19
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILA
(
Oreochromis
sp.) YANG DIPELIHARA PADA MEDIA BERSALINITAS
Aliyas1, Samliok Ndobe dan Zakirah Raihani Ya’la2 ikanaliyas@gmail.com
1
(Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako) 2
(Dosen Program Studi Magister Ilmu-ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract
Tilapia has a high tolerance to salinity waters. This study aims to assess the growth and survival of tilapia reared at salinity. Assessing the optimal salinity for the growth and survival of tilapia fish. This study will use a completely randomized design (CRD). Completely randomized design to be used consists of 4 levels of treatment with each of 4 replicates ie Treatment A: Maintenance of tilapia in medium salinity 0 ppt, Treatment B: Maintenance of tilapia in the media with a salinity of 10 ppt, Treatment C: Maintenance fish indigo in media with 20 ppt salinity, treatment D: Maintenance of tilapia in media with 30 ppt salinity The variables measured were daily growth rate and survival of tilapia reared at salinity media The results showed that the growth of tilapia is affected by salinity, The highest absolute growth value was obtained at a salinity of 20 ppt with an average of 2.68 grams, then followed at a salinity of 30 ppt with an average of 2.35 grams and a salinity of 10 ppt with an average of 2.31 grams and the best growth rate achieved at a salinity of 20 ppt is 26,48%. Tilapia fish survival was not significantly different in the four treatments. This suggests that the increase in salinity from 0 ppt - 30 ppt does not affect the survival of tilapia fish
Keywords: Salinity, Growth, Survival Rate
Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang populer di kalangan masyarakat. Oleh karena kepopulerannya itu membuat ikan nila memiliki prospek usaha yang cukup menjanjikan. Apabila ditinjau dari segi pertumbuhan, ikan nila merupakan jenis ikan yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai bobot tubuh yang jauh lebih besar dengan tingkat produktivitas yang cukup tinggi.
Faktor lain yang memegang peranan penting atas prospek ikan nila adalah rasa dagingnya yang khas, warna dagingnya yang putih bersih dan tidak berduri dengan kandungan gizi yang cukup tinggi, sehingga sering dijadikan sebagai sumber protein yang murah dan mudah didapat, serta memiliki harga jual yang terjangkau oleh masyarakat.
Ditinjau dari aspek produktivitas ikan nila sangat potensial dan produktif apabila dibudidaya di berbagai lahan, bukan hanya di kolam tetapi juga dipelihara di
tambak-tambak air payau, Karamba Jaring Apung (KJA), serta di lahan sawah baik sebagai penyelang, palawija maupun minapadi. Hal ini karena ikan nila memiliki batasan toleransi yang cukup tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan perairan.
Salinitas merupakan salah satu
parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi suatu organisme dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain mempengaruhi laju
pertumbuhan, jumlah makanan yang
dikonsumsi (konversi makanan) dan
kelangsungan hidup. Salinitas sebagai salah
satu parameter kualitas air yang
Jenis ikan nila termasuk euryhalin, sehingga memiliki konsentrasi cairan tubuh
yang mampu bertindak sebagai
osmoregulator, memiliki kemampuan untuk
mempertahankan kemantapan osmotik
millieu interieurnya, dengan cara mengatur osmolaritas (kandungan garam dan air), pada cairan internalnya. Sesuai dengan respon osmotiknya, ikan nila termasuk tipe
osmoregulator (Pullin, et.al. 1992). Ikan nila
yang masih kecil atau benih biasanya lebih cepat menyesuaikan diri terhadap kenaikan salinitas dibandingkan ikan nila yang berukuran besar
Ikan nila yang masih berukuran kecil
pada umumnya lebih tahan terhadap
perubahan lingkungan, dibandingkan dengan ikan nila yang berukuran besar (Khairuman dan Amri, 2003). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suyanto (2010), bahwa benih ikan nila akan lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan dengan ikan nila dewasa. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan nila disamping suhu dan pH adalah salinitas atau kadar garam suatu lingkungan perairan.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan April - Juni 2015.
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode rancangan
ekperimental (experimental design)
menggunakan pola Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Rancangan Acak Lengkap yang digunakan terdiri atas 4 taraf perlakuan dengan masing-masing 4 kali ulangan, sehingga jumlah satuan percobaan adalah 16 buah. Penelitian ini menggunakan media berupa air tawar dan air laut, dimana untuk mendapatkan salinitas 0 ppt menggunakan air tawar, sedangkan untuk mendapatkan media yang bersalinitas 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt dilakukan pengenceran air laut.
Persiapan alat pengukuran dan wadah penelitian yang dilakukan adalah menyiapkan
sistem aerasi, aklimatisasi ikan uji terhadap salinitas dan pengambilan contoh terhadap bobot ikan dan pengukuran kualitas air pada awal penelitian.
Ikan uji diaklimatisasi terlebih dahulu dengan tujuan agar ikan tidak stres terhadap perubahan salinitas yang ada. Aklimatisasi dilakukan secara bertahap hingga benih dapat beradaptasi dengan air di lingkungan barunya (sesuai dengan salinitas yang diinginkan 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt). Adaptasi ikan nila pada air asin dilakukan dengan penambahan air laut setiap
hari sebesar 3–4 ppt dalam 8–10 jam hingga
air di dalam wadah mencapai salinitas 30 ppt.
Data yang diperoleh selanjutnya
dianalisis dengan analisis ragam/Analisis Of
Variance (ANOVA) untuk mengetahui
pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Model matematika Rancangan Acak Lengkap tersebut menurut Steel dan Torrie (1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju Pertumbuhan
Mudjiman (2004) menyatakan bahwa
laju pertumbuhan adalah perbedaan
pertumbuhan mutlak yang terukur
berdasarkan urutan waktu. Pertumbuhan dapat dibagi dua, yaitu pertumbuhan mutlak
dan pertumbuhan relatif. Pertumbuhan
mutlak adalah rata-rata ukuran total tiap umur. Sedangkan pertumbuhan harian adalah persentase pertambahan pertumbuhan tiap selang waktu.
Pertumbuhan Mutlak
Berdasarkan grafik pertumbuhan
Gambar 1. Grafik pertumbuhan ikan nila
Pada akhir ke-60, pertumbuhan mutlak ikan nila di salinitas yang berbeda adalah berbeda nyata (P<0,05). Nilai pertumbuhan mutlak tertinggi diperoleh pada salinitas 20 ppt dengan rata-rata 2,68 gram, kemudian diikuti pada salinitas 30 ppt dengan rata-rata 2,35 gram dan salinitas 10 ppt dengan rata-rata 2,31 gram, dengan menggunakan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) diperoleh hasil,
bahwa perbedaan nyata terjadi pada kondisi salinitas 0 ppt terhadap kondisi 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt dengan rata-rata pertumbuhan mutlak untuk salnitas 0 ppt adalah rata-rata 2,08 gram. Perbedaan pertumbuhan mutlak antar salinitas dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan mutlak
Tabel 1. Pertumbuhan Mutlak Ikan Nila (gram)
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3 4
Salinitas 0 ppt 2,15 2,11 1,99 2,06 8,31 2,08
Salinitas 10 ppt 2,21 2,32 2,42 2,27 9,22 2,31
Salinitas 20 ppt 2,83 2,66 2,93 2,29 10,71 2,68
Salinitas 30 ppt 2,29 2,63 2,15 2,32 9,39 2,35
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
B
er
a
t
ik
a
n
(g
r)
Hari Ke-
Salinitas 0 ppt
Salinitas 10 ppt
Salinitas 20 ppt
Salinitas 30 ppt
2.08
2.31
2.68
2.35
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
0 ppt 10 ppt 20 ppt 30 ppt
P
er
ta
m
b
ah
an
b
er
at
m
u
tl
ak
(g
r)
Pertumbuhan Harian
Pertumbuhan harian adalah persentase pertambahan pertumbuhan tiap selang waktu. Laju pertumbuhan harian ikan nila meningkat dengan peningkatan salinitas sampai 20 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan nila dipengaruhi oleh salinitas media, dan laju pertumbuhan harian terbaik dicapai pada perlakuan salinitas 20 ppt yaitu 26,48% (Gambar 3). Peningkatan
Salinitas menyebabkan meningkatnya
tekanan osmotik perairan (Boyd,1990).
Pertumbuhan merupakan suatu
perubahan bentuk akibat pertambahan
panjang, berat dan volume dalam periode tertentu secara individual. Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai pertambahan jumlah sel-sel secara mitosis yang pada akhirnya menyebabkan perubahan ukuran jaringan. Pertumbuhan bagi suatu populasi adalah pertambahan jumlah individu, dimana faktor yang mempengaruhinya dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, keturunan dan jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, makanan, penyakit, media budidaya, dan sebagainya (Effendi, 1997).
Menurut Khairuman dan Amri (2003), menyatakan bahwa laju pertumbuhan tubuh ikan Nila (Oreochromis niloticus), yang dibudidayakan tergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan serta interaksinya. Laju pertumbuhan ikan Nila (Oreochromis niloticus), lebih cepat jika dipelihara di kolam yang airnya dangkal dibandingkan di kolam yang airnya dalam. Penyebabnya adalah karena di perairan yang dangkal, pertumbuhan tanaman air sangat cepat sehingga ikan nila (Oreochromis niloticus) menjadikannya sebagai makanan
Effendi (1997) menyatakan bahwa, secara sederhana, pertumbuhan merupakan proses pertambahan dimensi tertentu dalam
kurun waktu tertentu. Akan tetapi,
pertumbuhan dalam individu merupakan pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel yang terjadi akibat kelebihan input energi
dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Pada penelitian ini, pertumbuhan
ikan nila yang diukur menggunakan
perhitungan pertumbuhan mutlak, dan laju pertumbuhan harian adalah berbeda nyata
antar perlakuan. Dimana, pertumbuhan
terbaik diperoleh pada perlakuan 20 ppt, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada perlakuan 0 ppt. Dengan menggunakan uji lanjutan BNJ, diperoleh bahwa perlakuan 20 ppt adalah tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10 ppt dan 30 ppt dan perlakuan 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt berbeda nyata dengan perlakuan 0 ppt.
Benih ikan nila merah yang hidup pada perairan dengan salinitas 0 ppt bersifat hypertonik terhadap lingkungannya, yaitu tekanan osmotik dalam jeringan tubuhnya lebih besar dari pada tekanan lingkungannya Kenaikan salinitas air media percobaan benih ikan nila merah dapat berpengaruh terhadap
konsumsi oksigen. Dengan semakin
meningkatnya perbedaan salinitas juga
menimbulkan perbedaan tekanan
lingkungannya. Akibatnya larutan garam masuk ke dalam jaringan tubuh benih ikan nila merah melalui membran semipermiabel dalam jumlah yang berlebihan, sehingga cairan tubuh benih ikan nila merah menjadi lebih pekat.
Setiawati & Suprayudi (2003),
menyatakan bahwa sepsis ikan nila mampu beradaptasi pada media bersalinitas tinggi, karena kemampuan osmoregulasinya cukup baik. Nilai laju pertumbuhan harian rata-rata ikan nila merah semakin meningkat dengan meningginya kadar salinitas mulai dari 10
ppt. Dilaporkan pula bahwa laju
pertumbuhan harian tertinggi yaitu pada salinitas 20 ppt, tetapi tidak berbeda dengan ikan yang dipelihara pada media bersalinitas 10 ppt dan 15 ppt. Adanya perbedaan laju pertumbuhan (p < 0,05) menunjukan bahwa ikan nila merah yang dipelihara pada media bersalinitas lebih baik dalam memanfaatkan
sumber energi pakannya. Selanjutnya
20ppt, kondisi tekanan osmotik media mendekati tekanan osmotik tubuh ikan nila merah atau disebut isoosmotik.
Menurut Stickney (1979) dalam
Setiawati & Suprayudi (2003), bahwa kondisi isoosmotik dapat meningkatkan pertumbuhan karena energi untuk kebutuhan osmoregulasi lebih kecil atau tidak ada, akibatnya energi untuk pertumbuhan tersedia dalam jumlah yang lebih besar. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa peningkatan salinitas berperan
terhadap pemanfaatan energi pakan, karena lebih banyak protein tersimpan (diretensi) dan hanya sedikit yang terurai atau
dimanfaatkan untuk energi dalam
mempertahankan keseimbangan
garam-garam tubuh.
Perbedaan pertumbuhan relatif pada media salinitas yang berbeda diduga terkait dengan takanan osmotik cairan tubuh dan
lingkungan. Semakin jauh perbedaan
tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik lingkungan, maka akan semakin banyak beban kerja energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi pada lingkungan yang bersalinitas (Fujaya, 2004)
Perbedaan pertumbuhan antar
perlakuan pada penelitian ini disebabkan oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan proses pertumbuhan ikan adalah metabolisme, penggunaan energi metabolisme, hormon pertumbuhan dan mitosis. Boeuf dan Payan (2001) menyatakan
bahwa beberapa faktor utama yang
berhubungan dengan pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan ikan adalah energi
metabolisme, tingkat pasokan pakan,
tingkatan pencernaan rotein dan stimulasi hormon. Menurut Fujaya (2004), ikan akan mengkonsumsi pakan hingga memenuhi kebutuhan energinya, sebagian besar pakan digunakan untuk proses metabolisme dan sisanya digunakan untuk beraktifitas lain seperti pertumbuhan.
Pertumbuhan terbaik diperoleh pada perlakuan 20 ppt diakibatkan banyaknya
faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan seperti yang dipaparkan Boeuf and Payan (2001). Kondisi 20 ppt, merupakan kondisi yang paling dekat dengan kondisi isoosmotik pada ikan nila. Pada kondisi isoosmotik, ikan
hanya sedikit menggunakan energi
metabolisme untuk proses osmoregulasi. Dapat dikatakan bahwa, pada perlakuan 20 ppt hanya sedikit menggunakan energi metabolisme dan mengalokasikannya untuk meningkatkan bobot tubuh.
Ikan air tawar menghadapi kondisi kehilangan garam internal dan masuknya cairan eksternal kedalam tubuh, sedangkan pada air laut ikan mengalami pemasokan garam eksternal ke dalam tubuh dan pengeluaran cairan internal tubuh. Boeuf dan Payan (2001) mengemukakan bahwa, ikan air laut memiliki laju metabolisme yang lebih tinggi dari pada di air tawar. Satu faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah stimulasi hormon. Fujaya (2004) mengatakan bahwa, hormon pertumbuhan meningkatkan transpor asam amino melalui membran atau mempercepat proses kimia sintesis protein sehingga protein jaringan bertambah. Selain itu, hormon pertumbuhan meningkatkan kecepatan pengeluaran lemak sehingga lemak tersedia sebagai sumber energi. Oleh karena itu, pada penelitian ini, tingginya nilai pertumbuhan mutlak pada kondisi 10 ppt dan 30 ppt diakibatkan oleh
besarnya pengaruh hormon yang
mengstimulasi pertumbuhan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Aboumurad
(2009) yang menelti tingkat Growth
Hormone (GH) pada Oreochromis niloticus,
Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup benih ikan nila pada setiap perlakuan merupakan rata-rata persentase dari jumlah ikan yang hidup dan
jumlah ikan yang ditebar selama
pemeliharaan. Selanjutnya dilakukan
pengujian menggunakan sidik ragam. Hasil analisis ragam antar perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup benih ikan nila tidak berbeda nyata pada keempat perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan salinitas dari 0 ppt sampai 30 ppt tidak mempengaruhi kelangsungan hidup benih ikan nila. Kondisi
ini disebabkan ikan nila bersifat euryhalin,
sehingga mampu mentoleransi salinitas sampai 30 ppt. Sesuai pendapat Kordi (2013), bahwa ikan nila dapat hidup di perairan dengan salinitas 0 ppt sampai 35 ppt namun, salinitas yang sesuai bagi ikan nila untuk hidup optimal, 0 ppt sampai 30 ppt. Nilai rata-rata kelangsungan hidup yang
cukup tinggi, masing-masing untuk perlakuan salinitas 0 ppt = 70%, 10 ppt = 75%, 20 ppt = 77,5% dan 30 ppt = 72,5%. Persentase kelangsungan hidup tersebut menunjukkan bahwa benih ikan nila mampu
beradaptasi pada kondisi lingkungan
bersalinitas 30 ppt.
Tingginya tingkat kelangsungan
hidup ikan nila pada berbagai media salinitas tersebut, menunjukkan bahwa ikan nila bersifat euryhaline. Hepher dan Priguinin (1981) menyatakan bahwa spesies ikan nila mampu beradaptasi pada media bersalinitas tinggi, karena kemampuan osmoregulasinya cukup baik. Perbedaan tingkat kelangsungan hidup menunjukkan bahwa ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas lebih baik
dalam memanfaatkan sumber energi
pakannya dan diduga pada media salinitas 0
ppt – 30 ppt kondisi tekanan osmotik media
mendekati tekanan osmotik ikan nila atau disebut isoosmotik.
Gambar 3. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Pada Media Bersalinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt
Setiap organisme mempunyai kemampuan
yang berbeda-beda untuk menghadapi
masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan terhadap perubahan osmotik lingkungan eksternalnya. Untuk menghadapi masalah ini hewan melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan cara mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan
lingkungannya, melakukan pengambilan
garam secara selektif. Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasinya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan dengan normal.
Holliday (1969), menyatakan bahwa kemampuan ikan untuk bertahan pada
media bersalinitas tergantung pada
70 75 77.5 72.5
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 ppt 10 ppt 20 ppt 30 ppt
K
el
ang
sung
an
H
idup
(%
)
kemampuan untuk mengatur cairan tubuh sehingga mampu mempertahankan tingkat tekanan osmotik yang mendekati normal. Kesempurnaan organ dari ikan uji merupakan salah satu faktor utama yang mendukung keberhasilan dari adaptasi ikan-ikan uji yang
digunakan terhadap perlakuan yang
diberikan. Ikan nila merupakan ikan yang dikenal sebagai ikan Euryhalin. Untuk ikan-ikan Euryhalin, memiliki kemampuan yang cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media.
Dari pernyataan diatas maka dapat dikatakan bahwa ikan akan memiliki tingkat kelangsungan hidup optimal jika dipelihara pada salinitas 0 ppt (air tawar) hingga air bersalinitas 30 ppt. Hal ini sesuai dengan penyataan Kordi (2013), bahwa ikan nila dapat hidup di perairan dengan salinitas 0 ppt - 35 ppt namun, salinitas yang sesuai bagi ikan nila untuk hidup optimal, 0 ppt - 30 ppt.
Salinitas merupakan salah satu
parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi suatu organisme dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain mempengaruhi laju
pertumbuhan, jumlah makanan yang
dikonsumsi (konversi makanan) dan daya kelangsungan hidup (Andrianto, 2005). Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama.
Salinitas air adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat didalam perairan. Pengertian salinitas air yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan. Hal ini dikarenakan salinitas air ini merupakan gambaran tentang padatan total didalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh chlorida dan semua bahan organik telah dioksidasi.
Nila adalah salah satu ikan air tawar yang dapat dibudidayakan di air payau maupun laut. Pasalnya, ikan nila tergolong
ikan euryhaline atau toleran terhadap kisaran salinitas yang luas. Nila yang dibudidayakan di air payau mempunyai rasa yang lebih gurih daripada yang dipelihara di air tawar. Pasalnya, ikan secara aktif menyerap garam
(Na+, K+, Cl-) melalui insangnya.
Garam-garam tersebut juga terserap kedalam
tubuhnya melalui kulit atau melalui
osmoregulasi. Karena itu nila yang dipelihara di air payau mempunyai cita rasa, tekstur dan bau daging yang lebih baik dibandingkan dengan nila yang dipelihara di air tawar. Nila merah yang dipelihara di air asin mempunyai daging yang lebih tebal, bertekstur kompak, berbau segar dan rasanya gurih. (Kordi, 2013)
Osmoregulasi bagi ikan adalah upaya ikan mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik (Marshall, et al, 2006). Selanjutnya menyatakan bahwa ginjal akan memompakan kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah yang banyak dengan diameter yang besar. Hal ini bertujuan untuk menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya. Air seni yang keluar dari tubuh ikan sangat encer dan
mengandung sejumlah kecil senyawa
nitrogen. Proses osmeregulasi juga
menghasilkan produk buangan seperti feses dan amoniak, sehingga media pemeliharaan akan berwarna keruh sebagai akibat banyak feses yang dikeluarkan ikan. Dampak dari
ekskresi nitrogen tersebut akan
dimasukkan dalam media termasuk intensitas parasit, tingkat stress dan lain-lain. Untuk air
tawar, organ yang terlibat dalam
osmoregulasi antara lain insang, usus dan ginjal.
Perubahan kadar salinitas
mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya
dapat bekerja secara normal kembali
(Stickney, 1979). Selanjutnya dinyatakan, apabila salinitas semakin tinggi, ikan akan berupaya terus agar kondisi homeostatis dalam tubuhnya tercapai hingga batas toleransi yang dimilikinya. Kerja osmotik memerlukan energi yang tinggi pula.
Stickney (1979) dalam Asmawi (1983), menyatakan bahwa ikan yang dipelihara pada
kondisi salinitas yang sama dengan
konsentrasi ion dalam darah akan lebih
banyak menggunakan energi untuk
pertumbuhan sedangkan semakin tinggi perbedaan antara kondisi salinitas dengan
konsentrasi ion dalam darah maka ikan cenderung akan terganggu pertumbuhannya bahkan mengalami kematian. Khairuman dan Amri (2003), menyatakan bahwa ikan nila Gift lebih tahan terhadap lingkungan yang kurang baik dan memiliki toleransi
salinitas pada kisaran 0 ppt – 15 ppt,
sehingga bisa dipelihara di air payau.
Kualitas Air
Air merupakan media atau habitat yang paling penting bagi kehidupan ikan. Suplai air yang memadai akan memecahkan berbagai masalah dalam budidaya ikan. Selain itu, kualitas air yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam budidaya ikan. Suhu mempengaruhi aktifitas ikan seperti pernapasan dan reproduksi (Hueet, 1972). Suhu air sangat berkaitan erat dengan
konsentrasi oksigen terlarut dan laju
konsumsi oksigen hewan air. Suhu air media selama penelitian masih berada dalam kisaran yang optimum untuk kehidupan ikan Nila (Oreochromis niloticus).
Tabel 2. Data Kualitas air selama penelitian
Hari Ke- Parameter Kualitas Air
Suhu (0C) pH
0 26,7 7,72
10 26,5 7,69
20 27,3 7,76
30 26,8 7,82
40 28,44 7,71
50 28,24 7,79
60 27,7 7,66
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa suhu
air berkisar 26,5 0C – 28,44 0C. Kisaran suhu
tersebut masih optimal untuk pertumbuhan ikan nila. Menurut Suyanto (1994) bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan ikan nila
antara 25 0C –30 0C. Suhu air berpengaruh
terhadap nafsu makan dan proses
metabolisme ikan. Pada suhu rendah proses pencernaan makanan pada ikan berlangsung lambat, sedangkan pada suhu hangat proses pencernaan berlangsung lebih cepat
Derajat keasaman pH dalam penelitian
ini berkisar antara 7,66 – 7,82. Kisaran pH
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Peningkatan salinitas dari 0 ppt–30 ppt
tidak mempengaruhi kelangsungan hidup benih ikan nila, tetapi berpengaruh terhadap
laju pertumbuhan hariannya. Laju
pertumbuhan harian benih ikan nila
meningkat dengan peningkatan salinitas. Pertumbuhan harian terbaik (tertinggi) dalam penelitian ini adalah pada perlakuan salinitas 20 ppt. Berdasarkan nilai kualitas air masih dalam kisaran normal dan layak untuk media ikan nila.
Rekomendasi
Sehubungan dengan usaha ektensifikasi lahan budidaya sebagai salah satu alternatif adalah mentransfer lokasi budidaya ikan nila dari perairan tawar ke perairan payau. Pengaruh salinitas pada laju pertumbuhan ikan nila pada penelitian ini belum mencapai titik laju pertumbuhan maksimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
memperkecil selang (rentang) salinitas
penerapan perlakuan
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Samliok Ndobe dan Ibu Zakirah Raihani Ya’la yang diantara kesibukannya masih dapat membimbing penulis sehingga artikel ini dapat diselesaikan.
DAFTAR RUJUKAN
Amri, K dan Khairuman 2003. Budidaya Ikan nila secara intensif. Jakarta: PT. Agro Media
Andriato, T. T. 2005. Pedoman Praktis
Budidaya Ikan. Absolut. Yogyakarta
Asmawi. 1983. Pemeliharaan ikan dalam
keramba. Jakarta: PT. Gramedia.
Balarin, J.D., 1976. Tilapia aquide to their
Biology and Culture in Africa. Univercity of Stirling. Scotland. 151
Boeuf, G and P. Payan 2001 . How salinity
influence fish growth. Elsevier
Comperative Biochemistry and
Physiology. Part C 1302001, 411-423
Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Warm
Fish Ponds for Aquaculture. Auburn
University, Agriculture Experiment
Nation, Alabama. Hal. 482
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan.
Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta El-Sayed, A. F. M., 2006. Tilapia culture. CABI Publishing, UK. Gupta, M. V. And B. O. Acosta, 2004. A review of
global tilapia farming practices.
Aquaculture Asia. IX (1)
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan (dasar
pengembangan teknik perikanan). Rineka Cipta, Jakarta.
Holliday, F.C.T. 1969. The Effect of Salinity on the Eggs and Larvae of Teleosts. In Hoar, W.S and D.J. Randall (Eds). Fish Physiology, Vol. I. Academic Press, transport, osmoregulation, and acid-base balance. In the Physiology of Fishes, Evans, D.H., and Claiborne, J.B. (eds.). taylor and Francis Group.
Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan. Ed.
Revisi. Seri Agriwawasan. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta
Pullin,R.S.V, dan Jay Maclean. 1992.
Analysis of Research for the
Dvelopment of Tilapia FarmingAn
Interdisciplinary is Lacking.
Netherlands Journal Of Zoology
Setiawati. M dan M.A Suprayudi. 2003. Pertumbuhan dan Efesiensi Pakan Ikan nila Merah (Oreochomis sp.) Yang Dipelihara pada Media Bersalinitas, 2(1), 27–30.