• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009046 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009046 Full text"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Dewasa ini perkembangan teknologi informasi berkembang pesat dan cepat. Informasi yang disajikan pun sangat bervariasi dan beragam. Namun dampak dari informasi yang ditimbulkan pun bervariasi dan banyak korban dari hal ini. Sasaran yang paling banyak menjadi korban oleh adanya teknologi informasi yang berdampak negatif ini adalah remaja. Seperti yang dinyatakan Hurlock (1999) bahwa remaja sebagai periode perubahan baik perubahan terjadi secara fisik maupun psikis. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan yang terjadi secara fisik.

(2)

Menurut survei Komnas Perlindungan Anak (dalam http://edukasi.kompasiana.com/komisi-nasional-perlindungan-anak-komnas-pa-bias-gender) di 33 provinsi antara Januari s.d Juni 2008 menyimpulkan bahwa 97% remaja SMP pernah menonton film porno. Sejalan dengan KPA, menurut

Sexual Behavior Survey (dalam http://health.detik.com) saat melakukan survei pada bulan Mei 2011, menunjukkan 64% di kota-kota besar anak-anak muda “belajar” seks melalui film porno atau DVD bajakan.

Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia telah melansirkan data tertinggi transaksi dan jumlah pengakses situs-situs porno di Indonesia (dalam http://www.jpnn.com/2013/18/03/wilayah-pengakses-situs-porno.html) dalam laporan tersebut menyatakan bahwa terdapat 10 wilayah

pengakses terbanyak situs porno pada tahun 2013. Wilayah tersebut adalah Sulsel, Jateng, Sumut, Bali, Yogyakarta, Kaltim, Jatim, Sumsel, Jabar, dan Jakarta. Tingginya akses situs porno tersebut mencapai USD 3.673 per detik atau setara dengan 33 juta rupiah. Dari data tersebut pengakses terbesar berasal dari kalangan siswa menengah pertama yakni mencapai 4.500 pengakses.

(3)

dalam diri remaja untuk menyaksikan tayangan tersebut dan mengimitasi hal-hal yang terdapat dalam film porno.

Penelitian Supriati dan Fikawati (2009) pada 395 remaja SMP di Pontianak menunjukkan bahwa 83,3% remaja SMP telah terpapar pornografi dan 79,5% sudah mengalami efek paparan. Dari responden yang mengalami efek paparan, 19,8% berada pada tahap adiksi. Perilaku menonton film porno ini diawali dengan sikap positif. Sikap terhadap tingkah laku berarti evaluasi positif atau negatif terhadap hasil dari ditampilkannya tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Sehingga jika seorang remaja menonton film porno dan menganggap bahwa perilaku itu menyenangkan atau menyukai perilaku tersebut, maka remaja tersebut memiliki sikap yang postif terhadap perilaku menonton film porno. Sikap yang positif disini adalah menerima adanya film porno.

(4)

Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya sikap menurut Azwar (2009) antara lain pengalaman pribadi, pengetahuan, emosi dalam diri individu, dan lingkungan sosial dan kebudayaan. Dalam lingkungan sosial dan kebudayaan terdiri dari keluarga, adat istiadat, norma dan nilai-nilai termasuk di dalamnya nilai-nilai agama.

Lingkungan merupakan semua kondisi alam dunia yang dalam cara-cara tertentu memengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan (Sertain dalam Dalyono, 2001). Menurut Walgito (1986) lingkungan secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan alam dan lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat bisa merupakan lingkungan tempat tinggal yang baik bisa juga lingkungan yang buruk. Lingkungan yang baik secara psikologis menunjukkan kehidupan yang teratur dan sehat, dan norma-norma moral yang berlaku sesuai dengan standar moral yang ada di masyarakat pada umumnya. Sedangkan lingkungan masyarakat yang buruk menunjukkan kehidupan yang kurang sehat, kurang baik secara fisik maupun psikologis (Mehrabian dalam Awakdi, 1990). Lingkungan yang baik dalam penelitian ini diwakili oleh lingkungan pesantren, sementara lingkungan yang kurang baik diwakili oleh lokalisasi.

(5)

seperti ini membuat remaja berpikir bahwa menonton film porno adalah hal yang biasa, sehingga sikap remaja terhadap video porno akan positif atau menerima.

Menurut penelitian Sitepu (2004) mengenai dampak lingkungan lokalisasi pada remaja menunjukkan bahwa lingkungan lokalisasi memiliki dampak negatif seperti kriminalitas, dan merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Mengingat kondisi remaja yang berada pada tahap pancaroba dan melihat bahwa lokalisasi merupakan kegiatan yang terorganisir dari seks komersial, yang berorientasi nilai ekonomis sehingga para pelakunya akan berupaya mengajak remaja untuk terlibat dalam bisnis seks. Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, hal ini membuat remaja terpengaruh dengan nilai dan norma yang menyimpang.

Hal berbeda dikemukakan dalam penelitian Issabela dan Hendriani (2010) yang menunjukkan hasil berbeda dimana remaja yang tinggal di lingkungan lokalisasi tidak terpengaruh oleh hal-hal yang negatif sebab keluarga melindungi anaknya dari pengaruh negatif lokalisasi dengan cara keluarga menerapkan jadwal harian yang harus dipatuhi oleh anak. Keluarga juga menerapkan pendekatan keagamaan untuk mengajarkan anak, mana yang baik dan mana yang buruk.

(6)

dalam pesantren santri di bekali ilmu agama sehingga santri memiliki batasan dalam bersikap dan berperilaku. Dalam ajaran agama Islam, menonton video porno adalah hal yang dilarang, dan ini terdapat dalam Al-Quran sehingga sikap santri terhadap video porno diasumsikan akan cenderung negatif. Sikap yang negatif disini adalah menolak film porno.

Penelitian Rahmawati, Hadjan & Afiatin (2002) menemukan bahwa dari dalam pemahaman dan pengamalan nilai serta ajaran agama Islam yang sudah terinternalisasi dalam kehidupan remaja muslim ternyata berkorelasi dengan kecenderungan remaja dalam mengakses situs porno. Makin tinggi religiusitas maka makin rendah kecenderungan perilaku mengakses situs porno.

Berdasarkan uraian fenomena video porno pada remaja, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai perbedaan sikap terhadap video porno di internet ditinjau dari lingkungan tempat tinggal pada remaja awal (dalam hal ini lingkungan pesantren dan lingkungan lokalisasi).

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu : Apakah ada perbedaan sikap terhadap video porno yang signifikan pada remaja yang tinggal di lingkungan lokalisasi dengan remaja yang tinggal di lingkungan pesantren.

TINJAUAN PUSTAKA

Sikap Terhadap Video Porno

(7)

Ketika individu semakin berkembang cara berpikir, merasakan, dan bereaksi terhadap hal-hal di sekitarnya yang terorganisasikan kedalam sebuah sistem, sistem inilah yang kemudian disebut dengan sikap atau attitude (Krech dkk dalam Sears, 1985).

Video adalah teknologi pemrosesan sinyal elektronik mewakilkan gambar bergerak. Sedangkan porno dalam kamus bahasa Indonesia (2005) diartikan sebagai segala sesuatu yang erotis dan membangkitkan nafsu birahi. Rahmawati (2002) menyatakan bahwa film porno adalah segala sesuatu yang dilakukan individu dalam bentuk gerakan, sikap, perbuatan yang masuk ke dalam dunia film dengan sajian berupa materi-materi seksual yang sengaja di buat untuk menimbulkan rangsangan seksual, tampilan tersebut menyajikan adegan-adegan perilaku seksual dan hubungan seksual.

Berdasarkan dari beberapa tokoh, Sears, Freedman dan Peplau (1985) membagi aspek sikap menjadi tiga, yaitu:

a. Kognitif

Terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu berupa fakta, pengetahuan, dan keyakinan tentang objek.

b. Afektif

Seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan penilaian.

c. Perilaku atau Konatif

(8)

Lingkungan Tempat Tinggal

Woodworth (dalam Sakti, 1994) menyatakan bahwa lingkungan merupakan tempat dimana di sekitar individu, yang terdapat benda-benda yang konkret dan yang abstrak. Lingkungan merupakan semua kondisi alam dunia yang dalam cara-cara tertentu memengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan (Sertain dalam Dalyono, 2001). Sedangkan tempat tinggal merupakan tempat dimana keluarga bertempat, berinteraksi, dan bermasyarakat dengan individu atau keluarga lain secara intens dan dalam waktu yang relatif lama.

Walgito (1986) membagi lingkungan tempat tinggal menjadi dua yaitu lingkungan yang baik dan lingkungan yang buruk, lingkungan yang baik dalam penelitian ini adalah pesantren dan lingkungan kurang baik adalah lokalisasi.

Lokalisasi

Siregar (dalam Issabela & Hendriani, 2010) menyatakan bahwa lokalisasi merupakan lingkungan masyarakat yang di dalamnya seringkali terjadi pelanggaran terhadap norma sosial yang dianut masyarakat dan yang selama ini diajarkan oleh keluarga. Dalam lokalisasi seks bebas menjadi pemandangan yang biasa (Issabela dkk, 2010). Saat ini, lokalisasi tidak hanya dihuni oleh wanita tuna susila saja melainkan juga warga masyarakat yang tidak terlibat dalam bisnis prostitusi (Sunardi dalam Issabela dkk, 2010).

Pesantren

(9)

agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.Pada dasarnya fungsi pesantren adalah untuk mencetak muslim agar memiliki dan menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam serta menghayati dan mengamalkannya dengan ikhlas semata-mata ditujukan untuk pengabdiannya kepada Allah SWT di dalam hidup dan kehidupannya (dalam Masrifah, 2010).

METODE

Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berstatus siswa Sekolah Menengah Pertama yang tinggal di Pesantren dan di Lokalisasi dengan usia 12-14 tahun yang berjumlah 78 orang. Adapun karakterisik sampelnya adalah sebagai berikut :

a. Subjek merupakan siswa Sekolah Menengah Pertama yang berusia 12-14 tahun.

b. Subjek tinggal di Pesantren dan di Lokalisasi.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Insidental Sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiono, 2011).

(10)

Alat Ukur Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Skala Sikap Terhadap Video Porno. Skala Sikap Terhadap Video Porno ini menggunakan aspek-aspek sikap yang sudah disimpulkan oleh Sears, Freedman, dan Peplau (1985), yaitu meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif atau perilaku. Skala ini terususun dari 30 item pernyataan dalam bentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban berkisar dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Skala Sikap Terhadap Video Porno dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis item pernyataan yaitu favorable dan unfavorable, dengan rincian 14 item pernyataan

favorable dan 16 pernyataan unfavorable.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan sebanyak tiga kali, didapati koefisien seleksi item yaitu bergerak antara 0,257 sampai dengan 0,616. Dalam penelitian ini ada 11 item yang tidak memiliki daya diskriminasi baik, dan tersisa 19 item yang memiliki daya diskriminasi baik.

HASIL PENELITIAN

(11)

Tabel 1

Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pesantren Lokalisasi

N 40 38

Normal Parametersa Mean 29.5500 36.2895

Std. Deviation 4.17532 8.29819

Most Extreme Differences Absolute .171 .093

Positive .108 .093

Negative -.171 -.090

Kolmogorov-Smirnov Z 1.079 .572

Asymp. Sig. (2-tailed) .194 .899

a. Test distribution is Normal.

Hasil uji normalitas pada Tabel 1 menunjukkan bahwa variabel sikap terhadap video porno memiliki koefisien Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,93 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,899, dengan demikian variabel sikap terhadap video porno memiliki distribusi data yang normal karena p>0,05.

[image:11.595.102.513.156.612.2]

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah sampel-sampel dalam penelitian berasal dari populasi yang sama. Data dapat dikatakan homogen apabila nilai probabilitas p > 0,05.

Tabel 2

Hasil Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Sikap Terhadap Video Porno

Levene Statistic df1 df2 Sig.

13.316 1 76 .000

Dari hasil uji homogenitas menunjukan bahwa nilai koefisien Levene Test

(12)

penggunaan varians untuk membandingkan rata-rata populasi dengan t-tes sebaiknya menggunakan dasar Equal variance not assumed (diasumsi kedua varians tidak sama).

Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel sikap terhadap video pornodigunakan 5 kategori, yaitu dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori (Hadi, 2000).

[image:12.595.82.546.212.602.2]

Hasil analisis perbedaan kategori sikap terhadap video porno pada remaja yang tinggal di Pesantren dan di Lokalisasi menunjukkan data pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3

Kategori Skor Sikap Terhadap Video Porno Pada Remaja yang Tinggal di Pesantren dan di Lokalisasi

No. Interval Kategori Frekuensi Pesantren %

Mean Frekuensi Lokalisasi %

Mean

1. 64,6 ≤ x ≤ 76 Sangat Positif 0 0%

29,55

0 0%

36,289

2. 53,2 ≤ x < 64,6 Positif 0 0% 0 0%

3. 41,8 ≤ x < 53,2 Cukup Negatif 0 0% 9 23,7%

4. 30,4 ≤ x < 41,8 Negatif 18 45% 20 52,6%

5. 19 ≤ x < 30,4 Sangat Negatif 22 55% 9 23,7%

Total 40 100% 38 100%

(13)
[image:13.595.102.515.204.621.2]

Setelah dilakukan analisis data mengenai perbedaan sikap terhadap video porno pada remaja yang tinggal di pesantren dan di lokalisasi, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5 Hasil Uji – T

Group Statistics

Tempat

Tingal N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Sikap Pesantren 40 29.5500 4.17532 .66018

Lokalisasi 38 36.2895 8.29819 1.34614

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-taile d) Mean Differenc e Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

SIKAP Equal variances assumed

13.316 .000 -4.565 76 .000 -6.73947 1.47627 -9.67972 -3.79922

Equal variances not assumed

-4.495 53.976 .000 -6.73947 1.49931 -9.74544 -3.73350

(14)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan sikap terhadap video porno di internet yang ditinjau dari lingkungan tempat tinggal pada remaja awal, didapatkan hasil perhitungan Independent Sample Test sebesar -4,495 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan sikap terhadap video porno yang signifikan antara remaja yang tinggal di pesantren dan di lokalisasi. Dengan demikian, maka hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan sikap terhadap video porno di internet ditinjau dari lingkungan tempat tinggal pada remaja awal (dalam hal ini lingkungan tempat tinggal pesantren dan lokalisasi).

Temuan empiris dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sikap remaja terhadap video porno yang tinggal di lingkungan lokalisasi dibandingkan remaja yang tinggal di pesantren memiliki sikap terhadap video porno yang berbeda. dilihat dari Mean atau rata-rata yang diperoleh, remaja awal yang tinggal di lokalisasi memiliki rata-rata yang lebih tinggi yakni sebesar 36,28 sedangkan remaja awal yang tinggal di pesantren memiliki rata-rata sebesar 29,55.

(15)

nilai-nilai serta ajaran-ajaran agama Islam yang sudah terinternalisasi dalam kahidupan remaja muslim ternyata memengaruhi remaja dalam mengakses situs porno.

Sedangkan dengan remaja yang tinggal di lokalisasi, dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat, dimana di dalam lingkungan tersebut seks bebas menjadi pemandangan yang biasa (Issabela dkk, 2010). Hal ini akan menjadi pengaruh yang buruk bagi remaja. Namun dari hasil penelitian didapatkan hasil remaja yang tinggal di lokalisasi memliki sikap yang negatif terhadap video porno. Menurut wawancara yang dilakukan pada tanggal 13 Juli 2014 dengan beberapa remaja yang tinggal di lokalisasi, hal ini dikarenakan para remaja di lokalisasi masih memegang norma-norma agama yang melarang untuk melakukan hal-hal yang dilarang agama, meskipun lingkungan tempat tinggal mereka bukan lingkungan yang baik. Orangtua juga memberikan penekanan aturan-aturan dalam mendidik mereka, seperti setelah pulang sekolah anak harus di rumah dan juga diusahakan agar anak aktif dalam kegiatan remaja kampung dan masjid.

(16)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang perbedaan sikap terhadap video porno di internet ditinjau dari lingkungan tempat tinggal pada remaja awal, maka dapat disimpulkan:

1. Bahwa terdapat perbedaan sikap terhadap video porno di internet yang signifikan ditinjau dari lingkungan tempat tinggal pada remaja awal yakni antara remaja yang tinggal di Lokalisasi dan remaja yang tinggal di Pesantren. 2. Remaja awal yang tinggal di Lokalisasi memiliki sikap terhadap video porno

yang tergolong negatif sedangkan remaja awal yang tinggal di Pesantren memiliki sikap terhadap video porno yang tergolong sangat negatif.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

a. Saran bagi pemerintah

Pemerintah diharapkan dapat memberikan sanksi sesuai dengan UU yang telah dibuat terhadap peredaran situs-situs porno di internet dan informasi-informasi negatif yang beredar bebas di internet.

b. Saran bagi Peneliti selanjutnya

(17)

1) Peneliti selanjutnya dapat menyertakan variabel lain yang memengaruhi sikap terhadap video porno seperti jenis kelamin, pola asuh, dan sebagainya.

2) Dalam penelitian ini memakai subjek remaja awal yakni yang berusia 12-14 tahun, yang memungkinkan subjek sudah mengetahui maksud dari penelitian ini sehingga cenderung memberikan jawaban yang terbaik. Sehingga peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya lebih memperhatikan batasan umur untuk subjek.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen. Icek. (2005). Attitude, Personality and Behavior. Miton Keynes: Open University Press.

Alwisol. (2006). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press Azwar. S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dalyono. M. (2001). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Dewi. I. (2009). Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di SMA Negeri 1 Baturaden dan SMA Negeri 1 Purwokerto. Skripsi S-2, Semarang: Magister Promosi Kesehatan.

Euis, S & Fikawati, S. (2009). Efek Paparan Pornografi Pada Remaja SMP Negeri Kota Pontianak Tahun 2008. Depok: Universitas Indonesia.

Gunarsa. S. (1990). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hadi. S. (2000). Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi.

Haryani, Mudjiran & Syukur. (2012). Dampak Pornografi Terhadap Perilaku Siswa dan Upaya Guru Pembimbing Untuk Mengatasinya. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 1 No.1 hal 1-8

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Issabela, N & Hendriani, W. (2010). Reseliensi pada keluarga yang tinggal di lingkungan lokalisasi dupak, bangunsari. Jurnal Psikologi, Vol. 12 No. 3 hal 182-184

Kartono, K.(2003). Patologi Sosial. Jakarta: CV Rajawali

Madjid, N. (2002). Bilik-bilik Pesantren. Jakarta: PT. Dian Rakyat

Masrifah. (2010). Internalisasi Nilai-nilai Akhlak Pada Santri di Pondok Pesantren Putri Al-Hikmah 2 Benda Sirampog Brebes. Skripsi S-1, Semarang : Fakultas Tarbiyah.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R.. (1999). Psikologi Perkembangan. Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

(19)

Santosa, S. (2006). Menguasai statistik di era informasi dengan SPSS 14. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Santrock, J. (2007). Remaja, edisi kesebelas : jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sitepu, A. (2004). Dampak lokalisasi prostitusi terhadap perilaku remaja di

sekitarnya. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, No. 3 Vol. 3 hal 172-176 Sears, D., Freedman,. J & Peplau,L,. (1985). Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Penerbit Alfabeta.

Supriati, E., Fikawati,S. (2008). Efek Paparan Pornografi Pada Remaja SMP Negeri Kota Pontianak Tahun 2008. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 13, NO. 1. Depok: Universitas Indonesia

Suyono, H. (2008). Pengantar Psikologi Sosial 1. Yogyakarta: D&H Pro Media Walgito, B. (1986). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.

Harahap. S. (2012). Bias gender. Diunduh pada 6 Juli 2014, dari

http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/24/komisi-nasional-perlindungan-anak-komnas-pa-bias-gender-442086.html

Wahyuningsih. M. (2011). Anak muda paling banyak belajar seks dari film porno.

Diunduh pada 6 Juli 2014, dari

Gambar

Tabel 2 Hasil Uji Homogenitas
Tabel 3 Kategori Skor Sikap Terhadap Video Porno Pada Remaja yang Tinggal di
Tabel 5 Hasil Uji – T

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan output SPSS, hasil penelitian pengujian diatas dapat dilihat : Hasil penelitian hipotesis yang pertama menunjukkan bahwa hipotesis H1 diterima dan H0

Dengan demikian, H0 ditolak dan H1 diterima, berarti hipotesis ketiga yang berbunyi minat baca (X 1 ) dan penguasaan kosakata (X2) secara bersama-sama

maka dengan demikian hipotesis (1) yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima.( artinya meneriman H1 dan menolak H0 ), selanjutnya mengacu pada tabel 2 ( Model Summary)

Dengan demikian, H0 ditolak dan H1 diterima, berarti hipotesis ketiga yang berbunyi minat baca (X1) dan penguasaan kosakata (X2) secara bersama-sama berkontribusi

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hipotesis H0 ditolak dan hipotesis H1 diterima bahwa variabel gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang

Dengan demikian Fhitung > Ftabel atau 20.683 > 3.340 dan signifikasinya 0.000 < 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Ada Pengaruh Kepemimpinan

Karena nilai signifikan lebih besar dari atau sama dengan 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak artinya kedua sampel memiliki varians yang sama Hipotesis Pengujian hipotesis

Hipotesis penelitian yang akan diuji: H0 :Diterima jika nilai Signifikansi ≥ 𝛼 H1 : Diterima jika nilai Signifikansi < 𝛼 Hipotesis yang ditolak dan diterima pada kriteria di atas