• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009066 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009066 Full text"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA YANG MEMILIKI DAN TIDAK MEMILIKI SAUDARA KANDUNG

OLEH

DANISWARI MANGGALA PUTRI 802009066

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)

Daniswari Manggala Putri Chr. Hari Soetjiningsih

K.D. Ambarwati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(3)
(4)
(5)
(6)

mahasiswa ditinjau dari kepemilikan saudara kandung. Penelitian ini dilakukan pada 40

mahasiswa yang memiliki saudara kandung dan 40 mahasiswa yang tidak memiliki

saudara kandung dengan menggunakan teknik snowball sampling. Metode

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kompetensi interpersonal yang

mengacu pada teori Buhrmester, dkk (1988) mengenai aspek-aspek kompetensi

interpersonal yaitu memulai hubungan, pengungkapan diri, asertif, memberikan

dukungan emosional, dan mengatasi konflik interpersonal. Perbedaan kompetensi

interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung diuji

menggunakan Independent t-test dan diperoleh hasil nilai t sebesar 14,812 dengan

signifikansi 0,000 atau p < 0,05. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa terdapat

perbedaan kompetensi interpersonal antara mahasiswa yang memiliki saudara kandung

dengan mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung.

(7)

ABSTRACT

This research aims to know the differences of interpersonal competencies in terms of

student ownership of the siblings. This research was conducted at 40 students who have

a sibling and 40 students who do not have siblings by using techniques of snowball

sampling. Method of data collection is done using an interpersonal competence scale

refers to the theory of Buhrmester, et al (1988) about the interpersonal aspects of

competence i.e initiating relationship, self-disclosure, asserting, displeasure, providing

emotional support, and managing interpersonal conflict. The differences of

interpersonal competence on students that have and do not have siblings been tested

using Independent t-test and obtained results that the value t of 14,812 with a

significance 0.000 or p<0.05. From the results of data analysis it was found that there

is a difference between interpersonal competence of students who have a sibling with a

student who has no siblings.

(8)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kemampuan berkomunikasi seseorang mulai bertumbuh sejak ia terlahir di

dunia ini. Walaupun kemampuan inderanya terbatas ia akan tetap berusaha untuk

membangun interaksi dengan lingkungan sekitarnya dan menciptakan hubungan dengan

orang-orang yang berada dekat dengannya (Emmaretha, 2012). Kemampuan

berkomunikasi tersebut terus berkembang seiring pertumbuhan individu hingga ke tahap

masa remaja melalui interaksi kekeluargaan, teman sebaya dan hubungan dengan

masyarakat (Yahaya, 2010). Jika proses tersebut terpenuhi, maka individu mampu

memasuki tahap perkembangan berikutnya yaitu masa dewasa awal.

Tugas perkembangan dewasa awal menurut Havighurst yaitu individu dituntut

untuk membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu (dalam Monks, 1999)

atau kelompok sosial yang menyenangkan (Hurlock, 1980) dan mampu menyesuaikan

diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (Havighurst, 1995). Pada masa dewasa awal,

individu akan menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu perkuliahan dan

perannya berubah menjadi mahasiswa. Namun pada kenyataannya, Partosuwido (1993)

melaporkan banyak mahasiswa mengeluhkan persoalan pribadi yang dapat menyulitkan

mereka dalam melakukan hubungan interpersonal seperti, rendah diri, sikap tertutup,

kecemasan tinggi, tidak mampu mengendalikan diri, dan mudah dipengaruhi orang lain

(dalam Idrus, 2007). Hal tersebut dapat menghambat mahasiswa untuk mencapai tugas

perkembangannya. Agar tugas perkembangannya di masa dewasa awal tercapai,

individu membutuhkan kemampuan untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan

(9)

2

Kompetensi interpersonal menurut Buhrmester, dkk (1988) yaitu sebagai

kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membangun dan memelihara

hubungan interpersonal. Kompetensi interpersonal merupakan dasar bagi suatu

kesuksesan. Jika telah terjadi hubungan interpersonal yang baik dan memuaskan, maka

individu yang memiliki kompetensi interpersonal ini akan mudah untuk mendapatkan

apa yang menjadi tujuannya. Hal tersebut juga berlaku untuk mahasiswa apabila

kompetensi interpersonalnya baik maka dengan mudah dapat menjalin hubungan dan

bekerja sama dengan teman atau rekan kerja yang baru kelak. Sesuai dengan penelitian

Cohen, Sherrad & Clark (1986) bahwa remaja yang mempunyai kompetensi

interpersonal tinggi lebih berhasil membina hubungan kerja dan rumah tangga

dibandingkan dengan remaja yang mempunyai kompetensi interpersonal rendah.

Keberadaan kompetensi interpersonal sangat diperlukan di dalam kehidupan

setiap individu termasuk mahasiswa. Seorang mahasiswa yang baru memasuki

perkuliahan membutuhkan adanya kompetensi interpersonal dalam menjalin hubungan

interpersonal yang baik dengan teman-teman dan dosen barunya. Menjalin hubungan

interpersonal yang baik akan lebih mudah bagi mahasiswa yang memiliki saudara

kandung, karena sudah terbiasa berhubungan dan menjalin komunikasi dengan saudara

kandungnya. Hubungan saudara pada individu meliputi menolong, berbagi, mengajari,

berkelahi, dan bermain, bisa juga bertindak sebagai dukungan emosional, saingan, dan

mitra komunikasi (Carlson, 1995).

Menurut Willis (dalam Pratiwi, 1998), kompetensi interpersonal dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang memperngaruhi kompetensi

interpersonal adalah faktor keluarga yang didalamnya terdapat saudara kandung.

(10)

kemampuan bersosialisasi dengan orang lain. Pola hubungan dengan anggota keluarga

ini terjalin salah satunya dengan saudara kandung. Keberadaan saudara kandung dapat

memunculkan konflik-konflik yang mendorong individu untuk mengasah

kemampuannya untuk menyelesaikan atau memecahkan konflik tersebut bersama

saudara kandungnya. Saudara kandung memiliki pengaruh dalam melakukan sosialisasi

terhadap individu dibandingkan dengan orang tua (Santrock, 2007).

Pengaruh saudara kandung akan lebih kuat apabila jarak usia individu dengan

saudaranya dekat. Semakin dekat jarak usia individu dengan saudara kandungnya maka

pengaruh diantara mereka akan semakin besar, terutama dalam karakteristik emosi.

Sedangkan semakin jauh jarak usia maka pengaruh orang tua lebih dominan

dibandingkan dengan pengaruh saudara kandung. Menurut hasil penelitian Minnett,

Vandell, and Santrock (1983) individu yang jarak umurnya 7-8 tahun dengan

saudaranya lebih mungkin untuk menunjukkan perilaku positif, kasih sayang.

Sedangkan jarak umur 3-4 tahun darisaudara mereka umumnya terjadi kecurangan,

agresi, danperilaku negatif. Tidak jauh beda menurut Wong, dkk (2008), pengaruh

saudara kandung akan lebih kuat apabila jarak usianya 2 sampai 4 tahun.

Di sisi lain mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung atau disebut anak

tunggal tidak perlu bersaing dengan saudara-saudara kandungnya untuk mendapatkan

perhatian, bantuan dan sumber daya orang tua sehingga kurang merasakan persaingan

dan kurang mengalami interaksi interpersonal dengan orang lain selain dengan

orangtuanya. Namun, lain halnya di lingkungan sekitar, anak tunggal adalah seorang

perfeksionis yang kesepian, rendah diri dalam berhubungan dengan orang lain dan

cenderung menarik diri karena takut tidak diterima dan tidak diperhatikan oleh orang

(11)

4

kemampuan membina hubungan interpersonal dengan orang lain selain orang tua

(Hadibroto, Alam, Suryaputra dan Olivia, 2002).

Penelitian Jiao, Ji dan Jing (n.d) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan

antara anak tunggal dan anak yang memiliki saudara kandung dalam kategori usia 4-6

tahun, baik di pedesaan maupun perkotaan. Anak yang memiliki saudara kandung

mempunyai sifat-sifat perilaku sosial yang positif, kerjasama yang baik, saling

menghargai, dan mereka dipandang sebagai individu yang dapat bergabung dengan

anak-anak yang lain dalam bermain dan berpartisipasi atau lebih dalam kegiatan

kolektif. Sementara anak tunggal dipandang oleh anak-anak lain sebagai individu yang

bertindak sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Apabila sejak kecil anak tunggal

tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang individual maka saat memasuki masa

dewasa awal akan mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan interpersonal dengan

lingkungannya.

Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa dituntut memiliki

kompetensi interpersonal dalam menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain

untuk memenuhi tugas perkembangan sosial. Permasalahan sering muncul apabila

mahasiswa tidak memiliki kompetensi interpersonal yang baik. Mahasiswa yang

memiliki dan tidak memiliki saudara kandung kemungkinan memiliki kompetensi

interpersonal yang berbeda. Adapun penelitian pendukung yang diperoleh terkait

keterampilan sosial, pengaruh saudara kandung, jarak umur, anak tunggal serta anak

bersaudara kandung pada anak-anak dan remaja.

Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut memperkuat keinginan

peneliti untuk meneliti kompetensi interpersonal yang penelitiannya belum dijumpai

(12)

Perbedaan Kompetensi Interpersonal pada Mahasiswa yang Memiliki dan Tidak

Memiliki Saudara Kandung.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kompetensi interpersonal

pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat perbedaan kompetensi interpersonal pada

mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung ?

TINJAUAN PUSTAKA Kompetensi Interpersonal

Menurut Chaplin (2001) kompetensi adalah kelayakan, kemampuan atau

pelatihan untuk melakukan satu tugas. Interpersonal adalah segala sesuatu yang

berlangsung antara dua pribadi, mencirikan proses-proses yang timbul sebagai satu hasil

dari interaksi individu dengan individu lain dan sosial.

Kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi

secara efektif yang meliputi kemampuan untuk memulai suatu hubungan interpersonal,

kemampuan membuka diri, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional

kepada orang lain, kemampuan bersikap asertif, empati serta kemampuan mengelola

dan mengatasi konflik dengan orang lain (Idrus, 2009).

Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai

kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membangun dan memelihara

(13)

6

maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi interpersonal adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan antar pribadi dengan

individu lain dan lingkungan sosialnya yang baik dan memuaskan.

Menurut Buhrmester, dkk (1988) kompetensi interpersonal memiliki 5 aspek yaitu:

a. Kemampuan memulai hubungan (Initiating Relationship)

Adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang

lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Usaha ini merupakan

pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar, juga

tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi

yang telah diketahui agar dapat lebih memahaminya (Galassi & Galassi, 1980;

Lipton & Nelson, 1980; Rathus, 1973; Schroeder, Rakos, & Moe, 1983).

b. Kemampuan pengungkapan diri (Self-disclosure of Personal Information)

Merupakan kemampuan untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang

bersifat pribadi dan memberikan penghargaan terhadap orang lain

(Dickson-Markman, 1986), social psychologists (Chelune, Sulton, & Williams, 1980;

Jourard, 1971), and marital researchers (Gottman, 1979; Tolstedt & Stokes, 1984).

c. Kemampuan asertif atau menegaskan ketidaksenangan dengan orang lain

(Asserting Displeasure with Others)

Kemampuan mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas serta penegasan

hak-hak pribadi dan ketidaksenangan/ketidaksetujuan atas berbagai macam hal ataupun

peristiwa yang kurang sesuai (Galassi & Galassi, 1980; Lipton & Nelson, 1980;

Rathus, 1973; Schroeder, Rakos, & Moe, 1983).

(14)

Kemampuan untuk menenangkan dan memberi saran yang menimbulkan rasa

nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan bermasalah.

Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. Kemampuan

memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan

komuniksi interpersonal antar dua pribadi (Barker & Lemle, 1984; Gottlieb, 1985).

e. Kemampuan mengatasi konflik interpersonal (Managing Interpersonal Conflict)

Kemampuan mengatasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun strategi

penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau suatu masalah

dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun strategi penyelesaian

masalah adalah bagaimana individu yang bersangkutan merumuskan cara untuk

mengatasi konflik dengan sebaik-baiknya (Convey & Dengerink, 1984; Gottman,

1979).

Dewasa Awal

Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 – 40 tahun saat perubahan-perubahan

fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock,

1980). Tugas perkembangan pada individu dewasa awal, antara lain: mulai bekerja,

memilih pasangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga,

mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, dan mencari kelompok sosial yang

menyenangkan.

Memiliki Saudara Kandung

Cicirelli (1996) mendefinisikan saudara kandung secara tradisional yaitu dimana

dua individu atau lebih mempunyai orang tua biologis yang sama (dalam Binotiana,

(15)

8

Menurut Budiarjo (1991) saudara kandung adalah anak yang lahir dari orang tua

yang sama. Saudara kandung adalah pasangan kakak adik laki-laki, kakak adik

perempuan atau kakak adik perempuan dan laki-laki (Chaplin, 2001).

Saudara kandung adalah kakak laki-laki / kakak perempuan dari orang tua yang

sama; satu atau dua atau lebih lagi pribadi-pribadi keturunan dari orang tua yang sama

(Kartono, 2001).

Tidak Memiliki Saudara Kandung

Anak yang tidak memiliki saudara kandung biasa disebut dengan anak tunggal

yang artinya keturunan satu-satunya. Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Gunarsa dan Yulia (2003), anak tunggal dalam keluarga diartikan bahwa dalam suatu

keluarga yang terdiri dari suami dan istri hanya memiliki seorang anak saja. Namun,

menurut Kaplan (dalam Gunarsa, 2008), terbentuknya kondisi anak tunggal dapat

disebabkan oleh karena saudaranya meninggal, karena orang tuanya menikah pada usia

yang sudah lanjut, atau bercerai pada usia muda.

Berdasarkan teori di atas maka penulis menggunakan teori dari Gunarsa dan

Yulia (2003), yaitu anak satu-satunya dari pasangan suami istri tanpa ada kondisi

lain-lain seperti saudara kandung yang meninggal yang membentuknya menjadi seorang

anak yang tidak memiliki saudara kandung atau anak tunggal.

HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kompetensi

(16)

METODE Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif adalahmetode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012).

Pendekatan ini dipilih karena peneliti mengolah data dalam bentuk angka-angka ke

dalam analisis statistik. Teknik statistik yang digunakan adalah uji t yang mencari

perbedaan kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki

saudara kandung.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah dewasa awal, yang berstatus mahasiswa

Universitas Kristen SatyaWacana. Adapun karakteristik populasi yang dipilih dalam

penelitian ini yaitu:

a. Mahasiswa semester 1 tahun ajaran 2014-2015.

b. Jarak umur dengan saudara kandung 3 sampai 4 tahun.

Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 27 November sampai dengan

tanggal 30 November 2014. Sehingga di dapat 80 sampel yang sesuai dengan kriteria.

Peneliti menyiapkan 85 skala psikologi yang akan digunakan dengan rincian 80 angket

untuk digunakan dalam penelitian dan 5 angket digunakan sebagai cadangan apabila ada

kesalahan dalam prosedur pengisian atau jumlah responden bertambah.Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball sampling atau sampling bola

(17)

10

membesar ibarat bola salju yang terus menggelinding dan lama-kelamaan menjadi besar

(Sugiyono, 2010).

Proses pengambilan sampel diawali dengan, peneliti mendapatkan calon

responden sebanyak 6 orang yang berada di lokasi penelitian. Kemudian peneliti

meminta bantuan pada setiap responden untuk mencarikan calon responden lainnya

sesuai dengan kriteria yang peneliti butuhkan. Proses pengambilan sampel tersebut

berlangsung terus dan sambung menyambung dari 1 responden ke calon responden

lainnya hingga peneliti mendapatkan 40 responden anak tunggal dan 40 responden yang

memiliki saudara kandung. Setelah para calon responden telah bersedia untuk

berpartisipasi, peneliti mulai membagikan skala psikologi yang telah dipersiapkan.

Alat Ukur Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Skala Interpersonal

Competence. Skala Interpersonal Competence ini menggunakan aspek-aspek

Interpersonal Competence yang sudah disimpulkan oleh Buhrmester, dkk (1988), yaitu

meliputi aspek Kemampuan memulai hubungan (Initiating Relationship), Kemampuan

pengungkapan diri (Self-disclosure of Personal Information), Kemampuan asertif atau

menegaskan ketidaksenangan dengan orang lain (Asserting Displeasure with Others),

Kemampuan memberikan dukungan emosional (Providing Emotional Support),

Kemampuan mengatasi konflik interpersonal (Managing Interpersonal Conflict). Skala

ini terususun dari 40 item pernyataan dalam bentuk skala Likert dengan empat pilihan

jawaban berkisar dari Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat

Tidak Sesuai (STS).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai atau uji coba

(18)

penelitian guna menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Di sisi lain, metode try out

terpakai digunakan karena keterbatasan jumlah subjek.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa skala kompetensi

interpersonal pada mahasiswa yang telah diisi oleh 80 mahasiswa, yang terdiri dari 40

item dinyatakan valid dan tidak ada yang gugur. Hasil validitas alat ukur menunjukan

hasilitem total correlation yang lebih besar dari 0,3 yaitu sebanyak 40 dan memiliki

pergerakan nilai item total correlation dari nilai 0,469 sampai dengan 0,825, dan

diperoleh nilai sig. yang lebih kecil dari 0,05. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa

alat ukur ini reliabel diperoleh hasil koefisien α = 0,968. Uji reliabilitas dikatakan

reliabel apabila memiliki Alpha Cronbach (α) > 0,60 (Ghozali 2005).

HASIL PENELITIAN a. Uji Asumsi

Sebelum dilakukannya uji analisis t-test terlebih dahulu dilakukan uji

asumsi, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Data dari variabel penelitian diuji

normalitasnya menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test menggunakan

SPSS for Windows 16.0. Diketahui pada data yang memiliki saudara kandung

memiliki koefisien normalitas sebesar 0,735 (p > 0,05) dengan demikian

berdistribusi normal, sedangkan untuk yang tidak memiliki saudara kandung

memiliki koefisien normalitas sebesar 0,787 (p > 0,05) dengan demikian juga

(19)

12

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah sampel-sampel dalam

penelitian berasal dari populasi yang sama. Data dapat dikatakan homogen apabila

nilai probabilitas p > 0,05 (Ghozali, 2005).

Dari hasil uji homogenitas menunjukan bahwa nilai koefisien Levene Test

sebesar 4,026 dengan signifikansi sebesar 0,083 oleh karena nilai signifikansi lebih

dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.

c. Analisis Deskriptif

Hasil analisis deskriptif atas data yang diperoleh dibagi menjadi lima

kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Pembagian

interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor

terendah dan membaginya dengan jumlah kategori. Analisis deskriptif data

[image:19.595.93.511.249.670.2]

diperoleh hasil seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.

Kriteria Skor Kompetensi Interpersonal yang Memiliki Saudara Kandung

Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean Standar deviasi

136 ≤ x ≤160 SangatTinggi 10 25%

127,5 9.581

112≤ x <136 Tinggi 28 70%

88≤ x <112 Sedang 2 5%

64≤ x <88 Rendah 0 0%

(20)
[image:20.595.86.513.95.731.2]

Tabel 3.

Kriteria Skor Kompetensi Interpersonal yang Tidak Memiliki Saudara Kandung

Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean Standar deviasi

136 ≤ x ≤160 SangatTinggi 0 0%

97,775 97.78

112≤ x <136 Tinggi 1 2.5%

88≤ x <112 Sedang 37 92.5%

64≤ x <88 Rendah 2 5%

40≤ x <64 SangatRendah 0 0%

Hasil analisis deskriptif di atas menunjukan bahwa kompetensi interpersonal

pada mahasiswa yang memiliki saudara kandung cenderung berada pada kategori

tinggi (70%) dan analisis deskriptif kompetensi interpersonal pada mahasiswa

yang tidak memiliki saudara kandung cenderung berada pada kategori sedang

(92.5%).

d. Uji t-test

Kemudian untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kompetensi

interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung,

(21)
[image:21.595.78.518.130.606.2]

14

Tabel 4.

Perbedaan Kompetensi Interpersonal pada Mahasiswa yang Memiliki dan Tidak Memiliki Saudara Kandung

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Kompetensi Interperson al Equal variances assumed

4.026 .048 14.812 78 .000 29.750 2.008 25.751 33.749

Equal variances not assumed

14.812 76.547 .000 29.750 2.008 25.750 33.750

Analisa data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan

program Statistical Packages for Social Science (SPSS) for Windows Release 16.0

dengan teknik t-test. Hasilnya menunjukkan nilai t sebesar 14,812 dengan p < 0,05

(sig. 0,000 < 0,05) maka hipotesis diterima. Artinya terdapat perbedaan yang

signifikan antara kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan

tidak memiliki saudara kandung.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan kompetensi interpersonal pada

mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung, menunjukan bahwa

terdapat perbedaan kompetensi interpersonal yang signifikan antara mahasiswa yang

memiliki saudara kandung dengan mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung.

Kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki saudara kandung dinyatakan

(22)

kandung. Dengan demikian, maka hasil peneltian ini sejalan dengan hipotesis penelitian

yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kompetensi interpersonal pada mahasiswa

yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung.

Hasil perhitungan analisis data terhadap kompetensi interpersonal pada

mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung diperoleh nilai thitung

sebesar 14,812 dengan signifikansi sebesar 0,000, karena nilai signifikansi lebih kecil

dari 0,05 (0,000 <0,05), maka menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pada uji

perbedaan menggunakan group statistic diperoleh mean sebesar 127,52 untuk

mahasiswa yang memiliki saudara kandung dan 97,78 untuk mahasiswa yang tidak

memiliki saudara kandung.

Temuan empiris dalam penelitian ini menunjukan tingkat kompetensi

interpersonal mahasiswa yang memiliki saudara kandung memiliki presentase terbanyak

dalam kategori tinggi sebesar 70% (28 mahasiswa). Pada kategori sangat tinggi

memiliki presentase sebesar 25% (10 mahasiswa). Pada kategori sedang memiliki nilai

prsentase sebesar 5% ( 2 mahasiswa), sedangkan pada kategori rendah dan sangat

rendah memiliki prosentasi 0% (tidak ada mahasiswa yang berada pada kategori

tersebut). Hasil mean atau rata-rata dari mahasiswa yang memiliki saudara kandung

memiliki rata-rata 127,5.

Sedangkan tingkat kompetensi interpersonal mahasiswa yang tidak memiliki

saudara kandung memiliki presentase terbanyak dalam kategori sedang sebesar 92.5%

(37 mahasiswa). Pada kategori rendah memiliki presentase masing-masing sebesar 5%

(2 mahasiswa). Pada kategori tinggi memiliki nilai presentase sebesar 2.5% (1

mahasiswa) sedangkan pada kategori sangat tinggi dan sangat rendah memiliki

(23)

16

pada kategori tersebut) . Hasil mean atau rata-rata dari mahasiswa yang memiliki

saudara kandung memiliki rata-rata 97,775. Dengan demikian skor terbanyak

kompetensi interpersonal pada mahasiswa terdapat pada mahasiswa yang mamiliki

saudara kandung.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan faktor eksternal sebagai pengaruh dari

kompetensi interpersonal yaitu faktor keluarga yang di dalamnya terjalin interaksi salah

satunya antara anak dengan saudara kandungnya. Di dalam keluarga keberadaan

saudara kandung merupakan pengaruh sosialisasi yang lebih kuat pada anak daripada

orang tua (Circirelli, 1994). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang

ternyata keberadaan saudara kandung berpengaruh pada kompetensi interpersonal pada

dewasa awal atau mahasiswa karena mean kompetensi interpersonal mahasiswa yang

memiliki saudara kandung lebih tinggi daripada mahasiswa yang tidak memiliki saudara

kandung.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jiao, Ji dan Jing (n.d)

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara anak tunggal dan anak yang

memiliki saudara kandung dalam kategori usia 4-6 tahun, baik di pedesaan maupun

perkotaan. Anak yang memiliki saudara kandung mempunyai sifat-sifat perilaku sosial

yang positif, kerjasama yang baik dan saling menghargai daripada anak tunggal. Anak

tunggal dipandang oleh anak-anak lain sebagai individu yang bertindak sesuai dengan

kepentingan mereka sendiri sementara anak-anak yang memiliki saudara kandung

dipandang sebagai individu yang dapat bergabung dengan anak-anak yang lain dalam

bermain dan berpartisipasi atau lebih dalam kegiatan kolektif.

Didalam keluarga terdapat orang tua dan saudara kandung, namun hubungan

(24)

pengaruh dalam melakukan sosialisasi terhadap mahasiswa dibandingkan dengan orang

tua (Santrock, 2007). Kompetensi interpersonal mahasiswa yang memiliki saudara

kandung lebih tinggi karena keberadaan saudara kandung dapat memunculkan

konflik-konflik yang mendorong mahasiswa untuk mengasah kemampuannya dalam

menyelesaikan atau memecahkan konflik tersebut bersama saudara kandungnya,

kemampuan mengatasi konflik interpersonal yang dimiliki mahasiswa bersaudara

kandung tersebut menunjukkan adanya kompetensi interpersonal yang baik. Hubungan

saudara pada individu meliputi menolong, berbagi, mengajari, berkelahi, dan bermain,

bisa juga bertindak sebagai dukungan emosional, saingan, dan mitra komunikasi

(Carlson, 1995). Hubungan yang biasa terjadi antar mahasiswa dengan saudara

kandungnya tersebut menghasilkan kemampuan-kemampuan yang menjadikan

mahasiswa memiliki kompetensi interpersonal yang baik, seperti kemampuannya dalam

mengungkapkan diri atau keterbukaan diri, kemampuan untuk asertif dan mampu

mengungkapkan ketidaksenangan atas suatu hal yang tidak sesuai dengan dirinya serta

mampu memberikan dukungan emosional terhadap orang lain yang membutuhkan. Oleh

karena itu mahasiswa yang memiliki saudara kandung akan lebih mudah untuk memulai

menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain karena sudah terbiasa berhubungan

dan menjalin komunikasi dengan saudara kandungnya. Hal tersebut terbukti pada hasil

penelitian yang menunjukkan kompetensi interpersonal mahasiswa yang memiliki

saudara kandung cenderung berada pada kategori tinggi dengan presentase 70%.

Berbeda dengan mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung atau disebut

anak tunggal, mereka sejak kecil lebih didominasi oleh orang tuanya karena tidak perlu

bersaing dengan saudara-saudara kandungnya untuk mendapatkan perhatian, bantuan

(25)

18

dominasi, diremehkan atau mengalami interaksi interpersonal selain dengan

orangtuanya (Hadibroto, Alam, Suryaputra dan Olivia, 2002). Interaksi interpersonal

anak tunggal yang lebih sering terjadi dengan orang tuanya menyebabkan rendahnya

kemampuan membina hubungan interpersonal dengan orang lain selain orang tua.

Apabila sejak kecil anak tunggal tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang

individual maka saat memasuki masa dewasa awal akan mengalami kesulitan dalam

menjalin hubungan interpersonal dengan lingkungannya.

Sesuai hasil analisis deskriptif, mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung

kebanyakan memiliki kompetensi interpersonal yang sedang. Hal ini dapat disebabkan

karena tidak adanya pengalaman hubungan interpersonal dengan saudara kandung sejak

kecil sehingga mahasiswa perlu usaha lebih untuk dapat bersosialisasi, namun

pengalaman menjalin hubungan interpersonal mereka pada saat berada di Sekolah

Dasar, Sekolah menengah Pertama dan Sekolah Menengah Akhir cukup membantu

mereka untuk mengembangkan hubungan interpersonal mereka saat memasuki

perkuliahan sehingga kompetensi interpersonal berada pada kategori sedang akan cukup

membantu mahasiswa untuk dapat bersosialisasi dibandingkan dengan kompetensi

interpersonal yang rendah atau sangat rendah.

Saat individu memasuki masa dewasa awal dan pendidikan yang lebih tinggi

yaitu perkuliahan, mereka akan menghadapi lebih banyak orang-orang baru yang belum

dikenal karena lingkungan sosialnya semakin luas. Mereka membutuhkan kompetensi

interpersonal untuk dapat menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan

lingkungan barunya. Kompetensi interpersonal tidak dapat dimiliki secara instan atau

tiba-tiba, melainkan dipupuk sejak kecil dengan sering menjalin hubungan interpersonal

(26)

sejak lahir hingga menjadi dewasa (Saripuddin, 2009), serta menjadi model dan

pembimbing dalam mengajarkan pola-pola perilaku yang dapat diterima secara sosial

(Hurlock, 1999). Hubungan dengan anggota keluarga, akan menjadi landasan sikap

terhadap orang lain, benda dan kehidupan secara umum (Susilowati, 2007).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang perbedaan kompetensi

interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung,

maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kompetensi interpersonal yang

sangat signifikan antara kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan

tidak memiliki saudara kandung. Kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang

memiliki saudara kandung lebih tinggi daripada yang tidak memiliki saudara kandung.

Keberadaan saudara kandung berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal

mahasiswa sehingga berada pada kategori tinggi sedangkan mahasiswa yang tidak

memiliki saudara kandung berada pada kategori sedang.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya

keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai

berikut:

1. Bagi mahasiswa yang memiliki saudara kandung

Saudara kandung ternyata dapat meningkatkan kompetensi interpersonal. Bagi

(27)

20

berinteraksi karena saudara sekandung sangat membantu seseorang belajar tentang

berkomunikasi, berkonflik dan memecahkan konflik, serta saling tolong menolong.

2. Bagi mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara

kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki

saudara kandung pada mahasiswa UKSW. Oleh karena itu bagi para mahasiswa

yang tidak memiliki saudara kandung harus tetap memiliki kemauan untuk

berkomunikasi, berkonflik dan memecahkan konflik, serta saling tolong menolong

dengan saudara sepupu atau teman sebayanya.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti merekomendasikan kepada peneliti yang mendatang agar menambah

jumlah sampel mahasiswa dari beberapa universitas yang berada di satu kota atau

penelitian dilanjutkan menggunakan faktor-faktor lain yang mendukung

terbentuknya kompetensi interpersonal pada individu, seperti: Umur, jenis kelamin,

kemampuan menerima diri, kemampuan penyesuaian diri, kemampuan berempati,

menghargai orang lain, komunikasi yang baik, latar belakang pendidikan,

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Edisi V. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Binotiana. (2008). Gambaran Sibling Rivalry pada Anak ADHD dan Saudara Kandungnya. Skripsi. (diterbitkan). Depok: Universitas Indonesia. Diunduh pada 24 Oktober 2013, dari http://lib.ui.ac.id

Budiarjo, A. (1991). Kamus Psikologi. Semarang: Effhar Offset.

Buhrmester, D., Furman, W., Wittenberg, M.T., & Reis, D. (1988). Five Domain of Interpersonal Competence in Peer Relationships. Journal of Personality and Social Psychology, 55 (6), 991-1008. Retrieved October 14, 2013, from https://www.du.edu/psychology/relationshipcenter/publications/buhrmester_fu rman_wittenberg_reis_1988.pdf

Chaplin, J. P. (2001). Kamus Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.

Cohen, S., Sherrad, D.R., & Clark, M.S., (1986). Social Skills and the Stress Protective Role of Social Support. Journal of Personality and Social Psychology, 30:

963-973. Retrieved March 27, 2014, from

http://kungfu.psy.cmu.edu/~scohen/socskills86.pdf

Emmaretha, M.W. (2012). Menumbuhkan Keterampilan Komunikasi Anak Sejak Dini.

Kaskus. Diunduh pada 28 Januari 2014,

darihttp://www.kaskus.co.id/thread/50c55dcc611243d91c000027/menumbuhk an-keterampilan-komunikasi-anak-sejak-dini

Gracinia, J. (2004). Mengasuh Anak Tunggal. Jakarta: Gramedia.

Gunarsa, S.D., Yulia. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Cetakan ke-13. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hadibroto, I., Alam, S., Suryaputra, E., Olivia, E. (2002). Misteri Perilaku Anak Sulung, Tengah, Bungsu, dan Tunggal: Mengenali Konsep Urutan Kelahiran untuk Memahami Orang Lain dan Diri Sendiri. Jakarta: Gramedia.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan: Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

Idrus, M. (2007). Hubungan antara Teman Sebaya dengan Kompetensi Interpersonal Mahasiswa. Skripsi. (diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Diunduh pada 14 Oktober 2013, dari http://kajian.uii.ac.id/wp-

(29)

22

_______. (2009). Kompetensi Interpersonal Mahasiswa. Unisia, Vol. XXXII, No. 72.

Diunduh pada 14 Oktober 2013, dari

http://journal.uii.ac.id/index.php/Unisia/article/ viewFile/2717/2504

Jiao, S., Ji, G., Jing, Q. (tahuntidaksebutkan).Comparative Study of Behavioral Qualities of Only Children and Sibling Children. Research in Child Development, 1986, 57, 357-361. Retrieved September 12, 2013, from http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=4d646cb3-e9a8-43a88535-1f22724683a4%40sessionmgr110&vid=0&hid=101

Kartono, K., Dali, G. (2001). Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.

Minnett, A.M., Vandell, D.L., Santrock, J.W. (1983). The Effects of Sibling Status on Sibling Interaction: Influence of Birth Order, Age Spacing, Sex of Child and Sex of Sibling. Research in Child Development, 1983, 54, 1064-1072. Retrieved February 10, 2014, from

http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=3caf1adc-4c86-428c-b542-05f9dc506165%40sessionmgr115&vid=0&hid=101

Monks, F.J. (1999). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pratiwi, M. M. Shinta. (1988). Kemampuan Hubungan Interpersonal Ditinjau Dari Konsep Diri pada Siswi Sekolah Perawat Kesehatan St. Elisabeth Semarang.

Skripsi. (diterbitkan) Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik

Soegijapranoto. Diunduh pada 14 Oktober 2013, dari

http://eprints.unika.ac.id/12208/1/92.40.1324_MM._Shinta_Pratiwi.pdf

Rakhmat, J. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Santrock, J. W. (1999). Life-Span Development: Edisi VIIt. New York: Mc Graw Hill

____________. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup: Edisi 5. Jakarta: Erlangga

____________. (2007). Perkembangan Anak: Edisi 7, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Saripuddin, M. (2009). Hubungan Kenakalan Remaja dengan Fungsi Sosial Keluarga.

Skripsi. (diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Diunduh pada 15 Oktober 2013, dari http://digilib.uin-suka.ac.id/2970/

Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

________. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprapto. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan Sosial: Cet. 1. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).

(30)

Susilowati, A. (2007). Pengaruh Hubungan Antar Saudara Kandung Terhadap Kecenderungan Munculnya Perilaku Delinkuensi Pada Remaja.Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh pada 15 Oktober 2013, dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23228

Yahaya, A. (2010). Permasalah Sosial di kalangan Remaja: Satu Cabaran. Jabatan Pendidikan Asas. Skudai Johor: Fakulti Pendidikan Universiti Teknologi

Malaysia. Retrieved October 17, 2014, from

http://eprints.utm.my/10444/1/Permasalah_Sosial_di_kalangan_Remaja.pdf

Volling, B.L., Blandon, A.Y. (2003). Positive Indicators of Sibling Relationship Quality: Psychometric Analyses of The Sibling Inventory of Behavior (SIB).

Child Trends Positive Outcomes Conferences. Retrieved October 27, 2014, from http://www.childtrends.org/wp-content/uploads/2013/05/Child_Trends-2003_03_12_PD_PDConfVollBlan.pdf

Wong, D.L., Eaton, M.H., Wilson, D., Winklestein, M.L., Schwartz, P. (2008). Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (Ed. 6 & Trans.), Wongs Essentials of

Pediatric Nursing (Vol. 1, hal. 45-46). Diunduh dari

Gambar

Tabel 2. Kriteria Skor Kompetensi Interpersonal
Tabel 3. Kriteria Skor Kompetensi Interpersonal
Tabel 4. Perbedaan Kompetensi Interpersonal pada Mahasiswa yang Memiliki dan Tidak

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhirnya relawan demokrasi ini dapat menggerakan masyarakat tempat mereka berada, agar mau menggunakan hak pilihnya dengan bijaksana serta penuh tanggung

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) dan memenuhi persyaratan SBU Bidang Arsitektural

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan syarat menjadi Relawan Demokrasi dalam Pemilihan Gubernur dan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) dan memenuhi persyaratan SBU Bidang Arsitektural

Untuk mengetahui keterlaksanaan model latihan inkuiri selama proses pembelajaran dalam penelitian ini, maka dilakukan observasi terhadap tahapan model latihan

Dari kajian ini, disarankan beberapa hal sebagai berikut: (1) Perbaikan aspek-aspek GMP, antara lain: desain ruang pengolahan, fasilitas pabrik, peralatan produksi, dan

Pada butir soal nomor 5 aspek menguraikan ide matematika mahasiswa dalam mengukur kesalahan konsep menjawab dengan benar, menjawab tidak lengkap dan ada mahasiswa