelompok yang memiliki aturan yang harus diikuti.
Menerima adalah individu yang patuh akan menerima apa yang
telah dipercayainya. Melakukan adalah bentuk tingkah laku atau
tindakan dari kepatuhan tersebut, dengan menjalankan suatu aturan
dengan baik.
2.) Self Control
Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam
self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan
tindakan yang didesain agar mencapai hasil tertentu yang
43
Dengan aspek mengontrol perilaku, mengontrol kognitif,
dan mengontrol keputusan. Dimana mengontrol perilaku
merupakan kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang
tidak menyenangkan. Mengontrol kognitif merupakan kemampuan
dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan untuk
mengurangi tekanan. Mengontrol keputusan merupakan
kemampuan individu untuk memilih dan menentukan tujuan yang
diinginkan.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas
obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1997).
Populasi yang diambil dalam penelitian adalah siswa kelas
XI Madrasah Aliyah Yasmu Manyar yang berjumlah 48 siswa.
Jumlah populasi mengambil kelas XI, karena siswa kelas XI mulai
beradaptasi dengan lingkungan baru dan tata tertib baru. Sekolah
Madrasah Aliyah Yasmu merupakan salah satu sekolah Madrasah
Aliyah yang tidak berbasis pondok pesantren , sedangkan sekolah
Madrasah Aliyah lainnya rata-rata memiliki pondok pesantren,
meskipun tidak semua murid tinggal di pondok pesantren, tetapi
44
2. Sampel dan Teknik Sampling
Sugiyono (1997), sampel merupakan bagian dari jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Apabila responden dalam populasi lebih dari 100 maka
sampel yang diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih, sebaliknya
jika responden populasi kurang dari 100, maka semua responden
dalam populasi diambil sebagai sampel sehingga penelitiannya
menjadi penelitian populasi (Arikunto, 2006).
Karena populasi kurang dari 100, maka peneliti akan
mengambil seluruh populasi yang berjumlah 48 siswa.
Adapun pertimbangan ciri-ciri untuk menjadi sampel yaitu:
a. Siswa yang masih aktif di kelas XI IPA dan kelas XI IPS
Madrasah Aliyah Yasmu Manyar.
b. Siswa yang pernah melanggar tata tertib.
c. Siswa yang mematuhi tata tertib.
d. Siswa yang berusia 15-17 tahun.
e. Siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan
oleh peneliti untuk mendapatkan data yang diteliti. Teknik yang digunakan
untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
45
sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek yang menjadi sasaran
atau responden penelitian. Singkatnya, skala adalah suatu prosedur
penempatan atribut atau karakteristik objek pada titik – titik tertentu sepanjang suatu kontinum ( Azwar, 2013).
Azwar (2013) menyebutkan bahwa karakteristik skala sebagai alat
ukur psikologi antara lain :
1) Stimulus berupa pertanyaan yang tidak langsung untuk
mengungkapkan atribut yang hendak diukur, yaitu mengungkapkan
indikator perilaku dan atribut yang bersangkutan.
2) Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagain dari
banyak indikasi mengenai atribut yang diukur. Sedangkan kesimpulan
akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai bila semua aitem
telah direspon.
3) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban yang “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh – sungguh. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.
46
1. SkalaSelf Control
Skala self control menggunakan tiga aspek sebagaimana yang disampaikan Averill 1973 (dalam Thalib ,2010) yaitu :
a. Mengontrol perilaku (behavior control)
Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk
memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Kemampuan mengontrol perilaku dibedakan atas dua
komponen.
1) Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration), yaitu menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan dirinya sendiri
atau orang lain atau sesuatu di luar dirinya. Individu
dengan kemampuan mengontrol diri yang baik akan
mampu mengatur perilaku dengan menggunakan
kemamapuan dirinya.
2) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus
yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau
menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum
47
b. Mengontrol kognitif (cognitive control)
Mengontrol kognitif merupakan cara seseorang dalam
menafsirkan, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian
dalam suatu kerangka kognitif. Mengontrol kognisi merupakan
kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan
untuk mengurangi tekanan.
Mengontrol kognitif dibedakan menjadi dua komponen,
yaitu :
1) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again). Informasi yang diperoleh individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu
mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan
objektif.
2) Kemampuan melakukan penilaian (aprasial). Penilaian yang dilakukan individu merupakan usaha untuk
menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan
memerhatikan segi-segi positif secara subjektif.
c. Mengontrol keputusan (decision control)
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu
untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan.
Kemampuan mengontrol keputusan akan berfungsi baik jika
individu memiliki kesempatan, kebebasan, dan berbagai
48
[image:59.595.62.556.194.565.2]Blue Print Self Controladalah sebagai berikut :
Tabel 1
Blue PrintSkalaSelf Control
ASPEK INDIKATOR AITEM-AITEM Jumlah BOBOT
F UF
Behavior Control (mengontrol perilaku)
1.1 Mampu mengontrol keinginan dalam dirinya
1, 2 3 3 10 %
1.2 Mampu mengendalikan situasi di luar dirinya
4, 5 6, 7 4 13,3 %
1.3 Mampu merubah stimulus yang tidak menyenagkan menjadi menyenangkan
8, 9 10 3 10 %
Cognitive control (mengontrol kognitif)
2.1 Mampu melakukan antisipasi terhadap stimulus yang tidak diharapkan
11, 12, 13
14, 15 5 17%
2.2 Mampu menilai suatu keadaan lingkungan dengan baik
16, 17 18 3 10 %
2.3 Mampu memahami dan
mengenali berbagai stimulus
19, 20 21 3 10 %
Decision Control (mengontrol keputusan)
3.1 Mampu mengambil tindakan tanpa melibatkan kebutuhan pribadi
22, 23 24 3 10 %
3.2 Mampu mempertimbangkan dari berbagai sisi sebelum melakukan keputusan
25, 26, 27 28,
29, 30 6 20 %
Jumlah 19 11 30 100 %
2. Skala Kepatuhan Tata Tertib
Skala kepatuhan tata tertib menggunakan tiga dimensi yang
disampaikan oleh Blass (dalam Kusumadewi, 2012), yaitu :
a. Mempercayai (belief)
Seseorang akan bisa lebih patuh apabila mereka
percaya bahwa kekuasaan mempunyai hak untuk meminta
49
yang memberi perintah percaya bahwa pada motif pemimpin
dan menganggap bahwa individu tersebut termasuk bagian
dari organisasi atau kelompok yang ada dan memiliki aturan
yang harus diikuti.
b. Menerima (accept)
Dalam perintah ini, individu yang patuh akan mau
menerima apa yang telah dipercayainya
c. Melakukan (act)
Melakukan adalah bentuk tingkah laku atau tindakan
dari kepatuhan tersebut. Dengan melakukan sesuatu yang
diperintahkan atau menjalankan suatu aturan dengan baik,
maka individu tersebu