Implikasi Manajemen Keuangan Sekolah
Terhadap Kualitas Pendidikan
David Wijaya*)
*) Dosen Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
alah satu prinsip dalam setiap organisasi ialah efisiensi yang kerap kali menjadi penentu dalam keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Efisiensi mencakup penggunaan semua sumber daya yang tersedia termasuk tenaga, waktu, dan dana. Tulisan ini secara khusus membahas manajemen keuangan sekolah di dalam perspektif akuntansi. Menyadari manajemen keuangan sekolah berbeda dengan manajemen keuangan perusahaan yang berorientasi kepada laba, telaahan dalam tulisan difokuskan pada tata kelola administrasi keuangan sekolah berdasarkan sistem manajemen keuangan yang baku sesuai dengan standar akuntansi dan keuangan yang berlaku secara umum.
Kata kunci: Manajemen keuangan sekolah, kualitas pendidikan, akuntansi
Abstract
Efficiency is one of the organization principles which often becomes the determinant of the organization success to achieve its goals. The efficiency includes all resources, such as man, money, materials, and time that directly affect the quality of education in the school. This article focuses on the discussion of the school finance management in accounting perspectives. Assuming that the school finance management is different from that of the corporate, this article discusses the school finance management applying the standardized financial management system in accordance with general accepted accounting principle (GAAP).
Key words: School finance management, quality of education, accountancy
Abstrak
S
Pendahuluan
Sejalan dengan berkembangnya otonomi daerah, di dalam lingkup pendidikan formal, mulai muncul konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang menjadikan pengelolaan pendidikan lebih terarah dan terkoordinasi dengan baik dari segi penyelenggaraan, pendanaan, pengembang-an, dan pengawasan. Menurut Depdiknas (2007), di dalam pelaksanaan MBS, ada tiga hal yang perlu dilaksanakan, yaitu: (1) manajemen sekolah (fungsi dan substansinya) di dalam kerangka MBS; (2) pembelajaran aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAKEM); dan (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program sekolah.
Masyarakat akan mendukung program sekolah apabila kepala sekolah mampu menyelenggarakan manajemen pendidikan yang transparan, terutama transparansi dalam hal manajemen keuangan. Sesuai dengan prinsip akuntabilitas, masyarakat berhak mengetahui apa yang telah disumbangkannya kepada sekolah, baik tingkat efisiensi maupun efektivitasnya. Dengan demikian, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan sekolah secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.
Salah satu masalah fundamental di dalam sistem pendidikan nasional adalah sulitnya memperoleh informasi keuangan sekolah yang terstandarisasi. Oleh karena itu, pembenahan manajemen keuangan sekolah harus dimulai dengan cara menyusun teknik-teknik pengelo-laan keuangan sekolah yang komprehensif sesuai dengan standar akuntansi dan keuangan yang berlaku secara umum.
Manajemen keuangan sekolah merupakan salah satu bidang garapan substansi administrasi pendidikan yang secara khusus menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan yang dimiliki dan digunakan oleh kepala sekolah. Manajemen keuangan sekolah tidak hanya terkait dengan pengelolaan sumber dana pendidikan yang digunakan untuk proses pendidikan, tetapi juga terkait dengan berbagai permasalahan (resiko) tentang pengelolaan keuangan sekolah serta upaya sekolah untuk mencari sumber-sumber pendanaan bagi kelangsungan organisasinya.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa sekolah memerlukan anggaran pendidikan yang besar, terutama untuk aktivitas pembangunan dan pemeliharaan gedung sekolah, pengadaan peralatan dan perlengkapan sekolah, serta aktivitas pembiayaan operasional sekolah. Aktivitas-aktivitas sekolah tersebut akan terganggu apabila tidak didukung dengan anggaran pendidikan yang memadai. Semakin besar anggaran pendidikan, maka diperkirakan akan semakin meningkatkan kualitas pendidikan.
Tidak mengherankan jika anggaran pendidikan nasional belum memadai sehingga mengakibatkan kondisi pendidikan di tanah air memprihatinkan. Hal tersebut dapat terindikasi dari kondisi gedung dan perlengkapan sekolah di Indonesia. Tidak sedikit gedung sekolah di Indonesia terancam ambruk, juga tidak sedikit sekolah yang hanya memiliki standar kelayakan
minimal, yakni hanya memiliki gedung sekolah dan guru. Pada umumnya, sekolah dengan standar minimal tersebut akan menghasilkan siswa dengan pengetahuan yang minimal serta berdampak terhadap kualitas pendidikan.
Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN maupun APBD (seperti diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat 1) belum berimbang antara sekolah negeri dengan sekolah swasta. Selama ini, pengalokasian dana pendidikan terlalu mengutamakan sekolah negeri. Di provinsi Jawa Tengah, alokasi anggaran pendidikan adalah 20% dari APBN untuk pendidikan, sebesar 70%-nya masih diperuntukkan bagi sekolah negeri, sedangkan sekolah swasta hanya memperoleh sekitar 30%-nya. Meskipun demikian, kondisi tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan dua atau tiga tahun yang lalu, karena pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20% sudah tercapai. Hanya saja, pengalokasian anggaran-nya harus dikendalikan agar proporsional.
Selama ini, jika sekolah negeri kekurangan dana karena pasokan dana dari Pemerintah sangat terbatas, kepala sekolah negeri cenderung menunggu alokasi dana berikutnya dari Pemerintah daripada melakukan upaya untuk mengatasi kekurangan dana. Demikian halnya dengan sekolah swasta, karena adanya keterbatasan dana pasokan dari Pemerintah, kepala sekolah swasta berinisiatif mengatasinya dengan cara meminta dana dari yayasan pendidikan atau sumber dana nonpemerintah. Meskipun kepala sekolah swasta dapat meminta dana selain dari Pemerintah, tetapi mereka tidak cukup kuat untuk menanggung risiko atas kebijakan yang diambilnya karena mereka takut mendapat tuduhan negatif karena melakukan tindakan ilegal.
Dalam rangka menyukseskan program wajib belajar (Wajar) 9 tahun, Pemerintah telah mengalokasikan dana pendidikan kepada satuan pendidikan dalam bentuk bantuan operasional sekolah (BOS). Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, kita melihat banyak sekali perbedaan mekanisme pengelolaan BOS antara sekolah negeri dengan sekolah swasta. Tabel 1 di bawah ini menguraikan lima perbedaan mekanisme pengelolaan BOS antara sekolah negeri dengan sekolah swasta.
S
memerlukan biaya yang besar. Biaya pendidikan memang mahal, tetapi masalahnya adalah seberapa besar biaya penyelenggaraan pendidikan yang dibebankan kepada siswa. Di negara-negara yang pemerintahnya mengerti akan pentingnya pendidikan, pemerintah menanggung sebagian besar biaya garaan pendidikan, sehingga biaya penyeleng-garaan pendidikan yang ditanggung oleh siswa menjadi ringan atau murah. Dengan demikian, pendidikan yang mahal bukan secara otomatis menunjukkan kualitas pendidikan yang tinggi, karena tinggi rendahnya biaya pendidikan ditentukan oleh manajemen keuangan sekolah. Kualitas pendidikan dapat tercermin dari jumlah biaya pendidikan yang dikeluarkan beserta pengendalian biayanya. Informasi laporan keuangan sekolah termasuk jenis aktivitas serta
unit cost sekolah seharusnya diawasi sehingga kualitas pendidikan dapat ditentukan berdasar-kan kemampuan manajemen keuangan sekolah secara tepat dan akurat. Ini berarti bahwa sistem biaya pendidikan merupakan bagian dari manajemen keuangan sekolah serta merupakan salah satu alat penentu terwujudnya kualitas pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dibahas dalam tulisan ini ialah pengaruh dari penerapan manajemen keuangan sekolah terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
Hasil pembahasan dalam artikel ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh stakeholders
pendidikan sebagai dasar penerapan manajemen keuangan sekolah berbasis akuntansi yang sesuai dengan standar akuntansi dan keuangan yang berlaku secara umum serta penerapan sistem manajemen keuangan sekolah berbasis kualitas pendidikan sehingga akan berdampak terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan serta penyelenggaraan tata pamong sekolah yang baik (good corporate governance).
Pembahasan
Definisi Manajemen Keuangan Sekolah
Manajemen keuangan merupakan manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan, sedangkan fungsi keuangan merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab di dalam bidang tertentu. Fungsi manajemen keuangan adalah menggunakan dana serta mendapatkan dana (Husnan, 1992).
Depdiknas, 2002). Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah merupakan rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah yang dimulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan, dan pertanggung-jawaban keuangan sekolah.
Menurut Bafadal (2004), manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai “keseluruhan proses pemerolehan dan pendayagunaan uang secara tertib, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan pendidikan”. Berdasarkan definisi tersebut, ada empat hal yang perlu digarisbawahi terkait dengan manajemen keuangan sekolah, antara lain sebagai berikut.
1. Manajemen keuangan merupakan kese-luruhan proses upaya memperoleh serta mendayagunakan seluruh dana.
2. Mencari sebanyak mungkin sumber-sumber keuangan serta berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan dana dari sumber-sumber keuangan tersebut. Menurut Depdiknas (2007), sumber-sumber penda-patan sekolah dapat berasal dari: (1) Pemerintah, yang meliputi: Pemerintah Pusat, yang dialokasikan melalui APBN serta Pemerintah Kabupaten/Kota, yang dialokasikan melalui APBD; (2) usaha mandiri sekolah, yang berupa kegiatan: pengelolaan kantin sekolah, koperasi sekolah, wartel, jasa antar jemput siswa, panen kebun sekolah; kegiatan sekolah yang menarik sehingga ada sponsor yang memberi dana; kegiatan seminar/ pelatihan/lokakarya dengan dana dari peserta yang dapat disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah; serta penyelenggaraan lomba kesenian dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang dapat disisihkan sebagian dananya untuk sekolah; (3) orang tua siswa, yang berupa sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan gedung, iuran BP3, dan SPP; (4) dunia usaha dan industri, yang dilakukan melalui kerjasama dalam berbagai kegiatan, baik berupa bantuan uang maupun fasilitas sekolah; (5) hibah yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, di mana kepala sekolah perlu menyusun proposal yang menguraikan kebutuhan pengembangan program sekolah; (6) yayasan
penye-lenggara pendidikan bagi lembaga pendi-dikan swasta; serta (7) masyarakat luas. Selain itu, menurut Bastian (2007), ada tiga anggaran publik dalam anggaran pendidikan yang harus kita perhatikan, yaitu: (1) anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dikelola oleh Pemerintah Pusat; (2) anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah; serta (3) anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) yang dikelola oleh satuan pendidikan (sekolah).
Sagala (2008) menjelaskan kerangka sistem penganggaran pendidikan pada pemerinta-han kabupaten/kota seperti terdapat pada gambar 2.
Mekanisme penentuan anggaran pendidikan dimulai dari musyawarah pembangunan desa (Musbangdes) yang di dalamnya termasuk sekolah yang berada di desa tersebut. Akan tetapi, di lain pihak, sekolah juga mengajukan anggaran sekolah yang disebut dengan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) kepada Cabang Dinas Pendidikan setempat. Selanjutnya, hasil Musbangdes digabung-kan di kecamatan, sehingga oleh Camat diidentifikasi dan diolah menjadi usulan daftar kegiatan pembangunan (UDKP) pada tingkat kecamatan yang di dalamnya sudah termasuk program dinas yang berada di kecamatan. UDKP dari kecamatan bersama dengan usulan dinas teknis diserahkan kepada Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA).
Oleh BAPPEDA kabupaten, setiap usulan rencana tersebut dibawa ke rapat
Gambar 1: Sumber Dana Pendidikan
APBD APBN
Satuan Pendidikan
Desa/Kelurahan Musbangdes
Cabang Dinas Kecamatan
Dinas BAPPEDA
UDKP
Rakorbang
Panitia Anggaran Rapat Penyusunan Anggaran
Repetada/APBD Pembahasan
Repetada/RAPBD
Bupati (Eksekutif) DPRD (Legislatif)
Perda/APBD
Gambar 2: Mekanisme Penentuan Anggaran Pendidikan Kabupaten
koordinasi pembangunan (Rakorbang) kabupaten untuk menentukan prioritas pembangunan disertai dengan rencana anggarannya. Hasil Rakorbang tersebut memuat program kerja kabupaten/kota yang dianalisis kembali oleh panitia anggaran kabupaten/kota dibawah koordinasi sekretaris daerah (Sekda). Setelah dianalisis, hasilnya ditetapkan menjadi rencana pembangunan tahunan daerah (Repetada) yang nantinya akan diolah menjadi RAPBD untuk diajukan ke legislatif. Repetada ini telah diperiksa oleh masing-masing dinas termasuk dinas pendidikan, sehingga tercipta kesesuaian antara usulan dengan yang disetujui, baik program maupun anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan program tersebut.
Usulan anggaran tersebut selanjutnya dibahas oleh DPRD kabupaten dalam bentuk dengar pendapat dengan Bupati/ Walikota dan dinas teknis untuk mengetahui rincian program dan anggaran yang diperlukan. Hasil rapat penyusunan anggaran ini dalam bentuk Repetada diajukan kepada pihak legislatif daerah untuk dibahas dan selanjutnya setelah
dianggap sesuai dengan ketentuan dan anggaran yang tersedia, oleh DPRD tersebut diterbitkan peraturan daerah (Perda) menjadi APBD.
4. Penggunaan seluruh dana sekolah harus dilakukan secara efektif dan efisien. Selain itu, penggunaan seluruh dana sekolah harus dilakukan dengan tertib dan mudah dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang terkait. Pelaksanaan kegiatan penggunaan dana harus mengacu kepada RAPBS yang telah ditetapkan. Pembukuan uang masuk dan keluar harus dilakukan secara teliti dan transparan. Oleh karena itu, tenaga akuntansi sekolah (staf administrasi sekolah) harus menguasai teknik akuntansi yang benar sehingga hasil perhitungannya tepat dan akurat. Penggunaan anggaran juga harus memperhatikan asas umum pengeluaran negara, yaitu manfaat penggunaan uang negara minimal harus sama apabila uang tersebut digunakan sendiri oleh masyarakat. Selain itu, kita juga harus memperhatikan pasal 24, 28, dan 30 dari Undang-undang Perbendaharaan Negara yang berusaha mencegah penge-luaran yang melampaui kredit anggaran atau tidak tersedia anggarannya. Kredit-kredit yang disediakan dalam anggaran tidak boleh ditambah baik secara langsung maupun tidak langsung karena adanya keuntungan bagi negara. Demikian pula halnya dengan barang-barang milik negara dalam bentuk apapun, tidak boleh diserahkan kepada mereka yang mempunyai tagihan kepada negara.
Perkembangan Perspektif
Manajemen Keuangan Sekolah
Selama tiga dasawarsa terakhir, dunia pendidikan telah berkembang cepat secara kuantitatif. Pada tahun 1965, jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 sekolah dengan jumlah murid sebanyak 11.577.943 murid dan jumlah guru sebanyak 274.545 guru. Dalam kurun waktu sekitar 40 tahun, jumlah sekolah dasar (SD) menjadi sebanyak 144.567 SD atau
Politik Ekonomi Administrasi Publik
Akuntansi
Gambar 3: Perkembangan Perspektif Manajemen Keuangan Sekolah
naik sekitar 170%, dengan jumlah murid sebanyak 26.627.427 murid atau naik sekitar 130% dan jumlah guru sebanyak 1.301.452 guru atau naik sekitar 370% (Pusat Informatika – Balitbang Depdiknas, 2009). Namun, di sisi lain, perkembangan pendidikan tersebut tidak diikuti dengan adanya peningkatan kualitas pendidi-kan. Selain itu, aspek-aspek pendukung pendidikan seperti manajemen keuangan sekolah, belum serius dikembangkan. Perkem-bangan perspektif manajemen keuangan sekolah dijelaskan pada gambar 3.
Di dalam perspektif politik, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistem pendidikan nasional kita mengacu kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di mana kegiatan pendanaan pendidikan tidak diatur secara khusus. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, kegiatan pendanaan pendidikan sudah diatur secara khusus dalam Bab XIII, yang substansinya meliputi sebagai berikut: (1) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat; (2) sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan; (3) pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik; dan (4) pengalokasian dana pendidikan.
terintegrasi dalam manajemen keuangan pendidikan, baik dari regulator, pengawas, evaluator, maupun operator pendidikan. Di dalam perspektif ekonomi, kita mengenal konsep ekonomi pendidikan. Landasan konseptual ekonomi pendidikan menurut Cohn (1979) mengacu kepada prinsip bahwa ekonomi adalah keterbatasan (scarcity) dan keinginan (desirability). Ekonomi dapat dipahami sebagai suatu studi tentang bagaimana seseorang atau masyarakat memilih untuk menggunakan uang dan sumber lainnya yang sifatnya terbatas (desirability) untuk menghasilkan atau mencapai keinginan (scarcity) yang sifatnya tidak terbatas. Bagi sekolah formal, ekonomi pendidikan menyangkut proses tentang bagaimana pendidikan dihasilkan melalui jalur penyelenggaraan sekolah, pendistribusian pendidikan di antara individu dan kelompok-kelompok yang memerlukan, berapa banyak biaya yang dihabiskan oleh masyarakat di dalam kegiatan pendidikan, serta kegiatan pendidikan macam apa yang harus diseleksi. Isu utama ekonomi pendidikan menurut Cohn adalah identifikasi dan ukuran nilai ekonomi bagi pendidikan, alokasi sumber-sumber dalam pendidikan, gaji guru, biaya pendidikan, dan perencanaan pendidikan. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) memprediksi kebutuhan pendidikan; (2) mengalokasikan setiap komponen biaya pendidikan; (3) melakukan analisis terhadap sumber dana pendidikan serta dari mana dana pendidikan tersebut dapat diperoleh; dan (4) melakukan pengawasan terhadap keuangan sekolah.
Di dalam perspektif administrasi publik, tujuan dari manajemen keuangan sekolah adalah membantu pengelolaan sumber keuangan sekolah serta menciptakan mekanisme pengendalian yang tepat bagi pengambilan keputusan keuangan sekolah untuk mencapai tujuan sekolah yang transparan, akuntabel, dan efektif. Pengendalian yang baik terhadap administrasi manajemen keuangan sekolah akan memberikan dampak positif berupa pertanggungjawaban sosial yang baik bagi berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) di sekolah.
Di dalam perspektif akuntansi, setiap kepala sekolah wajib menyampaikan laporan keuangan, terutama terkait dengan penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah kepada Komite Sekolah dan Pemerintah. Dengan demikian, standar akuntansi keuangan sekolah
dapat diberlakukan sebagai kriteria pelaporan keuangan sekolah yang akan disajikan bagi para pengelola sekolah. Hal ini dapat menjamin adanya akuntabilitas publik, khususnya bagi para pengguna jasa pendidikan. Oleh karena itu, peranan manajemen keuangan sekolah di dalam perspektif akuntansi adalah sebagai berikut: (1) melakukan analisis setiap keputusan sekolah dari aspek keuangan sekolah; (2) melakukan analisis pendanaan bagi kepentingan investasi sekolah; (3) melakukan analisis biaya pendidikan terkait penentuan biaya jasa pendidikan; serta (4) melakukan analisis arus kas operasi sekolah.
Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan Sekolah
dalam hal masukan dan keikutsertaan mereka pada berbagai komponen sekolah; (2) adanya standar kinerja sekolah dalam hal pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang; serta (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana sekolah yang kondusif dalam bentuk pelayanan pendidikan dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah, dan proses yang cepat.
Sedangkan prinsip-prinsip khusus meliputi efektivitas, kecukupan, dan keberlanjutan. Manajemen keuangan sekolah dapat dikatakan efektif apabila kepala sekolah dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas sekolah dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang bersangkutan serta hasil kualitatifnya sesuai dengan rencana sekolah yang telah ditetapkan. Prinsip kecukupan berarti pendanaan pendidikan cukup untuk membiayai penyeleng-garaan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Prinsip keberlanjutan berarti pendanaan pendidikan dapat digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan layanan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
Siklus Manajemen Keuangan Sekolah
Bastian (2007) menjelaskan siklus manajemen keuangan sekolah di dalam perspektif akuntansi seperti terdapat pada gambar 4.
Adapun tahapan manajemen keuangan sekolah sesuai gambar 4 sebagai berikut.
1. Anggaran pendidikan
Anggaran merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu (Fattah, 2002).
2. Pola subsidi pendidikan
Subsidi pendidikan merupakan sumber pendanaan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, pengusaha, dan masyarakat untuk membiayai aktivitas investasi fisik dan non-fisik dalam rangka meningkatkan kapasitas dan mutu layanan sekolah.
3. Pengukuran dan pelaporan kinerja pendidikan
Dengan adanya laporan kinerja pendidikan, maka stakeholders sekolah dapat mengetahui secara jelas tentang kinerja organisasi sekolah sehingga akan menjadi bahan masukan bagi proses perencanaan kinerja pendidikan selanjut-nya. Salah satu tujuan diadakannya pelaporan kinerja pendidikan adalah dalam rangka pelaksanaan akuntabilitas pada sektor publik (Akdon, 2007).
4. Cost and pricing jasa pendidikan
Menurut James dan Phillips (1995), unsur-unsur biaya dan penetapan harga jasa pendidikan meliputi pertama ialah pembiayaan (costing) jasa pendidikan, yaitu membandingkan pengeluaran sekolah dengan manfaatnya bagi pelanggan jasa pendidikan. Kedua penetapan harga (pricing) jasa pendidikan, yaitu penerima jasa pendidikan akan dikenakan harga jasa pendidikan tertentu sesuai dengan tujuan sekolah. Ada tiga aspek penetapan harga jasa pendidikan, yaitu: (1) diferensiasi jasa pendidikan; (2) faktor-faktor penentu harga jasa pendidikan; serta (3)biaya pengem-bangan produk jasa pendidikan. 5. Audit keuangan pendidikan Audit keuangan pendidikan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan sekolah secara keseluruhan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.
Gambar 4: Siklus Manajemen Keuangan Sekolah Siklus Manajemen
Keuangan Sekolah
Costingand Pricing
Jasa Pendidikan
Pola Subsidi Pendidikan Audit Kinerja
Pendidikan
Audit Keuangan Pendidikan
Anggaran Pendidikan
Pengukuran dan Pelaporan Kinerja
6. Audit kinerja pendidikan
Audit kinerja merupakan upaya sistematis untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah, dan menafsirkan informasi, dengan tujuan menyimpulkan peringkat kompetensi seseorang dalam satu jenis keahlian profesi pendidikan berdasarkan norma kriteria tertentu, serta menggunakan kesimpulan tersebut di dalam proses pengambilan keputusan kinerja yang direkomendasikan (Sagala, 2007).
Peran dan Fungsi Manajemen
Keuangan Sekolah
Peran dan fungsi manajemen keuangan sekolah adalah menyediakan berbagai informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, agar berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi pada suatu entitas pendidikan (Bastian, 2007). Berbagai informasi keuangan tersebut dapat digunakan oleh stakeholders sekolah dengan perannya masing-masing meliputi sebagai berikut:
1. Kepala sekolah
Kepala sekolah memanfaatkan data-data keuangan sekolah untuk menyusun rencana sekolah yang dipimpinnya, mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam usahanya untuk mencapai tujuan sekolah, serta melakukan tindakan korektif yang diperlukan. Keputusan yang diambil oleh kepala sekolah berdasarkan data-data keuangan sekolah adalah menentukan peralatan pendidikan apa yang sebaiknya dibeli, berapa persediaan alat tulis kantor (ATK) yang harus disiapkan, dan sebagainya.
2. Guru dan karyawan sekolah
Guru dan karyawan sekolah merupakan kelompok yang tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas di sekolahnya. Ini berarti bahwa kelompok tersebut juga tertarik dengan informasi tentang penilaian kemampuan sekolah dalam memberikan imbal jasa, manfaat pensiun, dan peluang kerja.
3. Kreditur
Kreditur atau pemberi pinjaman tertarik dengan informasi mengenai keuangan sekolah sehingga dapat memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat
dibayar pada saat jatuh tempo. Hal tersebut berlaku apabila sekolah tersebut memerlukan bantuan dari kreditur. 4. Orang tua siswa
Orang tua siswa tertarik dengan informasi mengenai kelangsungan hidup sekolah, terutama perjanjian jangka panjang sekolah serta tingkat ketergantungan sekolah. 5. Pemasok
Pemasok (supplier) tertarik dengan informasi mengenai kemungkinan jumlah hutang sekolah yang akan dibayar pada saat jatuh tempo.
6. Pemerintah
Pemerintah (termasuk lembaga-lembaga yang berada dibawah otoritasnya) tertarik dengan informasi mengenai alokasi sumber daya serta aktivitas sekolah. Informasi tersebut dibutuhkan untuk mengatur aktivitas sekolah, menetapkan anggaran, dan sebagai dasar penyusunan anggaran untuk tahun berikutnya.
7. Masyarakat
Sekolah dapat mempengaruhi anggota masyarakat dengan berbagai cara. Laporan keuangan sekolah dapat membantu masyarakat dengan cara menyediakan informasi tentang kecenderungan dan perkembangan terakhir terkait pengelolaan keuangan sekolah beserta rangkaian aktivitasnya.
h
Manajemen Biaya
Pendidikan Berbasis
Kualitas Pendidikan
Menurut Bastian (2007), ada 3 sistem pengelolaan biaya pendidikan berbasis kualitas pendidikan. Ketiga sistem tersebut meliputi:
1. Cost standard system
Sistem ini lebih dikenal dengan School Based Cost Accounting System (SBCAS), yang didasarkan pada standar
costing unit (unit biaya
standar), di mana setiap sekolah dapat menggunakan-nya untuk mengukur seluruh biayanya. SBCAS dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung biaya per unit siswa. Untuk menghitung rata-rata biaya siswa pada setiap sekolah, SBCAS meng-umpulkan data biaya lang-sung (direct costs) dari School-Based Cost Report (SBCR).
2. Grade-based system
Berbeda dengan SBCAS, sistem ini menetapkan siswa sebagai standard costing unit. Pendekatan ini lebih akurat karena agar dapat melakukan evaluasi sistem akuntansi biaya, para pengelola sekolah dapat mencari perbedaan penghitungan biaya yang dihasilkan dari kedua sistem tersebut. Dalam pendekatan ini, perbedaan biaya per siswa akan dihasilkan dengan prosedur akuntansi yang berbeda. Pada akhirnya, sistem ini akan meningkatkan kemampuan kepala sekolah untuk menganggarkan dan mengendalikan biaya pendi-dikan.
3. Service-based system
menurut jenis-jenis jasa yang tersedia di sekolah, yaitu: jasa pendidikan umum, pendidikan khusus, serta atletik dan konsultasi.
Analisis Biaya-Manfaat
(
Cost-Benefit Analysis
) Pendidikan
Hampir dapat dipastikan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya dukungan biaya pendidikan yang memadai. Implikasi terhadap pemberlakuan kebijakan desentralisasi pendidikan membuat para pengambil keputusan pendidikan seringkali mengalami kesulitan dalam mendapatkan referensi tentang komponen pembiayaan pendidikan. Kebutuhan tersebut dirasakan semakin mendesak sejak dimulainya pelaksanaan otonomi daerah, termasuk otonomi dalam bidang pendidikan. Apalagi masalah pembiayaan pendidikan tersebut sangat menentukan kesuksesan program MBS, KBK, ataupun KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) yang saat ini diberlakukan.
Pembiayaan pendidikan merupakan suatu masalah pendidikan yang kompleks karena di dalamnya terdapat saling keterkaitan pada setiap komponennya, yang memiliki rentang yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga makro (nasional), yang meliputi sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasian dana pendidikan, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan dana pendidikan, akuntabilitas pendidikan yang diukur dari perubahan yang terjadi pada semua tataran pendidikan, serta berbagai permasalahan yang terkait dengan pembiayaan pendidikan.
Biaya pendidikan memegang peran yang penting di dalam keberlangsungan hidup dunia pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas juga tidak terlepas dari perencanaan anggaran pendidikan yang mantap serta pengalokasian dana pendidikan yang tepat sasaran dan efektif. Istilah “biaya” (cost) dapat diartikan sebagai pengeluaran, sedangkan di dalam ilmu ekonomi, istilah “biaya” dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya (Hallak, 1985). Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam hal ini, biaya pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas, yakni semua
jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (Supriadi, 2003).
Fattah (2002) mengklasifikasikan biaya pendidikan menjadi dua jenis, yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa (yang dikeluarkan oleh Pemerintah, orang tua, dan siswa), seperti: pembelian alat-alat pembelajaran, penyediaan sarana pembelajaran, transportasi, dan gaji guru. Biaya tidak langsung merupakan keuntungan yang hilang (forgone earning) dalam bentuk biaya peluang yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar, misalnya uang jajan siswa dan pembelian peralatan sekolah.
Analisis biaya-manfaat merupakan suatu metodologi yang banyak digunakan dalam melakukan analisis investasi pendidikan. Analisis biaya-manfaat dikaitkan dengan analisis keuntungan atas investasi pendidikan dari segi pembentukan kemampuan, sikap, dan keterampilan. Metode tersebut dapat membantu para pengambil keputusan pendidikan dalam menentukan pilihan di antara berbagai alternatif alokasi sumber dana pendidikan yang terbatas tetapi memberikan keuntungan yang tinggi. Pengembangan investasi pendidikan perlu dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan.
Di dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan, ada dua hal penting yang perlu dikaji dan dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan di tingkat sekolah merupakan agregat (jumlah) dari biaya pendidikan di tingkat sekolah, baik yang bersumber dari Pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk menye-lenggarakan pendidikan selama satu tahun pelajaran. Biaya satuan per siswa merupakan suatu ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan oleh sekolah secara efektif untuk kepentingan siswa dalam menempuh pendidikan.
kegiatan tersebut memerlukan dukungan biaya pendidikan.
Dana pendidikan yang mencukupi memperlihatkan suatu kecenderungan bahwa kegiatan sekolah akan berjalan lancar sehingga mendorong kinerja guru yang tinggi di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, kegiatan kurikulum (intrakurikulum, kokurikulum, dan ekstrakurikulum) yang berkualitas, serta pelayanan administrasi ketatausahaan yang efektif. Pada tataran teknis, kepala sekolah perlu mengembangkan kemampuan untuk menganalisis biaya yang dibutuhkan untuk aktivitas operasional sekolah yang berkorelasi signifikan terhadap kualitas pendidikan yang akan dicapainya. Secara politik, pagu anggaran pendidikan yang bersumber dari pemerintah harus tetap diperjuangkan oleh sekolah dan masyarakat. Jika pemerintah tidak menyediakan dana operasional sekolah yang memadai, maka sekolah akan sulit meningkatkan mutunya.
Berdasarkan hasil pengamatan Mintarsih (2004), kualitas lulusan ditentukan oleh besarnya dukungan biaya pendidikan yang menunjang kegiatan belajar-mengajar, selain lokasi lingkungan sekolah, peran serta orang tua, serta dedikasi guru. Biaya pendidikan akan memberikan dampak positif terhadap setiap program sekolah, antara lain: (1) peningkatan kesejahteraan guru serta personil tata usaha sekolah yang berimplikasi terhadap kegiatan belajar-mengajar di sekolah; dan (2) karena dengan adanya dana pendidikan yang mencukupi, guru tidak perlu mencari tambahan gaji di luar sekolah tempatnya bertugas serta guru dapat mencurahkan perhatiannya kepada sekolah tempatnya mengajar.
Kesimpulan dan Saran
Uang merupakan salah satu sumber daya pendidikan yang penting. Uang dipandang sebagai darah di dalam tubuh manusia, yang mati hidupnya ditentukan oleh sirkulasi darah di dalam tubuh. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa uang ibarat kuda dan pendidikan ibarat gerobak. Gerobak tidak akan berjalan tanpa ditarik oleh kuda. Pendidikan tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya biaya atau uang.
Pendidikan merupakan salah satu sektor publik yang dapat melayani masyarakat dengan kegiatan pengajaran, bimbingan, dan latihan
yang dibutuhkan oleh peserta didik. Manajemen keuangan di dalam lembaga pendidikan (sekolah) berbeda dengan manajemen keuangan perusahaan yang berorientasi profit atau laba. Sekolah merupakan organisasi publik yang nirlaba atau non-profit. Oleh karena itu, manajemen keuangan sekolah memiliki keunikan sesuai dengan misi dan karakteristik pendidikan.
Pada dasarnya, setiap sekolah sudah menyelenggarakan sistem pengelolaan keuangan yang baik, tetapi kadar substansi pelaksanaannya beragam antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya. Adanya keragaman tersebut tergantung kepada besar kecilnya tipe sekolah, letak sekolah, dan predikat sekolah.
Oleh karena itu, penerapan sistem manajemen keuangan yang baku di sekolah tidak dapat disangkal lagi. Permasalahan yang terjadi di sekolah terkait dengan manajemen keuangan sekolah di antaranya: sumber dana pendidikan yang terbatas; pembiayaan program pendidikan yang serampangan; serta tidak mendukung visi, misi, dan kebijakan sebagaimana tertulis di dalam rencana strategis sekolah. Di satu sisi, sekolah perlu dikelola dengan tata pamong yang baik (good corporate
governance) sehingga menjadikan sekolah
tersebut bersih dari berbagai malfungsi dan malpraktik pendidikan.
swasta karena hidup matinya sekolah swasta tergantung dari iuran siswa.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka penyelenggara pendidikan akan berusaha keras untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara menganalisis biaya pendidikan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis biaya pendidikan adalah analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), yaitu suatu metode analisis keuntungan atas investasi pendidikan dari sudut pandang pembentukan kemampuan, sikap, dan keterampilan sehingga dapat membantu para pengambil keputusan pendidikan dalam menentukan suatu pilihan di antara berbagai alternatif alokasi sumber dana pendidikan yang terbatas tetapi memberikan keuntungan yang tinggi. Oleh karena itu, kepala sekolah seharusnya mampu melakukan analisis biaya-manfaat agar dapat menyusun RAPBS serta dapat membuat kebijakan sekolah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi pengelolaan dana pendidikan.
Sistem biaya pendidikan merupakan bagian dari manajemen keuangan sekolah serta merupakan salah satu alat penentu terwujudnya kualitas pendidikan. Pendidikan yang mahal bukan secara otomatis menunjukkan kualitas pendidikan yang tinggi, karena tinggi rendahnya biaya pendidikan ditentukan oleh manajemen keuangan sekolah. Oleh karena itu, setiap sekolah seharusnya menerapkan manajemen keuangan sekolah berbasis akuntansi yang sesuai dengan standar akuntansi dan keuangan yang berlaku secara umum serta sistem manajemen keuangan sekolah berbasis kualitas pendidikan.
Hasil kajian di atas dapat bermanfaat bagi seluruh stakeholders pendidikan sebagai dasar penerapan manajemen keuangan sekolah berbasis akuntansi yang sesuai dengan standar akuntansi dan keuangan yang berlaku secara umum serta penerapan sistem manajemen keuangan sekolah berbasis kualitas pendidikan sehingga akan berdampak terhadap pening-katan kualitas pendidikan secara berkelanjutan serta penyelenggaraan tata pamong sekolah yang baik (good corporate governance).
Daftar Pustaka
Akdon. (2007). Strategic management for educational management. Bandung: Alfabeta
Bafadal, Ibrahim. (2007). Dasar-dasar manajemen dan supervisi taman kanak-kanak. Jakarta: Bumi Aksara
Bastian, Indra. (2007). Akuntansi pendidikan. Bandung: Erlangga
Cohn, Elchanan. (1979). The economic of education. Massachusetts: Ballinger Publishing Company
Costa, Vincent P. (2000). Panduan pelatihan untuk mengembangkan sekolah. Jakarta: Depdiknas
Departemen Keuangan. (2004). Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Departemen Pendidikan Nasional. (2001).
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 056/U/2001 tentang Pedoman Pembiayaan Penyelenggara-an PendidikPenyelenggara-an di Sekolah
Departemen Pendidikan Nasional. (2002).
Manajemen keuangan: materi pelatihan terpadu untuk kepala sekolah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional. (2003).
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Departemen Pendidikan Nasional. (2005).
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional. (2007).
Manajemen keuangan sekolah: Materi pendidikan dan pelatihan. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional. (2008).
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Dinas Pendidikan Kota Semarang. Pembiayaan pendidikan dari BOS dan pendamping BOS (BPP/BPPP). Diakses pada tanggal 22 Oktober 2009, dari http://www.disdik-k o t a s m g . o r g / i n d e x . p h p ? o p t i o n = com_content&view=article&id=246: pembiayaan-pendidikan-dari-bos-dan-pendamping-bos-bppbppp.
Fattah, Nanang. (2002). Ekonomi dan pembiayaan pendidikan. Bandung: Rosda Karya Hallak, J. (1985). Analisis biaya dan pengeluaran
Hunt, Herold C. (1963). Educational administration and finance in becoming an educator. Boston: Houghton Mifflin Company
Husnan, Suad. (1992). Manajemen keuangan: teori dan penerapan. Yogyakarta: BPFE
James, Chris and Peter Phillips. (1995). The practice of educational marketing in schools. Educational Management Administration and Leadership, Vol. 23, No. 2, pp. 75-88 Johns, Roe L. and Edgar L. Morphet. (1975). The economic and financing of education: a system approach. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Maisyaroh dkk. (2004). Perspektif manajemen
pendidikan berbasis sekolah. Malang: Universitas Negeri Malang
Mintarsih, Danumihardja. (2004). Manajemen keuangan sekolah. Jakarta: Uhamka Press Psacharopaulos, G. (1987). Economics of education
research and studies. New York: Pergamon Press.
Republika. (2009). Alokasi 20 persen dana pendidikan belum berimbang. 22 Juni 2009. Ritonga, Razali. (2007). Efek penurunan dana pendidikan. Republika, 4 September 2007 Rivai, V. (2005). Performance appraisal: Sistem yang
tepat untuk menilai kinerja karyawan dan meningkatkan daya saing perusahaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sagala, Syaiful. (2007). Manajemen strategik dalam peningkatan mutu pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sagala, Syaiful. (2008). Administrasi pendidikan kontemporer. Bandung: Alfabeta
Sinungan, Muchadarsyah. (1993). Dasar-dasar manajemen kredit. Jakarta: Bumi Aksara Sufyarma. (2003). Manajemen pendidikan: Kapita
selekta. Bandung: Alfabeta
Supriadi, Dedi. (2003). Satuan biaya pendidikan
dasar dan menengah. Bandung: Rosda
Karya
Surjadi. (1982). Sekolah dan pembangunan. Bandung: Alumni
Suryosubroto, B. (1988). Dimensi-dimensi
administrasi pendidikan di sekolah.
Yogyakarta: Bina Aksara
Thomas, Jones H. (1985). Introduction to school finance: Technique and social policy. New York: MacMillan Publishing Company Tim Dosen Administrasi Pendidikan –
Universitas Pendidikan Indonesia. (2009).
Manajemen pendidikan. Bandung: Alfabeta Widjanarko, M dan P.A. Sahertian. (1997).
Manajemen keuangan sekolah: Bahan