• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802007081 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802007081 Full text"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Kompetensi sosial menjadi bagian penting dalam perkembangan manusia, yang mana diperlukan individu untuk dapat berfungsi dalam kehidupan sosial dengan tepat. Individu dengan kompetensi sosial yang baik akan mampu berkembang sesuai dengan tugas perkembangan manusia dengan baik (Tariq, 2011). Perkembangan kompetensi sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bronfenbrenner (dalam Junttila, 2010) menyatakan faktor tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

(2)

Dari tujuan pendidikan asrama di atas, jelas terlihat bahwa siswa yang tinggal di asrama diharapkan mampu tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Hal ini senada dengan yang disampaikan Suster Kepala Asrama Sedes (wawancara pada, 7 Oktober 2011) bahwa siswa yang tinggal di asrama jelas diharapkan untuk dapat berkembang sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan asrama.

Widiastono (dalam Wijaya, 2007) menyatakan bahwa siswa asrama memiliki tuntutan yang lebih tinggi. Tuntutuan ini meliputi untuk mampu hidup mandiri, dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Tuntutan kehidupan di atas bukanlah bertujuan memberatkan siswa, namun bertujuan untuk membentuk diri siswa yang lebih baik. Selain itu, siswa yang tinggal di asrama juga harus mampu membangun hubungan yang baik dengan teman dan juga para penghuni asrama lainnya.

(3)

akan lebih fokus pada dirinya sendiri dan interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain sangatlah minim.

Berbeda dengan siswa yang tinggal di asrama, siswa SMA Sedes Sapientiae Bedono yang tinggal di rumah merupakan siswa yang mayoritas tinggal di lingkungan desa (Data Kesiswaan SMA Sedes Sapientiae Bedono 2011/2012). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningtyas (2006), yang bertujuan mengetahui perbedaan kompetensi sosial remaja yang tinggal di desa dan di kota, mendapatkan hasil bahwa remaja dalam hal ini siswa SMA yang tinggal di desa lebih memiliki kompetensi sosial yang tinggi dibandingkan dengan siswa SMA yang tinggal di kota. Hal ini karena remaja yang tinggal di desa, lebih memiliki hubungan sosial yang baik dan terarah. Selain itu, mereka saling mengenal antara satu dengan yang lain, hidup dengan penuh rasa tolong menolong dan juga sikap kekeluargaan yang tinggi.

(4)

Hasil penelitian yang dilakukan Fransisca (2004) memperkuat paparan di atas, di mana persepsi anak tentang suasana keluarga memiliki peranan dalam mengembangkan kompetensi sosial anak. Persepsi anak yang positif tentang suasana keluarga membuat anak mampu belajar untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya secara lebih baik dan dapat bertingkah laku positif sesuai dengan tuntutan sosialnya. Di sisi lain, apabila persepsi anak terhadap suasana keluarga negatif, maka hal itu akan menyulitkan anak dalam mengembangkan kompetensi sosialnya.

Soekanto (1996) menyatakan bahwa remaja memiliki kecenderungan yang besar untuk melakukan tindakan-tindakan yang kurang baik ketika bersama dengan teman sebayanya. Hal ini dapat terjadi jika orang tua kurang menjalin hubungan yang dekat dengan anak, sehingga orang tua kurang mengetahui perkembangan dan juga pergaulan anak secara jelas. Larson, Whitton & Hauser (2007) menyatakan bahwa pergaulan dengan teman sebaya juga turut memengaruhi perkembangan sosial remaja. Remaja dengan pergaulan yang positif dan saling mendukung, akan memiliki perkembangan kompetensi sosial yang baik. Namun jika pergaulan tersebut lebih ke arah yang negatif, maka remaja akan cenderung memiliki kompetensi sosial yang rendah.

(5)

sosial siswa Sekolah Menengah Atas Sedes Sapientiae Bedono yang tinggal di asrama dengan di rumah, yaitu dengan rumusan masalah “apakah terdapat perbedaan kompetensi sosial pada siswa Sekolah Menengah Atas Sedes Sapientiae Bedono yang tinggal di asrama dengan di rumah?”.

LANDASAN TEORI Kompetensi Sosial

Griffin & Epstein (2001) memberikan definisi kompetensi sosial sebagai kemampuan dalam diri individu untuk dapat bertindak sesuai dengan nilai-nilai dalam dirinya dan juga kemampuan untuk terlibat dalam kehidupan sosial secara tepat. Sedangkan Caldarella & Merrel (1997) memberikan pengertian kompetensi sosial sebagai kemampuan yang nampak pada perilaku individu dalam mengorganisasikan diri secara tepat untuk dapat melakukan interaksi sosial secara efektif dengan kondisi lingkungan di mana individu tersebut berada. Sedangkan Siswa Yang Tinggal Di Asrama

(6)

menggereja dan bermasyarakat, menjadi mandiri serta mampu menciptakan persaudaraan sejati (“Profile dan Sejarah SMA Sedes Sapientiae”, 2011).

Dalam rangka mencapai tujuan dari asrama SMA Sedes Sapientiae Bedono tersebut, para siswa yang tinggal di asrama dihadapkan dengan peraturan-peraturan dan kegiatan-kegiatan yang berguna bagi pengembangan diri siswa. Peraturan yang ada di asrama ini antara lain adalah setiap siswa wajib meningkatkan semangat kekeluargaan, kerja sama dan semangat berkorban. Setiap siswa juga diwajibkan untuk membangun budaya terima kasih atas pemberian orang dan juga ramah terhadap setiap orang. Selain itu, setiap siswa siswa juga diharuskan untuk mengerjakan sendiri kegiatan yang berkaitan dengan tugas pribadi mereka, semisal mencuci pakaian sendiri dan membersihkan kamar tidur (“Info Asrama dan Aturan Asrama”, 2011).

Siswa Yang Tinggal Di Rumah

(7)

dapat mengembangkan hubungan yang buruk dengan orang di luar rumah.

Dalam keluarga terdapat orang tua sebagai sosok figur penting bagi anak. Berzonsky (dalam Murdani, 2006) menyatakan bahwa orang tua mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam proses sosialisasi remaja, ini berkaitan dengan pola asuh dari orang tua terhadap anaknya. Santrock (2007) menyatakan bahwa pola asuh yang otoriter memiliki kecenderungan yang kurang baik bagi perkembangan remaja, karena dalam pola asuh ini orang tua mengontrol perilaku remaja dan tidak memberikan peluang kepada anak untuk mengekspresikan pendapat.

Perbedaan Kompetensi Sosial Siswa Yang Tinggal di Asrama dengan di Rumah.

(8)

akhirnya mereka dapat menjadi seperti keluarga, yang mana mereka kini lebih dapat menghargai orang lain, bersikap sopan dan juga saling membantu dalam belajar maupun kegiatan lainnya (wawancara 17 Maret 2012). Hal di atas merupakan gambaran dari dimensi Interpersonal Skills pada siswa yang tinggal di asrama.

Sedangkan bagi para siswa SMA Sedes Sapientiae Bedono yang tinggal di rumah, dimensi Interpersonal Skills terbentuk dari tempat tinggal mereka dengan lingkungan yang relatif sama, yaitu pedesaan. Hastuti & Sudarwati (2007) menyatakan bahwa desa memiliki karakteristik yang khusus dalam hubungan sosial, yang terkenal diantaranya adalah tolong menolong, ramah, dan gotong royong. Selain itu, perkembangan remaja pedesaan identik dengan kehidupan yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama dan budaya lokal yang kuat, misalnya dalam hal berpakaian yang relatif sederhana, pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tergolong masih pada batasan yang wajar.

(9)

di kota memiliki hubungan yang kurang terarah, hubungan sosialnya dapat dikatakan renggang, acuh dan individual yang pada akhirnya timbul sikap pembatasan diri di dalam kehidupan bermasyarakat.

Dimensi Self Management pada siswa yang tinggal di asrama dapat terbentuk dengan adanya tata cara kehidupan berasrama. Asrama SMA Sedes Sapientiae menerapkan peraturan yang ketat bagi para penghuninya. Siswa asrama SMA Sedes Sapientiae Bedono, setiap harinya dihadapkan dengan jadwal kegiatan harian yang relatif padat dan tersusun rapi. Kegiatan harian tersebut dimulai dari pukul 04.30 sampai dengan pukul 22.00. Peraturan dan kegiatan ini ada bukan ditujukan untuk memberikan tekanan bagi para penghuninya, namun diharapkan dapat membuat siswanya mampu mengembangkan sikap disiplin, menghargai waktu dan juga sikap yang bertanggung jawab. Pola kehidupan yang seperti ini akan menjadikan siswa yang tinggal di asrama terbiasa untuk hidup sesuai dengan kondisi di lingkungan tempat ia tinggal (“Info Asrama dan Aturan Asrama”, 2011).

(10)

antara kemandirian dengan kompetensi sosial remaja. Remaja dengan tingkat kemandirian yang tinggi akan memiliki tingkat kompetensi sosial yang rendah. Hal ini karena dengan semakin mandiri seseorang, maka orang tersebut akan lebih menyukai bekerja sendiri, kurang menghargai orang lain, dan juga bersikap acuh dengan kondisi orang lain.

Sedangkan pada siswa yang tinggal di rumah dimensi Self Management terbentuk dari beberapa hal berikut ini; Lingkungan keluarga sebagai elemen utama bagi siswa yang tinggal di rumah memiliki pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan kompetensi sosial siswa (Kwafeen, 2010). Di dalam keluarga, terdapat orang tua yang menjadi sosok yang turut membantu perkembangan anak. Orang tua memiliki dan mengembangkan pola-pola tertentu dalam mengasuh anaknya. Salah satu pola asuh yang mungkin ditemui pada orang tua siswa yang tinggal di rumah adalah pola asuh otoriter. Riskinanti, (2002) menyatakan bahwa dalam pola asuh otoriter yang tinggi, maka akan menjadikan semakin rendah kompetensi sosial seorang anak. Hal ini karena orang tua selalu memaksakan kehendaknya tanpa memperhatikan kondisi dari anak mereka.

(11)
(12)

Sedangkan bagi siswa yang tinggal di rumah, mereka relatif kurang memiliki aturan yang ketat dalam belajar maupun aktivitas lainnya. Ini memungkinkan siswa yang tinggal di rumah menjadi kurang teratur dalam kegiatan belajar maupun menjadi enggan mengikuti kegiatan-kegiatan. Tanpa adanya aturan yang mengikat di kesehariannya, memungkinkan siswa yang tinggal di rumah menghabiskan waktu dengan kegiatan-kegiatan yang kurang terarah, dan cenderung pada kegiatan untuk bersenang-senang (Hasil wawancara, 2012). Hal di atas terbukti dengan hasil ujian semester, yang mendapatkan hasil bahwa pada peringkat tertinggi di kelas lebih banyak pada siswa yang tinggal di asrama (wawancara dengan guru bidang akademik, 2012). Perlu diketahui bahwa kompetensi sosial juga memiliki pengaruh dalam prestasi belajar seseorang. Seseorang dengan kompetensi sosial yang baik cenderung memiliki prestasi belajar yang memuaskan (Mpofu & Thomas, 2004).

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan yang signifikan pada kompetensi sosial siswa Sekolah Menengah Atas Sedes Sapientiae Bedono yang tinggal di asrama dengan di rumah”.

METODE PENELITIAN

(13)

Kompetensi sosial merupakan kemampuan yang nampak pada perilaku individu dalam mengorganisasikan diri secara tepat untuk dapat melakukan interaksi sosial secara efektif dengan kondisi lingkungan di mana individu tersebut berada (Caldarella & Merrel, 1997). Sedangkan yang dimaksud tempat tinggal dalam penelitian ini adalah asrama dan rumah. Pengukuran kompetensi sosial dalam penelitian ini menggunakan skala kompetensi sosial yang penulis susun dari School Social Behavior Scale (SSBS), yaitu dengan 3 dimensi kompetensi sosial : Interpersonal Skills, Self Management, Academic Behavior.

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok sampel, yaitu kelompok sampel pertama (kelompok 1) merupakan siswa yang tinggal di asrama dengan jumlah 121. Sedangkan sampel kedua (kelompok 2) merupakan siswa yang tinggal di rumah dengan jumlah 57. Namun setelah melakukan pengambilan data, terdapat beberapa subjek yang gugur atau tidak memenuhi kriteria untuk dilakukan pengolahan data. Jumlah subjek yang dapat dilakukan pengolahan data berjumlah 153 siswa, yang terbagi dalam dua kelompok sampel. Kelompok pertama berjumlah 104 siswa dan kelompok kedua berjumlah 49 siswa.

(14)

rumah. Dalam penelitian ini, pengambilan data menggunakan metode try out terpakai.

(15)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uji Seleksi Item Dan Reliabilitas Skala Kompetensi Sosial Seleksi item dilakukan dengan menggunakan batas kriteria koefisien korelasi total 0,275 (Widhiarso, 2010). Hasil seleksi item mendapatkan hasil bahwa terdapat 19 item yang koefisien korelasinya dibawah 0,275 dan dinyatakan gugur. Sehingga item yang tersisa adalah 45 item. Pengujian reliabilitas terhadap item-item yang telah diseleksi dilakukan dengan menggunakan metode alpha cronbach. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tingkat reliabilitas skala kompetensi sosial adalah 0,901.

Deskripsi Hasil Pengukuran Variabel Penelitian

Hasil perhitungan statistik pada penelitian ini menghasilkan data bahwa kelompok sampel 1 (siswa yang tinggal di asrama) memiliki mean: 136.57, nilai minimum: 110, dan nilai maksimum: 171. Sedangkan untuk kelompok sampel 2 (siswa yang tinggal di rumah) memiliki mean: 137.31, nilai minimum: 113, dan nilai maksimum: 166.

Uji Normalitas

(16)

0,526 (p>0,05). Sehingga kedua kelompok data memiliki distribusi data yang normal.

Uji Homogenitas

Uji homogenitas dengan menggunakan teknik Levene’s Test. Uji homogenitas bertujuan untuk menentukan asumsi yang berlaku dalam penggunaan uji beda (uji-t), yaitu apakah data yang digunakan memiliki varians yang sama atau tidak. Dari hasil uji homogenitas diketahui bahwa nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,004 (p<0,05), yang berarti bahwa data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki varian tidak sama atau tidak homogen.

Uji Beda

Setelah diketahui bahwa populasi berdistirbusi normal dan data tidak homogen, maka uji beda rata-rata dilakukan dengan menggunakan statistik non-parametrik. Uji beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mann-Whitney U. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai Z adalah sebesar -0,436 dengan taraf signifikansi sebesar 0,663 (0>0,05), yang berarti bahwa hipotesis penelitian ditolak atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi sosial siswa yang tinggal di asrama dengan di rumah.

Pembahasan

(17)

(p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini ditolak atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kompetensi sosial siswa SMA Sedes Sapientiae Bedono yang tinggal di asrama dengan di rumah.

Terdapat beberapa faktor lain yang sekiranya memengaruhi hasil penelitian ini. Faktor tersebut adalah keterlibatan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler yang ada di SMA Sedes Sapientiae Bedono. Shernoff (2010) menyatakan bahwa keterlibatan siswa dalam kegiatan ektrakurikuler mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kompetensi sosial. Siswa yang terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler akan lebih banyak berinteraksi dengan banyak orang. Sehingga siswa tersebut akan mengembangkan cara-cara yang tepat untuk melakukan hubungan yang baik dengan orang di sekitarnya. Selain itu, siswa yang mengikuti ekstrakurikuler juga akan merasa lebih senang dan percaya diri dalam menjalani kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah.

(18)

siswa SMA Sedes Sapientiae Bedono berkembang dengan baik. Marquez, Martin & Brackett (2006) menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan emosional yang tinggi cenderung menjauhi perilaku yang buruk dan memiliki perilaku prososial serta hasil belajar yang baik. Sehingga tingkat kecerdasan emosional seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kompetensi sosial individu tersebut.

Sedangkan bagi siswa yang tinggal di rumah, siswa tersebut tinggal bersama orang tua mereka. Bell, Avery & Jenkis (1985) menyatakan bahwa hubungan yang baik antara remaja dengan keluarga memiliki pengaruh kuat dalam kompetensi sosial remaja tersebut. Adanya hubungan yang baik antara orang tua dengan anak, maka akan membantu anak berkembang dengan baik dalam kompetensi sosialnya. Hal senada disampaikan oleh Priamikova (2010) bahwa orang tua merupakan faktor penting yang memengaruhi perkembangan kompetensi sosial anak. Orang tua yang mampu menjalin hubungan harmonis dengan anak, serta memberikan perhatian terhadap perkembangan sosial anak, maka dapat membantu anak dalam membangun interaksi sosialnya.

(19)

bidang akademik SMA Sedes Sapientiae Bedono mengakui bahwa guru dan karyawan memang didorong untuk dapat menjalin hubungan yang dekat dengan siswa. Rimm-Kaufman & Yu-Jen (2007) menyatakan bahwa suasana yang akrab antara guru dengan siswa selama proses pendidikan di sekolah turut membantu perkembangan kompetensi sosial. Hal ini karena suasana yang akrab, akan menjadikan siswa merasa nyaman, lebih antusias dalam mengikuti kegiatan di sekolah dan juga berperilaku lebih sopan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kompetensi sosial siswa SMA Sedes Sapientiae Bedono yang tinggal di asrama dengan di rumah.

2. Kompetensi sosial siswa yang tinggal di asrama berada pada kategori rendah (1,92%), tinggi (75%) dan sangat tinggi (23,08%) . Sedangkan kompetensi sosial siswa yang tinggal rumah berada di kategori tinggi (85,71%) dan sangat tinggi (14,29%).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :

(20)

Perlu menjaga dan meningkatkan kualitas dari kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah, baik kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan belajar mengajar maupun pengembangan diri, terutama kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi sosial siswa. Seperti mengoptimalkan kegiatan ekstrakurikuler bagi semua siswa. Selain itu, pihak sekolah juga lebih mengoptimalkan peran dari guru Bimbingan Konseling bagi pendampingan siswa yang dirasa masih terlihat mengalami permasalahan dalam belajar maupun permasalahan lainnya.

2. Bagi pihak asrama

Perlunya menjaga dan meningkatkan kualitas dari kegiatan di asrama bagi pengembangan diri siswa, seperti dengan mengoptimalkan pelaksanaan jadwal kegiatan yang sudah ada, yaitu dengan mendorong siswa untuk lebih aktif mengikuti kegiatan yang sudah dijadwalkan. Pendamping asrama hendaknya dapat berperan secara maksimal dalam mendampingi siswa selama hidup di asrama, sehingga siswa akan lebih merasakan nuansa kekeluargaan. Selain itu, adanya program keluarga angkat hendaknya dapat lebih ditingkatkan kualitasnya dan juga jumlah dari orang tua angkat.

3. Bagi orang tua siswa

(21)

orang tua dengan anak akan lebih terbuka dan anak dapat terbantu dalam perkembangan akademik maupun non-akademik. Selain itu, orang tua hendaknya lebih memantau pergaulan anak dan mendorong anak dalam pergaulan yang lebih positif.

4. Bagi siswa (subjek)

Siswa hendaknya lebih memahami pentingnya kompetensi sosial. Selain itu, bagi siswa yang tinggal di asrama hendaknya dapat mempertahankan interaksi sosial yang telah dijalin dengan siswa yang tinggal di rumah dan juga dengan masyarakat di sekitar asrama.

Sedangkan untuk siswa yang tinggal di rumah, hendaknya mereka dapat menjaga kualitas kehidupan sosial mereka, yaitu dengan tetap menjaga ciri khas pergaulan yang ada pada masyarakat desa dalam interaksi sosialnya. Sehingga siswa tersebut dapat mengindari dampak negatif dari perkembangan pergaulan di lingkungannya.

5. Bagi peneliti selanjutnya

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, M.(2008).Hubungan Kemandirian terhadap kompetensi sosial siswa. Skripsi. Diakses 19 November 2011, dari www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub...adigunawid.

Bell, N., Avery, A., & Jenkins, D. (1985). Family relationships and social competence during late adolescence. Journal of youth and adolescence, 14 (2).

Caldarella, P., & Merrel, K. W. (1997). Common dimensions of social skills of children and adolescents : a taxonomy of positive behaviors. School Psychology Review, 26 (2), 264-278.

Data Kesiswaan SMA Sedes Sapientiae Bedono 2011/2012.

Fransisca, J. (2004). Hubungan antara persepsi suasana keluarga dengan kompetensi sosial pada anak pra-remaja. Abstrak. Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta. Diakses 5 April 2012, dari lib.atmajaya.ac.id.

Griffin, K. W., & Epstein, J. A. (2001). Social competence and substance use among rural youth: Mediating role of social benefit expectancies of use. Journal of Youth and Adolescence, 30(4).

Hastuti & Sudarwati. (2007). Gaya hidup remaja pedesaan (studi di desa sukaraya). Jurnal harmoni sosial, vol 1 (2).

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, ed. IV. Jakarta: Erlangga.

(23)

Juntilla, N. (2010). Social competence and loneliness during the school years. Thesis, B, 325. Diakses 15 November 2011, dari the center for learning research and the department of teacher education university of turku, Finland.

Kfaween, E. M. (2010). Social competence among the students of the university and relation to demographic factors. European Journal of Social Sciences,Vol.16 (1).

Larson, J., Whitton, S. & Hauser, S. (2007). Being close and being social: Peer ratings of distinct aspects of young adult social competence. Journal of personality assessment, 89(2), 136-148.

Maknun, J. (2006). Pengembangan Sekolah menengah kejuruan boarding school berbasis keunggulan lokal. File pdf di unduh dari fil.upi.edu.

Marquez, P. G., Martin, R. P., & Brackett, M. A. (2006). Relating emtional intelligence to social competence and academic achievement in high school students. Psicothema, 18, 118-123.

Mpofu, E., & Thomas, K. R. (2004). Social competence in zimbabwean multicultural schools: effects of ethnic and gender differences. International Journal of Psychology, 39 (3), 169-178.

Murdani, M. (2006). Kecerdasan, motivasi dan konsep diri merupakan faktor psikologis penyesuaian diri siswa sekolah luar biasa. Jurnal pendidikan dan pengajaran IKIP Negeri Singaraja, 4.

(24)

Priamikova, E.V. (2010). The Social Competence of School Students. Russian Educational and Society, Vol. 52(6), 21-34.

Profile dan Sejarah SMA Sedes Sapientiae. Diakses 5 November 2011, dari http://www.sedesbedono.sch.id/profile.php?kat= sejarah&ur=ma.

Rimm-Kaufman & Yu-Jen. (2007). Promoting social and academic competenve in the classroom. Journal psychology in the schools, 44 (4).

Riskinanti, K. (2009). Hubungan Antara Tingkat Otoritas Orang Tua Dengan Tingkat Kompetensi Sosial Pada Remaja. Skripsi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Diakses 18 November 2011, dari http://alumni.unair.ac.id/detail.php?id=27071&faktas=Psik ologi..

Semrud-Clikeman, M. (2007). Social Competence in Children. New York: Sringer Scince & Business Media.

Shernoff, D. (2010). Enggagament in After-School programs as a predictor of social competence and academic performance. Society for community research and action, 45, 325-337.

Santrock, J. W. (2007). Remaja, ed. XI, Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Soekanto, S. (1996). Remaja dan masalah-masalahnya. Jakarta: Gunung Mulia.

(25)

Visi dan Misi SMA Sedes Sapientiae Bedono. Diakses 22 November 2011, dari http://www.sedesbedono.sch. id/profile.php?kat=visimisi&ur=ma.

Wahyuningtyas, H. E. (2006). Perbedaan kompetensi sosial antara remaja yang tinggal di kota dan remaja yang tinggal di desa. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang. Diakses 19 November 2011, dari http://digilib.umm.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id

=jiptummpp-gdl-s1-2006-handryerma 6033&PHPSESSID= 42d6ee65b827a38f4 4956092d28ba985.

Widhiarso, W. (2010). Analisis Butir dalam Pengembangan Pengukuran Psikologi. Diakses 1 November 2012, dari http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/wp/analisis-butir-dalam-pengembangan-pengukuran-psikologi/

Referensi

Dokumen terkait

 Struktur perekonomian pada triwulan ini masih didominasi oleh sektor pertanian, sektor pertambangan dan sektor perdagangan, hotel &amp; restoran, dengan

Resiko Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang Asing pada.. perusahaan MNC di

Ketiga cara tersebut telah diemplementasikan ke dalam peraturan melalui Peraturan Menteri Ke- lautan dan Perikanan Republik Indonesia No- mor Per.12/Men/2012 tentang

1) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan kinerja baik. 2) Membimbing peserta didik merangkum cara merawat ikan yang baik. Kegiatan Pendahuluan.

dari daun teh paling pucuk menunjukkan bahwa jika isi pesan iklan Teh Pucuk Harum tersebut disajikan secara berulang dan berkelanjutan dengan isi pesan yang sama maka

(g) Pada kolam pengolahan terutama pada daerah dekat dengan laut yang dimungkinkan adanya pasang surut air laut dapat dipasang pipa evaporasi dilengkapi dengan parit

The proposed pipeline consists of a sequence of five steps (Figure 4): organizing the input irregular 3D point cloud and nearest neighbour search; density

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian Fahmi Wiranata, yaitu: objek yang diteliti penulis pada perusahaan Asuransi Bumiputera Syariah Cabang Semarang